TERHADAP KESETARAAN GENDER
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)
Di Susun Oleh :
YUDHA SEPTIAN NIM : 106045210542
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)
Oleh:
Yudha Septian NIM : 106045210542
Di bawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Yunasril Ali, MA Khamami Zada, MA 150223823 197501022003121001
KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh selar strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. semua sumber yang saya bunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan ahsil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 Mei 2011
i
Dengan nama Allah Swt yang maha pengasih lagi maha penyayang, segala
puji dan syukur bagi Allah Swt tuhan seru sekalian alam atas segala rahmat, taufik
hidayah, serta hinayah-Nya penulis haturkan yang telah dilimpahkan kepada seluruh
umat manusia di muka bumi. Wa bil khusus kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai persyaratan untuk meraih gelar sarjana
Hukum Islam Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw, yang telah membawa seluruh umatnya kepada pengetahuan serta
semangat untuk mencari luasnya ilmu di dunia ini, beserta seluruh keluarga, sahabat,
dan para tabiinnya.
Skripsi yang berjudul pandangan Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
terhadap kesetaraan gender, alhamdulillah mampu penulis rampungkan, penulis berharap karya ilmiah ini nantinya akan bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Karya ilmiah ini terselesaikan berkat bantuan beberapa pihak baik secara moril
maupun materil, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah banyak membantu. Ucapan terima kasih ini penulis
sampaiakan kepada:
1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Prof.Dr.H.Mohammad Amin Suma, SH.
MA. MM, beserta Pembantu Dekan dan seluruh staf Fakultas Syari;ah dan
Hukum yang tak kenal lelah memberikan masukan serta dorongan dan do’a
ii
menjadi sebuah skripsi yang siap dibaca dan bermanfaat bagi banyak orang.
3. Prof. Dr. Yunasril Ali, MA dan Khamami Zada, MA sebagai pembimbing
yang sudah banyak meluangkan waktunya, tak pernah kenal lelah
membimbing dan memberikan saran, nasehat serta dukungan baik secara
moral maupun materil kepada pneulis.
4. Almarhumah ibunda Hj. Khodijah, ibunda tercunta Yuliati dan ayahanda
tercinta Dajajadi yang selalu ada dalam setiap langakah penukis selama ini,
yang memberikan kesempatan bagi penulis menjadi bagian dari keluarga
beliau serta memberikan kasih sayang mereka.
5. Seluruh pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan
(DPP PPP), Pimpinan Pusat Wanita Persatuan Pembangunan (PP WPP) dan
Fraksi Persatuan Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(FPP DPR-RI) yang siap membantu penulis dalam pengumpulan data baik
berupa buku, maupun dokumen.
6. Seluruh pegawai Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, Perpustakaan Fakultas Syari’ah
dan Hukum UIN Jakarta, dan dokumen yang di perlukan dalam penyusunan
iii sayang yang tak terhingga.
8. Ustd. Agus Zawawi S.Ag dan Ustd. Juaini yang juga selalu memberikan do’a
kepada penulis serta motifasinya.
9. Sahabat-sahabatku Supardi, Mufti, Bowo, Boim, Ila, Esa, Alif, Eca, Atiqoh,
Rifqoh, Eri, Bangkit, Ridwan, Ade, Lutfi, Naziah, Rabbit yang selalu siap
membantu penulis selama proses penyusunan skripsi ini hingga tidak
segan-segan untuk mengkritik dan menegur penulis.
10.Teman-teman seperjuangan dalam bermusik, Adel, Fadil, Yoga, serta
teman di Riak, Ncek, Caca, Irex, Paul, Ervan, Edi, Erza, Wita dan
teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu di sini terima
kasih atas semua dukungan, nasehat, dan do’anya kepada penulis.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya dan
perkembangan ilmu pengetahuan umumnya.
Jakarta, 10 Mei 2011
Billahi al Tawfiq Wa al Hidayah
Wassalamu’Alaikum Wr.Wb
Yudha Septian
iv
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6
D. Kerangka Teoritis ... 8
E. Kerangka Konsepsional ... 9
F. Metode Penelitian ... 10
G. Review Studi Terdahulu ... 13
H. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KESETARAAN GENDER A. Pengertian dan Sejarah Kesetaraan Gender ... 17
B. Kesetaraan Gender Dalam Islam ... 33
v
B. Asas PPP ... 58
C. Visi dan Misi Partai ... 62
BAB IV : KESETARAAN GENDER MENURUT PANDANGAN PPP
A. Pandangan Politisi PPP Mengenai Posisi Wanita Dalam
Keluarga ... 67
B. Pandangan Politisi PPP Terhadap Pemimpin Perempuan ... 75
C. Peran Politisi PPP Terhadap Pengarusutamaan Kesetaraan
Gender di Legislatif ... 85 D. Strategi PPP Dalam Pengarusutamaan Keseteraan Gender .... 92
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 96
B. Saran-Saran………...100
DAFTAR PUSTAKA
1
A. Latar Belakang Masalah
Istilah gender memang bukan kata–kata yang asing lagi, namun yang perlu dicermati di sini ialah bagaimana ini bisa diartikan bahwa sebenarnya tidak
ada perbedaan yang sangat signifkan atau yang besar antara peran laki–laki dan
perempuan dalam kehidupan di dunia ini.
Dalam istilah gender pastinya sering mendengar adanya indikasi ketidakadilan antara laki-laki dan wanita, perempuan sering kali diposisikan
nomor dua. Dalam hirarki perbedaan ini ketidaksetaraan menjadi bagian yang
kasat mata dimana eksisitensi kaum laki–laki selalu diproritaskan.
Gender, sebagaimana halnya kelompok etnis, dalam banyak masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menentukan status seseorang. Dapat
dimaklumi bahwa persoalan gender berpotensi untuk menimbulkan konflik dan perubahan sosial, karena sistem patrarki yang berkembang luas dalam berbagai
masyarakat menempatkan wanita pada posisi yang tidak diuntungkan secara
kultural, struktural, dan ekologis. Wanita dipojokkan ke dalam urusan-urusan
Sebagai akibat dari pertumbuhan dan mobilisasi penduduk, urbanisasi dan
revolusi industri menimbulkan berbagai perubahan sosial, termasuk dalam
kedudukan sosial bagi laki-laki dan wanita.
Dalam budaya di berbagai tempat, hubungan-hubungan tertentu laki-laki
dan wanita dikonstruksikan oleh mitos. Mulai mitos tulang rusuk asal-usul
kejadian perempuan sampai mitos-mitos di sekitar menstruasi. Mitos-mitos
tersebut cenderung mengesankan wanita sebagai the second creation dan the second sex. Pengaruh mitos-mitos tersebut mengendap di alam bawah sadar wanita sekian lama sehingga wanita menerima kenyataan dirinya sebagai
subordinasi laki-laki dan tidak layak sejajar dengannya.
Proses dan kondisi bias dan penyimpangan ini terus menguat dan
berimbas dalam kesadaran beragama. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada
masyarakat awam tetapi juga terjadi pada komunitas elite agama. Dari sisi
kemapanan ini, sering mucul asumsi negatif yang berkembang, lebih tepatnya
tuduhan terhadap institusi agama yang menilai agama sebagai akar teologis
ketidaksetaraan dan ketidakadilan relasi gender. Tuduhan miring bahwa institusi agama (apalagi ajaran dasarnya) tidak berpihak pada kaum perempuan harus diluruskan. Tidak ada agama, terutama Islam, yang mendiskreditkan apalagi
membenci kaum perempuan. Islam sangat menghormati kemartabatan dan
Ada beberapa teks-teks suci (Al-Qur’an dan Hadist) bertutur bahwa
kualitas diri seorang hamba di hadapan Sang Penciptanya tidak ditentukan oleh
karakter jenis kelamin atau status sosial, atau suku. Kualitas ketakwaan
merupakan dimensi standar satu-satunya untuk mengukur kualitas diri seorang
hamba di hadapan Allah SWT. Al-Qur’an dalam surat al-Hujarat (QS. 49), ayat
13 menegaskan bahwa hanya faktor keimanan dan ketakwaan yang membedakan
posisi sesorang di sisi Allah SWT.
Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi pijakan untuk membangun
tatanan relasi sesama manusia dalam Islam. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya
ialah keadilan (al-‘adalah), persamaan (al-musawah), kebebasan (al-hurriyah),
persaudaraan (al-ikha), dan musyawarah (al-syura).1
Pertama, prinsip keadilan sangat dijaga dalam Islam, keadilan juga lebih mendekatkan kepada ketakwaan seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an surat
al-Maidah ayat 9. Prinsip keadilan ini juga telah terbuktikan dalam sejarah Islam,
pada waktu itu Nabi Muhammad Saw dijadikan utusan kedunia ini juga
dikarnakan ingin menghilangkan sejauh-jauhnya unsur ketidakadilan pada waktu
itu, tentu sudah jelas pada masa itu kaum perempuan menjadi kaum yang
tertindas, bayi perempuan sudah lumrah dikubur hidup-hidup. Di sisi lain,
perempuan dewasa sering diperlakukan layaknya sebuah benda / sesuatu yang
dianggap tidak berharga. Dengan datangnya Islam martabat perempuan diangkat.
1
Karna itu pula dalam tatanan keluarga dan bermasyarakat, prinsip keadilan harus
menjadi landasan relasi antar umat manusia.2
Kedua, prinsip keadilan tidak mungkin dapat berjalan sendiri dengan baik. Islam melengkapinya dengan prinsip kesetaraan, persamaan (al-musawah). Disini mengandung ajaran bahwasannya kaum perempuan adalah saudara kandung bagi
laki-laki menggambarkan kesetaraan dan kemitraan untuk keduanya dalam
aktifitas mengemban misi sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi.
Ketiga, prinsip kemandirian dan kebebasan memberikan hak yang sama pada laki-laki dan perempuan untuk menentukan nasib dan masa depannya
sendiri. Kebebasan disisni bukan berarti tanpa ada batasan-batasan atau mungkin
malah jadi sewenang-wenang. Kebeabasan dalam Islam berbanding lurus dengan prinsip sikap menjaga kepentingan orang lain dan menghormati kedudukan orang lain.
Keempat, adalah prinsip persaudaraan (al-ikha). Umat Islam baik laki-laki maupun perempuan merupakan seperti satu entitas (subtansi) yang tidak mungkin
dipisahkan. Kata persaudaraan menghapus identitas keakuan dan kekamuan
sebagai symbol keterpisahan dan rivalitas (konflik kepentingan). Persaudaraan
meniscayakan kebersamaan yang akan bergerak bersama dengan semangat dan
jiwa demi kemaslahatan bersama. Tentu alangkah indahnya bila dalam realita
kehidupan ini konsep yang di paparkan di atas dapat terealisasi dengan baik.
2
Di Indonesia kondisi bias tentang kesetaraan gender pun berakibat negatif. Tercatat pada tahun 2002-2003 Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 307 kasus per
100.000 kelahiran.3 Forum-forum penting seperti DPR, DPD dan MPR yang
sangat potensial untuk menentukan kebijakan ranah, arah orientasi dan kualitas
hidup perempuan didominasi oleh kaum laki-laki. Dalam kaitan ini jumlah
perempuan anggota DPR periode 1999-2004 hanya 44 orang, atau setara dengan
8,8 persen.4 Ini merupakan pembuktian bahwasannya pengaruh pandangan
wanita ialah the second creation dan the second sex bisa berakibat fatal.
Fakta di atas merupakan salah satu banyaknya permasalahan yang terkait
dengan kesetaraan gender. Diharapkan melalui pandangan Partai Persatuan Pembangunan asumsi yang berkembang di masyarakat tentang tuduhan terhadap
instustusi agama yang menilai agama sebagai akar teologis ketidaksetaraan dan
ketidakadilan relasi gender dapat tergambar dengan jelas, apakah memang benar atau tidak dan bagaimana Partai Persatuan Pembangunan yang merupakan salah
satu sarana aspirasi umat Islam di negara ini dalam menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang semakin berkembang dan kompleks di negara ini, terutama
dalam hal ini mengenai kesetaraan gender, dan juga akan dilihat dari segi aspek hukum Islam, ini menarik untuk diteliti sehingga penulis menuangkannya dalam
bentuk skripsi yang berjudul
3
Suryadi Soeparman, Implimentasi ICPD 1994 dalam Kebijakan dan Program Pemberdayaan Perempuan Indonesia, makalah disajikan pada Semiloka Review Pelaksana ICPD + 10, di PKBI 11 Mei 2003
4
“PANDANGAN PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN (PPP)
TERHADAP KESETARAAN GENDER ”
B. Batasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan ini tidak meluas, maka dalam penelitian ini penulis
terfokus pada pandangan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhadap
kesetaraan gender, khususnya peran perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan.
2. Perumusan Masalah
Melihat judul skripsi tersebut dan latar belakang permasalahan seperti
terurai di atas, maka penulis perlu membuat rumusan masalah yang dianggap
penting yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini.
Diantara rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:
a. Bagaimanakah pandangan Partai Persatuan Pembangunan tentang peran
perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan ?
b. Bagaimana peran PPP dalam Kesetaraan Gender di Legislatif ? c. Bagaimana strategi PPP dalam pengarusutamaan Gender ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap realitas sosial, agama
serta pertumbuhan dinamika kehidupan khususnya dalam ruang lingkup
gender setelah bermunculannya polemik-polemik yang erat kaitan permasalahannya dengan kesetaraan gender. Serta pandangan Partai Persatuan Pembangunan mengenai permasalahan ini. Secara lebih rinci penelitian ini
bertujuan untuk:
a. Bagaimanakah pandangan Partai Persatuan Pembangunan tentang peran
perempuan dalam keluarga dan kepemimpinan perempuan ?
b. Bagaimana strategi PPP dalam pengarusutamaan Gender ? c. Bagaimana peran PPP dalam Kesetaraan Gender di Legislatif ?
2. Manfaat Penelitian
Diharapkan dalam penelitian ini dapat memberikan solusi
permasalahan yang terkait dengan kesetaraan gender, yang lebih khusus mengenai peran perempuan di dalam keluarga dan kepemimpinan wanita
dalam suatu pemerintahan melalui kajian-kajian yang terdapat di dalam
undang-undang maupun hukum Islam, serta peran dan pandangan salah satu
partai Islam yang ada di Indonesia. Dan mudah-mudahan menambah
khazanah keilmuan ketatanegaraan yang secara spesifik membahas tentang
kepemimpinan wanita dalam pemerintahan, serta gejala-gejala sosial yang
berkaitan dengan peran wanita di dalam keluarga, sehingga nanti akan ada
D. Kerangka Teorietis
Secara teoritis penelitian ini menggunakan dua teori, yang pertama adalah
teori kepemimpinan, dari sekian banyak teori kepemimpinan pada prinsipnya
meliputi empat macam teori, yaitu : “Unitary Traits Theory”, “Constellation of TraitsTheory”, “Situational Theory” dan Interaction Theory”.
Teori pertama, menunjukkan bahwa seorang pemimpin selalu memiliki karakter tertentu sebagai faktor pembeda terhadap masyarakat biasa.
Teori kedua, Constellation of Traits Theory, yaitu teori yang memunculkan cirri-ciri seorang pemimpin yang mempunyai nilai lebih secara
fisik dan psikis.
Teori ketiga, Situational Theory, yaitu teori kepemimpinan yang ditentukan oleh situasi, waktu dan tempat.
Teori terakhir, interaction Theory, yaitu teori yang mempelajari dampak interaksi, sehingga pemimpin dalam aktivitasnya mempunyai replika atau
cerminan dari pengikutnya dan masyarakat yang dapat memnuhi kebutuhan dan
kepentingan mereka.
