• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan politisi Partai Persatuan Pembangunan terhadap kesetaraan gender

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pandangan politisi Partai Persatuan Pembangunan terhadap kesetaraan gender"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP KESETARAAN GENDER

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)

Di Susun Oleh :

YUDHA SEPTIAN NIM : 106045210542

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)

Oleh:

Yudha Septian NIM : 106045210542

Di bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Yunasril Ali, MA Khamami Zada, MA 150223823 197501022003121001

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh selar strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. semua sumber yang saya bunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan ahsil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 10 Mei 2011

(4)

i

Dengan nama Allah Swt yang maha pengasih lagi maha penyayang, segala

puji dan syukur bagi Allah Swt tuhan seru sekalian alam atas segala rahmat, taufik

hidayah, serta hinayah-Nya penulis haturkan yang telah dilimpahkan kepada seluruh

umat manusia di muka bumi. Wa bil khusus kepada penulis sehingga mampu

menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai persyaratan untuk meraih gelar sarjana

Hukum Islam Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi

Muhammad Saw, yang telah membawa seluruh umatnya kepada pengetahuan serta

semangat untuk mencari luasnya ilmu di dunia ini, beserta seluruh keluarga, sahabat,

dan para tabiinnya.

Skripsi yang berjudul pandangan Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

terhadap kesetaraan gender, alhamdulillah mampu penulis rampungkan, penulis berharap karya ilmiah ini nantinya akan bisa bermanfaat bagi banyak orang.

Karya ilmiah ini terselesaikan berkat bantuan beberapa pihak baik secara moril

maupun materil, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada

pihak-pihak yang telah banyak membantu. Ucapan terima kasih ini penulis

sampaiakan kepada:

1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Prof.Dr.H.Mohammad Amin Suma, SH.

MA. MM, beserta Pembantu Dekan dan seluruh staf Fakultas Syari;ah dan

Hukum yang tak kenal lelah memberikan masukan serta dorongan dan do’a

(5)

ii

menjadi sebuah skripsi yang siap dibaca dan bermanfaat bagi banyak orang.

3. Prof. Dr. Yunasril Ali, MA dan Khamami Zada, MA sebagai pembimbing

yang sudah banyak meluangkan waktunya, tak pernah kenal lelah

membimbing dan memberikan saran, nasehat serta dukungan baik secara

moral maupun materil kepada pneulis.

4. Almarhumah ibunda Hj. Khodijah, ibunda tercunta Yuliati dan ayahanda

tercinta Dajajadi yang selalu ada dalam setiap langakah penukis selama ini,

yang memberikan kesempatan bagi penulis menjadi bagian dari keluarga

beliau serta memberikan kasih sayang mereka.

5. Seluruh pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan

(DPP PPP), Pimpinan Pusat Wanita Persatuan Pembangunan (PP WPP) dan

Fraksi Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

(FPP DPR-RI) yang siap membantu penulis dalam pengumpulan data baik

berupa buku, maupun dokumen.

6. Seluruh pegawai Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, Perpustakaan Fakultas Syari’ah

dan Hukum UIN Jakarta, dan dokumen yang di perlukan dalam penyusunan

(6)

iii sayang yang tak terhingga.

8. Ustd. Agus Zawawi S.Ag dan Ustd. Juaini yang juga selalu memberikan do’a

kepada penulis serta motifasinya.

9. Sahabat-sahabatku Supardi, Mufti, Bowo, Boim, Ila, Esa, Alif, Eca, Atiqoh,

Rifqoh, Eri, Bangkit, Ridwan, Ade, Lutfi, Naziah, Rabbit yang selalu siap

membantu penulis selama proses penyusunan skripsi ini hingga tidak

segan-segan untuk mengkritik dan menegur penulis.

10.Teman-teman seperjuangan dalam bermusik, Adel, Fadil, Yoga, serta

teman di Riak, Ncek, Caca, Irex, Paul, Ervan, Edi, Erza, Wita dan

teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu di sini terima

kasih atas semua dukungan, nasehat, dan do’anya kepada penulis.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya dan

perkembangan ilmu pengetahuan umumnya.

Jakarta, 10 Mei 2011

Billahi al Tawfiq Wa al Hidayah

Wassalamu’Alaikum Wr.Wb

Yudha Septian

(7)

iv

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis ... 8

E. Kerangka Konsepsional ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

G. Review Studi Terdahulu ... 13

H. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KESETARAAN GENDER A. Pengertian dan Sejarah Kesetaraan Gender ... 17

B. Kesetaraan Gender Dalam Islam ... 33

(8)

v

B. Asas PPP ... 58

C. Visi dan Misi Partai ... 62

BAB IV : KESETARAAN GENDER MENURUT PANDANGAN PPP

A. Pandangan Politisi PPP Mengenai Posisi Wanita Dalam

Keluarga ... 67

B. Pandangan Politisi PPP Terhadap Pemimpin Perempuan ... 75

C. Peran Politisi PPP Terhadap Pengarusutamaan Kesetaraan

Gender di Legislatif ... 85 D. Strategi PPP Dalam Pengarusutamaan Keseteraan Gender .... 92

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran-Saran………...100

DAFTAR PUSTAKA

(9)

1

A. Latar Belakang Masalah

Istilah gender memang bukan kata–kata yang asing lagi, namun yang perlu dicermati di sini ialah bagaimana ini bisa diartikan bahwa sebenarnya tidak

ada perbedaan yang sangat signifkan atau yang besar antara peran laki–laki dan

perempuan dalam kehidupan di dunia ini.

Dalam istilah gender pastinya sering mendengar adanya indikasi ketidakadilan antara laki-laki dan wanita, perempuan sering kali diposisikan

nomor dua. Dalam hirarki perbedaan ini ketidaksetaraan menjadi bagian yang

kasat mata dimana eksisitensi kaum laki–laki selalu diproritaskan.

Gender, sebagaimana halnya kelompok etnis, dalam banyak masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menentukan status seseorang. Dapat

dimaklumi bahwa persoalan gender berpotensi untuk menimbulkan konflik dan perubahan sosial, karena sistem patrarki yang berkembang luas dalam berbagai

masyarakat menempatkan wanita pada posisi yang tidak diuntungkan secara

kultural, struktural, dan ekologis. Wanita dipojokkan ke dalam urusan-urusan

(10)

Sebagai akibat dari pertumbuhan dan mobilisasi penduduk, urbanisasi dan

revolusi industri menimbulkan berbagai perubahan sosial, termasuk dalam

kedudukan sosial bagi laki-laki dan wanita.

Dalam budaya di berbagai tempat, hubungan-hubungan tertentu laki-laki

dan wanita dikonstruksikan oleh mitos. Mulai mitos tulang rusuk asal-usul

kejadian perempuan sampai mitos-mitos di sekitar menstruasi. Mitos-mitos

tersebut cenderung mengesankan wanita sebagai the second creation dan the second sex. Pengaruh mitos-mitos tersebut mengendap di alam bawah sadar wanita sekian lama sehingga wanita menerima kenyataan dirinya sebagai

subordinasi laki-laki dan tidak layak sejajar dengannya.

Proses dan kondisi bias dan penyimpangan ini terus menguat dan

berimbas dalam kesadaran beragama. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada

masyarakat awam tetapi juga terjadi pada komunitas elite agama. Dari sisi

kemapanan ini, sering mucul asumsi negatif yang berkembang, lebih tepatnya

tuduhan terhadap institusi agama yang menilai agama sebagai akar teologis

ketidaksetaraan dan ketidakadilan relasi gender. Tuduhan miring bahwa institusi agama (apalagi ajaran dasarnya) tidak berpihak pada kaum perempuan harus diluruskan. Tidak ada agama, terutama Islam, yang mendiskreditkan apalagi

membenci kaum perempuan. Islam sangat menghormati kemartabatan dan

(11)

Ada beberapa teks-teks suci (Al-Qur’an dan Hadist) bertutur bahwa

kualitas diri seorang hamba di hadapan Sang Penciptanya tidak ditentukan oleh

karakter jenis kelamin atau status sosial, atau suku. Kualitas ketakwaan

merupakan dimensi standar satu-satunya untuk mengukur kualitas diri seorang

hamba di hadapan Allah SWT. Al-Qur’an dalam surat al-Hujarat (QS. 49), ayat

13 menegaskan bahwa hanya faktor keimanan dan ketakwaan yang membedakan

posisi sesorang di sisi Allah SWT.

Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi pijakan untuk membangun

tatanan relasi sesama manusia dalam Islam. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya

ialah keadilan (al-‘adalah), persamaan (al-musawah), kebebasan (al-hurriyah),

persaudaraan (al-ikha), dan musyawarah (al-syura).1

Pertama, prinsip keadilan sangat dijaga dalam Islam, keadilan juga lebih mendekatkan kepada ketakwaan seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an surat

al-Maidah ayat 9. Prinsip keadilan ini juga telah terbuktikan dalam sejarah Islam,

pada waktu itu Nabi Muhammad Saw dijadikan utusan kedunia ini juga

dikarnakan ingin menghilangkan sejauh-jauhnya unsur ketidakadilan pada waktu

itu, tentu sudah jelas pada masa itu kaum perempuan menjadi kaum yang

tertindas, bayi perempuan sudah lumrah dikubur hidup-hidup. Di sisi lain,

perempuan dewasa sering diperlakukan layaknya sebuah benda / sesuatu yang

dianggap tidak berharga. Dengan datangnya Islam martabat perempuan diangkat.

1

(12)

Karna itu pula dalam tatanan keluarga dan bermasyarakat, prinsip keadilan harus

menjadi landasan relasi antar umat manusia.2

Kedua, prinsip keadilan tidak mungkin dapat berjalan sendiri dengan baik. Islam melengkapinya dengan prinsip kesetaraan, persamaan (al-musawah). Disini mengandung ajaran bahwasannya kaum perempuan adalah saudara kandung bagi

laki-laki menggambarkan kesetaraan dan kemitraan untuk keduanya dalam

aktifitas mengemban misi sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.

Ketiga, prinsip kemandirian dan kebebasan memberikan hak yang sama pada laki-laki dan perempuan untuk menentukan nasib dan masa depannya

sendiri. Kebebasan disisni bukan berarti tanpa ada batasan-batasan atau mungkin

malah jadi sewenang-wenang. Kebeabasan dalam Islam berbanding lurus dengan prinsip sikap menjaga kepentingan orang lain dan menghormati kedudukan orang lain.

Keempat, adalah prinsip persaudaraan (al-ikha). Umat Islam baik laki-laki maupun perempuan merupakan seperti satu entitas (subtansi) yang tidak mungkin

dipisahkan. Kata persaudaraan menghapus identitas keakuan dan kekamuan

sebagai symbol keterpisahan dan rivalitas (konflik kepentingan). Persaudaraan

meniscayakan kebersamaan yang akan bergerak bersama dengan semangat dan

jiwa demi kemaslahatan bersama. Tentu alangkah indahnya bila dalam realita

kehidupan ini konsep yang di paparkan di atas dapat terealisasi dengan baik.

2

(13)

Di Indonesia kondisi bias tentang kesetaraan gender pun berakibat negatif. Tercatat pada tahun 2002-2003 Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 307 kasus per

100.000 kelahiran.3 Forum-forum penting seperti DPR, DPD dan MPR yang

sangat potensial untuk menentukan kebijakan ranah, arah orientasi dan kualitas

hidup perempuan didominasi oleh kaum laki-laki. Dalam kaitan ini jumlah

perempuan anggota DPR periode 1999-2004 hanya 44 orang, atau setara dengan

8,8 persen.4 Ini merupakan pembuktian bahwasannya pengaruh pandangan

wanita ialah the second creation dan the second sex bisa berakibat fatal.

Fakta di atas merupakan salah satu banyaknya permasalahan yang terkait

dengan kesetaraan gender. Diharapkan melalui pandangan Partai Persatuan Pembangunan asumsi yang berkembang di masyarakat tentang tuduhan terhadap

instustusi agama yang menilai agama sebagai akar teologis ketidaksetaraan dan

ketidakadilan relasi gender dapat tergambar dengan jelas, apakah memang benar atau tidak dan bagaimana Partai Persatuan Pembangunan yang merupakan salah

satu sarana aspirasi umat Islam di negara ini dalam menyelesaikan

permasalahan-permasalahan yang semakin berkembang dan kompleks di negara ini, terutama

dalam hal ini mengenai kesetaraan gender, dan juga akan dilihat dari segi aspek hukum Islam, ini menarik untuk diteliti sehingga penulis menuangkannya dalam

bentuk skripsi yang berjudul

3

Suryadi Soeparman, Implimentasi ICPD 1994 dalam Kebijakan dan Program Pemberdayaan Perempuan Indonesia, makalah disajikan pada Semiloka Review Pelaksana ICPD + 10, di PKBI 11 Mei 2003

4

(14)

“PANDANGAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (PPP)

TERHADAP KESETARAAN GENDER

B. Batasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan ini tidak meluas, maka dalam penelitian ini penulis

terfokus pada pandangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhadap

kesetaraan gender, khususnya peran perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan.

2. Perumusan Masalah

Melihat judul skripsi tersebut dan latar belakang permasalahan seperti

terurai di atas, maka penulis perlu membuat rumusan masalah yang dianggap

penting yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini.

Diantara rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:

a. Bagaimanakah pandangan Partai Persatuan Pembangunan tentang peran

perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan ?

b. Bagaimana peran PPP dalam Kesetaraan Gender di Legislatif ? c. Bagaimana strategi PPP dalam pengarusutamaan Gender ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

(15)

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap realitas sosial, agama

serta pertumbuhan dinamika kehidupan khususnya dalam ruang lingkup

gender setelah bermunculannya polemik-polemik yang erat kaitan permasalahannya dengan kesetaraan gender. Serta pandangan Partai Persatuan Pembangunan mengenai permasalahan ini. Secara lebih rinci penelitian ini

bertujuan untuk:

a. Bagaimanakah pandangan Partai Persatuan Pembangunan tentang peran

perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan ?

b. Bagaimana strategi PPP dalam pengarusutamaan Gender ? c. Bagaimana peran PPP dalam Kesetaraan Gender di Legislatif ?

2. Manfaat Penelitian

Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan solusi

permasalahan yang terkait dengan kesetaraan gender, yang lebih khusus mengenai peran perempuan di dalam keluarga dan kepemimpinan wanita

dalam suatu pemerintahan melalui kajian-kajian yang terdapat di dalam

undang-undang maupun hukum Islam, serta peran dan pandangan salah satu

partai Islam yang ada di Indonesia. Dan mudah-mudahan menambah

khazanah keilmuan ketatanegaraan yang secara spesifik membahas tentang

kepemimpinan wanita dalam pemerintahan, serta gejala-gejala sosial yang

berkaitan dengan peran wanita di dalam keluarga, sehingga nanti akan ada

(16)

D. Kerangka Teorietis

Secara teoritis penelitian ini menggunakan dua teori, yang pertama adalah

teori kepemimpinan, dari sekian banyak teori kepemimpinan pada prinsipnya

meliputi empat macam teori, yaitu : “Unitary Traits Theory”, “Constellation of TraitsTheory”, “Situational Theory” dan Interaction Theory”.

Teori pertama, menunjukkan bahwa seorang pemimpin selalu memiliki karakter tertentu sebagai faktor pembeda terhadap masyarakat biasa.

Teori kedua, Constellation of Traits Theory, yaitu teori yang memunculkan cirri-ciri seorang pemimpin yang mempunyai nilai lebih secara

fisik dan psikis.

Teori ketiga, Situational Theory, yaitu teori kepemimpinan yang ditentukan oleh situasi, waktu dan tempat.

Teori terakhir, interaction Theory, yaitu teori yang mempelajari dampak interaksi, sehingga pemimpin dalam aktivitasnya mempunyai replika atau

cerminan dari pengikutnya dan masyarakat yang dapat memnuhi kebutuhan dan

kepentingan mereka.

