• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan dasil penelitian dan pembahsan dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan terjadinya batu ginjal (nefrolitiasis) dengan nilai signifikan sebesar 0,000, dimana lebih kecil dari α = 0,05.

2. Distribusi frekuensi batu ginjal di RSUP H. Adam Malik paling banyak pada laki laki sekitar 51,1%.

3. Kadar asam urat paling banyak yang terdapat pada pasien batu ginjal di RSUP H. Adam Malik adalah antara 7-8,9 mg/dL (laki-laki); 5,7-8,9 mg/dL (perempuan) adalah masing-masing 39,1% dan 56,8%.

4. Distribusi frekuensi usia pasien menderita batu ginjal di RSUP H. Adam Malik paling banyak adalah usia diatas 50 tahun yaitu 53,4%.

5. Distribusi frekuensi pasien dengan hiperurisemia disertasi dengan batu ginjal 45,9%.

6. Distribusi frekuensi penyakit penyerta pada pasien hiperurisemia di RSUP H. Adam Malik adalah CKD yaitu sekitar 32,6%.

7. Distribusi frekuensi hiperurisemia di RSUP H. Adam Malik paling banyak pada laki laki sekitar 62,3 %.

8. Distribusi frekuensi pasien menderita Hiperurisemia di RSUP H. Adam Malik paling banyak adalah usia 55-65 tahun yaitu 34,9 %.

6.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari hasil penelitan ini, ditemukan beberapa saran-saran sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penelitian dengan data primer agar data dan hasil penelitian menjadi lebih akurat.

2. Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variabel-variabel selain hiperurisemia yang dapat menyebabkan terjadinya nefrolitiasis kedepannya.

Bab 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Urat

2.1.1 Defenisi

Asam urat adalah hasil akhir dari katabolisme (pemecahan) purin. Purin adalah salah satu kelompok struktur kimia pembentuk DNA (gambar 2.1). Yang termasuk kelompok purin adalah adenosin dan guanosin. Saat DNA dihancurkan, purin pun akan dikatabolisme. Hasil akhirnya berupa asam urat (Rodwell, 2003).

Gambar 2.1 ( Murray, 2006 )

Asam urat merupakan produk akhir pemecahan purin pada manusia. Asam urat merupakan asam lemah dengan pKa 5,75 dan 10,3. Urat terbentuk dari ionisasi asam urat yang berada dalam plasma, cairan eksrtaseluler dan cairan sinovial dengan perkiraan 98 % berbentuk urat monosodium pada pH 7,4. Monosodium urat mudah diultrafiltrasi dan didialisis dari plasma. Pengikatan urat dengan ke protein plasma memiliki sedikit kemaknaan fisioligik. Plasma menjadi jenuh dengan konsentrasi urat monosodium 415 µmol/L (6,8 mg/dL) pada suhu 370 C. Pada konsentrasi lebih tinggi, plasma menjadi sangat jenuh dengan asam urat dan mungkin menyebabkan presipitasi kristal urat. Namun presipitasi tidak terjadi sekalipun konsentrasi urat plasma sebesar 80 mg/dL (Wortmann, 2012).

Asam urat lebih mudah berikatan atau larut dalam urin dibandingkan dengan air, mungkin karena adanya urea, protein, dan mukopolisakarida. Kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH urin itu sendiri. Pada pH 5,0 urin menjadi lebih jenuh dengan asam urat pada konsentrasi antara 360 sampai 900 µmol/L (6 sampai 15 mg/dL). Pada pH 7,0 saturasi tercapai dengan konsentrasi

antara 158 dan 200 mg/ dL. Bentuk asam urat yang terionisasi dalam urin berupa mono dan disodium, kalisum, amonium dan kalsium urat (Wortmann, 2012).

