• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PRINSIP DEMOKRASI DAN NOMOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IMPLEMENTASI PRINSIP DEMOKRASI DAN NOMOK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Mart ha Pigome

Fakult as Ilmu Sosial dan Ilmu Polit ik Universit as Sat ya Wiyat a Papua E-mail: pigomemart ha@yahoo. co. id

Abst r act

The pr i nci pl e of democr acy and nomocr acy as st at e i n t he Const it ut ion 1945 i s t he embodi ment of t he st at e t hat based on civi l sover ei gnt y and st at e char act er i st i cs t hat uphol d t he l aw. Impl ement ion of t hose t wo pr i nci pl es changes t he st r uct ur e of t he st at e t hat est abl i shed t he Const it ut ional Cour t . Thi s i nst it ut ion known as t he guar di an of democr acy of any pr ocess of pol i t i cal democat izat ion and l egal pol i cy. The consit ut ional Cour t pl ays an impor t ant r ole i n maint aini ng t he st at e const it ut i on (Const i t ut i on 1945). Const it ut ional Cour t have an aut hor i t y t o solve di sput e elect ions and gener al el ect ion. Thi s i nst i t ut ion al so have a r ol e t o j udi ci al r eview of any st at ut e t hat not synchr oni ze wi t h t he Const it ut ion 1945.

Keywor ds : Demor at i zat i on, Rul e of Law, Const it ut ion and Legal Pol i cy

Abst rak

Prinsip demokrasi dan nomokrasi sebagaimana t ert uang dalam UUD 1945 merupakan perwuj udan dari ciri negara yang berdasarkan at as kedaulat an rakyat dan ciri negara yang menj unj ung t inggi hukum at au berdasarkan at as hukum. Dalam implement asi kedua prinsip diat as mempengaruhi perubahan dalam st rukt ur ket at anegaraan dimana t erbent uknya lembaga Mahkamah Konst it usi (MK). Lembaga negara ini bert uj uan sebagai Pengawal Demokrasi dan Penegak Konst it usi dari set iap proses demokrat isasi dan Polit ik Hukum (Nasional). Mahkamah Konst it usi berperan pent ing dalam mempert ahankan konst it usi negara (UUD 1945). Mahkamah Konst it usi sebagai pengawal demokrasi berwenang menyelesaikan dan memut uskan sengket a Pemilu dan Pemilukada. Sebagai penegak konst it usi, lembaga ini berperan melakukan j udicial review t erhadap set iap produk undang-undang yang bert ent angan dengan UUD 1945.

Kat a Kunci : Demokrat isasi, Negara Hukum, Konst it usi dan Polit ik Hukum

Pendahuluan

Lahirnya Amandemen Undang-Undang Da-sar 1945 (UUD 1945) merupakan wuj ud dari Ref ormasi Polit ik dan Ref ormasi Konst it usi yang berj alan secara demokrat is. Era Ref ormasi dit andai dengan dilakukannya ref ormasi Polit ik dan Ref ormasi Konst it usi. Secara t eorit is, suat u konst it usi dapat diubah dalam rangka penyem-purnaan. Upaya penyempurnaan at as kekurang-an ykekurang-ang t erdapat dalam suat u konst it usi, dapat dilakukan melalui f ormal amandement , const i -t u-t ional conven-t ion at aupun yudi ci al i nt er pr e-t ae-t ion.

Ref ormasi konst it usi dilakukan karena t erdapat beberapa aspek kelemahan yang t er-dapat dalam UUD 1945 sehingga menyebabkan

t idak demokrat isnya negara Indonesia selama ini. Per t ama, UUD 1945 membangun sist em po-lit ik yang execut i ve heavy dengan memberi porsi yang sangat besar kepada kekuasaan Presiden t anpa adanya mekanisme checks and bal ance yang memadai; kedua, UUD 1945 t er-lalu banyak memberi at ribusi dan delegasi ke-wenangan kepada Presiden unt uk mengat ur lagi hal-hal pent ing dengan Undang-Undang maupun Perat uran Pemerint ah; ket i ga, UUD 1945 me-muat beberapa pasal ambi gu at au mult it af sir sehingga bisa dit af sirkan dengan bermacam-macam t af sir t et api t af sir yang harus dit erima adalah t af sir yang dibuat oleh Presiden; dan

(2)

sis-t emnya. Dalam mengasis-t asi kelemahan-kelemah-an UUD 1945 maka sej ak ref ormasi t elah dilaku-kan perubahan UUD 1945 sebanyak 4 (empat ) kali yait u perubahan pert ama dilakukan oleh Maj elis Permusyawarat an Rakyat (MPR) pada t anggal 9 Okt ober 1999, perubahan kedua di-lakukan oleh MPR pada t anggal 18 Agust us 2000, perubahan ket iga dilakukan oleh MPR pa-da t anggal 9 Nopember 2001, perubahan ke-empat dilakukan oleh MPR pada t anggal 10 Agust us 2002.

Demokrasi sebelum amandemen UUD 1945, dit andai dengan kedaulat an yang berada di t angan rakyat dan dij alankan oleh MPR t e-t api sebagaimana e-t erdapae-t dalam Pasal 1 ayae-t (2), kedaulat an t ert inggi berada di t angan rak-yat dan dij alankan berdasarkan UUD. Demikian halnya dengan nomokrasi, Pasal 1 ayat (3) ber-bunyi negara Indonesia adalah negara hukum. Sebelumnya, yang dikenal adalah negara ber-dasarkan at as hukum (Recht sst aat). Konsep ini merupakan penj abaran dari konsep Rul e of Law (ROL), dengan berpedoman pada sist em hukum

Er opa Cont i nent al .

Negara hukum yang demokrat is ant ara demokrasi dan nomokrasi, j ika dianut bersama-sama dalam sebuah negara akan melahirkan konsep negara hukum yang demokrat is. Dari sisi pemahaman kedaulat an rakyat , kekuasaan t er-t inggi dalam suaer-t u negara berada di er-t angan rakyat . Kekuasaan t ert inggi di t angan rakyat it u dibat asi oleh kesepakat an yang mereka t ent u-kan sendiri secara bersama-sama yang dit uang-kan dalam at uran hukum yang berpuncak pada rumusan konst it usi sebagai produk kesepakat an t ert inggi dari seluruh rakyat .

Proses inilah yang secara t eoret is disebut kont rak sosial ant ara seluruh rakyat . At uran hukum membat asi dan mengat ur bagaimana kedaulat an rakyat it u disalurkan, dij alankan, dan diselenggarakan dalam kegiat an kenegara-an dkenegara-an pemerint ahkenegara-an. Inilah ykenegara-ang kemudikenegara-an berkembang menj adi dokt rin negara hukum. Sebaliknya hukum harus mencerminkan kepen-t ingan dan perasaan keadilan rakyakepen-t . Oleh karena it u, hukum harus dibuat dengan meka-nisme demokrat is. Hukum t idak boleh dibuat

unt uk kepent ingan kelompok t ert ent u at au kepent ingan penguasa yang akan melahirkan negara hukum yang t ot alit er.

Hukum t ert inggi di sebuah negara adalah produk hukum yang paling mencerminkan ke-sepakat an dari seluruh rakyat , yait u konst it usi. Dengan demikian, at uran dasar penyelenggara-an negara ypenyelenggara-ang harus dilakspenyelenggara-anakpenyelenggara-an adalah konst it usi. Bahkan, semua at uran hukum lain yang dibuat melalui mekanisme demokrasi t i -dak boleh bert ent angan dengan konst it usi. Hal ini karena at uran hukum yang dibuat dengan mekanisme demokrasi t ersebut adalah produk ” mayorit as rakyat ” , sedangkan konst it usi ada-lah produk ” seluruh rakyat ” . Dengan demikian, dalam konsep negara hukum yang demokrat is t erkandung makna bahwa demokrasi diat ur dan dibat asi oleh at uran hukum, sedangkan subs-t ansi hukum isubs-t u sendiri disubs-t ensubs-t ukan dengan cara-cara yang demokrat is berdasarkan konst it usi. Demokrasi dan nomokrasi menyat ukan pende-kat an kuant it at if dalam mekanisme demokrasi dan pendekat an logika kebenaran dan keadilan hukum berdasarkan kehendak seluruh rakyat yang t ert uang dalam konst it usi.

