• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Notoatmoodjo (2007), pengetahuan adalah hasil tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Terdapat 6 (enam) tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif yaitu: 1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek. 3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam bentuk konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun dan dapat merencanakan, dapat meringkaskan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Sutton dan Tierney (2006), kegiatan kesiapsiagaan hendaknya didasarkan kepada pengetahuan tentang potensial dampak bahaya bencana dalam kesehatan dan keselamatan, kegiatan pemerintahan, fasilitas dan infrastruktur, pemberian pelayanan, kondisi lingkungan ekonomi, serta dalam peraturan dan kebijakan. Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006) parameter pertama faktor kritis kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian untuk siap siaga menghadapi bencana.

Zailani.dkk (2006) menyatakan bahwa pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana menjadi fokus utama. Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa kesiapan menghadapi bencana seringkali terabaikan pada petugas kesehatan yang belum memiliki pengalaman langsung dalam menangani bencana bencana alam.

2.5.2. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif.

Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan pada sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap berita bencana yaitu terlihat dari kesediaan dan perhatiannya terhadap berita.

2. Merespon (responding)

Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing)

Menghargai dapat dilihat dari sikap mengajak orang lain mengerjakan sesuatu atau berdiskusi mengenai suatu masalah. Misalnya seorang petugas yang mengajak petugas lainnya untuk menilai resiko bencana disuatu daerah serta melakukan mitigasi terhadap resiko bencana tersebut.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung atau tidak langsung.

Menurut Allport dalam Notoatmodjo (2007), sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek yang dihadapi, oleh karena itu sikap merupakan predisposisi untuk berespon yang akan membentuk tingkah laku. Terdapat 3 (tiga) komponen pokok sikap yaitu:

1. Komponen kognisi yang berhubungan dengan kepercayaan atau keyakinan, serta ide dan konsep terhadap objek, artinya keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2. Komponen afeksi yang berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang atau evaluasi orang terhadap objek, artinya penilaian (terkandung dalam faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

3. Komponen konasi yang berhubungan dengan kecenderungan untuk bertingkah laku atau bertindak (tend to behave), sikap merupakan komponen yang mendahului

tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka.

Ketiga komponen ini secara bersama – sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan , dan emosi memegang peranan penting. Newcomb dalam Notoatmodjo (2007), salah seorang ahli psikologis social, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bentindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Menurut Transtheoretical Model of Behaviour Change yang dinyatakan oleh

Citizen Corps (2006), sikap diartikan individu meyakini bahwa mampu untuk mengambil tindakan-tindakan kesiapsiagaan, meyakini dalam efektifitas dan penggunaan tindakan kesiapsiagaan, meyakini bahwa tindakan-tindakan kesiapsiagaan sebanding dengan investasi waktu dan sumber daya.

Menurut Syaruddin dan Fratidhina (2009), Menumbuhkan suatu sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana ini merupakan hal yang sangat penting khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia.

2.5.3. Keterampilan

Menurut Gordon (1988), Keterampilan adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya, keterampilan perawat dalam menangani kasus gawat darurat, perawat tersebutkan akan melaksanakannya secara efektif dan efesian. Sedangkan menurut Sutrisno (2012), keterampilan adalah hal – hal yang orang bisa lakukan dengan baik.

Keterampilan yang dimiliki oleh seseorang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Menurur Garry Dessler, pendidikan dan pelatihan memberikan pengetahuan dan keterampilan baru bagi seseorang yang sangat dibutuhkan dalam melaksanakan perkerja dan tugas. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan pelatihan, yaitu : (1) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik, (2) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tanggung jawab dan kemajuan, (3) mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri, (4) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas – tugas baru (Nursalam, 2008).

Peningkatan keterampilan merupakan strategi yang diarahkan untuk meningkatkan efesiensi, efektivitas dan sikap tanggap dalam mengahadapi bencana.

Dokumen terkait