Kadar rata-rata asam urat di dalam darah dan serum tergantung usia dan jenis kelamin. Sebagian besar anak memiliki kadar asam urat serum sebesar 180 sampai 240 µmol/L (3,0 sampai 4,0 mg/dL). Kadar ini mulai naik selama pubertas pada laki-laki tetapi rendah pada perempuan sampai monopause. Meskipun penyebab variasi jenis kelamin ini belum dipahami seluruhnya, sebagian disebabkan oleh ekskresi fungsional asam urat yang lebih tinggi pada perempuan dan disebabkan oleh pengaruh hormonal. Nilai asam urat serum rata-rata untuk laki-laki dewasa dan perempuan pramonopouse adalah 415 dan 360 µmol/L (6,8 dan 6,0 mg/dL). Pada perempuan dewasa dibawah 6,0 mg/dL. Konsentrasi pada dewasa stabil naik menurut waktu dan bervariasi menurut tinggi (Wortmann, 2012).

2.1.2 Pembentukan Asam Urat

Asam urat (purin 2,6,8-trihidroksi, C5H4N4O3) adalah produk akhir metabolisme purin di manusia, tetapi merupakan produk perantara dalam kebanyakan mamalia lain. Hal ini dihasilkan terutama dalam hati (Gambar 2.2) dengan aksi xantin oksidase, suatu enzim logam molibdenum yang dapat dihambat oleh farmakologi obat-obatan seperti allopurinol dan febuxostat (Bobulescu, 2012).

Manusia mengubah nukleotida purin yang utama, yaitu adenosin dan guanin menjadi produk akhir asam urat yang dieksresikan keluar. Guanin yang berasal dari guanosin dan hipoxantin yang berasal dari adenosin melalui pembentukan xantin keduanya dikonversi menjadi asam urat, reaksinya berturut-turut dikatalis oleh enzim guanase dan xantin oksidase (Hardjasasmita, 2000).

Gambar 2.2 Katabolisme Purin (2004, Nelson)

Adenosin pertama-tama mengalami deaminase menjadi inosin oleh enzim adenosin deaminase. Fosforilasi ikatan N-glikosidat inosin dan guanosin yang dikatalisis oleh enzim nukleosida purin fosforilase, akan melepas basa purin (Rodwell, 2012).

Selanjutnya, dengan dikatalisis oleh enzim xantin oksidase, hipoxantin mula-mula dioksidase menjadi xantin, untuk selanjutnya xantin diubah menjadi asam urat. Guanin berasal dari guanosin, guanosin dengan Pi dikatalisis oleh

enzim purin nukleosida fosforilase yang melepas gugus Ribosa- 1P (Hardjasasmita, 2000).

2.1.3 Ekskresi Asam Urat

Ekskresi netto asam urat lokal pada manusia normal rata-rata adalah 400-600 mg/jam. Banyak senyawa secara alami terdapat di alam dan senyawa farmakologik mempengaruhi absorpsi serta sekresi natrium pada ginjal. Produksi asam urat bervariasi tergantung kandungan purin dalam diet dan kecepatan biosintesis, degradasi dan penyimpanan purin. Normalnya dua pertiga hingga tiga perempat urat yang dihasilkan dikeluarkan melalui ginjal dan sebagian besar dibuang melalui usus. Setelah filtrasi, 98% sampai 100% asam urat diserap kembali. Kira-kira setengah sampai empat puluh persen asam urat yang direabsorbsi diekskresikan kembali di tubulus proksimalis dan kira kira 40-44% direabsorbsi kembali. Kira-kira 8% sampai 12% asam urat yang disaring oleh glomerulus dikeluarkan dalam urin sebagai asam urat (Wortmann, 2012).

2.1.4 Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan metabolisme asam urat (overproduction), penurunan pengeluaran asam urat urin (underexcretion), atau gabungan keduanya (Putra, 2009).