Indonesia sebagai Negara Hukum yang De-mokrat is, menganut kedaulat an rakyat sekali-gus kedaulat an hukum. Sebagai negara hukum, segala t indakan penyelenggara negara dan war-ga newar-gara harus sesuai denwar-gan at uran hukum yang berlaku. Hukum dalam hal ini adalah hierarki t at anan norma yang berpuncak pada konst it usi, yait u UUD 1945. Dengan demikian, pelaksanaan demokrasi j uga harus berdasarkan pada at uran hukum yang berpuncak pada UUD 1945. Sebagai pelaksanaan dari konsepsi negara hukum yang demokrat is, dit erapkan prinsip saling mengimbangi dan mengawasi ant ara lembaga negara (check and bal ances syst em).

Berdasarkan uraian diat as, maka t ulisan ini dimaksudkan unt uk menj elaskan t ent ang prinsip demokrasi dan nomokrasi dalam Aman-demen UUD 1945 dan implement asi dari prinsip demokrasi dan nomokrasi dalam st rukt ur ke-t ake-t anegaraan pasca amandemen UUD 1945.

(3)

Konsep Demokrasi, Nomokrasi Dan Politik Hukum Nasional

Konsep ‘ nomocr acy’ yang berasal dari perkat aan ‘ nomos’ dan ‘cr at os’ . Perkat aan no-mokrasi dapat dibandingkan dengan ‘ demos’ dan ‘ cr at os’ /‘ kr at ien’ dalam demokrat is. ‘ Nom os’ berart i norma, sedangkan ‘cr at os’ adalah kekuasaan sebagai f akt or penent u dalam pe-nyelenggaraan kekuasaan adalah norma at au hukum. Oleh karena it u, ist ilah nomokrasi ber-kait an erat dengan ide kedaulat an hukum at au prinsip hukum sebagai kekuasaan t ert inggi.

Demokrasi t idak dapat dibicarakan secara t erpisah at au t anpa mengait kannya dengan konsep negara hukum, karena negara hukum merupakan salah sat u negara demokrat is, dan demokrat is merupakan salah sat u cara paling aman unt uk mempert ahankan kont rol at as ne-gara hukum (nene-gara hukum yang berdemokra-t is). Gagasan dari negara hukum adalah bahwa hukum negara harus dij alankan dengan baik dalam art i sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat t erhadap hukum) dan adil (karena maksud dasar dari hukum adalah keadilan).1 Secara subst ansial, makna demokrasi dari kaca mat a hukum ada dua yakni berkait -an deng-an norma berupa cara memperoleh kekuasaan dan bagaimana melaksanakan ke-kuasaan.2

Kedaulat an rakyat (demokrasi) sebagai-mana diat ur dalam pasal 1 Ayat (2) dan ke-daulat an hukum (nomokrasi) diat ur dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 merupakan dua hal yang mempunyai hubungan ket erkait an dan t idak bisa dipisahkan dalam negara demokrat is yang menj unj ung t inggi hukum dan keadilan sepert i Indonesia.

Sist em Demokrasi at au Demokratisasi

Set elah adanya perubahan sist em demo-krasi sebagaimana t erdapat dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945, dit andai dengan demokrasi

1

Arief Hi dayat , Ber negar a It u Ti dak Mudah (Dal am Per spekt i f Pol i t i k Dan Hukum), Pi dat o Pengukuhan

Guru Besar Dal am Il mu Hukum FH Undi p Semar ang, 4 Februari 2010, hl m. 30

2 Zul f ir man, “ Ont ol ogi Demokr asi” , Jur nal Hukum 14 (2) Juni 2006, FH Universit as Sul t an Agung (UNISULA) Semar ang, hl m. 137-138

cara langsung oleh rakyat , dari rakyat dan unt uk rakyat maka kepala negara yang sebelum Amandemen dipilih oleh MPR RI, t elah berubah dimana dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan presiden dan wakil presiden bahkan kepala daerah (pemilukada). Demokrat isasi bert uj uan unt uk mencipt akan keadilan dalam berpolit ik. Di samping it u demokrasi dapat mewuj udkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia baik dibidang polit ik, ekonomi dan lain-lain. Demokrasi dibidang ekonomi disebut demokrasi ekonomi.3 Demokrasi polit ik dan demokrasi ekonomi oleh Bung Karno di sebut sebagai Socio-Demokrasi.4

Sej ak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 t ent ang Penyelenggara Pemi-lihan Umum (pemilu), dan UU No. 10 Tahun 2008 t ent ang Pemilihan Umum Anggot a Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pemilihan kepala derah secara langsung (pemilukada) dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama "pemi-lihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah". Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pesert a pemilukada adalah pasangan calon yang diusul-kan oleh part ai polit ik at au gabungan part ai polit ik. Ket ent uan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyat akan bahwa pesert a pemilukada j uga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang di-dukung oleh sej umlah orang. Undang-undang ini menindaklanj ut i keput usan Mahkamah Konst i-t usi yang membai-t alkan beberapa pasal me-nyangkut pesert a Pemilukada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan beberapa perubahan pasal-pasal dalam UU ke dalam UU No. 12 Tahun 2008 t ent ang Pemerint ahan

3

Novit a Dewi Masyit hoh, “ Kebi j akan Pemerint ah Daerah Dal am Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Sebagai perwuj udan Ekonomi Ker akyat an (St udi Kel ompok Wanit a Tani Ngal iyan Kecamat an Limpung Kabupat en Bat ang)” , Jur nal Law Ref or m Pembahar uan Hukum, 3 (2) Okt ober 2007, Program Magi st er Il mu Hukum Semar ang, hl m. 41

4 Dj auhar i, “ Konsep Negara Kesej aht eraan Pra Kemer

(4)

rah. Khusus di Nanggroe Aceh Darussalam, pesert a Pilkada j uga dapat diusulkan oleh par-t ai polipar-t ik lokal. Dengan adanya perubahan sist em demokrasi dan nomokrasi sebagaimana t ercant um dalam UUD 1945, maka t elah membawa konsekuensi perubahan dalam sist em ket at anegaraan.

MPR RI sebelum Amandemen UUD 1945 sebagai lembaga t ert inggi negara namun dalam t rukt ur ket at anegaraan baru kedudukan MPR sama dengan lembaga t inggi lainnya disamping Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pe-meriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Konst it usi, Presiden, dan Mahkamah Agung (MA). Salah sa-t u sa-t ugasnya adalah melansa-t ik dan memberhensa-t i-kan presiden dan/ at au wakil Presiden hasil pemilu secara langsung oleh rakyat berdasarkan UU No. 42 Nomor 2008 t ent ang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Lembaga yang menyeleng-garakan Pemilu Anggot a Dewan Perwakilan Rak-yat Republik Indonesi, Dewan Perwakilan Dae-rah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat DaeDae-rah (DPRD), dan Pemilu Presiden dan Wakil Presi-den dan Pemilu Kepala Daerah dilaksanakan oleh KPU sebagai lembaga independen yang t erlepas dari pengaruh pemerint ah. Sebelum berlakunya UU No. 12 t ahun 2003, Pemilu dilak-sanakan oleh Pemerint ah dalam hal ini Ment eri Dalam Negeri (Depdagri). Tet api set elah ber-lakunya UU No. 12 t ahun 2003 penyelenggara Pemilu dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum sampai sekarang.

Negara Hukum (Nomokrasi)

Adanya perkembangan negara hukum mo-dern yang bercirikan r ul e of l aw (ROL) dan per-kembangan hukum yang mempengaruhi Indo-nesia bukan saj a yang berasal dari r echt sst aat

t et api j uga r ule of l aw maka dalam rangka ke-adilan subst ant if yang digali dari nilai-nilai masyarakat oleh hakim/ yuris maka negara hu-kum yang t erdapat dalam Pasal 1 Ayat (3) Amandmen UUD 1945 menggabungkan ant ara

r echt sst aat dan r ul e of l aw. Konst it usi (UUD) sebagai landasan bersama berbangsa dan

ber-negara yang akhirnya melahirkan UUD 1945.5 UUD 1945 menj adi sumber t ert ib hukum. Ar-t inya bahwa dalam pembuaAr-t an maupun pem-berlakuan perat uran perundang-undangan t idak boleh bert ent angan dengan UUD 1945 bahkan dij adikan sebagai sumber at au dasar hukum dari suat u produk perat uran.

