• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Peningkatan Kadar Asam Urat (Hiperurisemia) dengan Batu Ginjal (Nefrolitiasis) di RSUP H. Adam Malik Medan Periode 1 Januari – 31 Desember 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Peningkatan Kadar Asam Urat (Hiperurisemia) dengan Batu Ginjal (Nefrolitiasis) di RSUP H. Adam Malik Medan Periode 1 Januari – 31 Desember 2014"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

CURRICULLUM VITAE

Nama : Muhammad Mahadi Hasibuan

NIM : 120100063

Tempat, TanggalLahir : Medan, 18 Oktober 1994

Agama : Islam

AlamatEmail : 123mahadi@gmail.com RiwayatPendidikan :

1. TK Umul Quro’ (1999-2000) 2. SD Swasta Sabilina (2000-2003)

3. SD NGERI 101865 Batang Kuis (2003-2006) 4. SMP NEGERI 1 Batang Kuis (2006-2009) 5. SMA NEGERI 1 Batang Kuis (2009-2012) 6. FakultasKedokteranUniversitas Sumatera Utara

(2012-Sekarang) RiwayatOrganisasi :

1. AnggotaDivisi HBI PM PHBI FK USU (2012-2013)

2. Anggota Departemen KASTRADPEMA FK USU

(2013-2014)

3.KepalaDivisi Pengembangan Pengetahuan NAPZA

SCORA PEMA FK USU (2014-2015)

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

00.60.36.00 40 p 7,1

00.58.10.88 28 p 4

00.32.55.91 36 l 9,2

00.58.59.93 55 p 7,2

00.60.44.94 63 l 5,3

00.58.10.96 50 l 6,3

00.60.40.97 42 p 4,2

(8)

Lampiran SPSS

Jenis Kelamin Batu Ginjal

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Perempuan 44 48.9 48.9 48.9

Laki-Laki 46 51.1 51.1 100.0

Total 90 100.0 100.0

Kelompok Umur Batu Ginjal Frequenc

hiperuresemia * batu_ginjal Crosstabulation batu_ginjal Continuity Correctionb 15.880 1 .000

Likelihood Ratio 26.360 1 .000

(9)

Linear-by-Linear Association 17.586 1 .000 N of Valid Cases 133

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,38. b. Computed only for a 2x2 table

jenis_kelamin * kadar Crosstabulation kadar

Frequency Percent Valid Percent

(10)

d

anemia hemolitik 1 2.2 2.2

batu pyolum + multiple kaliks 1 2.2 2.2

Bph 1 2.2 2.2

Chf 5 10.9 10.9

chronic kidney diseasis stage iv 1 2.2 2.2

chronic kidney diseasis stage v 10 21,3 21.3

chronic kidney stage V ec. HIV 2 4.3 4.3

Cml 1 2.2 2.2

d 619 pansitopenia 1 2.2 2.2

diabetik nefrofaty+dm tipe 2 1 2.2 2.2

dm tipe 2 + chronic kidney diseasis stage

1 2.2 2.2

DM tipe 2 dengan ulkus cruris dextra

1 2.2 2.2

esofagitis 1 2.2 2.2

Gout 1 2.2 2.2

hiponatmia 1 2.2 2.2

hiv stadium III 1 2.2 2.2

jantung hipertensi 2 4.3 4.3

(11)

jenis_kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid perempuan 40 37.7 37.7 37.7

laki-laki 66 62.3 62.3 100.0

Total 106 100.0 100.0

limfadentitis tb + chronic kidney diseasis stage

1 2.2 2.2

meningitis 1 2.2 2.2

nefrolitiasis bilateral 1 2.2 2.2

obstruksi bowel 1 2.2 2.2

Osteo Athritis 1 2.2 2.2

perdarahan saluran cerna post injury

1 2.2 2.2

perdarahan saluran makan bagian atas

1 2.2 2.2

PPOK 1 2.2 2.2

sirosis liver 2 4.3 4.3

syok sepsis , pneumonia 1 2.2 2.2

syok sepsis ec athritis 1 2.2 2.2

thalasemia mayor 1 2.2 2.2

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Albertoni, G. A, Borger, F. T., Schor, N., 2012. Uric Acid and Renal Fungtion.