Dari teori-teori tersebut pada akhirnya bermuara pada sikap dan perilaku

pemimpin. Seorang pemimpin dituntut mampu mengkonstruksikan nilai-nilai

ideal kedalam kenyataan empiris yang dapat ditransformasi kepada para

(17)

Yang kedua adalah teori perubahan sosial, secara umum pengertian

perubahan sosial ialah posisi, atau situasi, masyarakat yang secara keseluruhan

mengidentifikasikan adanya perbedaan di dalam proses yang berlangsung di

dalam masyarakat. Islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai perubahan

sosial. Kosep-konsep dasarnya adalah seperti berikut ini:

Konsep pertama, bahwa masyarakat harus ‘memajukan’ diri lewat ‘proses evolusioner’, demi menuju sasaran yang telah ditetapkan.

Konsep kedua, bahwa perjuangan ke arah ‘kemajuan’ dan mencapai ‘sasaran’ hendaknya dijadikan sebagai bagian kehidupan.

Konsep ketiga, apabila sekiranya ada kelompok masyarakat atau kelas sosial yang sedemikian membahayakan bagi kemajuan masyarakat, maka

peniadaan elemen-elemen seperti itu menjadi amat vital.

Konsep keempat, andaikata masyarakat tidak bisa meniadakan ketidakadilan tersebut secara alami masyarakat tersebut akan mengalami

kemerosotan dan masyarakat tersebut akan diubah dengan cara-cara Tuhan yang

lain.

E. Kerangka Konsepsional

(18)

ialah tidak adanya keseimbangan antara peran lak-laki dan perempuan, kemudian

juga setelah penulis tahu inti dari permasalahan ini kemudian baru dicari

solusi-solusinya, yang kemudian akan diketahui akan dibawa kemana persoalan ini.

Tentu dalam hal ini penulis amat berharap karya ini akan dapat bermanfaat demi

terciptanya kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera terutama dalam

menananggapi persoalan gender. Terlebih kemudian tulisan ini bisa menjadi bahan rujukan yang tepat.

Untuk mengupayakan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan

kesalahpahaman dalam hal mengartikan konsep-konsep pokok dalam penelitian

ini, maka penelitian ini ditentukan bahwa:

Yang dimaksud “Pandangan Partai Persatuan Pembangunan ” segala

sesuatu yang berhubugan dengan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh

Partai Persatuan Pembangunan dalam rangka memberikan kejelasan atas suatu

permasalahan yang berkembang dikalangan masyarakat pada umumnya dan

khususnya untuk para simpatisan Partai Persatuan Pembangunan.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam Penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah permasalahan

(19)

ada di Indonesia dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender yang adil dan sejahtera. Maka mengingat begitu pentingnya kedalaman empiris yang harus

dapat dijangkau maka cara kerja atau metode yang akan digunakan dalam

kegiatan penelitian ini akan menampilkan beberapa metode penelitian. Pada

garis besarnya hanya ada dua macam metode, yaitu metode kualitatif dan

metode kuantitatif. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah

metode penelitian lapangan dengan metode kualitatif.

2. Sumber Data

Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan data sekunder.

Di bawah ini akan dirinci satu per satu apa saja yang termasuk ke dalam data

primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer didapatkan dari dokumen-dokumen yang berasal dari kantor

Dewan Pimpianan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan terkait

dengan pemasalahan kesetaraan gender.

Selain itu juga data primer diperoleh lewat interview (wawancara) dengan pengurus kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan

Pembangunan yang membidangi urusan pemberdayaan wanita, kemudian

data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan

(20)

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi

dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan.

Dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al-Quran, Hadits, kitab-kitab fikih,

buku-buku ilmiah, jurnal-jurnal, dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000

Tentang Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Nsional, Lampiran Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Pedoman Pengarusutamaan Gender

dalam Pembangunan serta peraturan lainnya yang dapat mendukung

skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai

berikut :

a. Untuk Memperoleh data dilakukan dengan menggunakan Studi

Dokumenter, yaitu dengan cara mengkaji yang terdapat dari berbagai

macam literatur kepustakaan berupa buku-buku, majalah-majalah, website

atau literatur lainnya yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas

untuk dikaji dan dicatat bagian-bagian yang penting yang nantinya ada

titik benang merah tentang kesetaraan gender dalam mewujudkan kehidupan yang adil dalam perspektif peraturan perundang-undangan

(21)

Interview atau wawancara yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang ada

kaitannya dengan judul skripsi ini yaitu pengurus pusat (DPP) Partai

Persatuan Pembangunan. Dengan tujuan agar memperoleh data yang

lengkap untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Teknik Analisis Data

Sementara untuk teknis penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada

buku "Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2009".

G. Review Studi Terdahulu

Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh

mahasiswa-mahasiswa dan penulis buku sebelumnya yang berkaitan erat dengan

judul skripsi yang akan diteliti oleh penulis. Akan tetapi, setelah penulis membaca

beberapa skripsi tersebut ada perbedaan pembahasan yang cukup signifikan,

sehingga dalam penulisan skripsi ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan

plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan penulis kemukakan skripsi yang pernah

ditulis oleh mereka, diantaranya sebagai berikut :

1. Febri Diana dengan judul “Peranan Komnas Perempuan Dalam Mewujudkan

Keadilan Gender Bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga”.

Dalam penulisan skripsi ini Febri lebih memfokuskannya dan

(22)

(KDRT). Salah satu solusi yang dikemukakan oleh Febri adalah memberi

rujukan permasalahan-permasalahan KDRT ini ke LSM, kemudian juga

dikemukakan selain memberi rujukan tersebut Febri memberi solusi yaitu:

Pelatihan para hakim peradilan umum tentang KDRT, Workshop Family

Court (Pengadilan Agama) terhadap kasus-kasus KDRT, dan yang terakhir

Pelatihan untuk instruktur pelatihan hakim peradilan agama tentang KDRT.

2. Cecep Mifta’ih Zainuddin dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Gender Mainstreaming Dalam Kompilasi Hukum Islam”.

Skripsi ini membahas tentang bagaimana hukum Islam meninjau

mainstreaming Kompilasi Hukum Islam terhadap gender. Cecep menyatakan bahwa perempuan itu harus menyadari bahwa dirimya punya kesetaraan

(bukan keseragaman). Terkait dengan undang-undang yang berhubungan asas

negara ini Cecep membahas juga tentang adanya instruksi Presiden RI no. 9

tahun 2000 tentang pengarustamaan gender dalam pembangunan nasional. Perempuan dalam KHI menurut Cecep merupakan kebijakan interpretasi yang

ditetapkan menjadi keputusan kolektif. Sedangkan analisis pasal 25

merupakan penafsiran dari berbagai refrensi sehingga pasal tersebut terkesan

bias.

3. Dr. Muhammad Baltaji dengan judul “Kedudukan Wanita Dalam Al-Qur’an

As-Sunnah”.

Dalam buku ini Baltaji mencoba memaparkan

(23)

pertama memaparkan persamaan antara lelaki dan perempuan kemudian,

dituliskan juga bagaimana atau apa saja perbedaan antara lelaki dan

perempuan, semua yang menjadi pembahasan Baltaji merujuk jelas kepada

text Al-Qur’an dan As-Sunnah, tapi selain itu didalam buku ini pembahasan

kelima mengenai karir, jabatan, dan parlemen baltaji tidak menemukan secara

jelas ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menyinggung mengenai

permasalahan tersebut, namun Baltaji merujuk kepada pendapat para ulama.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok

penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata

urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai

berikut: Bab Pertama, pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,

pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka

teoritis, kerangka konsepsional, metode penelitian, review studi terdahulu, dan

sistematika penulisan.

Bab Kedua adalah Pengertian Gender, Ketentuan umum tentang kesetaraan gender menrurt hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan,

macam-macam permasalahan seputar gender serta solusi permasalahannya.