Hiperurisemia dapat didefenisikan sebagai konsentresi asam urat lebih dari 7,0 mg/dL. Defenisi ini didasarkan pada kriteria fisikokimiawi, epidemiologi dan berkaitan dengan penyakit. Secara fisikokimiawi, hiperurisemia adalah konsentrasi urat dalam darah melebihi batas kelarutan urat monosodium dalam plasma, 415 µmol/L ( 6,8 mg/dL ). Pada penelitian epidemiologi, hiperurisemia didefenisikan sebagai nilai rata-rata ditambah 2 standar deviasi yang ditentukan dari populasi sehat yang dipilih secara acak. Pada satu penalitian besar, 95 persen individu yang tidak diseleksi memiliki konsentrasi urat serum dibawah 7,0 mg/dL. Risiko menderita gout dan nefrolitiasis meningkat pada konsentrasi urat lebih dari

7,0 mg/dL dan meningkat sebanding dengan derajat peningkatan konsentrasi (Wortmann, 2012).

Prevalensi hiperurisemia sebesar 2,0 sampai 13,2 persen pada pasien dewasa rawat jalan dan sedikit lebih tinggi pada individu yang dirawat inap (wortmann, 2012).

Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan dengan hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik. Hiperurisemia primer adalah hiperurisemia tanpa disebabkan penyebab atau penyakit tertentu. Hiperurisemia sekunder adalah hiperurisemia yang disebabkan oleh penyakit atau penyebab lainnya. Hiperurisemia idiopatik merupakan hiperurisemia yang belum jelas penyebabnya (Putra, 2009 ).

A. Hiperurisemia primer

Hiperurisemia primer terdiri dari hiperurisemia dengan kelainan molekuler yang masih belum jelas dan hiperurisemia karena adanya kelainan enzim spesifik. Hiperurisemia primer kelainan molekuler yang belum jelas terbanyak didapat yaitu mencapai 90% yang terdiri dari hiperurisemia undrexretion (80-90%) dan kerena overproduction (10-20%). Hiperurisemia primer karena enzim spesifik diperkirakan hanya sebesar satu persen, yaitu peningkatan aktivitas varian dari phosphoribosylpyrophosphatse synthase dan sebagain enzim dari hypoxanthine phosphoribosyltransferse. Hiperurisemia karena faktor genetik dan menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat sehingga menyebabkan hiperurisemia. Kelainan yang menyababkan gangguan pada pengeluaran asam urat di urin belum jelas, kemungkinan gangguan pada sekresi asam urat di tubulus ginjal (Putra, 2012).

B. Hiperurisemia sekunder

Hiperuresemia sekunder dibagi menjadi kelompok, yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan biosintesa de nevo, yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan menyebabkan underexretion. Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosistesis de nevo terdiri dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim

HPRT pada Lesh-Nyhan syndrome, kekurangan enzim glucosa-6-phosphatsen pada Von Gierkee, dan kelainan kekurangan enzim fructose-1-phosphate aldolase (Putra, 2012).

Hiperurisemia sekunder yang disebabkan oleh underexretion dikelompokan dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus, penurunan fructional uric acid clearance dan pemakaian obat-obatan (Putra, 2012).

Secara umum penyebab hiperurisemia dapat ditentukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Anamnesis ditujukan untuk melihat faktor keturunan, kelainan dan atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder dari hiperurisemia (Putra, 2012).

Pada pemeriksaan fisik, pasien biasanya asimtomatik, dan tidak ada penemuan fisik spesifik . Pemeriksaan fisik untuk mengetahui kelainan sekunder yang menyertai dapat dicari dengan menemukan tanda-tanda seperti anemia, phletora, pembesaran organ limfa, gangguan kardiovaskuler dan kelainan ginjal (Putra, 2012).

Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mengarahkan dan memastikan penyebab hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang yang dipilih berdasarkan perkiraan diagnostik setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang yang rutin dikerjakan adalah pemeriksaan darah rutin untuk asam urat darah dan kreatinin, pemeriksaan urin untuk asam urat dan kreatinin dalam 24 jam, dan pemeriksaan lain yang diperlukan. Seperti pemeriksaan enzim yang dilakukan tergantung pada pemeriksaan sebelumnya (Putra, 2012).