Available from :

Alverez-lario, B., Macarron-vicente, J., 2011. Is There Anything Good In Uric Acid ?. Q J Med 2011; 104:1015-1024.

Assimos D. G., Ngo, T. C., 2007. Uric Acid Nephrolithiasis : Recent Progress and Future Directions. Available from

:

May 2015].

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Kementriean Kesehatan Republik Indonesia.

Bobulescu, I. A, Moe, O. W, Renal Transport of Uric Acid : Evolving Conceps and Uncrertainties. NIH Public Acces. Adv Chronic Kidney Dis. 2012 November ; 19(6): 358–371. doi:10.1053/j.ackd.2012.07.009.

Burns C. M., Wortmann R. L., 2015. Disorders of Purine and Pyrimidine Metabolism. Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi 19. United States : McGraw-Hill Companies, Inc., 431e-1- 431e-6.

Carter, M. R., Green, B. R., 2011. Renal Calculi : Emergency Departement

Diagnosis and Treatment. Available from

Curhan, G. C., 2015. Nephrolithiasis. Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi 19. United States : McGraw-Hill Companies, Inc., 1866.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC

Favus, M. J., Coe, F.L., 2000. Nefrolitiasis. Dalam : Harrison : Prinsip-prinsip Ilmu Pentakit Dalam Volume 3. Edisi 13. Jakarta : EGC, 1495-1500.

(13)

Harjdasasmita, P., 2000. Ikhtisar Biokimia Dasar B. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.

Kramer H. J., Choi H. K., Atkinson K., Stampfer M., Curhan G. C., 2003. The association between gout and nephrolithiasis in men: The Health Professionals’ Follow-Up Study. Available from

Desember 2015].

Murray, R. K., Granner, D. K., Rodwell, V. W., 2003. Biokinia Harper. Edisi 27. Jakarta : EGC

Nelson, D. L., Cox, M. M., 2004. Lihninger Principles of Biochemistry. 4th Edition.

Purnomo, B. B., 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3. Malang : Sagung Seto. Putra, T. R., 2009. Hiperurisemia. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 3.

Edisi 5. Jakarta : InternaPublishing, 2550-2555.

Ridwan, M. S., Timban, J. F. J., Ali, R. H., 2015. Gambaran Ultrasonografi Ginjal Pada Pederita Nefrolitiasis Di Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratu Langit BLU RPUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode 1 Januari sampai 30 Juni 2014. Jurnal e-clinic, Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015.

Rini D. P., 2008. Hubungan Peningkatan Kadar Asam Urat Serum (HYPERURICEMIA) dengan Kejadian Batu Ginjal (NEPHROLITHIASIS) di RSUD DR. Kanujoso Djatiwiowo Balikpapan Periode Januari – Desember 2008. Available from : http://eprints.umm.ac.id/5698/1/HUBUNGAN_PENINGKATAN_KADA R_ASAM_URAT_SERUM1.pdf [Accesed 8 Desember 2015].

Schumacher, H. R., Chen, L. X., 2010. Gout and other crystal-associated arthropothies. Dalam Harrison’s Rheumatology. 2010.2nd Edition.United States : McGraw-Hill

(14)

Silbernagl, S. dan Lang, F., 2012. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Sja’bani, M., 2009. Batu Saluran Kemih. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 2. Edisi 5. Jakarta : InternaPublishing, 1025-1032.

Stoller, M. L., 2008. Urinary Stone Disease. Dalam : Tanagho, E. A., Mc Aninch, J. A., 2008. Smith’s General Urology.17th edition. United States of americ : Mc Graw Hill Lange

Sutton, D., 2003. Textbook of Radiology and Emaging volume 2.7th edition. CHURCHILL LIVINGSTONE

Wallace L. K., Riedel A. A., Joseph-Ridge N., Wortmann R., 2012. Increasing prevalence of gout and hyperuricemia over 10 years among older adults in a managed care population. Available from

2015].

Wiederkehr, M. R., Moe, O. W., 2014. Uric acid Nephrolithiasis : A Systemic Metabolic Disorder. NIH Public Acces. Doi : 10.1007/s12018-011-9106-6. Worcester, E. M., Coe, F. L., 2009. Nephrilithiasis.NIH Public Access.Prim Care.

