• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kesiapan Pernikahan

1. Pengertian Kesiapan Pernikahan

Menurut Kamus Lengkap Psikologi, kesiapan (readiness) merupakan keadaan siap siaga untuk bereaksi atau menanggapi suatu hal yang merupakan suatu tingkat perkembangan kedewasaan individu. Menurut Slameto (2010:113), kesiapan merupakan seluruh kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respons di dalam cara tertentu terhadap menghadapi suatu situasi. Penyesuaian kondisi suatu saat akan berpengaruh atau cenderung untuk memberikan respons. Kondisi psikis dan fisik seseorang akan mempengaruhi kesiapan pernikahan. Jika memiliki kondisi yang baik maka akan semakin siap.

Menurut Yusnawati (2007:11), kesiapan adalah suatu kondisi dimana seseorang telah mencapai tahapan tertentu atau dengan kata lain telah mencapai kematangan fisik, psikologis, spiritual, dan skill. Tugas perkembangan yang telah tercapai sepenuhnya akan mempengaruhi kesiapan dalam menghadapi pernikahan. Setiap tahapan perkembangan dapat meningkatkan kematangan hidup seseorang yang juga akan

meningkatkan kesiapan pernikahan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kesiapan adalah suatu keadaan siap sedia pada seseorang untuk mempersiapkan diri baik secara fisik, mental, dan spiritual dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

Pengertian pernikahan menurut Dariyo (2004) adalah ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki dan wanita yang sudah dianggap telah memiliki usia dewasa. Menurut Undang-Undang (UU) Republik

Indonesia No. 1 tahun 1974 mengenai pernikahan, “Pernikahan

merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Fatchiah (2009) mengungkapkan bahwa, pernikahan adalah suatu ikatan janji setia antara suami dan istri yang disertai dengan tanggung jawab dari keduanya. Di dalam pernikahan terdapat komitmen karena terdapat ikatan janji suci. Pernikahan harus dilandasi dengan kasih sayang, cinta, pengorbanan, dan saling menghormati satu sama lain.

Dalam pandangan Ericson (dalam Desmita, 2007), pernikahan merupakan keintiman yang menuntut perkembangan seksual dan mengarah pada perkembangan hubungan seksual dengan lawan jenis, yang dipandang sebagai teman hidup. Ini berarti mendorong orang dewasa awal khususnya untuk mengembangkan seksualitas yang sebenarnya dalam hubungan dengan orang yang dicintai.

Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, pernikahan adalah sebuah ikatan yang kudus atau suci antara wanita dan pria dengan tujuan membentuk keluarga yang kekal yang diakui secara agama, hukum dan masyarakat serta perlu dilandasi oleh cinta, kasih sayang, pengorbanan, serta sikap saling mengormati. Sebelum memasuki dunia pernikahan, seorang individu memerlukan suatu kesiapan agar dapat menuju pernikahan yang bahagia. Oleh karena itu, kesiapan merupakan hal yang paling penting untuk dapat menyelesaikan tugas perkembangan.

Hal yang paling penting dalam pernikahan adalah kesiapan mental dari individu itu sendiri. Keputusan untuk menikah adalah keputusan yang cukup berat karena pernikahan merupakan kebutuhan manusia, baik secara psikologis maupun fisiologis. Calon pasangan akan dihadapkan pada masalah-masalah yang sangat kompleks, tidak saja karena keberagaman yang telah ada sebelumnya, tetapi juga perbedaan seputar kehidupan baru yang sangat berbeda dari sebelumnya. Jika tidak memiliki kesiapan untuk menikah, maka akan berpengaruh terhadap perjalanan pernikahan.

Pernikahan di Indonesia sendiri cukup unik karena bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, bahasa, adat istiadat, dan agama. Perbedaan tersebut sangat mempengaruhi tata cara dan syarat dalam pernikahan. Semua tidak akan lepas dari pengaruh keberagaman yang terdapat di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesiapan pernikahan adalah keadaan siap dalam berhubungan dengan seorang wanita atau pria, siap bertanggungjawab sebagai seorang suami atau istri, siap menghadapi perbedaan, siap mengatur keluarga, dan mengasuh anak.