Dari teori-teori tersebut pada akhirnya bermuara pada sikap dan perilaku
pemimpin. Seorang pemimpin dituntut mampu mengkonstruksikan nilai-nilai
ideal kedalam kenyataan empiris yang dapat ditransformasi kepada para
Yang kedua adalah teori perubahan sosial, secara umum pengertian
perubahan sosial ialah posisi, atau situasi, masyarakat yang secara keseluruhan
mengidentifikasikan adanya perbedaan di dalam proses yang berlangsung di
dalam masyarakat. Islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai perubahan
sosial. Kosep-konsep dasarnya adalah seperti berikut ini:
Konsep pertama, bahwa masyarakat harus ‘memajukan’ diri lewat ‘proses evolusioner’, demi menuju sasaran yang telah ditetapkan.
Konsep kedua, bahwa perjuangan ke arah ‘kemajuan’ dan mencapai ‘sasaran’ hendaknya dijadikan sebagai bagian kehidupan.
Konsep ketiga, apabila sekiranya ada kelompok masyarakat atau kelas sosial yang sedemikian membahayakan bagi kemajuan masyarakat, maka
peniadaan elemen-elemen seperti itu menjadi amat vital.
Konsep keempat, andaikata masyarakat tidak bisa meniadakan ketidakadilan tersebut secara alami masyarakat tersebut akan mengalami
kemerosotan dan masyarakat tersebut akan diubah dengan cara-cara Tuhan yang
lain.
E. Kerangka Konsepsional
ialah tidak adanya keseimbangan antara peran lak-laki dan perempuan, kemudian
juga setelah penulis tahu inti dari permasalahan ini kemudian baru dicari
solusi-solusinya, yang kemudian akan diketahui akan dibawa kemana persoalan ini.
Tentu dalam hal ini penulis amat berharap karya ini akan dapat bermanfaat demi
terciptanya kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera terutama dalam
menananggapi persoalan gender. Terlebih kemudian tulisan ini bisa menjadi bahan rujukan yang tepat.
Untuk mengupayakan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan
kesalahpahaman dalam hal mengartikan konsep-konsep pokok dalam penelitian
ini, maka penelitian ini ditentukan bahwa:
Yang dimaksud “Pandangan Partai Persatuan Pembangunan ” segala
sesuatu yang berhubugan dengan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh
Partai Persatuan Pembangunan dalam rangka memberikan kejelasan atas suatu
permasalahan yang berkembang dikalangan masyarakat pada umumnya dan
khususnya untuk para simpatisan Partai Persatuan Pembangunan.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam Penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah permasalahan
ada di Indonesia dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender yang adil dan sejahtera. Maka mengingat begitu pentingnya kedalaman empiris yang harus
dapat dijangkau maka cara kerja atau metode yang akan digunakan dalam
kegiatan penelitian ini akan menampilkan beberapa metode penelitian. Pada
garis besarnya hanya ada dua macam metode, yaitu metode kualitatif dan
metode kuantitatif. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah
metode penelitian lapangan dengan metode kualitatif.
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan data sekunder.
Di bawah ini akan dirinci satu per satu apa saja yang termasuk ke dalam data
primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer didapatkan dari dokumen-dokumen yang berasal dari kantor
Dewan Pimpianan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan terkait
dengan pemasalahan kesetaraan gender.
Selain itu juga data primer diperoleh lewat interview (wawancara) dengan pengurus kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan
Pembangunan yang membidangi urusan pemberdayaan wanita, kemudian
data tersebut dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi
dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan.
Dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al-Quran, Hadits, kitab-kitab fikih,
buku-buku ilmiah, jurnal-jurnal, dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000
Tentang Pengarustamaan Gender dalam Pembangunan Nsional, Lampiran Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Pedoman Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan serta peraturan lainnya yang dapat mendukung
skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Untuk Memperoleh data dilakukan dengan menggunakan Studi
Dokumenter, yaitu dengan cara mengkaji yang terdapat dari berbagai
macam literatur kepustakaan berupa buku-buku, majalah-majalah, website
atau literatur lainnya yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas
untuk dikaji dan dicatat bagian-bagian yang penting yang nantinya ada
titik benang merah tentang kesetaraan gender dalam mewujudkan kehidupan yang adil dalam perspektif peraturan perundang-undangan
Interview atau wawancara yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang ada
kaitannya dengan judul skripsi ini yaitu pengurus pusat (DPP) Partai
Persatuan Pembangunan. Dengan tujuan agar memperoleh data yang
lengkap untuk kesempurnaan skripsi ini.
4. Teknik Analisis Data
Sementara untuk teknis penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada
buku "Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2009".
G. Review Studi Terdahulu
Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh
mahasiswa-mahasiswa dan penulis buku sebelumnya yang berkaitan erat dengan
judul skripsi yang akan diteliti oleh penulis. Akan tetapi, setelah penulis membaca
beberapa skripsi tersebut ada perbedaan pembahasan yang cukup signifikan,
sehingga dalam penulisan skripsi ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan
plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan penulis kemukakan skripsi yang pernah
ditulis oleh mereka, diantaranya sebagai berikut :
1. Febri Diana dengan judul “Peranan Komnas Perempuan Dalam Mewujudkan
Keadilan Gender Bagi Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga”.
Dalam penulisan skripsi ini Febri lebih memfokuskannya dan
(KDRT). Salah satu solusi yang dikemukakan oleh Febri adalah memberi
rujukan permasalahan-permasalahan KDRT ini ke LSM, kemudian juga
dikemukakan selain memberi rujukan tersebut Febri memberi solusi yaitu:
Pelatihan para hakim peradilan umum tentang KDRT, Workshop Family
Court (Pengadilan Agama) terhadap kasus-kasus KDRT, dan yang terakhir
Pelatihan untuk instruktur pelatihan hakim peradilan agama tentang KDRT.
2. Cecep Mifta’ih Zainuddin dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Gender Mainstreaming Dalam Kompilasi Hukum Islam”.
Skripsi ini membahas tentang bagaimana hukum Islam meninjau
mainstreaming Kompilasi Hukum Islam terhadap gender. Cecep menyatakan bahwa perempuan itu harus menyadari bahwa dirimya punya kesetaraan
(bukan keseragaman). Terkait dengan undang-undang yang berhubungan asas
negara ini Cecep membahas juga tentang adanya instruksi Presiden RI no. 9
tahun 2000 tentang pengarustamaan gender dalam pembangunan nasional. Perempuan dalam KHI menurut Cecep merupakan kebijakan interpretasi yang
ditetapkan menjadi keputusan kolektif. Sedangkan analisis pasal 25
merupakan penafsiran dari berbagai refrensi sehingga pasal tersebut terkesan
bias.
3. Dr. Muhammad Baltaji dengan judul “Kedudukan Wanita Dalam Al-Qur’an
As-Sunnah”.
Dalam buku ini Baltaji mencoba memaparkan
pertama memaparkan persamaan antara lelaki dan perempuan kemudian,
dituliskan juga bagaimana atau apa saja perbedaan antara lelaki dan
perempuan, semua yang menjadi pembahasan Baltaji merujuk jelas kepada
text Al-Qur’an dan As-Sunnah, tapi selain itu didalam buku ini pembahasan
kelima mengenai karir, jabatan, dan parlemen baltaji tidak menemukan secara
jelas ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menyinggung mengenai
permasalahan tersebut, namun Baltaji merujuk kepada pendapat para ulama.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok
penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata
urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai
berikut: Bab Pertama, pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka
teoritis, kerangka konsepsional, metode penelitian, review studi terdahulu, dan
sistematika penulisan.
Bab Kedua adalah Pengertian Gender, Ketentuan umum tentang kesetaraan gender menrurt hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan,
macam-macam permasalahan seputar gender serta solusi permasalahannya.