2008 june ; 35 (2) : 367- vii.

Wortmann, R. L., 2000. Gout dan Gangguan Metabolisme Purin Lain. Dalam : Harrison : Prinsip-prinsip Ilmu Pentakit Dalam Volume 5. Edisi 13.

(15)

BAB 3

Kerangka Konsep dan Defenisi Operasional

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Defenisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operasional No. Variabel Defenisi

Operasional 1. Hiperurisemia Pasien dengan

(16)

3.3. Hipotesis

(17)

Bab 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik obsevasional dengan desain studi cross sectional mengetahui hubungan antara peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan kejadian batu ginjal di RSUP H Adam Malik Medan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini di RSUP H Adam Malik Medan. Waktu pelaksanaan penelitian adalah pada 22 April 2015 sampai 31 Desember 2015.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis batu ginjal di RSUP H Adam Malik Medan departemen urologi dan departemen radiologi, pasien dengan peningkatakan kadar asam urat di departemen patologi klinik periode 1 Januari 2014 sampai 31 Desember 2014

4.3.2. Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis batu ginjal dan pasien dengan peningkatan kadar asam urat di RSUP H Adam Malik Medan.

4.3.3. Besar sampel

Dalam penelitian ini untuk menentukan besar sampel adalah menggunakan metode total sampel.

4.4 Metode Pengumpulan Data

(18)

diagnosis batu ginjal dan hasil rekam medik pasien dengan peningkatan kadar asam urat di RSUP H Adam Malik dalam periode 1 Januari 2014 sampai 31 Desembar 2014.

4.5 Metode Analisa Data

1. Sebelum dianalisis, data diedit, dikoding, ditabulasi dan dientri ke dalam komputer.

2. Data jenis kelamin, karakteristik subjek penelitian, riwayat penyakit dan usia dideskripsikan sebagai distribusi frekuensi dan presentase.

3. Untuk menguji hubungan antara peningkatakan kadar asam urat dengan kejadian batu ginjal dilakukan dengan uji Chi Square.

4. Uji statistik dilakukan dengan program SPSS for Windows.

4.6 Jadwal Penelitian Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan No

.

Kegiatan Apl Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

1. Menyusun proposal 2. Presentasi proposal 3. Mengumpulkan data 4. Analisis data

(19)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1Deskripsi Lokasi Penelitan

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik (RSUP H. Adam Malik) merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan Dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991. RSUP H. Adam Malik juga sebagai pusat rujukan untuk wilayah pembangunan A meliputi Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Aceh dan Provinsi Riau. Rumah Sakit ini dibangun di atas tanah 10 Ha dan berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17 Km 12 Kecamatan Medan Tuntungan Kota Madya Medan Provinsi Sumatera Utara.

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan, sedangkan pelayanan untuk rawat inap baru dimulai tanggal 21 Juli 1992. Pada tanggal 1 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda dimulainya Soft Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993.

5.2 Analisis Data

5.2.1 Jenis Kelamin Pasien Batu Ginjal

Berdasarkan penelitian, Jenis Kelamin dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Batu Ginjal

No Jenis Kelemin Jumlah Proporsi

1 Laki-laki 46 51,1

2 Perempuan 44 48,9

Jumlah 90 100

(20)

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 46 orang (51.1%), dan pasien berjenis kelamin perempuan sebanyak 44 orang (48,9%).

5.2.2 Kadar Asam Urat Pasien Batu Ginjal

Berdasarkan penelitian, kadar asam urat pasien dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kadar Asam Urat Pasien Batu Ginjal

No

(21)

mg/dL sebanyak 3 orang (6,5%) dan lebih dari 13 mg/dL sebanyak 2 orang (4,3%).

