• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menyoal seputar perkembangan gerakan wanita Islam di Indonesia tentu saja kita tidak bisa melepaskan dari wacana gender. Perkembangan wacana

gender di Indonesia hingga saat ini sepertinya sudah mulai menjauhi subtansi dasar revalitasi kewanitaan atau dengan bahasa lainnya sudah cukup liberal.

Walaupun dilihat dari segi wacananya terlampau hegemonik dan seakan telah berhasil memindahkan nilai-nilai humanistik secara utuh, akan tetapi perkembangan pesat tersebut ternyata pada tataran empiris sosio-kultural dirasakan masih lambat. Demikian analisa yang dikemukan oleh Budi M Rahman. Terkait dengan wacana gender di Indonesia, terjadi dan berkembang sekitar di era 80-an, sementara mulai memasuki isu keagamaan pada era 90-an. Isu tersebut mengalami perkembangan sejalan dengan masuknya buku-buku terjemahan yang berwawasan gender atau bisa dikategorikan feminis seperti buku-buku Aminah Wadud Muhsin, Fatima Mernissi, Zafrullah Khan. Ketiga buku tersebut termasuk kontroversial pada waktu itu.

Tak bisa dipungkiri juga adalah sumbagan Wardah Hafidz, yang mengambil spesialisasi bidang gender dan Islam. Dia yang melakukan rintisan dalam mensosialisasikan wacana tersebut di Indonesia. Selain itu, ada Lies Marcoes. Bisa dikatakan, selama 10 tahun atau 5 tahun terakhir ini perkembangan isu gender sangat pesat dan sangat produktif sekali, jauh lebih pesat dari isu-isu lainnya seperti pluralisme, yang juga tak kalah pentingnya.

Nampaknya isu gender telah mendorong satu kesadaran yang khas bukan hanya semata-mata karena pandangan filosofis atau wacana, tapi punya implikasi praktis yang memang sangat dituntut. Dari segi wacana, isu ini sudah berkembang sangat progresif, bahkan cenderung liberal. Majalah Ulumul Qur’an-pun sampai pernah melampirkan nomor khusus tentang isu gender pada tahun 1995, hingga pada akhirnyapun banyak orang yang antusias.

Harus diakui isu gender memang masih berputar di kalangan terpelajar, mahasiswa, Dosen, dan para peminat studi keilmuan. Fenomena ini terjadi bukan hanya di kalangan Islam saja tapi juga pada masyarakat umum. Lembaga feminsme seperti Klayanamitra banyak memberi sumbangan dalam mempopulerkan isu gender di Indonesia.

Ada beberapa fakta peristiwa-peristiwa yang berkembang di masyarakat yang berhubungan dengan kesetaraan gender. Antara lain yaitu seputar kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), KDRT mengandung pengertian adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkungan rumah tangga.36

36

Hal lain yang berhubungan dengan kesetaraan gender ialah isu seputar peranan kaum perempuan dalam kehidupan publik. Mengacu pada UUD 1945, bahwa baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang sama untuk duduk di lembaga legislatif sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 22 E Ayat 4 yang berbunyi: “Peserta pemilihan umum umtuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.”

Dapat juga dilihat dalam Pasal 65 Ayat 1 UU Pemilu:

“Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan skurang-kurangnya 30%.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terus-menerus mendesak kepada semua negara anggota PBB untuk melakukan berbagai langkah tindak, termasuk pembuatan, penghapusan dan penyempurnaan Undang-Undang untuk menghapus diskriminasi dan kekerasan terhadap wanita. Menjelang diselenggarakannya Konferensi Dunia Hak Azasi Manusia di Wina tahun 1993, maka pada tahun 1992 Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, dikenal juga sebagai Komite CEDAW, pada sidang ke-11, menghasilkan Rekomendasi Umum No.19 tentang Kekerasan Terhadap Perempuan. Secara tegas dinyatakan bahwa kekerasan adalah suatu bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan memberikan rekomendasi agar dilakukan langkah-langkah tindak yang tepat untuk menghapus

kekerasan dan memberikan perlindungan dan pelayanan berguna bagi wanita korban kekerasan.37