Bab Ketiga adalah ketentuan Umum Tentang Partai Persatuan
Pembangunan, mulai dari sejarah, asas-asas, serta visi dan misi Partai Persatuan
Bab Keempat adalah Pandangan Partai Persatuan Pembangunan mengenai
kesetaraan gender, Peran Partai Persatuan Pembangunan dalam rangka mengatasi
permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kesetaraan gender terutama posisi perempuan didalam keluarga dan pemimpin perempuan, Strategi Partai
Persatuan Pembangunan serta peran Partai Persatuan Pembangunan dalam
legislative tentang kesetaraan gender.
Bab Kelima merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam
17
A. Pengertian dan Sejarah Kesetaraan Gender
Gender dalam bahasa Indonesia mengandung arti yaitu jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Gender bagi banyak kalangan mengandung pengertian yang menggambarkan bagaimana nuansa semangat pemberontakan kaum perempuan
terhadap stigma yang terbentuk di kalangan masyarakat, khususnya kaum
laki-laki. Doktrin gender dipandang sebagai gagsan yang diadopsi dari nilai-nilai Barat yang tidak bermoral dan religius. Gagasan pemikiran gender bukan produk dari tradisi berpikir Islam.
Sedangkan kesetaraan gender (gender quality) mengandung pengertian kesamaan satu bentuk penilaian atau penghargaan yang sama oleh masyarakat dan
negara terhadap persamaan dan perbedaan perempuan dan laki-laki serta berbagai
peran yang mereka jalankan.1
Isu gender tidak bisa dipisahkan dengan variabel jenis kelamin bahkan
secara sosilogis gender berasal dari perbedaan jenis kelamin. Identitas jenis
kelamin ini merupakan konsep biologis yang sebagai identitas permanen yang
membedakan pria (jantan) dan perempuan (betina). Ini timbul secara alamiah,
1
Noryamin Aini, Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Perspektif Agama Islam,
dan merupakan tanda pembeda. Akibatnya, jenis kelamin biologis bersifat tetap,
permanen, dan universal.
Meskipun kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan ejaan “jender”. Jender
diartikannya sebagai “interpretasi mental” dan kultural terhadap perbedaan
kelamin yakni laki-laki dan wanita. Jender biasanya dipergunakan untuk
menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan
perempuan.2
Dalam studi gender dikenal beberapa teori yang cukup berpengaruh dalam menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender laki-laki dan wanita, antara lain sebagai berikut.
1. Teori Psikoanalisa/Identifikasi
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939).
Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan wanita
sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Freud menjelaskan
kepribadian seseorang tersusun di atas struktur, yaitu id, ego, dan superego. Tingkah laku seseorang menurut Freud ditentukan oleh interaksi ketiga struktur
itu.3
2
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender,Jakarta, Paramadina, 2001, h.35
3
Pertama, id sebagai pembawaan sifat-sifat fisik-biologis seseorang sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan insting yang cenderung selalu agresif. Id bekerja di luar sistem rasional dan senantiasa memberikan dorongan untuk mencari
kesenangan dan kepuasan biologis. Kedua, ego bekerja dalam lingkup rasional yang berupaya menjinakkan keinginan dari agresif dari id. Ego berupaya membantu mengatur hubungan antara keinginan subjektif individual dan
memelihara agar bertahan hidup dalam dunia realitas. Ketiga, superego berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian, berupaya mewujudkan kesempurnaan
hidup. Lebih dari sekedar mencari kesenangan dan kepuasan hidup.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa pada dasarnya tetap ada perbedaan
antara laki-laki dan wanita. Perbedaan disini lebih ditekankan kepada perbedaan
jenis alat kelamin antara laki-laki dan wanita. Pada diri laki-laki memiliki
kebanggaan karena tidak semua memiliki penis, termasuk ibunya. Sebaliknya,
anak perempuan ketika melihat dirinya tidak memiliki penis seperti anak laki-laki,
tidak dapat menolak kenyataan dan merasa sudah “terkebiri”. Ia mengalami
perkembangan rasa “rendah diri”. Ia secara tidak sadar menjadikan ayahnya
sebagai objek cinta dan menjadikan ibunya sebagi objek iri hati.
Teori ini mendapat protes keras dari kalangan feminis, namum demikian
harusnya ini menjadi acuan bahwasannya dengan perbedaan alat kelamin ini tidak
mempengaruhi posisi dan martabat wanita.
Di dalam teori ini Freud tidak bermaksud menyudutkan wanita. Sikap
bijaksana, karena tidak serta merta menolak toeri Freud tetapi berupaya
menyempurnakan metode analisa yang digunakan Freud dalam menarik sebuah
kesimpulan.4
2. Teori Fungsionalis Struktural
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas
berbagai bagian yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur
mendasar yang berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi
setiap unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut di dalam
masyarakat.
Dalam hal peran gender, pengikut teori ini menunjuk masyarakat pra-industri sebagai contoh, betapa masyarakat tersebut terintegrasi di dalam suatu
sistem sosial. Laki-laki berperan sebagai pemburu dan wanita sebagai peramu.
Sebagai pemburu, laki-laki lebih banyak berada di luar rumah dan bertanggung
jawab untuk membawa makanan kepada keluarga. Peran wanita lebih terbatas di
sekitar rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung, memelihara, dan
menyusui anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi dengan baik dan
berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil. Dalam masyarakat
seperti ini stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh jenis kelamin.
Salah satu kritik yang dapat dilontarkan kepada teori ini ialah bahwa teori
itu terlalu terikat pada kenyataan masyarakat pra-industri. Padahal, struktur dan
4
fungsi di dalam mayarakat kontemporer sudah banyak berubah. Keluarga dan unit
rumah tangga telah mengalami banyak perubahan dan penyesuaian. Kalau dahulu
sistem masyarakat lebih bersifat kolektif, keluarga pun masih bersifat keluarga
besar. Tugas dan tanggung jawab keluarga dipikul secara bersama-sama oleh
keluarga besar tersebut. Masalah anak tidak hanya diurus oleh ibunya, tetapi oleh
semua anggota keluarga yang ramai-ramai tinggal di dalam sebuah rumah.
Di masa-masa yang akan datang teori ini bisa mengalami tantangan besar.
Pembagian fungsi dan peran antara suami dan isteri dianggap sulit dipertahankan
dalam konteks masyarakat modern. Dalam era globalisasi yang penuh dengan
berbagai persaingan, peran seseorang tidak lagi banyak mengacu pada
norma-norma kebiasaan yang lebih banyak mempertimbangkan faktor jenis kelamin,
akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan keterampilan. Laki-laki dan
perempuan sama-sama berpeluang untuk memperoleh kesempatan dalam
persaingan.
Ada beberapa unsur pokok dalam teori fungsionalis struktural yang
sekaligus menjadi kekuatan teori ini, yaitu:
a. Kekuasaan dan Status
Wanita dinilai berpenampilan dan berperilaku lemah lembut, sementara
laki-laki berpenampilan dan berperilaku tegar dan jantan, dan karenanya memiliki
kekuasaan dan status lebih besar.
Pola kekuasan dan status ini berpengaruh secara universal di dalam
dan tidak heran kalau di dalam masyarakat muncul ideologi gender yang berupaya meninjau secara mendasar berbagai kebijakan dan peraturan yang
dinilai tidak berwawasan gender.
b. Komunikasi Non-Variabel
Kemampuan yang dianggap kurang dari wanita dan kemampuan yang
dianggap berlebih yang dimiliki laki-laki dalam komunikasi antara laki-laki dan
wanita di dalam masyarakat. Laki-laki lebih dimungkinkan untuk menegur sapa
kepada wanita daripada wanita. Karena wanita dinilai memiliki kekuasaan yang
tidak memadai maka masyarakat (laki-laki) cenderung memandang “rendah”
wanita. Situasi ini seperti ini sangat berpengaruh di dalam relasi gender, karena dengan demikian secara tidak langsung laki-laki mendapatkan tingkatan yang
lebih tinggi daripada wanita.
c. Wanita di dalam Berbagai Organisasi
Ketimpangan peran gender di dalam berbagai organisasi disebabkan karena wanita mempunyai berbagai keterbatasan, bukan saja karena sesara alami
laki-laki, menurut teori fungsional struktural, dipersepsikan kaum yang lebih
unggul, atau berbagai stereotipe gender lainnya, tetapi juga karena wanita ditemukan kurang terampil daripada laki-laki. Dalam kendali organisasi, posisi
wanita lebih mengkhawatirkan daripada laki-laki, sehingga dalam pola relasi
gender masih sering kali terjadi ketimpangan.