5.2.3 Usia Pasien Batu Ginjal

Berdasarkan penelitian, Usia pasien dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Usia Pasien Batu Ginjal

No. Usia Jumlah Proporsi

1. < 30 Tahun 3 3,3

2. 30-50 Tahun 39 43,3

3. > 50 Tahun 48 53,4

Jumlah 90 100

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa pasien dengan diagnosis batu ginjal di Rumah Sakit Haji Adam Malik pada rentang waktu 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2014 sebanyak 90 orang (100%), pasien dengan rentang Usia di bawah 30 tahun sebanyak 3 orang (3,3%), pasien dengan rentang Usia 30 tahun sampai 50 tahun sebanyak 39 orang (43,3%), pasien dengan rentang Usia 50 tahun ke atas sebanyak 48 orang (53,4%).

5.2.4 Jenis Kelamin Pasien Hiperurisemia

Berdasarkan penelitian, jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Hiperurisemia

No Jenis Kelemin Jumlah Proporsi

1 Laki-laki 66 62,3

2 Perempuan 40 37,7

Jumlah 106 100

(22)

pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 66 orang (62,3%), dan pasien berjenis kelamin perempuan sebanyak 40 orang (37,7%).

5.2.5 Usia Pasien Hiperurisemia

Berdasarkan penelitian, usia pasien dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Usia Hiperurisemia

No. Usia Jumlah Proporsi

1. < 25 tahun 4 3,8

2. 25-34 tahun 3 2,8

3. 35-44 tahun 25 23,6

4. 45-54 tahun 28 26,4

5. 55-64 Tahun 37 34,9

6 ≥65 tahun 9 8,5

Total 106 100

(23)

5.2.6 Hubungan peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan terjadinya batu ginjal (nefrolistiasis)

Tabel 5.6 Hubungan Kadar Asam Urat Dengan Batu Ginjal

Berdasarkan Tabel 5.6, dapat dilihat bahwa pasien batu ginjal dan kadar asam urat normal sebanyak 29 orang , batu ginjal dan peningkatan kadar asam urat sebanyak 61, dan pasien peningkatan kadar asam urat tetapi tidak batu ginjal sebanyak 43 pasien.

Dari hasil uji statistika dengan chi-square didapatkan hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar asam urat dengan batu ginjal (p=0,000 < 5).

Batu Ginjal (Nefrolitiasis)

Total

Ya Tidak

Peningkatan Kadar Asam Urat (hiperurisemia)

Ya 61 43 104

Tidak 29 - 29

(24)

5.2.7 Diagnosis Penyakit Pada Pasien Hiperurisemia

Berdasarkan penelitian, pasien dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Diagnosis Penyakit Hiperurisemia

No Penyakit Pasien Hiperurisemia Jumlah Proporsi

1. Anemia Hemolitik 1 2.2

2. Batu Pyolum + Multiple Kaliks 1 2.2

3. Benign Prostatic Hyperplasia 1 2.2

4. Congestive Heart Failure 5 10.9

21. Nefrolitiasis Bilateral 1 2.2

22. Obstruksi Usus 1 2.2

23. Osteoathritis 1 2.2

24. Perdarahan saluran cerna post injury 1 2.2

25. Perdarahan saluran cerna bagian atas 1 2.2

(25)

Berdasarkan Tabel 5.7 dapat dilihat bahwa pasien dengan diagnosis hiperurisemia di Rumah Sakit Haji Adam Malik pada rentang waktu 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2014 sebanyak 46 orang (100%), pasien dengan diagnosis gagal ginjal kronis merupakan yang terbanyak yaitu, sebanyak 10 orang (21,3%) merupakan gagal ginjal kronis stage v, sebanyak 1 orang (2,2%) merupakan gagal ginjal kronis stage IV, sebanyak 1 orang (2,2%) merupakan pasien gagal ginjal kronis ditambah DM tipe 2, sebanyak 2 orang (4,3%) merupakan pasien gagal ginjal kronis stage V ditambah HIV, sebanyak 1 orang (2,2%) merupakan gagal ginjal kronis ditambah limfadentitis. Berikutnya pasien dengan gangguan jantung, sebanyak 5 orang (10,9%) merupakan Congestive Heart Failure, sebanyak 1 orang (2,2%) merupakan jantung hipertensi.