Indonesia t elah memiliki ciri-ciri sebagai negara hukum. Per t ama, supremasi hukum (s u-pr emacy of l aw) diat ur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945; kedua, keset araan dihadapan hukum (equal i t y bef or e t he l aw) diat ur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, dan penegakan hukum de-ngan cara yang t idak bert ent ade-ngan dede-ngan hu-kum (due pr ocess of l aw) diat ur dalam pasal 24 UUD 1945. Prinsip negara hukum yang dianut oleh Negara Kesat uan Republik Indonesia (NKRI) adalah “ Negara Hukum Pancasila” yang bersif at prismat ik dan int egrat if , yait u prinsip negara hukum yang mengint egrasikan at au menyat ukan unsur-unsur yang baik dari beberapa konsep yang berbeda (recht sst aat , t he r ul e of l aw, konsep negara hukum f ormil dan mat eriil) dan diberi nilai keindonesiaan (sepert i kekeluarga-an, kebapakkekeluarga-an, keserasikekeluarga-an, keseimbangan dan musyawarah merupakan akar dari budaya hu-kum Indonesia) sehinga menj adi prinsip “ Nega-ra Hukum Pancasila” .

Konsekuensi sebagai negara hukum, seca-ra mut at i s mut andi s memunculkan kewaj iban bagi negara, unt uk melaksanakan prinsip ke-adilan. Prinsip keadilan dalam negara hukum t ersebut , berusaha unt uk mendapat kan t it ik t engah ant ara dua kepent ingan, memberikan kesempat an kepada negara unt uk menj alankan pemerint ahan dengan kekuasaannnya, t et api pada sisi lain masyarakat harus mendapat per-lindungan at as hak-haknya melalui prinsip ke-adilan hukum.6 Dengan masuknya Indonesia sebagai negara hukum dalam dalam pasal UUD 1945 memperkuat posisi UUD 1945 sebagai

5 Fat khurohman, “ Memahami Pembubaran Part ai Pol it ik Era Orde Lama Di Indonesia” , Jur nal Medi a Hukum 16 (2) Desember 2009, FH Univer sit as Muhammadi yah Yogyakart a, hl m. 319

6 Yos Johan Ut ama, Membangun Per adi l an Tat a Usaha

(5)

konst it usi negara yang harus dipert ahankan dan dit egakkan. Di sinilah peran dari lembaga j udi-sial yakni Mahkamah Konst it usi dalam menegak-kan konst it usi (UUD 1945) t ersebut .

Polit ik Hukum Nasional

Set elah melewat i proses Pemilu, maka DPR diberi kewenangan legislasi oleh UUD. Pe-merint ah dapat membuat RUU unt uk kemudian diaj ukan ke DPR unt uk dibahas dan dit et apkan menj adi UU disahkan dalam lembaran negara. Oleh karena it u UU merupakan hasil produk polit ik.

Polit ik hukum secara sederhana dapat dirumuskan sebagai kebij aksanaan hukum (l egal pol i cy) yang akan at au t elah dilaksanakan se-cara nasional oleh pemerint ah; mencakup pula pengert ian t ent ang bagaimana polit ik mempe-ngaruhi hukum dengan cara melihat konf igurasi kekuat an yang ada dibelakang pembuat an dan penegakan hukum it u. Di sini hukum t idak dapat hanya dipandang sebagai pasal-pasal yang bersif at imperat if at au keharusan-ke-harusan yang bersif at das sol l en, melainkan harus dipandang sebagai sub sist em yang dalam kenyat aan (das sei n) bukan t idak mungkin sa-ngat dit ent ukan oleh polit ik, baik dalam pe-rumusan mat eri dan pasal-pasalnya maupun dalam implement asi dan penegakannya. Menu-rut Mahf ud MD, Polit ik hukum adalah l egal pol i cy at au arah hukum yang akan diberlakukan oleh negara unt uk mencapai t uj uan negara yang bent uknya dapat berupa pembuat an hukum baru dan penggant ian hukum lama. 7

Kebij aksanaan hukum (l egal pol i cy) inilah yang menj adi t empat berlangsungnya kegiat an polit ik hukum. Dalam l egal pol i cy t erdapat pihak-pihak yang mempunyai kepent ingan t er-ut ama berkait an dengan pembuat an suat u per-at uran perundang-undangan, dalam hal ini adalah eksekut if dan legislat if yang diberi kewenangan oleh UUD sebagai pembuat dan pembent uk UU.

7 Moh. Mahf ud MD, 2006, Membangun Pol i t i k Hukum

Me-negakkan Konst i t usi, Jakart a: Pust aka PL3ES Indonesia, hl m. 5

Hal t ersebut sangat dipengaruhi oleh pe-nguasa yang ada saat it u. Pepe-nguasa yang memimpin akan menent ukan polit ik hukum apa yang dapat digunakan dalam set iap l egal po-l i cy.8 Namun art i sepert i ini polit ik hukum harus berpij ak pada t uj uan negara dan sist em hukum yang berlaku yang t erkandung dalam pembuka-an UUD 1945, khususnya Ppembuka-ancasila sebagai da-sar negara yang secara konkt rit t ercant um dalam Alinea ke-IV Pembukaan UUD 1945.

Polit ik hukum adalah “ kebij akan hukum (l egal pol i cy) yang hendak dit erapkan at au di-laksanakan secara nasional oleh suat u peme-rint ah negara t ert ent u” at au “ kebij akan dasar penyelenggara negara dalam bidang hukum yang akan sedang dan t elah berlaku, yang ber-sumber dari nilai-nilai yang berlaku di masya-rakat unt uk mencapai t uj uan negara yang dicit a-cit akan".9 Dalam melihat dan mengkaj i hukum dan polit ik sangat t ergant ung dari cara pandang bagaimana melihat nya. Bagi yang memandang hukum dari sudut das sol l en (ke-harusan) bahwa hukum harus merupakan pe-doman dalam segala t ingkat an hubungan ant ar anggot a masyarakat t ermasuk kegiat an polit ik. Bagi yang memandang hukum dari sudut das sei n (kenyat aan) produk hukum sangat dipe-ngaruhi oleh polit ik, bukan saj a dalam pbuat annya t et api j uga dalam kenyat aan em-pirisnya bahwa kegiat an legislat if (pembuat UU) dalam kenyat aanya memang lebih banyak membuat keput usan-keput usan polit ik diban-ding dengan menj alankan pekerj aan hukum yang sesungguhnya lebih-lebih j ika pekerj aan hukum it u dikait kan dengan masalah prosedur.

Apabila selama proses polit ik hukum it u, menyimpang dari UUD 1945 dan merugikan hak-hak orang lain at au kepent ingan masyarakat maka dapat dilakukan j udi ci al r eview pada lembaga Mahkamah Konst it usi. Dengan penger-t ian lain bahwa polipenger-t ik hukum ipenger-t u harus

8

Lihat dan bandingkan dengan Hasnat i, “ Pert aut an Kekuasaan Pol it ik dan Negar a Hukum” , Jur nal Hukum Respubl i ca 3 (1) Tahun 2003, Fakul t as Hukum Uni versit as Lancang Kuning Pekanbaru hl m. 102-113 9 Tundj ung H. Sit abuana, “ Pol it ik Hukum Penyel esai aan

(6)

dasarkan pada dasar negara yait u Pancasila, t uj uan negara dan UUD 1945 dan dalam set iap membuat polit ik hukum (UU) lebih mengut a-makan kepada peningkat an kesej aht eraan selu-ruh masyarakat Indonesia dengan meilhat unsur kenasionalan. Art inya UU yang dibuat harus mengakomodir kepent ingan seluruh daerah dan masyarakat Indonesia (kenasionalan).