Bab Ketiga adalah ketentuan Umum Tentang Partai Persatuan

Pembangunan, mulai dari sejarah, asas-asas, serta visi dan misi Partai Persatuan

(24)

Bab Keempat adalah Pandangan Partai Persatuan Pembangunan mengenai

kesetaraan gender, Peran Partai Persatuan Pembangunan dalam rangka mengatasi

permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kesetaraan gender terutama posisi perempuan didalam keluarga dan pemimpin perempuan, Strategi Partai

Persatuan Pembangunan serta peran Partai Persatuan Pembangunan dalam

legislative tentang kesetaraan gender.

Bab Kelima merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam

(25)

17

A. Pengertian dan Sejarah Kesetaraan Gender

Gender dalam bahasa Indonesia mengandung arti yaitu jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Gender bagi banyak kalangan mengandung pengertian yang menggambarkan bagaimana nuansa semangat pemberontakan kaum perempuan

terhadap stigma yang terbentuk di kalangan masyarakat, khususnya kaum

laki-laki. Doktrin gender dipandang sebagai gagsan yang diadopsi dari nilai-nilai Barat yang tidak bermoral dan religius. Gagasan pemikiran gender bukan produk dari tradisi berpikir Islam.

Sedangkan kesetaraan gender (gender quality) mengandung pengertian kesamaan satu bentuk penilaian atau penghargaan yang sama oleh masyarakat dan

negara terhadap persamaan dan perbedaan perempuan dan laki-laki serta berbagai

peran yang mereka jalankan.1

Isu gender tidak bisa dipisahkan dengan variabel jenis kelamin bahkan

secara sosilogis gender berasal dari perbedaan jenis kelamin. Identitas jenis

kelamin ini merupakan konsep biologis yang sebagai identitas permanen yang

membedakan pria (jantan) dan perempuan (betina). Ini timbul secara alamiah,

1

Noryamin Aini, Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Agama Islam,

(26)

dan merupakan tanda pembeda. Akibatnya, jenis kelamin biologis bersifat tetap,

permanen, dan universal.

Meskipun kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan “jender”. Jender

diartikannya sebagai “interpretasi mental” dan kultural terhadap perbedaan

kelamin yakni laki-laki dan wanita. Jender biasanya dipergunakan untuk

menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan

perempuan.2

Dalam studi gender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender laki-laki dan wanita, antara lain sebagai berikut.

1. Teori Psikoanalisa/Identifikasi

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939).

Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan wanita

sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Freud menjelaskan

kepribadian seseorang tersusun di atas struktur, yaitu id, ego, dan superego. Tingkah laku seseorang menurut Freud ditentukan oleh interaksi ketiga struktur

itu.3

2

Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender,Jakarta, Paramadina, 2001, h.35

3

(27)

Pertama, id sebagai pembawaan sifat-sifat fisik-biologis seseorang sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan insting yang cenderung selalu agresif. Id bekerja di luar sistem rasional dan senantiasa memberikan dorongan untuk mencari

kesenangan dan kepuasan biologis. Kedua, ego bekerja dalam lingkup rasional yang berupaya menjinakkan keinginan dari agresif dari id. Ego berupaya membantu mengatur hubungan antara keinginan subjektif individual dan

memelihara agar bertahan hidup dalam dunia realitas. Ketiga, superego berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian, berupaya mewujudkan kesempurnaan

hidup. Lebih dari sekedar mencari kesenangan dan kepuasan hidup.

Dalam teori ini dijelaskan bahwa pada dasarnya tetap ada perbedaan

antara laki-laki dan wanita. Perbedaan disini lebih ditekankan kepada perbedaan

jenis alat kelamin antara laki-laki dan wanita. Pada diri laki-laki memiliki

kebanggaan karena tidak semua memiliki penis, termasuk ibunya. Sebaliknya,

anak perempuan ketika melihat dirinya tidak memiliki penis seperti anak laki-laki,

tidak dapat menolak kenyataan dan merasa sudah “terkebiri”. Ia mengalami

perkembangan rasa “rendah diri”. Ia secara tidak sadar menjadikan ayahnya

sebagai objek cinta dan menjadikan ibunya sebagi objek iri hati.

Teori ini mendapat protes keras dari kalangan feminis, namum demikian

harusnya ini menjadi acuan bahwasannya dengan perbedaan alat kelamin ini tidak

mempengaruhi posisi dan martabat wanita.

Di dalam teori ini Freud tidak bermaksud menyudutkan wanita. Sikap

(28)

bijaksana, karena tidak serta merta menolak toeri Freud tetapi berupaya

menyempurnakan metode analisa yang digunakan Freud dalam menarik sebuah

kesimpulan.4

2. Teori Fungsionalis Struktural

Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas

berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur

mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi

setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut di dalam

masyarakat.

Dalam hal peran gender, pengikut teori ini menunjuk masyarakat pra-industri sebagai contoh, betapa masyarakat tersebut terintegrasi di dalam suatu

sistem sosial. Laki-laki berperan sebagai pemburu dan wanita sebagai peramu.

Sebagai pemburu, laki-laki lebih banyak berada di luar rumah dan bertanggung

jawab untuk membawa makanan kepada keluarga. Peran wanita lebih terbatas di

sekitar rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung, memelihara, dan

menyusui anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan

berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil. Dalam masyarakat

seperti ini stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh jenis kelamin.

Salah satu kritik yang dapat dilontarkan kepada teori ini ialah bahwa teori

itu terlalu terikat pada kenyataan masyarakat pra-industri. Padahal, struktur dan

4

(29)

fungsi di dalam mayarakat kontemporer sudah banyak berubah. Keluarga dan unit

rumah tangga telah mengalami banyak perubahan dan penyesuaian. Kalau dahulu

sistem masyarakat lebih bersifat kolektif, keluarga pun masih bersifat keluarga

besar. Tugas dan tanggung jawab keluarga dipikul secara bersama-sama oleh

keluarga besar tersebut. Masalah anak tidak hanya diurus oleh ibunya, tetapi oleh

semua anggota keluarga yang ramai-ramai tinggal di dalam sebuah rumah.

Di masa-masa yang akan datang teori ini bisa mengalami tantangan besar.

Pembagian fungsi dan peran antara suami dan isteri dianggap sulit dipertahankan

dalam konteks masyarakat modern. Dalam era globalisasi yang penuh dengan

berbagai persaingan, peran seseorang tidak lagi banyak mengacu pada

norma-norma kebiasaan yang lebih banyak mempertimbangkan faktor jenis kelamin,

akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan keterampilan. Laki-laki dan

perempuan sama-sama berpeluang untuk memperoleh kesempatan dalam

persaingan.

Ada beberapa unsur pokok dalam teori fungsionalis struktural yang

sekaligus menjadi kekuatan teori ini, yaitu:

a. Kekuasaan dan Status

Wanita dinilai berpenampilan dan berperilaku lemah lembut, sementara

laki-laki berpenampilan dan berperilaku tegar dan jantan, dan karenanya memiliki

kekuasaan dan status lebih besar.

Pola kekuasan dan status ini berpengaruh secara universal di dalam

(30)

dan tidak heran kalau di dalam masyarakat muncul ideologi gender yang berupaya meninjau secara mendasar berbagai kebijakan dan peraturan yang

dinilai tidak berwawasan gender.

b. Komunikasi Non-Variabel

Kemampuan yang dianggap kurang dari wanita dan kemampuan yang

dianggap berlebih yang dimiliki laki-laki dalam komunikasi antara laki-laki dan

wanita di dalam masyarakat. Laki-laki lebih dimungkinkan untuk menegur sapa

kepada wanita daripada wanita. Karena wanita dinilai memiliki kekuasaan yang

tidak memadai maka masyarakat (laki-laki) cenderung memandang “rendah”

wanita. Situasi ini seperti ini sangat berpengaruh di dalam relasi gender, karena dengan demikian secara tidak langsung laki-laki mendapatkan tingkatan yang

lebih tinggi daripada wanita.

c. Wanita di dalam Berbagai Organisasi

Ketimpangan peran gender di dalam berbagai organisasi disebabkan karena wanita mempunyai berbagai keterbatasan, bukan saja karena sesara alami

laki-laki, menurut teori fungsional struktural, dipersepsikan kaum yang lebih

unggul, atau berbagai stereotipe gender lainnya, tetapi juga karena wanita ditemukan kurang terampil daripada laki-laki. Dalam kendali organisasi, posisi

wanita lebih mengkhawatirkan daripada laki-laki, sehingga dalam pola relasi

gender masih sering kali terjadi ketimpangan.