Wanita adalah makhluk yang rawan diperkosa (rape-prone) sementara laki-laki tidak rawan untuk diperkosa (rape-free). Berbagai kejahatan seksual dapat dilakukan laki-laki, tapi tidak sebaliknya.
Dalam sudut pandang ini, laki-laki mendapat keuntungan dalam pola
relasi gender, walaupun keadaannya sangat tergantung pada setiap kondisi masyarakat. Bagi masyarakat yang mempertahankan norma-norma agama,
pengaruh dan intensitas unsur ini tidak terlalu dominan. Akan tetapi bagi
masyarakat yang cenderung bebas, nilai ini akan besar pengaruhnya.
e. Pembagian Kerja
Dalam masyarakat tradisional dikenal pembagian kerja secara seksual,
laki-laki sebagai pemburu dan wanita sebagai pengasuh. Di dalam masyarakat
modern pun tidak jauh berbeda, kalau wanita menjadi sekretaris laki-laki menjadi
pemimpin. Laki-laki lebih banyak terlibat dalam urusan produksi, sementara
wanita dipolakan untuk lebih banyak terlibat dalam urusan reproduksi.
Teori ini sempat populer pada era tahun 1950-an, ketika bangsa-bangsa
mengalami depresi dan kejenuhan karena Perang Dunia I dan Perang Dunia ke II.
Masyarakat berupaya memulihkan kestabilan tidak dengan jalan perang, tapi
kembali memfungsikan kembali unsur-unsur penting dalam sistem
kemasyarakatan.
Teori ini secara ideologis telah digunakan untuk memberikan pengakuan
terhadap kelanggengan dominasi laki-laki seolah-olah teori ini dianggap
Meskipun telah dijelaskan kelemahan-kelemahan pendapat ini, pada
kenyataannya masih sulit dihapuskan di dalam kehidupan bermasyarakat, bukan
saja dalam masyarakat tradisional tetapi juga dalam masyarakat modern.
Pembagian fungsi yang mengacu kepada perbedaan anatomi biologis masih sulit
ditinggalkan. Dalam kenyataannya masyarakat industri dan masyarakat liberal
cenderung tetap mempertahankan pendapat ini karena sesuai dengan
prinsip-prinsip ekonomi industri yang menekankan aspek produktivitas. Tentu saja
pendapat ini menimbulkan kritik yang keras dari kalangan feminis karena teori ini
secara prinsip kemanusiaan sudah tidak sesuai.
3. Teori Konflik
Dalam soal gender, teori konflik terkadang diidentikkan dengan teori Marx karena begitu kuat pengaruh Karl Marx di dalamnya. Teori ini berangkat
dari asumsi bahwa dalam susunan suatu masyarakat terdapat beberapa kelas yang
saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa yang memiliki dan
menguasai sumber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang memiliki
peluang untuk memainkan peran utama.5
Menurut Marxisme, dalam kapitalisme, penindasan wanita diperlukan
karena menguntungkan. Pertama, eksploitasi wanita di dalam rumahtangga akan membuat buruh laki-laki di pabrik lebih produktif. Kedua, wanita juga berperan dalam reproduksi buruh murah, sehingga memungkinkan harga tenaga kerja lebih
5
murah. Murahnya tenaga kerja menguntungkan kapitalisme. Ketiga, masuknya buruh wanita sebagai buruh dengan upah rendah menciptakan apa yang disebut
dengan ‘buruh cadangan’. Melimpahnya buruh cadangan memperkuat posisi
tawar-menawar para pemilik modal (kapitalis) dan mengancam solidaritas kaum
buruh.
Teori konflik mendapat kritik dari sejumlah ahli, karena terlalu
menekankan faktor ekonomi sebagai basis ketidakadilan yang selanjutnya
melahirkan konflik. Dahrendorf dan Randall Collins, yang dikenal pendukung
teori konflik modern, tidak sepenuhnya sependapat dengan Marx dan Engels.
Menurut mereka, konflik tidak hanya terjadi karena perjuangan kelas dan
ketegangan antara pemilik dan pekerja, tetapi juga disebabkan oleh beberap faktor
lain, termasuk ketegangan antara orang tua dan anak, suami dan istri, senior dan
yunior, laki-laki dan wanita, dan lain sebagainya.6
Feminisme merupakan sebutan yang digunakan untuk mendefinisikan
gerakan-gerakan pembebasan perempuan. Gerakan ini bertujuan untuk
membebaskan perempuan dari kekerasan, ekonomi, politik, dan sosial yang
bersandar pada pengalaman sejarah manusia yang telah lalu akan perbudakan
pada peradaban-peradaban klasik.
Dalam dua dekade terakhir kelompok feminis memunculkan beberapa
teori yang secara khusus menyoroti kedudukan wanita dalam kehidupan
6
masyarakat. Feminisme berupaya menggugat kemapanan patriarki, dan berbagai
bentuk stereotip jender lainnya yang berkembang luas di dalam masyarakat.7
Terdapat banyak variasi teori dan gerakan dalam feminisme yang
menampilkan keberagaman ide, nilai, dan perspektif. Secara umum gerakan
feminisme dipandang sebagai sebuah gerakan pembebasan dan perlindungan
hak-hak wanita dalam masyarakat. Gerakan seperti ini telah mengalami diversitifikasi
berkaitan dengan perbedaan-perbedaan konteks budaya dan ideologi. Itulah
mengapa feminisme Islam, Feminisme Sosial, dan feminisme Barat beitu berarti
sekarang.8
Para peneliti feminisme Barat secara umum mempunyai keyakinan bahwa
sekali pria mendominasi sebuah masyarakat dalam bidang-bidang tertentu, wanita
akan menjadi kelompok yang tertindas dan pasif.9
Periode ini terjadi ketika pria dari kelas tertentu memerintah secara
eksklusif dan dan kepemilikan dalam semua aspek kehidupan sosial-ekonomi.
Wanita dipandang sebagai kelas rendahan dan tercabut dari segala jenis hak,
mulai dari mengekspresikan pendapatnya hingga seluruh bentuk partisipasi sosial.
Sekarang, feminisme mengejar emansipasi wanita dari segala jenis pengekangan,
atau apa pun yang membuat wanita terisolasi dari supremasi pria, diantaranya
7
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender , h.64
8
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama, Jakarta, Al-Huda,2005,h.26
9
kesetaraan dalam pekerjaan, status sosial dan politik, kesamaan pria dan wanita
dalam hak-hak sosial dan hak-hak mereka dalam kaitannya dengan anak-anak.
Feminisme adalah sebuah ideologi yang murni sekular. Secara
fundamental, feminisme tak hanya tidak mempunyai konsep tentang
prinsip-prinsip Ilahi tetapi juga bertentangan dengannya. Dalam kasus ini, agama malah
sering kali dipandang sebagai sumber utama keridaksetaraan antara pria dan
wanita.10
Berdasarkan prinsip bahwa mayoritas feminisme memiliki kesamaan
pandangan mengenai kesetaraan gender dalam terminologi-terminologi kemampuan serta hak sosial dan individu, para pemikir feminisme berpandangan
bahwa sebagaian besar sistem keyakinan agama yang terorganisasi, yang
mendominasi dunia sejarah dan modern, secara mengakar sangatlah eksis.
Terdapat tiga teori feminisme utama mengenai agama, yang radikal, liberal, dan
reformis-analistik terhadap praktik yang ada dan terhadap penciptaan utopis
sebuah praktik budaya tanding baru (new counter culture).