Implement asi Prinsip Demokrasi dan Nomo-krasi Dalam St rukt ur Ket at anegaraan Indone-sia Pasca Amandemen Uud 1945

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa demokrasi yang merupakan manif est asi kedaulat an rakyat berupa penyerahan kepada rakyat unt uk mengambil keput usan-keput usan polit ik dalam hidup bernegara. Sement ara, ayat (3) menyat akan mengenai konsep nomokrasi berupa penyerahan kepada hukum unt uk me-nyelesaikan berbagai pencederaan t erhadap demokrasi dan hak-hak rakyat . Dengan menga-cu ket ent uan yang demikian it u, adalah sebuah keniscayaan unt uk membangun dan menegak- kan hukum berlandaskan demokrasi dan nomo-krasi secara seimbang. Memang, ant ara demo-krasi dan nomodemo-krasi berbicara pada aspek yang berbeda namun bukan berart i t idak dapat diseimbang-kan. Demokrasi akan selalu bicara aspek polit ik bagaimana menegakkan kedau-lat an rakyat , sedangkan nomokrasi berbicara pada per-spekt if hukum. Oleh karenanya, ke-daulat an rakyat t anpa dikawal hukum dipast i-kan ai-kan mengarah pada kondisi t idak t idak seimbang.

Demokrasi harus dibangun dalam bat as-bat as nomokrasi, sebab demokrasi t idak mung-kin diwuj udkan t anpa adanya r ul e of l aw. Dmokrasi membut uhkan at uran main yang j e-las dan dipat uhi secara bersama. Tanpa at uran main, demokrasi t idak akan pernah mencapai t uj uan-t uj uan subst ansialnya. Dalam implemen-t asi prinsip nomokrasi maka konsep negara hukum demokrat is, demokrasi diat ur dan diba-t asi oleh adiba-t uran hukum, sedangkan hukum idiba-t u sendiri dit ent ukan melalui cara-cara demokra-t is berdasarkan konsdemokra-t idemokra-t usi. Dengan demikian, at uran dasar penyelenggaraan negara, dengan

segenap polit ik hukumnya, harus disandarkan kembali secara konsist en pada konst it usi. Tan-pa kecuali, semua at uran hukum yang dibuat melalui meka-nisme demokrasi t idak boleh bert ent angan dengan konst it usi. Dengan kat a lain negara Indonesia adalah negara hukum sehingga set iap kegiat an polit ik baik it u demokrasi secara langsung dalam Pemilihan Umum (Pemilu) maupun proses pembuat an Undang-Undang dan implement asinya t idak bo-leh bert ent angan dengan konst it usi at au Un-dang-Undang Dasar 1945. Bila t ernyat a dalam kenyat aannya Undang-Undang t ersebut bert en-t angan degan konsen-t ien-t usi maka undang-undang it u akan dilakukan j udicial review oleh Mah-kamah Konst it usi. Hal ini dimaksudkan supaya konst it usi t et ap dit egakkan sehingga Mahkamah Konst it usi disebu sebagai lembaga pengawal at au penegak konst it usi.

Amandemen UUD 1945 berusaha memdayakan rakyat yang direkonst ruksi dari ber-bagai aspek, yakni per t ama, aspek penguat an lembaga perwakilan; kedua, aspek eksekut if (proses pemilihan langsung presiden); ket i ga, aspek Yudikat if (munculnya MK); at aupun

keempat, aspek yang t erkait dengan HAM.10 Da-lam st rukt ur ket at angeraan lahirlah lembaga baru yang dinamakan Mahkamah Konst it usi. Lembaga ini hadir sebagai lembaga penyeim-bang ant ara prinsip demokrasi dan nomokrasi dan disebut sebagai lembaga pengawal demokrasi dan penegak konst it usi.

Terdapat 4 (empat ) perubahan pent ing dalam kekuasaan j udikat if at au kekuasaan ke-hakiman. Per t ama, apabila sebelum perubahan UUD 1945 j aminan kekuasaan kehakiman hanya t erdapat dalam penj elasannya maka set elah perubahannya j aminan t ersebut secara eksplisit disebut kan dalam Bat ang Tubuh UUD 1945; ke-dua, Mahkamah Agung dan lain-lain t idak lagi menj adi sat u-sat unya pelaksaan kekuasaan ke-hakiman (j udi ci al power), karena di samping-nya ada Mahkamah Konst it usi yang j uga

10 Sept i Nur Wij ayant i, “ St udi Eval uasi Terhadap

Amandemen UUD 1945 (Amandemen Sebagai Upaya Pemenuhan Kebut uhan Hukum Masyar akat Indonesi a)” ,

(7)

f ungsi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman;11

ket i ga, adanya lembaga baru yang bersif at mandiri dalam st rukt ur kekuasaan kehakiman yait u Komisi Yudisial yang berwenang meng-usulkan pengangkat an Hakim Agung dan mem-punyai wewenang lain dalam rangka menj aga dan menegakkan kehormat an, keluhuran mar-t abamar-t sermar-t a perilaku hakim;12 dan keempat ,

adanya wewenang kekuasaan kehakiman dalam hal ini dilakukan oleh Mahkamah Konst it usi unt uk melakukan penguj ian UU t erhadap UUD, memut us sengket a kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memut us pembubaran Part ai Polit ik, dan memut us perselisihan t ent ang hasil pemilihan umum.

Berdasarkan hal di at as, perubahan UUD 1945 (1999-2002) t elah membawa semangat baru dalam sist em ket at anegaraan Indonesia, baik dalam Legi sl at i ve Power sebagai kekuasa-an pembuat UU), kekuasakekuasa-an eksekut if ( execu-t i ve power sebagai kekuasaan pelaksaan UU maupun kekuasaan Yudikat if (j udi ci al power

sebagai kekuasaan kehakiman yang mempert a-hankan dan menegakkan UU). Dalam sist em kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Per-adilan Milit er dan lingkungan PerPer-adilan Tat a Usaha Negara, t elah muncul lembaga negara baru yait u Mahkamah Konst it usi dan Komisi Yudisial sebagai implikasi t erhadap perubahan UUD 1945.

Menurut Af iuka Hadj ar, dan kawan-ka-wan13, t erdapat 4 (empat ) hal yang melat ar-belakangi pembent ukkan Mahkamah Konst it usi.

11 Bandingkan dengan Winahyu Erwiningsing, “ Mahkamah

Konst i t usi (Tel aah Terhadap Put usan Mahkamah

Konst i t usi dan Fungsi Mahkamah Konst it usi dal am Ref ormasi Hukum)” , Jur nal Il mu Hukum, 9 (1) t ahun 2006, Fakul t as Hukum UMS Surakar t a, hl m. 89

12 Muhammad Fauzan, “ Eksi st ensi Komisi Yudi si al Dal am

St rukt ur Ket at anegar aan Republ ik Indonesi a dan Yang

Seharusnya Diat ur Dal am Perat uran

Perundang-undangan” , Jur nal Di nami ka Hukum 8 (1) t ahun 2008, Fakul t as Hukum UNSOED Purwokert o, hl m. 91

13 Af i uka Hadj ar dal am Suri pt o “ Wewenang Mahkamah

Konst i t usional menguj i UUD (j udici al review)” , Jur nal Negar awan , 21 j uni 2007, Sekret ar is Negara Republ ik Indonesi a.

Per t ama, Paham Konst it usionalisme, adalah suat u paham yang menganut adanya pembat as-an kekuasaas-an. Paham ini memiliki dua esensi yait u sebagai konsep negara hukum bahwa hukum mengat asi kuasaan negara, hukum akan melakukan kont rol t erhadap polit ik sert a kon-sep hak-hak sipil warga negara menyat akan bahwa kebebasan warga negara dan kekuasaan negara dibat asi oleh konst it usi; kedua, sebagai mekanisme check and bal ance, dimana sebuah sist em pemerint ahan yang baik ant ara lain dit andai dengan adanya mekanisme check and bal ance dalam penyeleggaraan kekuasaan. Check and bal ance memungkinkan adanya sa-ling kont rol ant ara cabang-cabang keuasaan yang ada dan menghindari t indakan-t indakan mengenai t iran dan desent ralisasi kekuasaan unt uk menj aga agar t idak t erj adi t umpang t in-dih ant ar kewenangan yang ada. Dengan men-dasar pada prinsip negara hukum maka sist em kot rol yang relevan adalah sist em kont rol

j udi ci al. Ket i ga, Penyelenggaraan negara yang bersih, bilamana sist em pemerint ahan yang baik meniscayakan adanya penyelenggaraan negara yang bersih; keempat , perlindungan hak asasi manusia yang menegaskan bahwa ke-kuasaan yang t idak t erkont rol, seringkali mela-kukan t indakan semena-mena dalam penye-lenggaraan dan t idak melakukan hak asasi manusia.