(31)

Wanita adalah makhluk yang rawan diperkosa (rape-prone) sementara laki-laki tidak rawan untuk diperkosa (rape-free). Berbagai kejahatan seksual dapat dilakukan laki-laki, tapi tidak sebaliknya.

Dalam sudut pandang ini, laki-laki mendapat keuntungan dalam pola

relasi gender, walaupun keadaannya sangat tergantung pada setiap kondisi masyarakat. Bagi masyarakat yang mempertahankan norma-norma agama,

pengaruh dan intensitas unsur ini tidak terlalu dominan. Akan tetapi bagi

masyarakat yang cenderung bebas, nilai ini akan besar pengaruhnya.

e. Pembagian Kerja

Dalam masyarakat tradisional dikenal pembagian kerja secara seksual,

laki-laki sebagai pemburu dan wanita sebagai pengasuh. Di dalam masyarakat

modern pun tidak jauh berbeda, kalau wanita menjadi sekretaris laki-laki menjadi

pemimpin. Laki-laki lebih banyak terlibat dalam urusan produksi, sementara

wanita dipolakan untuk lebih banyak terlibat dalam urusan reproduksi.

Teori ini sempat populer pada era tahun 1950-an, ketika bangsa-bangsa

mengalami depresi dan kejenuhan karena Perang Dunia I dan Perang Dunia ke II.

Masyarakat berupaya memulihkan kestabilan tidak dengan jalan perang, tapi

kembali memfungsikan kembali unsur-unsur penting dalam sistem

kemasyarakatan.

Teori ini secara ideologis telah digunakan untuk memberikan pengakuan

terhadap kelanggengan dominasi laki-laki seolah-olah teori ini dianggap

(32)

Meskipun telah dijelaskan kelemahan-kelemahan pendapat ini, pada

kenyataannya masih sulit dihapuskan di dalam kehidupan bermasyarakat, bukan

saja dalam masyarakat tradisional tetapi juga dalam masyarakat modern.

Pembagian fungsi yang mengacu kepada perbedaan anatomi biologis masih sulit

ditinggalkan. Dalam kenyataannya masyarakat industri dan masyarakat liberal

cenderung tetap mempertahankan pendapat ini karena sesuai dengan

prinsip-prinsip ekonomi industri yang menekankan aspek produktivitas. Tentu saja

pendapat ini menimbulkan kritik yang keras dari kalangan feminis karena teori ini

secara prinsip kemanusiaan sudah tidak sesuai.

3. Teori Konflik

Dalam soal gender, teori konflik terkadang diidentikkan dengan teori Marx karena begitu kuat pengaruh Karl Marx di dalamnya. Teori ini berangkat

dari asumsi bahwa dalam susunan suatu masyarakat terdapat beberapa kelas yang

saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan

menguasai sumber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki

peluang untuk memainkan peran utama.5

Menurut Marxisme, dalam kapitalisme, penindasan wanita diperlukan

karena menguntungkan. Pertama, eksploitasi wanita di dalam rumahtangga akan membuat buruh laki-laki di pabrik lebih produktif. Kedua, wanita juga berperan dalam reproduksi buruh murah, sehingga memungkinkan harga tenaga kerja lebih

5

(33)

murah. Murahnya tenaga kerja menguntungkan kapitalisme. Ketiga, masuknya buruh wanita sebagai buruh dengan upah rendah menciptakan apa yang disebut

dengan ‘buruh cadangan’. Melimpahnya buruh cadangan memperkuat posisi

tawar-menawar para pemilik modal (kapitalis) dan mengancam solidaritas kaum

buruh.

Teori konflik mendapat kritik dari sejumlah ahli, karena terlalu

menekankan faktor ekonomi sebagai basis ketidakadilan yang selanjutnya

melahirkan konflik. Dahrendorf dan Randall Collins, yang dikenal pendukung

teori konflik modern, tidak sepenuhnya sependapat dengan Marx dan Engels.

Menurut mereka, konflik tidak hanya terjadi karena perjuangan kelas dan

ketegangan antara pemilik dan pekerja, tetapi juga disebabkan oleh beberap faktor

lain, termasuk ketegangan antara orang tua dan anak, suami dan istri, senior dan

yunior, laki-laki dan wanita, dan lain sebagainya.6

Feminisme merupakan sebutan yang digunakan untuk mendefinisikan

gerakan-gerakan pembebasan perempuan. Gerakan ini bertujuan untuk

membebaskan perempuan dari kekerasan, ekonomi, politik, dan sosial yang

bersandar pada pengalaman sejarah manusia yang telah lalu akan perbudakan

pada peradaban-peradaban klasik.

Dalam dua dekade terakhir kelompok feminis memunculkan beberapa

teori yang secara khusus menyoroti kedudukan wanita dalam kehidupan

6

(34)

masyarakat. Feminisme berupaya menggugat kemapanan patriarki, dan berbagai

bentuk stereotip jender lainnya yang berkembang luas di dalam masyarakat.7

Terdapat banyak variasi teori dan gerakan dalam feminisme yang

menampilkan keberagaman ide, nilai, dan perspektif. Secara umum gerakan

feminisme dipandang sebagai sebuah gerakan pembebasan dan perlindungan

hak-hak wanita dalam masyarakat. Gerakan seperti ini telah mengalami diversitifikasi

berkaitan dengan perbedaan-perbedaan konteks budaya dan ideologi. Itulah

mengapa feminisme Islam, Feminisme Sosial, dan feminisme Barat beitu berarti

sekarang.8

Para peneliti feminisme Barat secara umum mempunyai keyakinan bahwa

sekali pria mendominasi sebuah masyarakat dalam bidang-bidang tertentu, wanita

akan menjadi kelompok yang tertindas dan pasif.9

Periode ini terjadi ketika pria dari kelas tertentu memerintah secara

eksklusif dan dan kepemilikan dalam semua aspek kehidupan sosial-ekonomi.

Wanita dipandang sebagai kelas rendahan dan tercabut dari segala jenis hak,

mulai dari mengekspresikan pendapatnya hingga seluruh bentuk partisipasi sosial.

Sekarang, feminisme mengejar emansipasi wanita dari segala jenis pengekangan,

atau apa pun yang membuat wanita terisolasi dari supremasi pria, diantaranya

7

Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender , h.64

8

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama, Jakarta, Al-Huda,2005,h.26

9

(35)

kesetaraan dalam pekerjaan, status sosial dan politik, kesamaan pria dan wanita

dalam hak-hak sosial dan hak-hak mereka dalam kaitannya dengan anak-anak.

Feminisme adalah sebuah ideologi yang murni sekular. Secara

fundamental, feminisme tak hanya tidak mempunyai konsep tentang

prinsip-prinsip Ilahi tetapi juga bertentangan dengannya. Dalam kasus ini, agama malah

sering kali dipandang sebagai sumber utama keridaksetaraan antara pria dan

wanita.10

Berdasarkan prinsip bahwa mayoritas feminisme memiliki kesamaan

pandangan mengenai kesetaraan gender dalam terminologi-terminologi kemampuan serta hak sosial dan individu, para pemikir feminisme berpandangan

bahwa sebagaian besar sistem keyakinan agama yang terorganisasi, yang

mendominasi dunia sejarah dan modern, secara mengakar sangatlah eksis.

Terdapat tiga teori feminisme utama mengenai agama, yang radikal, liberal, dan

reformis-analistik terhadap praktik yang ada dan terhadap penciptaan utopis

sebuah praktik budaya tanding baru (new counter culture).

Teori ras feminisme dalam kaitannya dengan agama menunjukkna teori

Marxis dan Sosial. Mereka percaya, secara prinsipil, bahwa agama merupkan

candu masyarakat dan memandangnya sebagai sumber utama ketidaksetaraan pria

dan wanita. Para pemikir liberal juga memiliki ide yang sama bahwa agama,

khususnya Kristen, merupakan sumber utama penampakan bias persoalan gender.