Pemeriksaan asam urat dalam 24 jam penting dikerjakan untuk mengetahui hiperurisemia apakah overproduction atau underexcretion. Pada bebas purin, laki-laki dengan fungsi ginjal normal mengeluarkan kurang dari 3,6 mmol/hari (600 mg/ hari). Dikatakan overproduction jika hasil pemeriksaan urin terdapati lebih dari 1000 mg/ hari (Wortmann, 2012).

2.1.5 Penyakit-penyakit dengan Peningkatan Kadar Asam Urat a. Gout

Gout berupa penyakit rematik yang ditandai dengan tingginya kadar asam urat di dalam darah dan asam urat yang terdeposito berupa kristal di sendi (Lvarez-lario et al, 2011). Gout adalah suatu proses inflamasi yang diprakarsai oleh deposisi jaringan monosodiumurat kristal. Sebuah serangan yang khas merupakan monoartritis akut disertai klasik tanda-tanda peradangan (Albertoni et al, 2012 ).

Beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya gout. Genetik, gangguan monogenik yang mengakibatkan kelebihan produksi asam urat melalui kecacatan enzim dalam memetabolisme purin sangat langka. Namun demikian, gout primer sering terjadi pada laki-laki yang memiliki kecendrungan familiar yang kuat. Jenis Kelamin dan Usia, Laki-laki memiliki tingkat asam urat lebih tinggi dari perempuan dan peningkatan prevalensi gout pada semua usia, meskipun belum banyak yang menyebutkan khususnya pada usia tua. Estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini yang membuat gout terjadi sangat jarang pada perempuan khususnya sebelum monopouse. Penuaan merupakan faktor risiko penting pada laki-laki dan perempuan, hal ini terjadi mungkin karena berkurangnya fungsi ginjal; peningkatan penggunaan diuretik dan obat-obatan lainnya; dan perubahan kepadatan dari jaringan ikat yang dapat terjadinya pembentukan dari kristal. Diet, asam urat telah lama dikaitkan denga gaya hidup yang kaya melibatkan konsumsi daging dan alkohol. Menurut Health Professionals Follow-up Study (HPFS) menunjukan faktor risiko relatif orang-orang yang mengonsumsi daging merah memiliki risiko relatif terjadinya serangan gout pertama, berikutnya konsumsi makanan laut memiliki faktor risiko lebih randah. Sedangkan diet sayuran tinggi purin tidak menunjukkan faktor risiko yang tinggi, sementara itu konsumsi diet rendah lemak dan produk susu menunjukkan penurunan faktor risiko dari gout sendiri. Alkohol memiliki faktor risiko meningkatkan kadar asam urat karena metabolisme etanol menjadi asetil CoA menyebabkan degradasi adenin yang menyebabkan peningkatan pembentukan adenosin monofosfat yang merupakan prekursor asam urat. Alkohol juga

meningkatkan kadar asam laktat dalam darah yang menghambat ekskresi asam urat. Dan yang terakhir, beberapa minuman beralkohol memiliki kandungan purin yang tinggi, antara lain bir yang berisi guanosin (Albertoni et al, 2012).

b. Batu saluran kemih

Hiperurisemia dan gout merupakan faktor risiko independen nefrolitiasis, tidak hanya untuk batu asam urat, tetapi juga untuk batu kalsium oksalat lebih umum. Prevalensi kalsium oksalat nefrolitiasis di pasien dengan gout adalah 10 sampai 30 kali lebih tinggi dari pada di individu tanpa gout, hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan ekskresi kalsium dan penurunan ekskresi sitrat (Alvarez-lario et al, 2011).