Pada tingkat nasional telah pula diterbitkan dua dokument penting yang dapat digunakan dalam kajian mengenai hak-hak wanita, yaitu UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia khususnya tentang hak-hak azasi wanita (pasal 45-pasal51). Dalam bulan Desember 2000 diterbitkan Isntruksi Presiden No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Presiden memberikan instruksi kepada Menteri, Kepada Lembaga Pemerintahan Non-Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota, untuk mengarusutamakan gender ke dalam semua proses pembangunan nasional. Tujuan dari pengarusutamaan gender

ialah menarik wanita ke dalam arus utama pembangunan bangsa dan masyarakat sebagai warganegara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Pengarusutamaan gender berfungsi untuk menciptakan mekanisme-mekanisme kelembagaan bagi kemajuan wanita di semua bidang kegiatan dan kehidupan masyarakat dan pemerintah. Tujuan pengarusutamaan gender ialah mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara melalui perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

37

Kelompok Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas Indonesia,Hak Azasi Prempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, (Jakarta:Obor Indonesia, 2007)h.x

pemantauan dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan nasional. Peraihan kesetaraaan dan keadilan gender melalui pemberdayaan wanita merupakan tujuan pengarusutamaan gender.

Dengan 4 Rekomendasi Umum Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (Comitte in the Elimination of Discrimination Against Women), Rekomendasi Umum No.21 tentang Kesetaraan dalam Perkawinan dan Hubungan Keluarga, Pasal 16 Konvensi (Sessi Ketigabelas, 1994), Rekomendasi Umum No.23 tentang Kehidupan Politik dan Publik, Pasal 7 dan 8 Konvensi (Sessi Keenambelas, 1997), Rekomendasi Umum No. 24 tentang Perempuan dan Kesehatan, Pasal 12 Konvensi (Sessi Keduapuluh, 1999), dan Rekomendasi Umum No. 25 tentang Pasal 4 ayat 1 Konvensi, tentang Tindakan Khusus Sementara (Sessi Keduapuluh, 1999). Rekomendasi Umum tersebut dirumsukan oleh Komite, yang terdiri dari para ahli yang bermartabat tinggi dan kompeten dalam bidang-bidang yang dicakup oleh Konvensi. Komite dibentuk berdasarkan Pasal 17 Konvensi, dan bertugas untuk menilai kemajuan yang dicapai dalam implementasi Konvensi di Negara-negara Pihak.38

Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Penjelasan

38

Digunakan istilah Negara Pihak (States Party), dan bukan Negara Perserta yang digunakan dalam UU No. 7 tahun 1984. Hal ini dilakukan mengikuti istilah yang digunakan dalam UU No. 11 tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Konvenan Interrnasional Tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya), dan UU No. 12 tahun 2005 Tentang Pengesahan Internasional Covenant on Civil and Political Rights (Konven Internasional Tentang Hak-hak Sipil dan Politik).

Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.39

39

Kelompok Kerja Convention Watch, Pusat Kajian Wanita dan Jender, Universitas Indonesia,Hak Azasi Prempuan Instrumen Hukum untuk Mewujudkan Keadilan Gender, (Jakarta:Obor Indonesia, 2007)h.xvi

BAB III PROFIL PPP

A. Sejarah Berdirinya PPP

Pada awal abad XX, selain perlawanan fisik, juga dilakukan perlawanan melalui gerakan-gerakan. Dalam perjuangan itu tumbuh gerakan-gerakan dengan menggunakan organisasi modern sebagai wadahnya, yang di dalam sejarah politik Indonesia dinamakan pergerakan kemerdekaan, yang bertujuan membebaskan agama dan bangsa dari belenggu penjajahan. Pergerakan berbentuk organisasi ini mulai tumbuh pada pemulaan abad XX. Syarikat Dagang Islam (1905) yang kemudian menjadi Partai Syarikat Islam, Muhammadiyah (1912), Nahdlatul Ulama (1926) dan lain-lain adalah organisasi-organisasi gerakan yang dilahirkan oleh tokoh-tokoh umat Islam dalam upaya memperjuangkan aspirasi umat pada masa penjajahan. Perlawanan yang dimulai secara sporadis, akhirnya terkoordinasi secara nasional dalam bentuk organisasi yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Berbagai macam motivasi telah menjadi penggerak semangat perjuangan tersebut. Tetapi motivasi yang paling mendalam adalah berjuang dengan harapan mendapatkan kemerdekaan dan kebahagiaan di dunia akhirat.