Berikutnya pasien dengan serosis hati sebanyak 2 orang (4,3%). Dan untuk diagnosis Anemia Hemolitik, Batu Pyolum + Multiple Kaliks, Benign Prostatic Hyperplasia, Chronic Myeloid Leukimia, Pansitopenia, DM tipe 2 + Diabetik

nefrofaty, DM tipe 2 dengan Ulcus Cruris Dextra, Esofagitis, Gout, Hiponatremia, HIV stadium III, Karsinoma Duodenum, Meningitis, Nefrolitiasis Bilateral, Obstruksi Bowel, Osteoathritis, Perdarahan saluran cerna post injury, Perdarahan saluran cerna bagian atas, PPOK, Sirosis Liver, Syok Sepsis Pneumonia, Thalasemia Mayor, dan Syok Sepsis ec Arthritis masing masing sebanyak 1 orang (2,2%). Terdapat 3 orang (4,3%) pasien dengan positif menderita batu ginjal pada pasien hiperurisemia.

5.3. Pembahasan Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan terjadinya batu ginjal (urolitiasis) di RSUD H. Adam Malik. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan yang sesuai dengan kreteria yang telah ditentukan dan diperoleh 133 orang sampel dalam penelitian ini.

(26)

pencatatan dan pendataan yang kurang lengkap terhadap pemeriksaan yang dilakukan karena disesuaikan dengan kebutuhan diagnosis dan faktor biaya yang bukan merupakan kepentingan penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan diketahui sebanyak 90 orang (100%), dengan pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 46 orang (51.1%), dan pasien berjenis kelamin perempuan sebanyak 44 orang (48,9%).

Penelitian ini menunjukkan jumlah pasien batu ginjal di RSUP H. Adam Malik memiliki gambaran jumlah pasien laki-laki lebih banyak dari pada pasien perempuan, hal ini sejalan dari hasil penelitian RISKESDA (2013) yang menunjukkan prevalensi kejadian batu ginjal di Indonesia paling banyak terdapat pada pasien laki-laki, dengan perbandingan sebesar 4:1. Selain itu Curhan (2015) menjelaskan sekitar 19% laki-laki dan 9% perempuan mengumpulkan batu dalam hidupnya. Hasil menunjukan angka kejadian batu ginjal pada jenis kelamin laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah pasien dengan rentang Usia di bawah 30 tahun sebanyak 3 orang (3,3%), pasien dengan rentang Usia 30 tahun sampai 50 tahun sebanyak 39 orang (43,3%), pasien dengan rentang Usia 50 tahun ke atas sebanyak 48 orang (53,4%).

(27)

2014 sebanyak 90 orang (100%), dengan hasil pengukuran kadar asam urat pasien berdasarkan data di Laboraturium Patologi Klinik Rumah Sakit Haji Adam Malik memiliki nilai normal sebanyak 29 orang (32,2 %) dan pasien memiliki nilai peningkatan kadar asam urat sebanyak 61 orang (67,8%). Jumlah pasien perempuan dengan peningkatan kadar asam urat 5,7 mg/dL sampai 8,9 mg/dL sebanyak 25 orang (56,8%), 9-10,9 mg/dL sebanyak 2 orang (4,5%). Jumlah laki-laki dengan peningkatan kadar asam urat 7-8,9 mg/dL sebanyak 18 orang (39,1%), 9-10,9 mg/dL sebanyak 11 orang (23,9%), 11-12,9 mg/dL sebanyak 3 orang (6,5%) dan lebih dari 13 mg/dL sebanyak 2 orang (4,3%).

Penelitian ini menunjukan pasien batu ginjal cenderung memiliki peningkatan antara 7 mg/dL (laki-laki); 5,7mg/dL (perempuan) sampai 10,9mg/dL. Dapat dikesimpulan bahwa peningkatam kadar asam urat dapat menjadi salah satu faktor risiko penting dalam batu ginjal. Karena dalam studi kepustakaan disebutkan bahwa pentingnya asam urat dalam pembentukan batu ginjal, dimana menurut Putra (2009) hiperurisemia merupakan peningkatan kadar asam urat diatas normal, dan di jelaskan Wiederkehr (2011) peningkatan kosentrasi ini melewati konsentrasi batas metastabil (MUL) akan mempercepat proses kristalisasi, nukleasi, agregasi dan akhirnya akan membentuk batu ginjal. Dari alasan beberapa penelitian dan pendapat diatas saya simpulkan bahwa peningkatakan kadar asam urat dapat dilihat pada pasien dengan diagnosa batu ginjal.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pasien dengan diagnosis hiperurisemia di Rumah Sakit Haji Adam Malik pada rentang waktu 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2014 sebanyak 106 orang (100%), dengan pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 66 orang (62,3%), dan pasien berjenis kelamin perempuan sebanyak 40 orang (37,7%).