c. Penyakit ginjal

Asam urat dapat menyebabkan nefropati akut dan kronis yang dapat mengakibatkan kerusakan ginjal. Nefropati akut terjadi kerena pengendapan dari asam urat pada tubulus ginjal, sedangkan nefropati kronis disebabkan oleh endapan kristal natrium urat dalam interstitium medula ginjal yang menghasilkan respon inflamasi kronik dengan fibrosis intersitial dan kerusakan ginjal yang kronis (Alvarez-lario et al, 2011). Meskipun hiperurisemia selalu terjadi pada gagal ginjal. Artritis gout terjadi pada kurang dari 1 persen pasien gagal ginjal kronik. Karena sebagian besar artritis terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun yang menderita hiperurisemia, kebanyakan pasien gagal ginjal mungkin tidak cukup hiperurisemia untuk menumpuk beban asam urat. Selain itu penderita gagal ginjal kronik menunjukan penurunan respon peradangan terhadap kristal urat yang disuntikkan secara subkutan, kecuali penyakit polikistik ginjal (Wartmann, 2012).

Selain berkaitan dengan insufisiensi ginjal, hiperurisemia juga menyebabkan beberapa masalah ginjal : nefrolitiasis; neuropati urat, berupa penumpukan kristal monosidium urat dalam jaringan intersitial yang menyebabkan insufisiensi ginjal; neurofati asam urat (Wartmann, 2012).

d. Hipertensi

Banyak yang berpikir bahwa hiperurisemia adalah respon sekunder dari hipertensi karena peningkatan asam urat. Tetapi hiperurisemia merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi, hal ini diakibatkan karena peningkatan kadar asam

urat akan mengaktivasi sistem ginjal-angiotensin dan vasokontriksi pembuluh ginjal akibat mediasi inflamasi karena kerusakan dan stress (Alvarez-lario et al, 2011).

2.2 Batu Ginjal 2.2.1 Defenisi

Nefrolitiasis merupakan suatu penyakit dengan gejala ditemukannya satu atau beberapa massa keras seperti batu yang terdapat di dalam tubuli ginjal, infundibulum, pelvis ginjal, serta seluruh kaliks ginjal (Ridwan et al, 2014).

2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

Terbentuknya batu ginjal diduga ada hubungannya dengan gangguan saluran urin, infeksi saluran urin, dehidrasi dan keadaan-keadaan lainnya yang masih belum terungkap (idiopatik) (Purnomo, 2011).

Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor ini adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik (Purnomo, 2011)

Faktor intrinsik itu antara lain :

a. Herediter (keturunan) : penyakit ini diturunkan dari orang tuanya.

b. Usia : penyakit ini paling sering didapat pada usia 30 sampai 50 tahun.

c. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih besar dari pada perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik adalah :

a. Geografi : Beberapa daerah memiliki prevalensi kejadian yang tinggi.

b. Iklim dan temperatur. c. Asupan air.

d. Diet. e. Pekerjaan.

2.2.3 Patofisiologi nefrolitiasis

Batu saluran kemih biasanya timbul karena adanya kerusakan pada sistem keseimbangan yang baik. Ginjal harus mengolah air, namun ginjal juga harus menyekskresikan materi yang derajat kelarutannya rendah. Dua aktivitas berlawanan ini harus diseimbangkan dalam adaptasi terhadap diet, iklim dan aktivitas (Wortmann, 2012). Secara teori batu saluran kemih terbentuk di saluran kemih terutama daerah-daerah yang sering mengalami penghambatan aliran urin (Purnomo, 2011). Ada beberapa teori yang menerangkan proses pembentukan batu saluran kemih.

a. Teori supersaturasi

Kalsium, oksalat dan fosfat membentuk banyak senyawa kompleks terlarut yang stabil dengan komposisinya terdiri atas zat itu sendiri dan substansi urin lainnya. Akibatnya, aktivitas ion bebas dari zat itu lebih rendah dari pada konsentrasi kimiawinya, dan hanya dapat diukur melalui teknik tidak langsung. Penurunan ligan seperti sitrat dapat meningkatkan aktivitas ion tanpa mengubah konsentrasi kalsium dalam urin. Supersaturasi urin dapat ditingkatkan melalui dehidrasi atau melalui ekskresi yang berlebihan dari pada kalsium, oksalat, fosfat sistin atau asam urat. Selain itu pH urin juga perlu diperhatikan kerena fosfat dan asam urat merupakan asam lemah yang akan menigkatkan konsentrasi pada pH yang rendah (Wortmann, 2012).