Beberapa pert imbangan dibent uknya Mahkamah Konst it usi sebagaimana dit egaskan dalam UU No. 24 Tahun 2003 t ent ang Mahkamah Konst it usi adalah sebagai berikut .

(8)

pember-hent ian hakim konst it usi, hukum acara, dan ke-t enke-t uan lainnya ke-t enke-t ang Mahkamah Konske-t ike-t usi.

Keempat, bahwa berdarkan pert imbangan se-bagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan hu-ruf c sert a unt uk melaksanakan ket ent uan pasal III At uran Peralihan UUD 1945, perlu memben-t uk UU memben-t enmemben-t ang Mahkamah Konsmemben-t imemben-t usi.

Mahkamah Konst it usi diat ur dalam pasal 24 Amandemen UUD 1945 kemudian selanj ut -nya diat ur dalam UU No. 24 Tahun 2003 t ent ang Mahkamah Konst it usi. Dibent uknya Mahkamah Konst it usi merupakan perwuj udan demokrasi secara adil dalam menegakkan Konst it usi. Ada-pun peran Mahkamah Konst it usi dalam mene-gakkan prinsip nomokrasi dan demokrasi adalah sebagai berikut .

Mahkamah Konst it usi Sebagai Pengawal

Demokrat is

Demokrat isasi merupakan penj abaran dari Sila ke-4 Pancasila yang kemudian dit uangkan kedalam pasal-pasal UUD 1945. Hal inilah yang harus dipert ahankan oleh Mahkamah Konst it usi agar pelaksanaan demokrasi dapat berj alan sesuai asas Luber yait u langsung, umum, bebas dan rahasia.

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh UUD dalam pasal 24C t ent ang memut us pembubaran part ai polit ik, dan memut us perselisihan t ent ang hasil pemilihan umum dan perselisihan hasil Pemilukada ini sudah membukt ikan bahwa Mahkamah Konst iusi t erut ama sebagai pengawal demokrasi.

Part ai polit ik adalah pesert a dalam Pemilu dimana anggot anya duduk menj adi anggot a di kursi DPR. Dalam hal ini Mahkamah Konst it usi harus mampu melindungi hak asasi manusia seluruh warga negara.

Bila pesert a anggot a legislat if , Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur/ Walikot a dan Wakil Walikot a/ pasangan calon Bupat i dan Wakil Bupat i, keberat an at as hasil penet apan oleh KPU maka dapat diselesaikan di Mahkamah Konst it usi unt uk mendapat kan keadilan dalam hak-hak berdemokrasi.

Dalam melindungi hak-hak warga negara dalam Pemilu maupun Pemilukada Mahkamah t elah memut uskan bahwa calon it u selain dari Part ai Polit ik bisa j uga dari ‘ Independen’ yang berasal dari t okoh agama, t okoh adat dan pimpinan organisasi t ert ent u yang mempunyai pengaruh dalam masyarakat . Demikian halnya dengan put usan Mahkamah Konst it usi t ent ang penambahan syarat -syarat seorang pemilih yait u bisa menggunakan KTP, SIM at au t anda pengenal lain asal yang bersangkut an dapat mengikut i pest a demokrasi t ersebut .

Ini merupakan langkah luar biasa yang Mahkamah Konst it usi buat dalam rangka melindungi hak asasi warga negara dalam mengikut i pest a demokrasi.

Salah sat u t onggak baru ref ormasi UU adalah dengan dit et apkannya UU No. 4 Tahun 2004 dimana t elah diat ur Prolegnas yang kemudian diat ur lebih lanj ut dengan PP No. 61 Tahun 2005 t ent ang t at a cara penyusunan dan pengelolaan Prolegnas. Pasal 15 UU No. 10 Tahun 2004 menet ukan bahwa perencanaan UU dan Perda dilakukan dalam sust u Prolegnas dan Prolegda.

Pasal 1 Angka 9 UU No. 10 Tahun 2004 menyebt kan bahwa Prolegnas adalah inst rumen perencanaan pembent ukkan UU yang disusun secara berencana, t erpadu dan sist emat is yang memuat pot ret perencanaan hukum dalam periode t ert ent u disert ai prosedur yang harus dit empuh dalam pembent ukkannya.

Prolegnas memuat daf t ar dan skala priorit as program legislasi j angka menengah dan t ahunan yang disusun secara berencana, t erpadu dan sist emat is oleh DPR RI bersama dengan Pemerint ah sesuai dengan perkembangan kebut uhan hukum masyarakat dalam mencapai t uj uan negara pada t ahap dan periode t ert ent u.

Secara operasional Prolegnas memuat daf t ar RUU yang disusun berdasarkan met ode dan paramet er t ert ent u sert a dij iwai oleh visi dan misi pembanguan hukum nasional.

(9)

dengan Pancasila dan UUD 1945 melalui perencanaan dan pembahasan mat ang. Didalam Prolegnas dan Prolegda diat ur pula mekanisme pembuat an UU maupun Perda yang t idak boleh dilanggar. Misalnya dalam membuat RUU maka agar supaya layak unt uk diaj ukan ke DPR sebagai priorit as Prolegnas dari Pemerint ah, harus memuat Per t ama, Naskah Akademik;

Kedua, t elah disusun dalam bent uk RUU;

Ket i ga, t elah diharmonisasikan yait u dibahas dalam f orum ant ara Depart emen.

Prolegnas merupakan Polit ik Hukum Nasional. Peran Mahkamah Konst it usi sebagai pengawal dalam Prolegnas adalah melakukan

Judi ci al r eview t erhadap UU yang t idak memenuhi syarat f ormal yakni t idak sesuai dengan mekanisme pembuat an UU yang t erdapat dalam pasal 17 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 bahwa set iap RUU baik yang dari DPR maupun Pemerint ah harus disusun di dalam Prolegnas. Mahkamah Konst it usi dapat menguj i secara f ormal UU t ersebut dan bila mat eri muat ahnnya bert ent angan dengan Pancasila dan UUD 1945 maka Mahkamah Konst it usi dapat melakukan j udi ci al r eview t erhadap UU t ersebut . Keput usan Mahkamah Konst it usi berkait an dengan uj i f ormal maupun uj i mat eriil dari sebuah UU adalah membat alkan pemberlakukan UU t ersebut .

Pengecualian syarat f ormal dengan alasan t ert ent u Prolgenas dapat disisipi dengan RUU baru j ika ada alasna-alasan yang kuat yait u karena ada put usan Mahkamah Konst it usi yang menyebabkan t erj adinya kekosongan hukum yang bharus segera diisi karena ada Perpu yang mau at au t idak mau harus dibahas pada persidangan DPR berikut nya, kart ena ada perj anj ian Int ernasional yang harus diret if ikasikan dalam wakt u singkat dan karena keadaan luar biasa, keadaan konf lik at au bencana alam sert a karena alasan keadaan t ert ent u lainnya yang memast ikan adanya urgensi nasional at as suat u RUU baru yang dapat diset uj ui bersama oleh Badan Legislat if DPR dan MenHuk-Ham.

Alasan diat as secara f ormal t idak akan di

j udi ci al r evi ew hanya saj a diuj i secara m at eri

at au subst ansi dari UU t ersebut . Keput usan

j udi ci al oleh Mahkamah Konst ut usi dapat membat alkan pemberlakukan UU dimaksud.

Dengan demikian Prolegnas dan Prolegda menj adi penyaring isi (penuangan) Pancasila dan UUD 1945, dimana UU dan Perda mempunyai 2 (dua) f ungsi yait u per t ama,

sebagai pot ret rencana hukum unt uk mencapai t uj uan negara yang sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan sist em hukum nasional selama lima t ahun. Disini rencana isi hukum dapat dibicarakan lebih dulu agar sesuai dengan Pancasila dan Kaidah-kaidah penunt un hukumnya. Kesalahan isi perat uran perundang-undangan dalam art i Prolegnas yang pert ama dapat dibat alkan dengan penguj ian j udi ci al

melaui uj i mat eriil; Kedua, sebagai mekanisme at au prosedur pembuat an perat uran perundang-undangan agar apa yang t elah dit et apkan sebagai rencana dapat dilaksanakan dengan prosedur dan mekanisme yang benar. Kesalahan dalam prosedur pembent ukkan perat uran perundang-undangan dalam art i Prolegnas yang kedua ini dapat dibat alkan dengan penguj ian j udi ci al melalui uj i f ormal.