Akhirnya berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka diproklamirkanlah Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945

bertepatan dengan hari Jum’at, 9 Ramadhan 1346 Hijriyah. Baik di dalam perjuangan menjelang proklamasi maupun sesudahnya, peranan partai-partai politik Islam tersebut bersama-sama berjuang dalam satu platform memberikan kontribusi dalam wacana politik yang dinamis seperti dalam MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) dan berbagai perdebatan di sidang-sidang Badan Konstituante.1

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) adalah nama salah satu partai politik yang masih eksis di Indonesia hingga saat ini. Pada saat kelahirannya tahun 1973, PPP mempresentasikan diri sebagai wadah tunggal penyalur aspirasi politik ummat Islam di Indonesia. Legitimasi PPP sebagai wadah tunggal begitu kuat, sebab ia merupakan partai politik yang lahir dari gabungan (fusi) politik empat partai Islam yang begitu diperhitungkan saat itu. keempat partai itu adalah : Partai Nahdatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI). Keempat partai ini semuanya merupakan partai berasaskan Islam, berwawasan nasional, berorientasi keummatan, kerakyatan, dan keadilan.2

Mengapa keempat partai Islam itu begitu mudah bergabung? Sebenarnya, kalau diteliti lebih jauh memang latar belakang perjuangan yang mendorong terjadinya fusi. Salah satu faktor di antaranya adalah : dua dari partai Islam itu, yaitu NU dan PSII pernah berada satu wadah dalam Masyumi, partai Islam yang

1

Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan,Tentang Khittah Dan Program Perjuangan Partai Persatuan Pembanguan, Jakarta, 2007, h.5

2

Pemi Apriyanto, Kader Nasional PPP Dari Masa ke Masa, (Jakarta: Korbid Okk DPP PPP, 2010) h.1

lahir pada tanggal 7 November 1945. Hanya saja, dua tahun kemudian tahun 1947 SI keluar dari Msyumi, dan NU mengikuti jejak SI pada tahun 1952. Namun, setelah Pemilu 1955, Masyumi,3 NU, PSII, dan PERTI kembali melakukan kerjasama strategis. Kerjasama itu terjadi di Konstituante, ketika sama-sama mendukung Islam sebagai dasar negara. Kerjasama itu (minus Masyumi) juga terjadi pada pembahasan GBHN dalam sidang Istimewa (SI) MPR 1967. Begitu pula, dalam Pemilu 1971, di berbagai daerah partai Islam yang kini berfusi itu juga melakukan penggabungan suara (stembus accord)4 dalam pembagian sisa kursi. Selain itu ada upaya dari pemerintah sendiri ke arah fusi iru, seperti dijelaskan.

“Peran pemerintah dalam mewujudkan fusi partai-partai politik cukup dominan. Caranya tidak hanya dengan pendekatan persuasif, tetapi juga dengan cara yang representatif, partai-partai Islam dijinakkan melalui isu yang bisa memojokkan Islam, seperti soal DI/TII, Piagam Jakarta, dan jihad Fisabilillah. Pada wal tahun 1970-an. Kristalisasi dalam kepemimpianan Islam, yaitu dengan menyingakirkan atau mengeliminasi tokoh-tokoh yang dianggap kurang dapat bekerjasama dengan pemerintah telah hampir selesai. Sehingga, menjelang pembentukan PPP, perselisihan pendapat tentang rencana bentuk fusi PPP, hanya tinggal di dalam tubuh PSII saja. Pergeseran-pergeseran dan pengeleminasian terhadap kelompok keras, seperti M. CH. Ibrahim Osman, Y. Helmi, baru dapat dilaksanakan beberapa saat menjelang fusi tanggal 5 Januari 1973”.5

3

Partai ini dibubarkan Presiden Soekarno tahun 1960. setelah Orde Baru tampil, para tokoh itu ingin merehabilitasinya, tetapi ditolak pemerintah, yang diizinkan pemerintah hanya lahirnya PARMUSI untuk menyalurkan aspirasi pendukung Masyumi dulu.