Inisiasi dan pembentukan batu ini mengambarkan bahwa pembentukan kristal-kristal diawali dari dalam ginjal. Agar kristal terbentuk urin harus jenuh sehubungan dengan materi batu yang akan terbentuk, hal ini lah yang disebut supersaturasi. Tingkat kejenuhan ini berkorelasi dengan pembentukan batu, maka menurunkan tingkat kejenuhan ini efektif untuk mencegah kekambuhan batu (Worcester et al, 2008).

b. Nukleasi

Batu terbentuk di dalam saluran kemih karena adanya inti batu (nucleus). Pertikel yang kelewat supersaturasi akan mengalami pengendapan dan memulai nukleasi sehingga akhirnya membentuk batu (Purnomo, 2011). Ketika kejenuhan air melewati batas atas metastabil, keristal akan mulai ternukleasi. Puing-puing sel

dan kristal lain yang hadir di saluran kemih dapat berfungsi sebagai tamplate untuk pembentukan kristal, proses ini sering dikenal sebagai heterogen nukleasi. Heterogen nukleasi menurunkan tingkat kejenuhan diperlukan untuk pembentukan kristal. Setelah terbentuk, inti kristal akan terbentuk dalam ukuran jika urin jenuh sehubungan dengan fase pembentukan kristal. Kelipatan kristal akan beragregasi kemudian akan terus menbentuk batu (Aspilin et al, 2010).

c. Penghambat kristalisasi

Inti yang stabil harus tumbuh dan berkelompok untuk membentuk sebuah batu yang mempunyai arti klinis. Urin mempunyai banyak inhibitor poten pada proses pertumbuhan dan pengelompokan kalsium oksalat dan kalsium fosfat, tetapi tidak berfungsi untuk penghambatan asam urat, sistin atau struvit. Piroposfat anorganik adalah inhibitor poten untuk kalsium fosfat dari pada kalsium oksalat. Glikoprotein menghambat pembentukan kalsium oksalat (Favus et al, 2000).

Gambar 2.3 patofisiologi batu ginjal ( Silbernagl, 2012)

2.2.4. Komposisi batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat, xanthyn, sistin, silikat dan unsur lainnya.

a. Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak di jumpai, yaitu sekiar 70 sampai 80 persen dari seluruh kasus batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran kedua unsur (Purnomo, 2011).

Faktor terjadinya batu kalsium adalah i. Hiperkalsiuri

Hiperkalsiuri adalah kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Penyebab terjadinya hiperkalsiuri berupa hiperkalsiuri idiopatik yang bersifat hereditar dan diagnosisnya dapat segera dibuat. Pada beberapa pasien, hiperabsorbsi kalsium intestinal primer sementara menyebabkan hiperkalsimia pasca parandial (setelah makan) yang menekan sekresi hormon paratiroid. Tubulus ginjal menghalangi rangsangan normal untuk reabsorbsi kalsium pada waktu yang sama sehingga beban kalsium yang sering meningkat (Wortmann, 2012).

ii. Hiperoksaluri

Hiperoksaluri adalah ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi diet kaya oksalat (Purnomo, 2011).

iii. Hiperurikosuria

Hiperurikosuria adalah kadar asam urat dalam urin melebihi 850 mg/24 jam (Purnomo, 2011). Sekitar 20% kalsium oksalat pembentuk batu karena hiperurikosuria (Aspilin et al, 2010).