Teori ras feminisme dalam kaitannya dengan agama menunjukkna teori
Marxis dan Sosial. Mereka percaya, secara prinsipil, bahwa agama merupkan
candu masyarakat dan memandangnya sebagai sumber utama ketidaksetaraan pria
dan wanita. Para pemikir liberal juga memiliki ide yang sama bahwa agama,
khususnya Kristen, merupakan sumber utama penampakan bias persoalan gender.
10
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama
Elizabeth Cady Stanton dalam bukunya, The Woman’s Bible, menyatakan bahwa kontribusi utama dan pertama feminsme adalah melakukan perubahan dalam
agama Kristen. Stanton percaya bahwa bahasa dan interpretasi kalimat-kalimat
yang berkaitan dengan wanita dalam Injil merupakan sumber utama pemberian
ststus inferior pada kaum wanita. Sperti dinyatakan Mary Daly (1975,1978) dan
Susan Griffin (1981) berpendapat bahwa sebuah tema fundamentalis tradisi
Kristen Barat adalah kebenciannya terhadap nafsu, yang didasarkan pada suatu
ide bahwa tubuh wanita menarik kembali kaum pria pada sifat kebinatangannya.11
Dengan demikian, mereka melihat adanya sebuah kebutuhan untuk
menulis ulang doktrin agama yang berdasarkan pada prinsip-prinsip feminisme.
Memang tidak semua kalangan feminisme berpikir sama.
Secara umum dapat dikategorikan kepada tiga kelompok bagaimana
pandangan feminis terhadap perbedaan peran jender laki-laki dan perempuan.
1. Feminisme Liberal
Tokoh aliran ini antara lain Margaret Fuller (1810-1850), Harriet Martinea
(1802-1876), Anglina Grimke (1792-1873), dan Susan Anthony (1820-1906).12
Dasar pemikiran kelompok ini adalah semua manusia, laki-laki dan
perempuan, diciptakan seimbang dan serasi dan mestinya tidak terjadi penindasan
antara satu dengan lainnya. Feminisme liberal diinspirasi oleh prinsip-prinsip
11
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama
,h.27
12
pencerahan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai
kekhususan-kekhususan. Secara ontologi keduanya sama, hak-hak laki-laki dengan sendirinya
juga menjadi hak perempuan.13
Tetapi walaupun dikatakan feminisme liberal, kelompok ini masih tetap
memandang perlu adanya pembedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan. Biar bagaimanapun juga, fungsi organ reproduksi bagi perempuan
membawa konsekuensi logis dalam jehidupan bermasyarakat. Tetapi tetap
kelompok ini berpendapat organ reproduksi bukan merupakan penghalang
terhadap peran-peran di ranah publik.
2. Feminsme Marxis-Sosialis
Aliran ini mulai berkembang di Jerman dan Rusia dengan menampilkan
beberapa tokohnya, seperti Clara Zetkin (1857-1933) dan Rosa Luxemburg
(1871-1919).14
Dengan mencoba melontarkan isu bahwa ketimpangan peran antara kedua
jenis kelamin itu sesungguhnya lebih disebabkan oleh faktor budaya alam, aliran
ini berupaya menghilangkan struktur kelas dalam mayarakat berdasarkan jenis
kelamin. Aliran ini menolak anggapan tradisional dan para teolog bahwa status
wanita lebih rendah daripada laki-laki karena faktor biologis dan latar belakang
sejarah.
13
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.64
14
Feminisme sosialis berpendapat bahwa ketimpangan jender di dalam
masyarakat adalah akibat penerapan sistem kapitalis yang mendukung terjadinya
tenaga kerja tanpa upah bagi perempuan di dalam lingkungan rumah tangga.15
Perempuan senantiasa mencemaskan keamanan ekonominya, karenanya mereka
memberikan dukungan kekuasaan kepada suaminya.
3. Feminsme Radikal
Aliran ini muncul di permulaan abad ke-19 dengan mengangkat isu besar,
menggugat semua lembaga yang dianggap merugikan wanita seperti lembaga
patriarki yang dinilai merugikan perempuan, karena term ini jelas-jelas
menguntungkan laki-laki.16 Pandangan feminisme radikal ini terkesan lebih
ekstrem, dikarenakan tidak hanya menuntut persamaan hak dengna laki-laki tetapi
juga persamaan “seks”, artinya wanita dapat memperoleh kepuasaan seksual
dengan sesama wanita (lesbian).
Menurut kelompok ini, wanita tidak harus tergantung pada laki-laki,
bukan saja dalam hal pemenuhan kebutuhan seksual. Wanita dapat merasakan
kehangatan, kemesraaan, dan kepuasaan seksual kepada sesama wanita.
Kepuasaan seksual dari laki-laki adalah masalah psikologis. Melalui berbagai
latihan dan pembiasan kepuasaan itu dapat terpenuhi dari sesama wanita.
15
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.66
16
Aliran ini juga mengupayakan pembenaran rasional gerakannya dengan
mengungkapkan fakta bahwa laki-laki adalah masalah bagi perempuan. Laki-laki
selalu mengeksploitasi fungsi reproduksi perempuan dengan berbagai dalih.
Ketertindasan perempuan berlangsung cukup lama dan dinilainya sebagai bentuk
penindasan karena ras, perbudakan, dan warna kulit dapat segera dihentikan
dengan resolusi atau peraturan, tetapi pemerasan secara seksual teramat sulit
dihentikan, dan untuk itu diperlukan gerakan yang lebih mendasar.17
Aliran ini mendapat tantangan luas, bukan saja dari kalangan sosiolog
tetapi juga di kalangan femins sendiri. Tokoh feminis liberal yang banyak berfikir
realistis tidak setuju sepenuhnya dengan pendapat ini. Persamaan secara total
pada akhirnya akan merepotkan dan merugikan wanita itu sendiri.
Seperti inti dari semua teori feminsme tersebut di atas ialah berupaya
memperjuangkan kemerdekaan dan persamaan sehingga tidak lagi terjadi
ketimpangan jender di dalam masyarakat.
Proses feminisme di Barat telah menginspirasi wanita muslim. (lihat,
Mernissi [1993], Nasir [1994], Basit [1997], Moghissi [1999], dan Smith
[2001]).18
Kalangan awal feminisme Arab awal, seperti Nazira Zayn ad Din, asal
Libanon, mengintegrasikan ide-ide feminisme ke dalam sebuah kerangka
17
Nasaruddin Umar, Argumen Keseteraan Jender, , h.67
18
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama
referansi Islam. Nazira Zayn ad Din menandai awal sebuah debat mengenai
hijab, yang di dalamnya dikatakan bahwa hijab merupakan simbol inferioritas
Islam. Hijab hanya salah satu contoh. Prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam yang
lain mungkin juga menyatakan semacam perbedaan gender, dan dipandang sebagai inferior bagi perempuan muslim.
Kemunculan gerakan-gerakan feminisme pada dasarnya merupakan
gerakan umum ke arah sekulerisme, sebuah perhatian baru dengan reformasi
sosial dan modernitas, dan kebangkitan kelas menengah lokal terpelajar. Perhatian
utama mereka pada hak-hak kaum wanita meliputi isu-isu pendidikan, privasi,
hijab, dan poligami, yang berkesesuaian dengna agenda yang lebih luas mengenai
kemajuan dan harmonisasi antara Islam dan modernitas.19
Selanjutnya, dalam gerakan feminisme Muslim ada yang disebut dengan
feminisme Reaksioner atau Defensif.20 Bentuk feminsme ini merupakan sebuah
gerakan yang menekankan ide bahwa wanita Muslim telah memperoleh posisi
yang setara dan terhormat (berdasarkan tradisi Islam) tanpa adanya kebutuhan
bagi reformasi lebih lanjut. Dari perspketif mereka, Barat yang berorientasi pada
wanita Muslim telah menggarisbawahi status wanita dalam masyarakat Muslim.