Oleh karena it u peran Mahkamah konst it usi dalam mewuj udkan dan mempert ahankan Pancasila dan UUD 1945 dalam Prolegnas sangat besar dengan cara melakukan j udi ci al r evi ew

secara f ormal maupun secara mat eriil dari sebuah UU.

Mahkamah Konstit usi sebagai Penegak Kons-t iKons-t usi

(10)

melakukan pelanggaran hukum berupa peng-khianat t erhadap negara, korupsi, penyuapan, t indaka pidana berat lainnya, t au perbuat an t ercela, dan/ at au t idak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ at au Wakil Presiden se-bagaimana dimaksud dalam UUD 1945 (pasal 6 UUD 1945). Selain it u Mahkamah Konst it usi me-merlukan kewenangan unt uk menangani peng-aduan konst it usional (const it ut ional compl ai nt )

dalam rangka membangun sist em ket at anegara-an berdasarkanegara-an konst it usi yanegara-ang pat uh pada landasan hukum demokrat is.14

Penyelesaian permohonan perkara yang diaj ukan kepada Mahkamah Konst it usi oleh pemohon, bila ada keput usan Hakim yang ber-kekuat an hukum t et ap t idak ada upaya hukum lain yang dit empuh sepert i yang dikenal pada kekuasaan kehakiman dibawah Mahkamah Agung. Hal ini menunj ukan bahwa Mahkamah Konst it usi sebagai peradilan ket anegaraan t e-t ap mempere-t ahankan eksise-t ensi konse-t ie-t usi (UUD 1945) sebagai hukum negara yang t ert inggi karena di dalam UUD 1945 mengat ur t ent ang Pancasila sebagai dasar negara, t uj uan negara, bent uk negara dan sist em pemerint ahan, Hak Asasi Manusia dan kewenangan lembaga-lem-baga negara dan hubungannya ant ara sat u sama lain.

Pancasila secara konkrit t erdapat dalam pembukaan UUD 1945. Hal ini bila dikait kan de-ngan t eori Hans Kelsen t ent ang Gr undnor m dan

St uf enbaund Theor y, maka Gr undnor m adalah Pancasila sebagai cit a-cit a moral bangsa yang berada diluar sist em norma hukum yang ber-f ungsi sebagai konst i t ut i f r egul at ive t erhadap norma-norma yang ada dalam sisit em hukum sedangkan Pancasila sebagai dasar negara (St a-at sf undament al nor m) t ercant um dalam pem-bukaan UUD 1945 dan St uf enbaund Theor y (ba-ngunan berj enj ang) kemudian dikembangkan oleh Hans Nawiasky dengan Theor y von St u-f enbaund der Recht ssor dnung bila dikait kan de-ngan t at a urut an perat uran perundang-undang-an dalam sist em hukum Indonesia sebagaimperundang-undang-ana

14 Moh Mahf ud MD, 2010, Mendesak Kewenangan

Konst i t usional MK, ht t p: / / regional . kompas. com/ r ead / 2010/ 10/ 23034852/ Mendesak. . kewenangan. konst i t usio nal . MK, diakses pada t anggal 4 Februari 2011

diat ur dalam Tap MPRNo. II/ MPR/ 2000 t ent ang sumber t ert ib hukum dan t at a urut an perat uran perundang-undang dan UU No. 10 Tahun 2004 t ent ang pembent ukkan perat uran perundang-undangan bahwa hierarkhis perat uran perun-dang-undangan adalah sebagai berikut : UUD 1945, Ket et apan MPR, UU/ Perpu, Perat uran Pemerint ah, Perat uran Presiden, dan Perat uran Daerah

Jika dihubungkan dengan t eori Hart t ent ang Ul t imat e Rul es of Recognit i on bahwa pet unj uk at au norma pengenal yang paling akhir (ul t i mat e Rul es of Recognit ion) menj adi norma dasar dalam pembent ukkan perat uran perundang-undangan dit ent ukan dalam UUD15. Oleh karena it u yang menj adi norma dasar adalah UUD 1945. Dari uraian diat as UUD 1945 sebagai norma dasar harus t erus dipert ahankan eksist ensinya karena didalamnya t ercant um dasar negara yakni Pancasila sehingga dalam hal ini Mahkamah Konst it usi berf ungsi unt uk menegakkan UUD 1945 dengan melakukan j udi -ci al r eview at as UU yang bert ent angan t er-hadap UUD 1945 maupun dalam melakukan ke-wenangan lainnya sebagai pengawal polit ik hu-kum nasional, pengawal konst it usi dan sebagai penaf sir t unggal pasal-pasal UUD 1945 demi t egaknya hukum dan keadilan.

Mahkamah Konst it usi sebagai penegak konst it usi j uga sebagai lembaga negara pe-ngawal konst it usi at au The Guar di an and t he i nt er pr et er of t he const it ut ion.16 Berkait an de-ngan masa depan lembaga Mahkamah Konst i-t usi, maka i-t erdapai-t 2 (dua) hal yang sangai-t urgen sehingga Mahkamah Konst it usi benar-benar dapat menj adi lembaga penegak Kons-t iKons-t usi yakni Mahkamah KonsKons-t iKons-t usi sebagai Peme-gang Kekuasaan Kehakiman yang melakukan

j udi ci al r evi ew at as UU dan Mahkamah Konst

15

Lihat H. L. A. Hart , 1972, The Concept of Law, London: Oxf ord Univer sit y Press, hl m. 25, dal am Theo Huij bers, 1982, Fi l saf at Hukum Dal am Li nt asan sej ar ah, Yogyakart a : Kani si us, hl m. 43

16 Pan Mohamad Faiz Kusumaw ij aya, 2006, Mahkamah

(11)

t usi sebagai Lembaga Penegak Hukum Kons-t iKons-t usi Dalam Mencapai Keadilan SubsKons-t ansi yang Progresif .

Mahkamah Konst it usi sebagai Pemegang Ke-kuasaan Kehakiman yang Melakukan Judicial Review at as UU

Kewenangan j i duci al r eview dalam ke-kuasaan kehakiman dilakukan oleh dua lembaga yait u Mahkamah Konst it usi dan Mahkamah Agung. Judi ci al r evi ew UU t erhadap UUD 1945 menj adi kewenangan Mahkamah Konst it usi se-dangkan Judi ci al Review perat uran perundang-an dibawah UU menj adi kewenperundang-angperundang-an Mahkamah Agung. Judi ci al r eview dilakukan baik secara f ormal dan mat eriil. Hak menguj i f ormal adalah kewenangan unt uk menilai perat uran perun-dang-undangan t erhadap UUD sedangkan hak menguj i mat eriil adalah hak yang dimiliki oleh hakim, dan lembaga negara lain sepert i ekse-kut if dan legislat if .

Pada int inya, Judi ci al r eview dilakukan t erhadap semua perat uran perundang-undangan dengan melihat apakah bert ent angan dengan perat uran set ingkat diat asnya dimana at uran t ersebut pada akhirnya di j udi ci al r eview apa-kah bert ent angan dengan UUD at auapa-kah t idak. Kewenangan unt uk melakukan j udi ci al r evi ew

dalam kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh 2 (dua) lembaga t inggi negara yakni Mah-kamah Konst it usi dan MahMah-kamah Agung harus diserahkan pada salah sat u lembaga t inggi negara agar lembaga t ersebut dalam mej udi ci al r eview benar-benar dilakukan dengan melihat apakah perat uran daerah bert ent angan dengan UU at au UU bert ent angan dengan UUD. Ber-kait an dengan hal diat as maka yang menj adi lembaga pemegang kekuasaan kehakiman unt uk melakukan j udi ci al r eview adalah Mahkamah Konst it usi sedangkan Mahkamah Agung hanya berwenang menyelesaikan kasus-kasus perdat a, pidana yang berkait an dengan orang/ badan hukum perdat a/ lembaga dan yang merugikan kepent ungan umum/ pribadi.