10

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama

(36)

Elizabeth Cady Stanton dalam bukunya, The Woman’s Bible, menyatakan bahwa kontribusi utama dan pertama feminsme adalah melakukan perubahan dalam

agama Kristen. Stanton percaya bahwa bahasa dan interpretasi kalimat-kalimat

yang berkaitan dengan wanita dalam Injil merupakan sumber utama pemberian

ststus inferior pada kaum wanita. Sperti dinyatakan Mary Daly (1975,1978) dan

Susan Griffin (1981) berpendapat bahwa sebuah tema fundamentalis tradisi

Kristen Barat adalah kebenciannya terhadap nafsu, yang didasarkan pada suatu

ide bahwa tubuh wanita menarik kembali kaum pria pada sifat kebinatangannya.11

Dengan demikian, mereka melihat adanya sebuah kebutuhan untuk

menulis ulang doktrin agama yang berdasarkan pada prinsip-prinsip feminisme.

Memang tidak semua kalangan feminisme berpikir sama.

Secara umum dapat dikategorikan kepada tiga kelompok bagaimana

pandangan feminis terhadap perbedaan peran jender laki-laki dan perempuan.

1. Feminisme Liberal

Tokoh aliran ini antara lain Margaret Fuller (1810-1850), Harriet Martinea

(1802-1876), Anglina Grimke (1792-1873), dan Susan Anthony (1820-1906).12

Dasar pemikiran kelompok ini adalah semua manusia, laki-laki dan

perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi penindasan

antara satu dengan lainnya. Feminisme liberal diinspirasi oleh prinsip-prinsip

11

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama

,h.27

12

(37)

pencerahan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai

kekhususan-kekhususan. Secara ontologi keduanya sama, hak-hak laki-laki dengan sendirinya

juga menjadi hak perempuan.13

Tetapi walaupun dikatakan feminisme liberal, kelompok ini masih tetap

memandang perlu adanya pembedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan. Biar bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan

membawa konsekuensi logis dalam jehidupan bermasyarakat. Tetapi tetap

kelompok ini berpendapat organ reproduksi bukan merupakan penghalang

terhadap peran-peran di ranah publik.

2. Feminsme Marxis-Sosialis

Aliran ini mulai berkembang di Jerman dan Rusia dengan menampilkan

beberapa tokohnya, seperti Clara Zetkin (1857-1933) dan Rosa Luxemburg

(1871-1919).14

Dengan mencoba melontarkan isu bahwa ketimpangan peran antara kedua

jenis kelamin itu sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya alam, aliran

ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam mayarakat berdasarkan jenis

kelamin. Aliran ini menolak anggapan tradisional dan para teolog bahwa status

wanita lebih rendah daripada laki-laki karena faktor biologis dan latar belakang

sejarah.

13

Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.64

14

(38)

Feminisme sosialis berpendapat bahwa ketimpangan jender di dalam

masyarakat adalah akibat penerapan sistem kapitalis yang mendukung terjadinya

tenaga kerja tanpa upah bagi perempuan di dalam lingkungan rumah tangga.15

Perempuan senantiasa mencemaskan keamanan ekonominya, karenanya mereka

memberikan dukungan kekuasaan kepada suaminya.

3. Feminsme Radikal

Aliran ini muncul di permulaan abad ke-19 dengan mengangkat isu besar,

menggugat semua lembaga yang dianggap merugikan wanita seperti lembaga

patriarki yang dinilai merugikan perempuan, karena term ini jelas-jelas

menguntungkan laki-laki.16 Pandangan feminisme radikal ini terkesan lebih

ekstrem, dikarenakan tidak hanya menuntut persamaan hak dengna laki-laki tetapi

juga persamaan “seks”, artinya wanita dapat memperoleh kepuasaan seksual

dengan sesama wanita (lesbian).

Menurut kelompok ini, wanita tidak harus tergantung pada laki-laki,

bukan saja dalam hal pemenuhan kebutuhan seksual. Wanita dapat merasakan

kehangatan, kemesraaan, dan kepuasaan seksual kepada sesama wanita.

Kepuasaan seksual dari laki-laki adalah masalah psikologis. Melalui berbagai

latihan dan pembiasan kepuasaan itu dapat terpenuhi dari sesama wanita.

15

Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.66

16

(39)

Aliran ini juga mengupayakan pembenaran rasional gerakannya dengan

mengungkapkan fakta bahwa laki-laki adalah masalah bagi perempuan. Laki-laki

selalu mengeksploitasi fungsi reproduksi perempuan dengan berbagai dalih.

Ketertindasan perempuan berlangsung cukup lama dan dinilainya sebagai bentuk

penindasan karena ras, perbudakan, dan warna kulit dapat segera dihentikan

dengan resolusi atau peraturan, tetapi pemerasan secara seksual teramat sulit

dihentikan, dan untuk itu diperlukan gerakan yang lebih mendasar.17

Aliran ini mendapat tantangan luas, bukan saja dari kalangan sosiolog

tetapi juga di kalangan femins sendiri. Tokoh feminis liberal yang banyak berfikir

realistis tidak setuju sepenuhnya dengan pendapat ini. Persamaan secara total

pada akhirnya akan merepotkan dan merugikan wanita itu sendiri.

Seperti inti dari semua teori feminsme tersebut di atas ialah berupaya

memperjuangkan kemerdekaan dan persamaan sehingga tidak lagi terjadi

ketimpangan jender di dalam masyarakat.

Proses feminisme di Barat telah menginspirasi wanita muslim. (lihat,

Mernissi [1993], Nasir [1994], Basit [1997], Moghissi [1999], dan Smith

[2001]).18

Kalangan awal feminisme Arab awal, seperti Nazira Zayn ad Din, asal

Libanon, mengintegrasikan ide-ide feminisme ke dalam sebuah kerangka

17

Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.67

18

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama

(40)

referansi Islam. Nazira Zayn ad Din menandai awal sebuah debat mengenai

hijab, yang di dalamnya dikatakan bahwa hijab merupakan simbol inferioritas

Islam. Hijab hanya salah satu contoh. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam yang

lain mungkin juga menyatakan semacam perbedaan gender, dan dipandang sebagai inferior bagi perempuan muslim.

Kemunculan gerakan-gerakan feminisme pada dasarnya merupakan

gerakan umum ke arah sekulerisme, sebuah perhatian baru dengan reformasi

sosial dan modernitas, dan kebangkitan kelas menengah lokal terpelajar. Perhatian

utama mereka pada hak-hak kaum wanita meliputi isu-isu pendidikan, privasi,

hijab, dan poligami, yang berkesesuaian dengna agenda yang lebih luas mengenai

kemajuan dan harmonisasi antara Islam dan modernitas.19

Selanjutnya, dalam gerakan feminisme Muslim ada yang disebut dengan

feminisme Reaksioner atau Defensif.20 Bentuk feminsme ini merupakan sebuah

gerakan yang menekankan ide bahwa wanita Muslim telah memperoleh posisi

yang setara dan terhormat (berdasarkan tradisi Islam) tanpa adanya kebutuhan

bagi reformasi lebih lanjut. Dari perspketif mereka, Barat yang berorientasi pada

wanita Muslim telah menggarisbawahi status wanita dalam masyarakat Muslim.

Namun demikian, para Islamis, baik pria maupun wanita, juga telah ikut terlibat

19

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama

,h.34

20

Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama

(41)

dalam debat tersebut, seraya menekankan potensi pembebasan yang dimiliki

Islam terhadap kaum wanita.

B. Kesetaraan Gender Dalam Islam

Islam menghormati wanita dengan penghormatan yang sangat luhur,

mengangkatnya dari keburukan dan kehinaan serta dari penguburan hidup-hidup

yang pernah dilakukan pada jaman jahiliyah dulu ke kedudukan yang terhormat

dan mulia, sebab perempuan itu selaku ibu. Dikatakan juga bahwa surga terletak

dibawah telapak kaki ibu. Nabi Muhammad Saw pernah mengungkapkan

bahwasannya hormatilah ibu, ibu, ibu, baru kemudian ayahmu.