Namun demikian, para Islamis, baik pria maupun wanita, juga telah ikut terlibat
19
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama
,h.34
20
Ali Hosein Hakeem,et.al, Membela Permpuan Menakar Feminisme dengan Nalar Agama
dalam debat tersebut, seraya menekankan potensi pembebasan yang dimiliki
Islam terhadap kaum wanita.
B. Kesetaraan Gender Dalam Islam
Islam menghormati wanita dengan penghormatan yang sangat luhur,
mengangkatnya dari keburukan dan kehinaan serta dari penguburan hidup-hidup
yang pernah dilakukan pada jaman jahiliyah dulu ke kedudukan yang terhormat
dan mulia, sebab perempuan itu selaku ibu. Dikatakan juga bahwa surga terletak
dibawah telapak kaki ibu. Nabi Muhammad Saw pernah mengungkapkan
bahwasannya hormatilah ibu, ibu, ibu, baru kemudian ayahmu.
Penghormatan Islam terhadap istri pun begitu besar, bahwa Rasulullah
Saw sangat mencintai Siti Khadijah r.a, memuji dan menghormatinya. Rasul
pernah bersabda: ‘Khadijah itu adalah seorang wanita yang utama, bijaksana, dan
darinya aku dikaruniai anak’(HR Bukhari dan Mulsim).21
Selain itu Islam juga menganjurkan agar laki-laki bisa menjaga
perempuan, menjaga kehormatannya, martabat serta menghargai hak-hak dari
perempuan. Tidak dibenarkan untuk para laki-laki menjatuhkan martabat
perempuan.
perempuan tidak seperti yang digambarkan oleh para penyebar keburukan
dan kehinaan, yang menggambarkan wanita sebagai musuh laki-laki. Seolah-olah
21
ada peperangan antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan berontak
demi kebebasannya dan demi hak-haknya. Dalam konsep Islam, tidak ada
permusuhan antara laki-laki dan perempuan, tidak ada peperangan antara
keduanya, tapi perempuan adalah yang harus dikasihi.
Perempuan mempunyai kedudukan yang mulia dan tinggi, perempuan
selaku isteri, Allah SWT menjadikannya sebagai salah satu tanda ciptaannya,
dimana pada wanita Allah SWT menciptakan rasa tentram, kasih dan sayang.
Ada beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai standar dalam
menganalisa prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam Islam. Variabel-variabel tersebur antara lain sebagai berikut:
1. Laki-laki dan Wanita Sama-sama sebagai Hamba
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada
Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Zariyat/51:56:
$tBur M
ł
)n=yz£
‘
¯
gł
:$#}
§ RM} $#ur w
˛
)¨
b r 7Łu
ˇ
9 ˙ ˛ˇ¨Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara
laki-laki dan wanita. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk
menjadi hamba yang ideal.22 Hamba ideal dalam Al-Qur’an biasa diistilahkan
22
dengan orang-orang yang bertaqwa (muttaqun), dan untuk mencapai derajat
muttaqun ini dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa atau kelompok etnis tertentu.
Dalam kapasitas sebagai hamba, laki-laki dan perempuan masing-masing
akan mendaptkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan kadar pengabdiannya.
2. Laki-laki dan Wanita sebagai Khalifah di Bumi
Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah, di
samping untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada
Allah SWT, juga untuk menjadi khalifah di bumi. Wanita diperbolehkan ikut
serta membangun masyarakat sebagai khalifah dan hamba Allah SWT di
permukaan bumi ini.23
Kapasitas manusia sebagai khalifah di bumi ditegaskan dalam QS.
al-baqarah 2:30
ł ˛
)urt
A$s% /u
ˇ
ps3
˝
·fl»n=yJø
=ˇ
9˛o
T
˛
) @ˇ
ª %y‘˛
ß
˙
F{ $#Z
px
˛
=yz(
(
#q9$s%
ª
@yŁ
ł
grBr& $pkˇ
ø‘ tB
¯
¡
ł ª
$pk
ˇ
ø 7ˇ
¡ our u !$tBˇe
$!
$#‘
ł
twUur x˛m
7|¡ Rx
8
ˇ
Jpt¿
2 ¤ˇd
s) Rury
7 s9
(
t
A$s%
˛o
T
˛
)ª
Nn=ª r& $tB w
t
b qJn=Łs? ˙ ¨
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat:”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
23
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa berbakti dengan memujiMu dan memuliakanMu. Allah berkata : Aku tahu apa yang kamu tiada mengetahui
Kata khalifah dalam ayat di atas tidak menunjuk kepada salah satu jenis
kelamin atau kelompok etnis tertentu. Laki-laki dan perempuan mempunyai
fungsi yang sama sebagai khalifah, yang akan mempertanggung jawabkan
tugas-tugas kekhalifahannya di bumi, sebagaimana halnya mereka harus bertanggung
jawab sebagai hamba Tuhan.
3. Laki-laki dan Wanita Menerima Perjanjian Primordial
Laki-laki dan wanita sama-sama mengemban amanah dan menerima
perjanjian primordial dengan Tuhan.24
Al-Qur’an menegaskan bahwa Allah SWT memuliakan seluruh anak cucu
Adam. Di dalam Al-Qur’an tidak pernah ditemukan satu ayat pun yang
menunjukkan keutamaan seseorang karena faktor jenis kelamin atau karena
ketrurunan satu bangsa tertentu. Kemandirian dan otonomi perempuan dalam
tradisi Islam sejak awal terlihat begitu kuat. Perjanjian, bai’at, sumpah, dan nazar
yang dilakukan oleh perempuan mengikat dengan sendirinya sebagaimana halnya
laki-laki.
Di dalam tradisi Islam, wanita mukallaf dapat melakukan berbagai perjanjian, sumpah, dan nazar, baik kepada sesama manusia maupun kepada
24
Tuhan. Tidak ada suatu kekuatan yang dapat menggugurkan janji, sumpah, atau
nazar.
Bahkan dalam urusan-urusan keduniaan pun wanita memperoleh hak-hak
sebagimana halnya yang diperoleh laki-laki. Dalam suatu ketika Nabi Muhammad
Saw didatangani oleh sekelompok wanita untuk menyatakan dukungan politik
(bai’ah), maka peristiwa langka ini menyebabkan turunnya QS. al-Mumtahanah/60:12:
$pkr’fl»t <
¤
Z9$# #s˛
)x
8u !%y‘ M»oY
ˇ
BsJł
9$#y
7 uZŁ
˛
$t7ª
# n?tªbr& w ˘
ł
.˛
‡«
! $$
˛
/$
\
«ł
x' wurz
‘
ł
%˛
£ t wurt
ß
ˇ
Rt wurz
‘
ø
=Fł
)t£
‘
Ł
dy »s9rr& wurt
ß
ˇ
?ø
’t9
‘ »tFg6
˛
/ …muZ˛
tIł
tt
ß t/
£
‘
˝
kˇ
r&˘
˛
g˛
=ª
_ r&ur wuro
Y
¯
` Łt˛
ß
7
$ r ŒtB
£
‘ gŁ
˛
$t6søˇ ł
tG $#ur£
‘ lm;
'
! $#
(
¤
b
˛
)'
! $#
q x
L
ˇ
m§
˙ ˚¸¨
Artinya: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesiati pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.25
4. Adam dan Hawa, Terlibat secara Aktif dalam Drama Kosmis
25
Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang
keadaan Adam dan pasangannya di surga sampai keluar ke bumi, selalu
menekankan kedua belah pihak secara aktif dengan menggunakan kata ganti
untuk dua orang (huma), yakni kata ganti untuk Adam dan Hawa.26 Seperti dapat dilihat dalam beberap kasus berikut ini:
a. Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitas surga.
b. Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari syaitan.
c. Sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat
jatuh ke bumi.
d. Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan.
e. Setelah di bumi, keduanya mengembangkan keturunan dan saling
melengkapi dan saling membutuhkan.