Hal yang mendasar dari Mahkamah Kons-t iKons-t usi sebagai saKons-t u-saKons-t unya pemegang kekuasa-an j udi ci al r evi ew adalah sebagai berikut . Per

-t ama, UU dan Perat uran daerah masuk dalam Prolegnas dan Prolegda sebagai perwuj udan sis-t em polisis-t ik hukum Indonesia dimana Mahkamah Konst it usi sebagai pengawal polit ik hukum mu-lai dari proses inisiat if , pembuat an, perancang-an, naskah akademik sampai RUU dan Raperda diaj ukan ke DPR/ DPRD unt uk dimasukkan ke dalam Prolegnas dan Prolegda sampai kepada pembahasan dan penet apan menj adi UU dan Raperda dan implement asinya oleh penegak hukum. Bila selama proses t ersebut t idak sesuai dengan UUD maka Mahkamah Konst it usi dapat melakukan j udi ci al r eview secara uj i f ormal maupun uj i mat eriil t erhadap UU dan Perat uran Daerah. Kedua, set elah ot onomi daerah di mana kewenangan penuh diserahkan kepada daerah Kabupat en/ Kot a, banyak Perda yang dibuat yang bert ent angan dengan UUD 1945 bahkan mengancam disint egrasi bangsa. Con-t ohnya Perda di Papua yang mengharuskan dalam pasangan calon Bupat i dan wakil bupat i adalah Orang asli Papua Ras Melanesia. hal sepert i ini sebaiknya dilakukan Judi ci al Revi ew

oleh Mahkamah Konst it usi karena dia diberi kewenangan unt uk mempert ahankan dan mene-gakkan Konst it usi (UUD 1945), karena kalau dilakukan di Mahkamah Agung harus melakukan

j udi ci al r eview Perda t erhadap UU dan sampai disit u dan it u memakan wakt u yang lama se-hingga kalau dit angan Mahkamah Konst it usi ma-ka Judi ci al Revi ew dilihat apakah pemberlaku-an Perda bert ent pemberlaku-angpemberlaku-an dengpemberlaku-an UUD dengpemberlaku-an proses hukum yang cepat , t epat dan biaya murah.

(12)

Agung oleh karena it u lebih baiknya berkait an dengan j udi ci al r evi ew UU dan Perat uran Dae-rah di berikan kepada kewenangan Mahkamah Konst it usi sebagai penegak konst it usi. Keem-pat , unt uk menghindari t umpang t indih kewe-nangan t ent ang Judi ci al Revi ew yang ada pada Mahkamah Konst it usi dan Mahkamah Agung agar supaya kewenangan t ersebut diberikan hanya pada Mahkamah Konst it usi. Kel ima, agar supaya dalam melakukan j udi ci al r eview Mahkamah Konst it usi akan melihat secara runt un t erhadap UU dan Perda yang bert ent angan dengan UUD 1945.

Unt uk mewuj udkan Mahkamah Konst it usi sebagai sat u-sat unya pemegang kekuasaan kehakiman yang berkait an dengan j udi ci al r eview, maka perlu diwuj udkan adanya Aman-demen Ke-V UUD 1945. Beberapa hal t ersebut di at as dapat menj adi pert imbangan dalam perubahan kewenangan Mahkamah Konst it usi dan Mahkamah Agung sebagai pemegang ke-kuasaan kehakiman sebagaimana diat ur dalam Pasal 24 UUD 1945.

Mahkamah Konst it usi sebagai Lembaga Pene-gak Hukum Konstitusi Dalam Mencapai Keadil-an Subst Keadil-ansi yKeadil-ang Progresif

Banyak nama yang diberikan kepada Mah-kamah Konst it usi sepert i sebagai pengawal polit ik hukum nasional, pengawal konst it usi, pengawal demokrasi, Penaf sir t unggal pasal-pasal UUD 1945. Namun dalam t ulisan ini pe-nulis lebih melihat Mahkamah Konst it usi seba-gai penegak hukum kont it usi. Dasar pemikir-annya adalah sebagai berikut . Per t ama, sebagai penegak hukum bukan saj a Mahkamah Kons-t iKons-t usi melakukan j udi ci al r evi ew t et api me-mut us perkara lain yang menj adi kewenangan-nya yait u memut us sengket a ant ar lembaga, memut us sengket a hasil Pemilu dan Pemilukada dan kewaj ibannya memut us pendapat DPR at as Presiden dan Wakil Presiden yang berkait an dengan i mpeachment. Kedua, Mahkamah Kons-t iKons-t usi merupakan salah saKons-t u lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka unt uk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Menye-lenggarakan peradilan inilah guna menegakkan hukum dan keadilan inilah yang menunj ukan lembaga negara Mahkamah Konst it usi sebagai lembaga penegak hukum konst it usi disamping penegak hukum yang lainnya sepert i Mahkamah Agung, KPK, Komisi Yudisial, Kepolisian, Kaj ak-saan dan Advokat .

Kehadiran Mahkamah Konst it usi sebagai lembaga penegak hukum adalah dit uj ukan ke-pada warga negara yang mencari keadilan karena hak-hak asasinya dilanggar oleh ber-lakunya suat u UU. Keadilan yang diperoleh oleh pencari keadilan adalah keadilan subst ansi bu-kan keadilan prosedural. Keadilan subst ansi ini-lah yang dit erapkan oleh Mahkamah Konst it usi dalam set iap put usan perkara yang menj adi kewenangannya.

Berdasar pada put usan-put usan Mahka-mah Konst it usi maka keadilan subst ansilah yang diut amakan dari keadilan prosedural yang han-ya berpedoman pada t eks at au bunyi pasal-pasal UU. Mahkamah Konst it usi dalam set iap put usannya t elah menerapkan hukum progresif it u dengan lebih memut uskan perkara at au sengket a berdasarkan moral dan hat i nurani. Jadi, dalam set iap put usannya sudah keluar dari kont eks posit ivist ik dan lebih melihat pada keadilan subst ansi. Cont oh kasus adalah put us-an Mahkamah Konst it usi t ent us-ang Pemilukada Kab. Puncak Jaya dimana pemungut an suara menggunakan sist em “ noken” dan it u mereka bahwa pola demokrasi sepert i it u adil dan Mah-kamah Konst it usi menolak gugat an pemohon dan menangkan t ermohon yakni KPUD yang menangkan sist em pemilihan suara dalam ben-t uk “noken” . Cont oh lain adalah menambah syarat -syarat sebagai pemilih t et ap dalam Pe-milu dan PePe-milukada yait u pemilih bisa meng-gunakan KTP at au Paspor yang sebenarnya t idak diat ur dalam UU Pemilu.

(13)

dengan Pancasila dan UUD 1945, maka Mahka-mah Konst it usilah yang berperan dalam men-j alankan kewenangannya unt uk melakukan j u-di ci al r eview. Hal ini dimaksudkan agar demo-krasi dan polit ik hukumnya t idak melenceng dari Pancasila dan UUD 1945.