Penghormatan Islam terhadap istri pun begitu besar, bahwa Rasulullah

Saw sangat mencintai Siti Khadijah r.a, memuji dan menghormatinya. Rasul

pernah bersabda: ‘Khadijah itu adalah seorang wanita yang utama, bijaksana, dan

darinya aku dikaruniai anak’(HR Bukhari dan Mulsim).21

Selain itu Islam juga menganjurkan agar laki-laki bisa menjaga

perempuan, menjaga kehormatannya, martabat serta menghargai hak-hak dari

perempuan. Tidak dibenarkan untuk para laki-laki menjatuhkan martabat

perempuan.

perempuan tidak seperti yang digambarkan oleh para penyebar keburukan

dan kehinaan, yang menggambarkan wanita sebagai musuh laki-laki. Seolah-olah

21

(42)

ada peperangan antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan berontak

demi kebebasannya dan demi hak-haknya. Dalam konsep Islam, tidak ada

permusuhan antara laki-laki dan perempuan, tidak ada peperangan antara

keduanya, tapi perempuan adalah yang harus dikasihi.

Perempuan mempunyai kedudukan yang mulia dan tinggi, perempuan

selaku isteri, Allah SWT menjadikannya sebagai salah satu tanda ciptaannya,

dimana pada wanita Allah SWT menciptakan rasa tentram, kasih dan sayang.

Ada beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai standar dalam

menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam Islam. Variabel-variabel tersebur antara lain sebagai berikut:

1. Laki-laki dan Wanita Sama-sama sebagai Hamba

Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada

Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Zariyat/51:56:

$tBur M

ł

)n=yz

£

¯

g

ł

:$#

}

§ RM} $#ur w

˛

)

¨

b r 7Łu

ˇ

9 ˙ ˛ˇ¨

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”

Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara

laki-laki dan wanita. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk

menjadi hamba yang ideal.22 Hamba ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan

22

(43)

dengan orang-orang yang bertaqwa (muttaqun), dan untuk mencapai derajat

muttaqun ini dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu.

Dalam kapasitas sebagai hamba, laki-laki dan perempuan masing-masing

akan mendaptkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan kadar pengabdiannya.

2. Laki-laki dan Wanita sebagai Khalifah di Bumi

Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah, di

samping untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada

Allah SWT, juga untuk menjadi khalifah di bumi. Wanita diperbolehkan ikut

serta membangun masyarakat sebagai khalifah dan hamba Allah SWT di

permukaan bumi ini.23

Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan dalam QS.

al-baqarah 2:30

ł ˛

)ur

t

A$s% /u

ˇ

ps3

˝

·fl»n=yJ

ø

=

ˇ

9

˛o

T

˛

) @

ˇ

ª %y‘

˛

ß

˙

F{ $#

Z

px

˛

=yz

(

(

#q9$s%

ª

@yŁ

ł

grBr& $pk

ˇ

ø

‘ tB

¯

¡

ł ª

$pk

ˇ

ø 7

ˇ

¡ our u !$tB

ˇe

$!

$#

ł

twUur x

˛m

7|¡ R

x

8

ˇ

Jpt

¿

2 ¤

ˇd

s) Rur

y

7 s9

(

t

A$s%

˛o

T

˛

)

ª

Nn=ª r& $tB w

t

b qJn=Łs? ˙ ¨

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para

malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya

23

(44)

dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa berbakti dengan memujiMu dan memuliakanMu. Allah berkata : Aku tahu apa yang kamu tiada mengetahui

Kata khalifah dalam ayat di atas tidak menunjuk kepada salah satu jenis

kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai

fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggung jawabkan

tugas-tugas kekhalifahannya di bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung

jawab sebagai hamba Tuhan.

3. Laki-laki dan Wanita Menerima Perjanjian Primordial

Laki-laki dan wanita sama-sama mengemban amanah dan menerima

perjanjian primordial dengan Tuhan.24

Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah SWT memuliakan seluruh anak cucu

Adam. Di dalam Al-Qur’an tidak pernah ditemukan satu ayat pun yang

menunjukkan keutamaan seseorang karena faktor jenis kelamin atau karena

ketrurunan satu bangsa tertentu. Kemandirian dan otonomi perempuan dalam

tradisi Islam sejak awal terlihat begitu kuat. Perjanjian, bai’at, sumpah, dan nazar

yang dilakukan oleh perempuan mengikat dengan sendirinya sebagaimana halnya

laki-laki.

Di dalam tradisi Islam, wanita mukallaf dapat melakukan berbagai perjanjian, sumpah, dan nazar, baik kepada sesama manusia maupun kepada

24

(45)

Tuhan. Tidak ada suatu kekuatan yang dapat menggugurkan janji, sumpah, atau

nazar.

Bahkan dalam urusan-urusan keduniaan pun wanita memperoleh hak-hak

sebagimana halnya yang diperoleh laki-laki. Dalam suatu ketika Nabi Muhammad

Saw didatangani oleh sekelompok wanita untuk menyatakan dukungan politik

(bai’ah), maka peristiwa langka ini menyebabkan turunnya QS. al-Mumtahanah/60:12:

$pkr’fl»t <

¤

Z9$# #s

˛

)

x

8u !%y‘ M»oY

ˇ

BsJ

ł

9$#

y

7 uZŁ

˛

$t7

ª

# n?tª

br& w ˘

ł

.

˛

«

! $$

˛

/

$

\

«

ł

x' wur

z

ł

%

˛

£ t wur

t

ß

ˇ

Rt wur

z

ø

=F

ł

)t

£

Ł

dy »s9rr& wur

t

ß

ˇ

?

ø

’t

9

‘ »tFg6

˛

/ …muZ

˛

tI

ł

t

t

ß t/

£

˝

k

ˇ

r&

˘

˛

g

˛

=

ª

_ r&ur wur

o

Y

¯

` Łt

˛

ß

7

$ r ŒtB

£

‘ gŁ

˛

$t6sø

ˇ ł

tG $#ur

£

‘ lm;

'

! $#

(

¤

b

˛

)

'

! $#

q x

L

ˇ

m

§

˙ ˚¸¨

Artinya: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesiati pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.25

4. Adam dan Hawa, Terlibat secara Aktif dalam Drama Kosmis

25

(46)

Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang

keadaan Adam dan pasangannya di surga sampai keluar ke bumi, selalu

menekankan kedua belah pihak secara aktif dengan menggunakan kata ganti

untuk dua orang (huma), yakni kata ganti untuk Adam dan Hawa.26 Seperti dapat dilihat dalam beberap kasus berikut ini:

a. Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitas surga.

b. Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari syaitan.

c. Sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat

jatuh ke bumi.

d. Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan.

e. Setelah di bumi, keduanya mengembangkan keturunan dan saling

melengkapi dan saling membutuhkan.

5. Laki-laki dan Wanita Berpotensi Meraih Prestasi

Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara

laki-laki dan wanita. Laki-laki dan wanita memperoleh kesempatan yang sama

dalam meraih prestasi yang optimal. Namun dalam kenyataan masyarakat, konsep

ideal ini membutuhkan tahapan-tahapan dan sosialisasi, karena masih terdapat

sejumlah kendala, terutama kendala budaya yang sulit diselesaikan.

Salah satu obsesi Al-Qur’an ialah terwujudnya keadilan di dalam

masyarakat. Keadilan dalam Al-Qur’an mencakup segala segi kehidupan umat

26

(47)

manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Karena itu

Al-Qur’an tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan kelompok

etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan, maupun yang berdasarkan jenis

kelamin. Jika terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat

menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan, maka hasil pemahaman

dan penafsiran tersebut terbuka untuk diperdebatkan.

Berikut akan dijelaskan beberapa keterlibatan wanita muslimah dalam

berbagai kegiatan sosial.

1. Mengkritik pemimpin

Wanita muslimah seperti halnya kaum laki-laki dihimbau untuk ikut

peduli terhadap masalah-masalah politik yang berkembang dalam masyarakat.