4

Pemi Apriyanto, Kader Nasional PPP Dari Masa ke Masa, h. 2

5

Usaha pemerintah mengurangi jumlah partai memang tidak langsung mengarah ke fusi. Langkah pertama, partai-partai dianjurkan meningkatkan kerjasama dalam kelompok-kelompok spiritual-material dan material-spiritual. Langkah ini sudah dilakukan jauh sebelumnya. Tanggal 27 Februari 1970, Soeharto sendiri mengundang pimpinan-pimpinan partai Islam ke kediamannya di Jalan Cendana No. 8 Jakarta. Dalam pertemuan itu, Soeharto menjelaskan keinginan pemerintah agar parta-partai Islam meningkatkan kerjasamanya dalam fraksi selama ini ke bentuk yang lebih nyata. Ia mengharapkan agar dalam pemilu yang akan datang jangan terlalu banyak persaingan.6

Banyaknya jumlah Orsospol disertai dengan memanasnya konflik idiologi di masa Orde Lama telah mendorong para arsitek Orde Baru untuk melakukan restrukturisasi politik dalam bentuk penyederhanaan jumlah partai politik.

Sesuai dengan TAP MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang mengamanatkan perlunya penyederhanaan Osospol, maka Presiden Soeharto pada tanggal 17 Februari 1970 menganjurkan agar dalam menghadapi pemilu 1971, Orsospol yang ada melakukan pengelompokkan. Pada tanggal 27 Februari 1970 Presiden mengadakan konsultasi dengan Pimpinan Orsospol mengenai penyerdehanaan dan pengelompokan tersebut. Dalam konsultasi tersebut, Presiden Soeharto menyarankan bahwa di samping Pancasila dan UUD 1945 sebagai asas bersama, juga didasari pada persamaan tekanan pada “aspek pembangunan”, sehingga terwujudlah tiga kelompok, yaitu : “Kelompok Spiritual Material” dan

6

“Kelompok Material Spiritual” serta “Kelompok Material Spiritual” dan “Spiritual Material”(Kelompok Karya).7

“Partai-partai Islam kemudian merespon anjuran Soeharto itu dengan merancang kelahiran Kelompok Persatuan Islam. Rancangan ini disusun tanggal 13 Maret 1970 pada pertemuan di rumah Ketua Umum NU, KH. Idham Chalid. Pertemuan ini juga dihadiri Kepala BAKIN Sutopo Juwono, sebagai wakil pemerintah. Oleh Juwono, rancangan naskah pembentukan Kelompok Persatuan Islam itu disampaikan kepada Soeharto. Pada prinsipnya Soeharto menyetujui rancangan naskah itu, namun dia berpendapat bahwa kata Islam akan mengundang sikap antangonis dari pihak lain (berat dugaan waktu itu pihak lain itu adalah Soeharto sendiri dan militer). Akhirnya, pimpinan partai Islam itu mengubah nama Kelompok Persatuan Islam menjadi Kelompok Persatuan Pembangunan.”8

Setelah Pemilu 1971, kegiatan untuk memfusikan partai-partai terus berlangsung. Soeharto sendiri berkali-kali mengundang pimpinan partai untuk membicarakan perlunya fusi empat partai Islam itu menjadi partai baru bernafaskan spiritual dan material. Dari kalangan partai Islam sendiri, prakarsa ke arah fusi kemudian dilakukan oleh Ketua Umum PARMUSI, H.M.S Mintaredja, SH.9

Bulan Desember 1972, HMS Mintaredja mengundang pimpinan partai ke Departemen Sosial (Mintaredja waktu itu menjabat Mentreri Sosial) untuk merealisasikan pengangkatan Kelompok Persatuan Pembangunan yang bersifat federatif ke arah yang lebih kokoh. Dalam pertemuan itu, PSII menolak dengan

7

H.M Dja’far Siddiq,PPP Menggagas Reformasi Membangun Indonesia Baru, Jakarta, 2003, h.7

8

Ubaidillah Murad, Ketua DPP PPP priode : 1998-2003

9

keras adanya fusi.10 PARMUSI dan PERTI mendukung fusi. KH. Idham Chalid pada prinsipnya setuju peningkatan kerjasama walau belum bersedia meningkatkannya ke arah fusi.

Setelah tertunda agak lama, rapat akhirnya dilakukan lagi di kediaman KH. Idham Chalid. Rapat itu dipicu oleh lahirnya DPP PSII tandingan (terhadap kepemimpinan PSII M.CH. Ibrahim) yang setuju fusi, yakni tanggal 5 Januari 1973 atau bertepatan dengan tanggal 30 Dzulqaidah 1392 Hijriyah.