iv. Hipositraturia

Di dalam urin sitrat mencegah pembentukan batu kalsium dengan membentuk kampleks latutan dengan kasium. Hipositraturia di temukan pada 20% sampai 40% pembentukan batu kalsium (Aspilin et al , 2010).

b. Batu Struvit

Batu ini terjadi akibat infeksi saluran kemih karena bakteri, umumnya spesies Proteus, yang mempunyai urase, yaitu enzim yang mendegradasi urea menjadi NH3 dan CO2 . NH3 mengalami hidrolisis menjadi NH4+ dan menaikan

pH menjadi 8 sampai 9. CO2 mengalami hidrasi menjadi H2CO3 dan selanjutnya berdisosiasi menjadi CO32- yang mengalami presipitasi dengan kalsium menjadi CaCO3. NH4+ terpresipitasi dengan PO43- dan Mg 2+ membentuk MgNH4PO4. Hasilnya adalah batu kalsium karbonat tercanpur dengan struvit (Favus et al, 2000).

c. Batu Sistin

Sistinuria terbentuk melalui defek transpor asam amino yang terganggu pada sikat pembatas di tubulus ginjal dan sel epitel di intersitium. Batu sistin hanya terbentuk pada pasien dengan sistinuria (Favus et al, 2000).

d. Batu Asam urat

Batu asam urat merupakan minoritas dari semua kasus nefrolitiasis, tetapi secara signifikan lebih umum di antara pembentuk batu dengan sindrom metabolik. Sebuah urin terlalu asam adalah diakui sebagai kelainan utama yang bertanggung jawab untuk nefrolitiasis asam urat. Batu asam urat merupakan 5% sampai 10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara 75% sampai 80 % batu asam urat terdiri dari batu asam urat murni dan sisanya merupakan batu asam urat campuran seperti dengan kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout, mieloproliferatif, pasien dengan terapi anti kanker banyak menggunakan obat urikosurik diantaranya thiazide, sulfinpirizone (Purnomo, 2011).

Konsentrasi urin asam urat tergantung pada jumlah asam urat diekskresikan, dan volume urin yang diproduksi selama periode waktu. Asam urat terdisosiasi memiliki kelarutan sekitar 100 mg/L, dan jenuh terjadi sampai sekitar 200 mg/L, dimana mencapai metastable upper limit (MUL). Pada pH urine 5,5, dengan 600 mg asam urat dalam 1 L air seni akan berisi paling sedikit 300 mg/L asam urat larut. Kristal akan membentuk dan agregat untuk membentuk batu. Pada pH yang sama, sebuah jumlah yang setara dalam 3 L urin akan memiliki konsentrasi 150 mg /dL. Sementara jenuh, urin belum mencapai MUL, sehingga tidak ada kristal baru akan mengendap. Pola diurnal aliran urin telah ditunjukkan, dengan aliran terendah dan osmolaritas tertinggi terjadi di pagi hari. Volume urin terendah (konsentrasi zat terlarut tertinggi) juga bertepatan dengan pH urine

terendah selama pagi dini hari. Dengan demikian, itu adalah kombinasi dari aliran rendah dan tinggi osmolaritas dimana hiperurikosuria menyebabkan pengendapan kristal. Sementara hiperurikosuria adalah faktor risiko yang ditetapkan untuk batu asam urat, itu akan lebih sering menghasilkan kalsium nefrolitiasis oksalat (hyperuricosuric kalsium urolitiasis) (Wiederkehr, 2011).

Hiperurkosuria umumnya didefenisikan sebagai urin ekskresi asam urat harian lebih dari 800 mg pada pria dan 750 mg pada wanita. Hiperurikosuria bukanlah faktor penentu untuk asam urat litiasis, dan sebaliknya, batu asam urat sering membentuk pada pasien dengan normourikosuria. Selain itu, lebih dari memutuskan jumlah total asam urat diekskresikan adalah konsentrasi dalam urin.

Dokumen terkait