Juga dituntut untuk mengambil bagian. Dalam membangun masyarakatnya

melalui kegiatan amar ma’ruf dan nahi munkar serta memberikan nasihat atau

dengan mendukung usaha-usaha positif dan menentang hal-hal yang negatif.

Contoh yang paling tepat mengenai kepedulian wanita akan masalah

politik yang berkembang di tangah masyarakat adalah ucapan Ummu Salah

berikut ini: “Aku adalah salah seorang dari manusia,” yang dalam hal ini dia

menganggap pidato yang disampaikan seorang pemimpin di hadapan khlayak

ramai ditujukan kepada kum laki-laki dan wanita sekaligus, bukan untuk laki-laki

saja. Sungguh tepat sekali apa yang diucapkan oleh Fatimah binti Qais ini: “ Aku

pergi (ke masjid) bersama orang-orang yang pergi,” yang menunjukkan bahwa

(48)

Ummu Salamah dan hadist Fatimah binti Qais dalam pembahasan tentang bukti

keterlibatan wanita dalam kegiatan politik negara Islam).27

Dari Tamin ad-Dari dikatakan bahwa Nabi Saw bersabda: “Agama itu

nasihat.” Kami (para sahabat) bertanya: “Untuk siapa?” Beliau menjawab: “Untuk

Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin kaum muslimin,

dan untuk kaum muslimin secara umum.” (HR Muslim).28

Betapa tinggi nilai nasihat dalam agama Islam. Pada dasarnya, nasihat itu

meliputi dua sisi. Pertama, sisi kejiwaan dan perasaan yang meliputi keinginan

atas suatu kebaikan bagi kaum muslimin secara keseluruhan, baik bagi

masyarakat umum maupun kalangan tertentu. Kedua, sisi perilaku nyata melalui

pendapat dan kalimat haq, sekaligus perjuangan dan pengorbanan dalam

menyampaikan kebenaran tersebut.

Dalam hal ini berarti Islam tidak melarang laki-laki dan wanita untuk

senantiasa mengkritik dan memberi nasihat kepada pemimpinnya.

2. Menunaikan kesaksian

Aisyah berkata (mengenai berita bohong): “Setelah diceritakan kepada

beliau apa yang menimpa diriku...Rasulullah Saw datang ke rumahku. Beliau

menanyakanku kepada pembantuku. Pembantuku berkata: “Tidak, demi Allah,

aku tidak pernah mengetahui aib (cela) pada dirinya. Cuma saja di pernah tertidur

27

Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 1997) h.528

28

(49)

sehingga kambing masuk, lalu memakan tepung atau adonan rotinya”. Sebagian

sahabat Rasulullah Saw membentaknya, lalu berkata: ‘Bicaralah yang benar

kepada Rasulullah Saw..’Kemudian mereka menerangkan secara gamblang

persoalan yang dibicarakan orang itu kepadanya. Pembantu itu ahkirnya

mengucapkan : ‘Subhanallah, demi Allah, aku tidak mengetahui persoalannya kecuali seperti pengetahuan tukang emas terhadap biji emas yang merah.” (HR

Bukhari dan Muslim).29

3. Kaum wanita berbai’at kepada Nabi Saw. Sebagai pemimpin umat Islam

Dari Ibnu Abbas r.a, dia berkata: “Aku ikut shalat hari raya Idul Fitri

bersama Rasulullah Saw, Abu Bakar dan Utsman. Semuanya melakukan shalat

sebelum khotbah. Setelah shalat barulah berkhotbah, kemudian Nabiyullah turun.

Seolah-olah aku melihat kepada beliau ketika beliau menyuruh jamaah laki-laki

duduk dengan tangannya. Kemudian beliau berjalan di sela-sela shaf laki-laki

hingga sampai ke tempat kaum wanita bersama Bilal. Di situ beliau membaca

ayat: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman

unutk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan menyekutukan sesuatu

pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh

anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan

dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu...,” (sampai akhir ayat). Setelah

29

(50)

itu beliau bertanya: “Apakah kalian menyetujui hal seperti itu?” Hanya satu dari

mereka yang menjawab, sementara yang lainnya tidak. Yang menjawab itu

berkata: “Ya, wahai Rasulullah.” Al-Hasan tidak tahu siapa wanita itu. Ibnu

Abbas berkata: ”Lalu wanita-wanita itu bersedekah. Bilal menggelar pakaiannya

sehingga wanita-wanita itu menjatuhkan (meletakkan) cincin besar dan perhiasan

milik mereka di atas pakaian Bilal.” (HR Bukhari dan Muslim).30 Bai’at yang

dilakukan oleh kaum wanita terhadap Nabi Saw mempunyai beberapa arti:

1. Kemandirian pribadi seorang wanita. Jadi dia bukan sekedar pengekor kaum

laki-laki. Mereka melakukan bai’at sebagaimana halnya kaum laki-laki.31

2. Bai’at yang dilakukan kaum wanita merupakan janji setia serta terhadap Islam

dan taat kepada Rasulullah Saw yang dilakukan tidak berbeda dengan kaum

laki-laki. Terkadang kaum laki-laki berbai’at kepada Rasulullah Saw seperti

kaum wanita. Dari Ubadah bin Shamit dikatakan bahwa beliau pernah berkata

dan disekeliling beliau ada sejumlah sahabat: “Marilah kalian semua,

lakukanlah bai’at terhadapku bahwa kalian tidak akan mempersekutukan

Allah dengan sesuatu pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan

membunuh anak-anak kalian, tidak akan berbuat dusta yang kalian

ada-adakan di antara tangan dan kaki kalian, tidak akan mendurhakai dalam soal

30

Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab:Surat al-Mumtahanah, ayat: “Apabila dating kepadamu perempuan yang beriman untuk berbai’at, jilid 10, hlm. 265. Muslim,Kitab: Shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 18

31

(51)

kebaikan...” Ubaidah bin Shamit berkata: “Aku berbai’at kepada beliau

berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut’’ (HR Bukhari)32. Selain itu, ada

pula bai’at yang khusus untuk kaum laki-laki, sperti bai’at yang berjihad dan

tegar menghadapi musuh, seperti bai’at Ridhwan pada hari Hudaibiah.33

4. Keterlibatan wanita dalam jihad membela Islam

Dari ar-Rubayyi binti Mu’awwidz, dia berkata: “Kami pernah bersama

Nabi Saw. (dalam peperangan). Kami bertugas memberi minum prajurit,

melayani mereka, mengobati orang terluka, serta mengantarkan orang-orang yang

terluka, serta mengantarkan orang-orang yang terluka dan terbunuh ke

Madinah.”(HR Bukhari)34. Dari Anas bin Malik r.a, dia berkata: “...Rasulullah

Saw berkata: ’S

Referensi

Dokumen terkait

Namun ketika keinginan itu tidak berhasil ia capai maka ia akan selalu berada dalam Jiwa sendiri dalam kesadaran Plato merupakan sesuatu yang tidak terbatas yang. kemudian

Ekspor tumbuh melambat di akhir tahun seiring dengan perlambatan permintaan global. Sementara itu, impor tumbuh tinggi di akhir tahun sejalan dengan kuatnya permintaan.. Di

Penelitian dilakukan dengan mengamati aktifitas proses mahasiswa belajar di Universitas Kristen Petra Surabaya dan bertujuan mengetahui bagaimana pene- rapan elemen desain yang

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi

Pensyarah kit ab al-Qaamuus menyebut kan bahw a lafazh حاﺰﻤﻟا (Al-M izaahu) yait u salah sat u bent uk t urunan dari lafazh حﺰﻤﻟا (Al-M azhu) art inya “ M

Demokrasi t idak dapat dibicarakan secara t erpisah at au t anpa mengait kannya dengan konsep negara hukum, karena negara hukum merupakan salah sat u negara

berdasarkan pengamatan dan perhitungan pada saat tidak berbeban pupuk urea ...40 Tabel 4.7 Pengaruh putaran motor Backpacker terhadap perubahan frekuensi. berdasarkan pengamatan

sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Stellaccio &amp; McCarthy yang menyatakan bahwa kecerdasan linguistik anak dapat meningkat melalui bermain musik karena musik