Isi rapat itu adalah sebagai berikut:

Deklarasi hasil rapat presidium badan pekerja dan pimpinan fraksi kelompok Partai Persatuan Pembangunan. Keempat Partai Islam: NU, PARMUSI, PSII, dan PERTI yang sampai sekarang ini tergabung dalam bentuk konfederasi kelompok Partai Persatuan Pembangunan, dalam Rapat Presidium Badan Pekerja dan Pimpinan Fraksi tanggal 5 Januari 1973, telah seia sekata untuk memfusikan politiknya dalam satu partai politik bernama Partai Persatuan Pembangunan.11

Segala kegiatan yang bukan kegiatan politik, tetap dikerjakan organisasi masing-masing sebagaimana sediakala, bahkan lebih ditingkatkan sesuai dengan partisipasi kita dalam pembangunan spiritual dan materiil.12

Untuk merealisasi kesepakatan ini telah dibentuk team untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang diperlukan oleh Partai Persatuan Pembangunan, baik organisator maupun politis.

Kemudian hasil dari pekerjaan team dilaporkan Presidium untuk selanjutnya disampaikan kepada dan disahkan oleh suatu musyawarah yang lebih

10

Menurut Faisal Baasir, M.Ch Ibrahim pernah menyatakan kepadanya bahwa PSII sebenarnya tidak menolak fusi, namun ingin semua dilakukan secara konstitusional sebelum partai dilikuidasi lalu dilakukan fusi.

11

Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan,Tentang Khittah Dan Program Perjuangan Partai Persatuan Pembanguan, Jakarta, 2007, h.6

12

Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan,Tentang Khittah Dan Program Perjuangan Partai Persatuan Pembanguan, Jakarta, 2007 h. 6

representatif yang Insya Allah akan diadakan selambat-lambatnya awal Februari 1973.13

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’la memberikan taufiq dan Hidayah-Nya. Amin.

Pada tanggal 5 Januari 1973 di Jakarta Presidium Kelompok Partai Persatuan Pembanguan diadakan dan ditandatangani oleh, KH. Dr. Idham Khalid, H.M.S. Mintaredja, H. Anwar Tjkoroaminoto, Rusli Halil, KH.Maskyur, H.Nuddin Lubis, KH. Bisri Syamsuri, Yahya Ubeid SH, dan H. Sjafi’ie Wirakusumah.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan hasil fusi politik Partai Nadhlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), yang dideklarasikan pada tanggal 5 Januari 1973 bertepatan dengan 30 Dzulqa’dah 1392 Hijriyah. PPP merupakan partai politik penerus estafet empat partai Islam dan wadah penyelamat aspirasi umat Islam, serta cermin kesadaran dan tanggung jawab tokoh-tokoh umat Islam dan Pimpinan Partai untuk bersatu, bahu-membahu membina masyarakat agar lebih meningkatkan keimanan dan ketaqwaaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’a’ala melalui perjuangan politik.

Partai Persatuan Pembangunan Yang berasaskan Islam berketetapan hati dan bertekad dengan segenap kemampuannya untuk berusaha mewujudkan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945, yakni terwujudnya masyarakat adil dan

13

Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan,Tentang Khittah Dan Program Perjuangan Partai Persatuan Pembanguan, Jakarta, 2007, h.6

makmur, rohaniah dan jasamaniah yang diridlai Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam proses sejarah pembentukannya PPP memang didominasi oleh laki-laki, dikarenakan memang perjuangan bangsa Indonesia dalam hal politik pada saat itu laki-laki dapat mengambil porsi yang lebih. Kemudian juga dikarenakan pada saat itu tidak banyak perempuan yang tertarik berpartai. Dan kemudian proses kesetaraan gender / porsi wanita dalam tubuh PPP dapat terwujud beriringan dengan dinamika-dinamika yang terjadi..

Untuk mewujudkan tekad dan cita-citanya, PPP dalam perjuangannya senantiasa berpegang pada Khittah dan Program Perjuangan Partai sebagai pedoman bagi pimpinan dan kader Partai dalam menampung, menyalurkan, memperjuangkan, dan membela aspirasi rakyat dan mewujudkan cita-cita bangsa, seraya tetap memelihara akidah syari’at Islam.