2. Aspek-Aspek Kesiapan Pernikahan

Blood (Dewi, 2006) membagi kesiapan menikah menjadi dua bagian yaitu kesiapan pribadi (personal) dan kesiapan situasi

(circumstantial). Dua bagian kesiapan menikah tersebut dijelaskan sebagai berikut.

a. Kesiapan Pribadi 1) Kematangan Emosi

Kemampuan untuk dapat siaga terhadap diri dan kemampuan mengidentifikasi diri sendiri merupakan konsep kematangan emosi dalam diri seseorang. Kematangan emosi adalah suatu perkembangan psikologis yang berarti individu telah menjadi dewasa. Kematangan emosi berasal dari pengalaman yang cukup terhadap perubahan dan permasalahan. Pengalaman tersebut akan membuat individu menjadi sadar terhadap perasaannya sendiri dan akan belajar untuk merespon suatu peristiwa dalam kehidupannya.

Kematangan emosi memiliki kriteria memiliki kemampuan membangun hubungan pribadi, mampu mengidentifikasikan perasaan orang lain (empati), mampu mencintai dan dicintai,

mampu memberi dan menerima kasih sayang, mampu menghadapi kenyataan secara positif, serta sanggup membuat komitmen jangka panjang. Pernikahan berarti sanggup membuat suatu tanggung jawab dan memasuki suatu komitmen. Komitmen jangka panjang merupakan suatu bentuk tanggung jawab dalam suatu pernikahan, yang dikaitkan dengan stabilitas kematangan.

Sebaliknya, individu yang belum dewasa secara emosional hanya diliputi oleh keinginan-keinginan diri sendiri tanpa mengetahui bagaimana cara mengerti perasaan orang lain, serta kurang mampu membangun komitmen jangka panjang. Kehidupan pernikahan memerlukan harapan yang lebih nyata. Harapan yang lebih nyata dapat membantu individu mampu menerima dirinya sendiri dan mampu menerima orang lain apa adanya.

2) Kesiapan Usia

Kesiapan usia berarti melihat usia yang cukup, menjadi individu yang dewasa membutuhkan waktu, sehingga usia sangat berkaitan dengan kedewasaan. Semakin muda usia seseorang maka semakin sulit untuk mengatasi permasalahan. Sebaliknya, semakin tua usia seseorang maka semakin dewasa untuk mengatasi emosi-emosinya.

3) Kematangan Sosial

Kematangan sosial dapat dilihat dari :

a) Pengalaman berkencan (enough dating), dilihat dari adanya kemauan untuk tidak peduli dengan lawan jenis yang tidak kenal dekat dan membuat komitmen membangun dengan seseorang yang khusus. Sehingga individu secara sosial siap menuju pernikahan dan terfokus pada seseorang yang menarik perhatiannya.

b) Pengalaman hidup sendiri (enough single life), membuat individu memiliki waktu untuk diri sendiri untuk mandiri dan waktu berasama orang lain. Seorang individu harus mengetahui identitas pribadi sebelum siap melakukan pernikahan.

4) Kesiapan Peran

Kehidupan pernikahan dijalani dengan mengetahui peran individu apa saja yang telah menikah sebagai suami-istri. Banyak individu yang belajar menjadi suami dan istri dari melihat ayah dan ibu mereka. Peran yang ditampilkan harus sesuai dengan tugas-tugas mereka sebagai suami maupun istri. Maka, orang tua yan memiliki figur suami dan istri yang baik dapat dapat mempengaruhi kesiapan menikah anak-anak mereka.

b. Kesiapan Situasi (Circumstantial)

1) Kesiapan Finansial

Menurut Cutright (Dewi, 2006), semakin tinggi kehidupan ekonomi seseorang maka semakin besar kemungkinan untuk menikah.

2) Kesiapan Waktu

Persiapan pernikahan akan berlangsung baik jika pasangan diberikan waktu untuk mempersiapkan. Persiapan yang tergesa-gesa akan berdampak buruk pada pernikahan dan pada awal-awal kehidupan pernikahan.

B. Mahasiswa dalam Periode Perkembangan Dewasa Awal

Dokumen terkait