5. Laki-laki dan Wanita Berpotensi Meraih Prestasi
Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara
laki-laki dan wanita. Laki-laki dan wanita memperoleh kesempatan yang sama
dalam meraih prestasi yang optimal. Namun dalam kenyataan masyarakat, konsep
ideal ini membutuhkan tahapan-tahapan dan sosialisasi, karena masih terdapat
sejumlah kendala, terutama kendala budaya yang sulit diselesaikan.
Salah satu obsesi Al-Qur’an ialah terwujudnya keadilan di dalam
masyarakat. Keadilan dalam Al-Qur’an mencakup segala segi kehidupan umat
26
manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Karena itu
Al-Qur’an tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan kelompok
etnis, warna kulit, suku bangsa, dan kepercayaan, maupun yang berdasarkan jenis
kelamin. Jika terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat
menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan, maka hasil pemahaman
dan penafsiran tersebut terbuka untuk diperdebatkan.
Berikut akan dijelaskan beberapa keterlibatan wanita muslimah dalam
berbagai kegiatan sosial.
1. Mengkritik pemimpin
Wanita muslimah seperti halnya kaum laki-laki dihimbau untuk ikut
peduli terhadap masalah-masalah politik yang berkembang dalam masyarakat.
Juga dituntut untuk mengambil bagian. Dalam membangun masyarakatnya
melalui kegiatan amar ma’ruf dan nahi munkar serta memberikan nasihat atau
dengan mendukung usaha-usaha positif dan menentang hal-hal yang negatif.
Contoh yang paling tepat mengenai kepedulian wanita akan masalah
politik yang berkembang di tangah masyarakat adalah ucapan Ummu Salah
berikut ini: “Aku adalah salah seorang dari manusia,” yang dalam hal ini dia
menganggap pidato yang disampaikan seorang pemimpin di hadapan khlayak
ramai ditujukan kepada kum laki-laki dan wanita sekaligus, bukan untuk laki-laki
saja. Sungguh tepat sekali apa yang diucapkan oleh Fatimah binti Qais ini: “ Aku
pergi (ke masjid) bersama orang-orang yang pergi,” yang menunjukkan bahwa
Ummu Salamah dan hadist Fatimah binti Qais dalam pembahasan tentang bukti
keterlibatan wanita dalam kegiatan politik negara Islam).27
Dari Tamin ad-Dari dikatakan bahwa Nabi Saw bersabda: “Agama itu
nasihat.” Kami (para sahabat) bertanya: “Untuk siapa?” Beliau menjawab: “Untuk
Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin kaum muslimin,
dan untuk kaum muslimin secara umum.” (HR Muslim).28
Betapa tinggi nilai nasihat dalam agama Islam. Pada dasarnya, nasihat itu
meliputi dua sisi. Pertama, sisi kejiwaan dan perasaan yang meliputi keinginan
atas suatu kebaikan bagi kaum muslimin secara keseluruhan, baik bagi
masyarakat umum maupun kalangan tertentu. Kedua, sisi perilaku nyata melalui
pendapat dan kalimat haq, sekaligus perjuangan dan pengorbanan dalam
menyampaikan kebenaran tersebut.
Dalam hal ini berarti Islam tidak melarang laki-laki dan wanita untuk
senantiasa mengkritik dan memberi nasihat kepada pemimpinnya.
2. Menunaikan kesaksian
Aisyah berkata (mengenai berita bohong): “Setelah diceritakan kepada
beliau apa yang menimpa diriku...Rasulullah Saw datang ke rumahku. Beliau
menanyakanku kepada pembantuku. Pembantuku berkata: “Tidak, demi Allah,
aku tidak pernah mengetahui aib (cela) pada dirinya. Cuma saja di pernah tertidur
27
Abdul Halim Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 1997) h.528
28
sehingga kambing masuk, lalu memakan tepung atau adonan rotinya”. Sebagian
sahabat Rasulullah Saw membentaknya, lalu berkata: ‘Bicaralah yang benar
kepada Rasulullah Saw..’Kemudian mereka menerangkan secara gamblang
persoalan yang dibicarakan orang itu kepadanya. Pembantu itu ahkirnya
mengucapkan : ‘Subhanallah, demi Allah, aku tidak mengetahui persoalannya kecuali seperti pengetahuan tukang emas terhadap biji emas yang merah.” (HR
Bukhari dan Muslim).29
3. Kaum wanita berbai’at kepada Nabi Saw. Sebagai pemimpin umat Islam
Dari Ibnu Abbas r.a, dia berkata: “Aku ikut shalat hari raya Idul Fitri
bersama Rasulullah Saw, Abu Bakar dan Utsman. Semuanya melakukan shalat
sebelum khotbah. Setelah shalat barulah berkhotbah, kemudian Nabiyullah turun.
Seolah-olah aku melihat kepada beliau ketika beliau menyuruh jamaah laki-laki
duduk dengan tangannya. Kemudian beliau berjalan di sela-sela shaf laki-laki
hingga sampai ke tempat kaum wanita bersama Bilal. Di situ beliau membaca
ayat: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman
unutk mengadakan janji setia bahwa mereka tidak akan menyekutukan sesuatu
pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh
anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan
dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu...,” (sampai akhir ayat). Setelah
29
itu beliau bertanya: “Apakah kalian menyetujui hal seperti itu?” Hanya satu dari
mereka yang menjawab, sementara yang lainnya tidak. Yang menjawab itu
berkata: “Ya, wahai Rasulullah.” Al-Hasan tidak tahu siapa wanita itu. Ibnu
Abbas berkata: ”Lalu wanita-wanita itu bersedekah. Bilal menggelar pakaiannya
sehingga wanita-wanita itu menjatuhkan (meletakkan) cincin besar dan perhiasan
milik mereka di atas pakaian Bilal.” (HR Bukhari dan Muslim).30 Bai’at yang
dilakukan oleh kaum wanita terhadap Nabi Saw mempunyai beberapa arti:
1. Kemandirian pribadi seorang wanita. Jadi dia bukan sekedar pengekor kaum
laki-laki. Mereka melakukan bai’at sebagaimana halnya kaum laki-laki.31
2. Bai’at yang dilakukan kaum wanita merupakan janji setia serta terhadap Islam
dan taat kepada Rasulullah Saw yang dilakukan tidak berbeda dengan kaum
laki-laki. Terkadang kaum laki-laki berbai’at kepada Rasulullah Saw seperti
kaum wanita. Dari Ubadah bin Shamit dikatakan bahwa beliau pernah berkata
dan disekeliling beliau ada sejumlah sahabat: “Marilah kalian semua,
lakukanlah bai’at terhadapku bahwa kalian tidak akan mempersekutukan
Allah dengan sesuatu pun, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan
membunuh anak-anak kalian, tidak akan berbuat dusta yang kalian
ada-adakan di antara tangan dan kaki kalian, tidak akan mendurhakai dalam soal
30
Bukhari, Kitab: Tafsir, Bab:Surat al-Mumtahanah, ayat: “Apabila dating kepadamu perempuan yang beriman untuk berbai’at, jilid 10, hlm. 265. Muslim,Kitab: Shalat dua hari raya, jilid 3, hlm. 18
31
kebaikan...” Ubaidah bin Shamit berkata: “Aku berbai’at kepada beliau
berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut’’ (HR Bukhari)32. Selain itu, ada
pula bai’at yang khusus untuk kaum laki-laki, sperti bai’at yang berjihad dan
tegar menghadapi musuh, seperti bai’at Ridhwan pada hari Hudaibiah.33
4. Keterlibatan wanita dalam jihad membela Islam
Dari ar-Rubayyi binti Mu’awwidz, dia berkata: “Kami pernah bersama
Nabi Saw. (dalam peperangan). Kami bertugas memberi minum prajurit,
melayani mereka, mengobati orang terluka, serta mengantarkan orang-orang yang
terluka, serta mengantarkan orang-orang yang terluka dan terbunuh ke
Madinah.”(HR Bukhari)34. Dari Anas bin Malik r.a, dia berkata: “...Rasulullah
Saw berkata: ’S