(28)

(2012), rasio antara laki-laki dan perempuan yang menderita hiperurusemia adalah sekitar 3:1.

Dari Hasil penelitian didapatkan bahwa pasien dengan diagnosis hiperurisemia di Rumah Sakit Haji Adam Malik pada rentang waktu 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2014 sebanyak 46 orang (100%), pasien dengan diagnosis gagal ginjal kronis merupakan yang terbanyak yaitu, sebanyak 10 orang (21,3%) merupakan gagal ginjal kronis stage v, sebanyak 1 orang (2,2%) merupakan gagal ginjal kronis stage IV, sebanyak 1 orang (2,2%) merupakan pasien gagal ginjal kronis ditambah DM tipe 2, sebanyak 2 orang (4,3%) merupakan pasien gagal ginjal kronis stage V ditambah HIV, sebanyak 1 orang (2,2%) merupakan gagal ginjal kronis ditambah limfadentitis. Berikutnya pasien dengan gangguan jantung, sebanyak 5 orang (10,9%) merupakan Congestive Heart Failure, sebanyak 1 orang (2,2%) merupakan jantung hipertensi.

Berikutnya pasien dengan serosis hati sebanyak 2 orang (4,3%). Dan untuk diagnosis Anemia Hemolitik, Batu Pyolum + Multiple Kaliks, Benign Prostatic Hyperplasia, Chronic Myeloid Leukimia, Pansitopenia, DM tipe 2 + Diabetik

nefrofaty, DM tipe 2 dengan Ulcus Cruris Dextra, Esofagitis, Gout, Hiponatremia, HIV stadium III, Karsinoma Duodenum, Meningitis, Nefrolitiasis Bilateral, Obstruksi Bowel, Osteoathritis, Perdarahan saluran cerna post injury, Perdarahan saluran cerna bagian atas, PPOK, Sirosis Liver, Syok Sepsis Pneumonia, Thalasemia Mayor, dan Syok Sepsis ec Arthritis masing masing sebanyak 1 orang (2,2%).

(29)

berhubungan dangan ginjal seperti gagal ginjal, batu ginjal nefritis dan lain lain. Hal ini berbeda dengan pendapat Burn (2015) yang menjelaskan Gouty Arthritis merupakan komplikasi terbanyak, perbedaan ini menurut hemat penulis disebabkan karena penatalaksanaan Gouty Arthritis di Indonesia sudah banyak ditangai di layanan kesehatan di daerah, dimana kita mengetahui pasien yang tiba di RSUP H. Adam Malik merupakan pasien yang dengan komplikasi lebih berat. Dari hasil penelitian ini terdapat penyakit lain yang di sertai dengan hiperurisemia. Oleh sebab itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait dengan faktor-faktor lain di dalamnya.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pasien dengan diagnosis hiperurisemia di Rumah Sakit Haji Adam Malik pada rentang waktu 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Desember 2014 sebanyak 106 orang (100%), pasien dengan rentang usia di bawah 25 tahun sebanyak 4 orang (3,8%), pasien dengan rentang usia 25 tahun sampai 34 tahun sebanyak 3 orang (2,8%), pasien dengan rentang usia 35 tahun sampai 44 tahun sebanyak 25 orang (23,6%), pasien dengan rentang usia 45 tahun sampai 54 tahun sebanyak 28 orang (26,4%), pasien dengan rentang usia 55 tahun sampai 64 tahun sebanyak 37 orang (34,9 %),pasien dengan rentang usia 65 tahun ke atas sebanyak 9 orang (8,5 %).

Dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa di daerah Sumatera Utara khususnya yang menjalani perawatan di RSUP H. Adam Malik banyak pada usia tua antara 55 sampai 64 tahun, karena sesuai dengan penjelasan dari Wortmann (2012) dimana peningkatan kadar asam urat bervariasi dan biasanya meningkat seiring waktu. Tetapi ini berbeda dengan penelitian Wallace (2012) yang menerangkan bahwa terdapat penigkatan dari kadar asam urat di dalam rentang usia diatas usia 65 tahun sampai 75 tahun yaitu sekitar 21 sampai 24 per 1000 orang pada tahun 1990-1992, hal ini mungkin karena ada perbedaan faktor budaya, genetika dan geografis dari tempat penelitian sebelumnya .

(30)

hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar asam urat dengan batu ginjal (p=0,000 < 5).

(31)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan dasil penelitian dan pembahsan dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan terjadinya batu ginjal (nefrolitiasis) dengan nilai signifikan sebesar 0,000, dimana lebih kecil dari α = 0,05.

2. Distribusi frekuensi batu ginjal di RSUP H. Adam Malik paling banyak pada laki laki sekitar 51,1%.

3. Kadar asam urat paling banyak yang terdapat pada pasien batu ginjal di RSUP H. Adam Malik adalah antara 7-8,9 mg/dL (laki-laki); 5,7-8,9 mg/dL (perempuan) adalah masing-masing 39,1% dan 56,8%.

4. Distribusi frekuensi usia pasien menderita batu ginjal di RSUP H. Adam Malik paling banyak adalah usia diatas 50 tahun yaitu 53,4%.

5. Distribusi frekuensi pasien dengan hiperurisemia disertasi dengan batu ginjal 45,9%.

6. Distribusi frekuensi penyakit penyerta pada pasien hiperurisemia di RSUP H. Adam Malik adalah CKD yaitu sekitar 32,6%.

7. Distribusi frekuensi hiperurisemia di RSUP H. Adam Malik paling banyak pada laki laki sekitar 62,3 %.

8. Distribusi frekuensi pasien menderita Hiperurisemia di RSUP H. Adam Malik paling banyak adalah usia 55-65 tahun yaitu 34,9 %.

6.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari hasil penelitan ini, ditemukan beberapa saran-saran sebagai berikut :

(32)
(33)

Bab 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Urat

2.1.1 Defenisi

Asam urat adalah hasil akhir dari katabolisme (pemecahan) purin. Purin adalah salah satu kelompok struktur kimia pembentuk DNA (gambar 2.1). Yang termasuk kelompok purin adalah adenosin dan guanosin. Saat DNA dihancurkan, purin pun akan dikatabolisme. Hasil akhirnya berupa asam urat (Rodwell, 2003).

Gambar 2.1 ( Murray, 2006 )

Asam urat merupakan produk akhir pemecahan purin pada manusia. Asam urat merupakan asam lemah dengan pKa 5,75 dan 10,3. Urat terbentuk dari ionisasi asam urat yang berada dalam plasma, cairan eksrtaseluler dan cairan sinovial dengan perkiraan 98 % berbentuk urat monosodium pada pH 7,4. Monosodium urat mudah diultrafiltrasi dan didialisis dari plasma. Pengikatan urat dengan ke protein plasma memiliki sedikit kemaknaan fisioligik. Plasma menjadi jenuh dengan konsentrasi urat monosodium 415 µmol/L (6,8 mg/dL) pada suhu 370 C. Pada konsentrasi lebih tinggi, plasma menjadi sangat jenuh dengan asam urat dan mungkin menyebabkan presipitasi kristal urat. Namun presipitasi tidak terjadi sekalipun konsentrasi urat plasma sebesar 80 mg/dL (Wortmann, 2012).

(34)

antara 158 dan 200 mg/ dL. Bentuk asam urat yang terionisasi dalam urin berupa mono dan disodium, kalisum, amonium dan kalsium urat (Wortmann, 2012).