Terdapat beberapa Put usan MK selama 2009 yang mencerminkan MK sebagai lembaga pengawal demokrasi dan penegak keadilan subst ant if ant ara lain sebagai berikut . (a) Put usan perkara pilpres yang dimohonkan oleh JK-WIN dan Mega-Prabowo (Perkara No. 108-109 / PHPU. B-VII/ 2008); (b) Penegasan Put usan Fi-nal Pemilukada Jawa Timur (Perkara No. 41/ PHPU. D-VI/ 2008); (c) Pemilukada Bengkulu Se-lat an Bat al Demi Hukum (Perkara No. 57/ PHPU. D-VII/ 2008); (d) Pemungut an Suara Ulang Nias Selat an (perkara No. 28-65-70-82-84-89/ PHPU. C-VII/ 2009); (e) Pemilu Sesuai Budaya Set empat di Yahukimo; (f ) Put usan Sela at as perkara PHPU legislat if di berbagai daerah; (g) Put usan Akhir Pelaksanaan Put usan MK; (h) Taf sir Peng-hit ungan Tahap Ket iga (Perkara No. 74-94-80-59-67/ PHPU. C-VII/ 2009); (i) Penghit ungan Ta-hap Kedua Konst it usional Bersyarat , Konst i-t usionalii-t as Parliameni-t ary Threshold 2, 5%, Pre-sident ial Threshold 20% dan Pemisahan Jadwal Pemilu (Perkara No. 3/ PUU-VII/ 2009; (j ) Terpi-dana Dapat Menj adi Caleg (Perkara No. 04/ PUU-VII/ 2009); (k) Taf sir Pasal “ Penyebaran Keben-cian” KUHP (Perkara No. 7/ PUU-VII/ 2009); (l) Larangan Publikasi Quick Count Inkonst it usional (Perkara No. 9/ PUU-VII/ 2009); (m) KTP dan Paspor sebagai Ident it as Pemilih (Perkara No. 102/ PUU-VII/ 2009); (n) Anggot a DPD berhak menj adi Ket ua MPR (Perkara No. 117/ PP-VII/ 2009); dan (o) Kasus uj i mat eril UU KPK dengan Pemohon Bibit -Chandra (Perkara No. 133/ PUU-VII/ 2009). Dengan demikian Mahkamah Konst i-t usional mempunyai peranan peni-t ing dalam menegakkan demokrasi dan nomokrasi sebagai ciri negara hukum yang demokrat is yang menj unj ung t inggi hak asasi, hukum dan keadilan.

Penut up Simpulan

Penuangan prinsip demokrasi dan nomo-krasi dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) mencerminkan adanya pelaksanaan de-mokrasi yang harus berdasarkan pada prinsip nomokrasi yakni negara berdasarkan at as hu-kum. Pelaksanaan prinsip demokrasi dan nomo-krasi pasca amandemen UUD 1945, t elah t er-lihat perubahan dalam proses demokrasi de-ngan sist em pemilihan Presiden dan Wakil Pre-siden dan kepala daerah yang dilakukan secara langsung oleh rakyat dan dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan penegakan nomokrasi dengan dit andai lahirnya lembaga baru yait u Mahkamah Konst it usi sebagai pe-ngawal dan penegak konst it usi dalam bent uk hak j udi ci al r evi ew at as undang-undang, di samping lembaga-lembaga negara lainnya.

Proses pembuat an dan implement asi un-dang-undang (UU) yang merupakan produk poli-t ik poli-t idak boleh berpoli-t enpoli-t angan dengan konspoli-t ipoli-t usi at au UUD 1945. Bila suat u UU bert ent angan dengan konst it usi maka Mahkamah Konst it usi (MK) akan melakukan j udi ci al r eview at as UU t ersebut . Hal ini dimaksudkan unt uk t et ap me-negakkan konst it usi. Demikian halnya dengan pelaksanaan demokrasi dimana dengan

(14)

Daft ar Pust aka

Dj auhari. “ Konsep Negara Kesej aht eraan Pra Kemerdekaan RI” . Jur nal Hukum Vol. 16 No. 2 Juni 2006, FH UNISULA Semarang;

Erwiningsing, Winahyu. “ Mahkamah Konst it usi (Telaah Terhadap Put usan Mahkamah Konst it usi dan Fungsi Mahkamah Kons-t iKons-t usi dalam Ref ormasi Hukum)” . Jur nal Il mu Hukum, Vol. 9 No 1 2006, Fakult as Hukum UMS Surakart a;

Fat khurohman. “ Memahami Pembubaran Part ai Polit ik Era Orde Lama Di Indonesia” .

Jur nal Medi a Hukum 16 (2) Desember 2009. FH Universit as Muhammadiyah Yogyakart a;

Fauzan, Muhammad. “ Eksist ensi Komisi Yudisial Dalam St rukt ur Ket at anegaraan Republik Indonesia dan yang Seharusnya Diat ur Dalam Perat uran Perundang-undangan” , Jur nal Di nami ka Hukum Vol 8 No 1 2008, Fakult as Hukum UNSOED Purwokert o;

Hart , H. L. A. 1972. The Concept of Law. Lon-don: Oxf ord Universit y Press;

Hasnat i. “ Pert aut an Kekuasaan Polit ik dan Ne-gara Hukum” . Jur nal Hukum Respubl i ca

Vol. 3 No 1 Tahun 2003, Fakult as Hukum Universit as Lancang Kuning Pekanbaru;

Hidayat , Arief . Ber negar a It u Ti dak Mudah (Dal am Per spekt i f Pol it i k Dan Hukum). Pidat o Pengukuhan Guru Besar Dalam Ilmu Hukum FH Undip Semarang, 4 Februari 2010;

Huij bers, Theo. 1982. Fi l saf at Hukum Dal am Li nt asan sej ar ah. Yogyakart a : Kanisius; Kusumawij aya, Pan Mohamad Faiz. 2006, Mah-kamah Konst it usi: The Guar di an and The Int er pr et er of t he Const i t ut i on, ht t p: / / j urnalhukum. blogspot . com/ 2006/ 09/ ma hkamah-konst iusi-ri. ht ml, diakses t ang-gal 4 Februari 2011;

Masyit hoh, Novit a Dewi. “ Kebij akan Pemerint ah Daerah dalam Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Sebagai perwuj udan Ekono-mi Kerakyat an (St udi Kelompok Wanit a Tani Ngaliyan Kecamat an Limpung Kabu-pat en Bat ang)” . Jur nal Law Ref or m Pembahar uan Hukum, Vol. 3 No. 2 Okt o-ber 2007, Program Magist er Ilmu Hukum Semarang;

MD, Moh Mahf ud. 2010, Mendesak Kewenangan Konst i t usional MK, ht t p: / / regional. kom pas. com/ read / 2010/ 10/ 23034852/ Men-desak. . kewenangan. konst it usional. MK, diakses pada t anggal 4 Februari 2011;

---. 2006. Membangun Pol it i k Hukum Mene-gakkan Konst i t usi. Jakart a: Pust aka LP-3ES Indonesia;

Sit abuana, Tundj ung H. “ Polit ik Hukum Penye-lesaiaan Masalah Cina Di Indonesia Pada Era Global” . Jur nal Masal ah-Masal ah Hukum Vol. 37 No. 1 Maret 2008, FH Universit as Diponegoro;

Suript o. “ Wewenang Mahkamah Konst it usional menguj i UUD (Judicial Review)” . Jur nal Negar awan, 21 Juni 2007, Sekret aris Negara Republik Indonesia;

Ut ama, Yos Johan. Membangun Per adi l an Tat a Usaha Negar a Yang Ber wi bawa. Pidat o Pengukuhan Guru Besar Dalam Ilmu Hu-kum Undip Semarang, 4 Februari 2010; Wij ayant i, Sept i Nur. “ St udi Evaluasi Terhadap

Amandemen UUD 1945 (Amandemen Se-bagai Upaya Pemenuhan Kebut uhan Hu-kum Masyarakat Indonesia)” . Jur nal Me-di a Hukum Vol. 16 No. 2 Desember 2009, FH Universit as Muhammadiyah Yogya-kart a;

Referensi

Dokumen terkait

 Entry is late when the firm enters the market after firms have already established.. themselves in

PENERAPAN MODIFIKASI BOLA DAN LAPANGAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PERMAINAN KASTI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Rhizomucor miehei also showed the potentiality to produce linoleic acid, linolenic acid, eicosapentaenoic acid and docosahexaenoic acid with cane molasses, wheat bran and pollard

Dalam konsep ie yang berlangsung dari dulu hingga sekarang dinyatakan bahwa ie meliputi tidak hanya tempat tinggal anggotanya yang masih hidup, tetapi juga anggotanya yang

Implementasi pendidikan agama Islam berwawasan lingkungan hidup menuju sekolah adiwiyata di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Probolinggo yang dimaksudkan dalam penelitian

Perubahan fungsi jantung yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi yaitu gangguan konduksi jantung seperti disritmia (takikardia/bradikardia), menurunnya cardiac output

Barisan aritmetika bertingkat adalah barisan bilangan yang tidak memiliki beda tetap, tetapi apabila beda itu dijadikan barisan bilangan, demikian seterusnya maka pada suatu saat

Pola pemanfaatan ruang terbuka publik kawasan membentuk linkage yang menyangkut PKL menempati ruang trotoar di muka bangunan, jalur lambat, trotoar tepi Lapangan Pancasila,