Perjuangan Partai Persatuan Pembangunan dalam upaya mencapai tujuan nasional tidak dapat dilepaskan dari latar belakang sejarah perjuangan bangsa. Sebagaimana telah diketahui bersama sejarah perjuangan bangsa Indonesia adalah perjuanganan dari suatu bangsa yang tertindas yang berjuang melawan penjajahan dan penindasan dalam segala bentuk dan manifestasinya. Berabad-abad lamanya bangsa Indonesia berjuang untuk merenggut kemerdekaan, menegakkan kedaulatan, memperjuangkan keadilan, membela kebenaran, serta meningkatkan

kesejahtraan dan kemakmuran rakyat. Perlawanan yang tak kenal menyerah terhadap penjajahan dengan pengorbanan jiwa dan raga serta gugurnya para

syuhada’ telah memberikan bukti yang nyata, betapa tinggi semangat perjuangan Bangsa Indonesia yang sebagian besar adalah umat Islam.

Dalam rangka awal menghadapi pemilu pertama PPP mengalami beberapa peristiwa penting.

Setelah fusi terjadi, dibentuklah panitia untuk menyusun kepengurusan partai baru yang diketuai oleh H. Ismail Hasan Metareum. Meskipun dalam tempo yang singkat susnan kepengurusan bisa dirampungkan, tetapi kemudian dilakukan berbagai perbaikan. Soalnya, dianggap belum mencerminkan terserapnya semua unsur (partai-partai yang berfusi) pada setiap eselon organisasi (Presiden, Ketua-ketua, sektretaris-sekretaris, dan anggota DPP, MPP, dan Majekis Syuro). Setelah dilakukan perbaikan, maka disahkanlah kepengurusan PPP tanggal 13 Februari 1973. KH. Idham Chalid ditetapkan sebagai Presiden Partai, sementara empat deklarator lainnya duduk sebagai Wakil Presiden Partai, sedangkan Ketua Umum DPP PPP ditetapkan HMS. Mintaredja, SH dengan sekretaris Jenderal Yahya Ubeid, SH. Bersamaan dengan susunan kepengurusan saat itu, juga disahkan Abggaran Dasar dan Anggarn Rumah Tnagga serta Program Perjuangan Partai.14

B. Asas PPP

Partai Persatuan Pembangunan berasaskan Islam.15 Reformasi telah melahirkan banyak partai politik, baik yang berlabel agama manupun yang berlabel nonagama. Keberadaan parpol dalam negara merupakan salah satu institusi dari dokrasi. PPP dalam muktamarnya yang ke-V di Pondok Gede

14

Ubaidillah Murad, Ketua DPP PPP priode : 1998-2003

15

Ketetapan Muktamar VI Partai Persatuan Pembangunan, Tentang Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga, Jakarta, 2007, h.4

Jakarta telah memutuskan untuk kembali menjadi partai politik yang berasaskan Islam.16

Kembalinya PPP sebagai partai Islam identik dengan membuka lembaran lama. Sebab PPP yang lahir pada 5 Januari 1973 pada awalnya merupakan fusi dari lima partai Islam, yaitu Partai Nadhlatul Ulama, Partai Muslim Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Partai Ialam PERTI.

Kembalinya PPP berasaskan Islam bukan tanpa sebab, ini dikarenakan karena PPP mempunyai program perjuangan yang dilakukan melalui agama Islam, diantaranya ialah :

1. PPP meyakini Islam sebagai agama paripurna yang mengemban misi transformasi di semua aspek kehidupan dalam rangka merahmati semesta alam. PPP menempatkan agama sebagai sumber kekuatan rohani dan sekaligus sumber kesdaran akan makna, hakekat,dan tujuan hidup bangsa. Agama merupakan sumber moral, etika, inspirasi, dan motivasi sebagai pedoman untuk membedakan yang benar dan salah. Agama adalah pendorong manusia untuk keluar dari kegelapan dan meraih cahaya kebenaran.

2. PPP berpandangan bahwa hubungan Islam dan negara bersifat simbiotik sinergis serta saling membutuhkan dan memelihara, yang berpegang pada prinsip harmoni antara universalitas Islam dan lokalitas keindonesiaan demi terwujudnya negara Indonesia yang damai, makmur, sejahtera, religius dan

16

Andi Rusnadi, dkk, Mengawal Amanat Reformasi Perjuangan Politik Amar Ma’ruf Nahi Munkar Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, (Jakarta, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan,2009) h. 2

bermoral. Dengan demikian, PPP memandang hubungan yang bersifat integralistik yang mensubordinasikan kepentingan negara Indonesia kepada agenda universal Islam semata, juga menolak pola hubungan yang sekularistik

Dokumen terkait