Kadar rata-rata asam urat di dalam darah dan serum tergantung usia dan jenis kelamin. Sebagian besar anak memiliki kadar asam urat serum sebesar 180 sampai 240 µmol/L (3,0 sampai 4,0 mg/dL). Kadar ini mulai naik selama pubertas pada laki-laki tetapi rendah pada perempuan sampai monopause. Meskipun penyebab variasi jenis kelamin ini belum dipahami seluruhnya, sebagian disebabkan oleh ekskresi fungsional asam urat yang lebih tinggi pada perempuan dan disebabkan oleh pengaruh hormonal. Nilai asam urat serum rata-rata untuk laki-laki dewasa dan perempuan pramonopouse adalah 415 dan 360 µmol/L (6,8 dan 6,0 mg/dL). Pada perempuan dewasa dibawah 6,0 mg/dL. Konsentrasi pada dewasa stabil naik menurut waktu dan bervariasi menurut tinggi (Wortmann, 2012).

2.1.2 Pembentukan Asam Urat

Asam urat (purin 2,6,8-trihidroksi, C5H4N4O3) adalah produk akhir metabolisme purin di manusia, tetapi merupakan produk perantara dalam kebanyakan mamalia lain. Hal ini dihasilkan terutama dalam hati (Gambar 2.2) dengan aksi xantin oksidase, suatu enzim logam molibdenum yang dapat dihambat oleh farmakologi obat-obatan seperti allopurinol dan febuxostat (Bobulescu, 2012).

(35)

Gambar 2.2 Katabolisme Purin (2004, Nelson)

Adenosin pertama-tama mengalami deaminase menjadi inosin oleh enzim adenosin deaminase. Fosforilasi ikatan N-glikosidat inosin dan guanosin yang

dikatalisis oleh enzim nukleosida purin fosforilase, akan melepas basa purin (Rodwell, 2012).

(36)

enzim purin nukleosida fosforilase yang melepas gugus Ribosa- 1P (Hardjasasmita, 2000).

2.1.3 Ekskresi Asam Urat

Ekskresi netto asam urat lokal pada manusia normal rata-rata adalah 400-600 mg/jam. Banyak senyawa secara alami terdapat di alam dan senyawa farmakologik mempengaruhi absorpsi serta sekresi natrium pada ginjal. Produksi asam urat bervariasi tergantung kandungan purin dalam diet dan kecepatan biosintesis, degradasi dan penyimpanan purin. Normalnya dua pertiga hingga tiga perempat urat yang dihasilkan dikeluarkan melalui ginjal dan sebagian besar dibuang melalui usus. Setelah filtrasi, 98% sampai 100% asam urat diserap kembali. Kira-kira setengah sampai empat puluh persen asam urat yang direabsorbsi diekskresikan kembali di tubulus proksimalis dan kira kira 40-44% direabsorbsi kembali. Kira-kira 8% sampai 12% asam urat yang disaring oleh glomerulus dikeluarkan dalam urin sebagai asam urat (Wortmann, 2012).

2.1.4 Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan metabolisme asam urat (overproduction), penurunan pengeluaran asam urat urin (underexcretion), atau gabungan keduanya (Putra, 2009).

(37)

7,0 mg/dL dan meningkat sebanding dengan derajat peningkatan konsentrasi (Wortmann, 2012).

Prevalensi hiperurisemia sebesar 2,0 sampai 13,2 persen pada pasien dewasa rawat jalan dan sedikit lebih tinggi pada individu yang dirawat inap (wortmann, 2012).

Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan dengan hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik. Hiperurisemia primer adalah hiperurisemia tanpa disebabkan penyebab atau penyakit tertentu. Hiperurisemia sekunder adalah hiperurisemia yang disebabkan oleh penyakit atau penyebab lainnya. Hiperurisemia idiopatik merupakan hiperurisemia yang belum jelas penyebabnya (Putra, 2009 ).

A. Hiperurisemia primer

Hiperurisemia primer terdiri dari hiperurisemia dengan kelainan molekuler yang masih belum jelas dan hiperurisemia karena adanya kelainan enzim spesifik. Hiperurisemia primer kelainan molekuler yang belum jelas terbanyak didapat yaitu mencapai 90% yang terdiri dari hiperurisemia undrexretion (80-90%) dan kerena overproduction (10-20%). Hiperurisemia primer karena enzim spesifik diperkirakan hanya sebesar satu persen, yaitu peningkatan aktivitas varian dari phosphoribosylpyrophosphatse synthase dan sebagain enzim dari hypoxanthine

phosphoribosyltransferse. Hiperurisemia karena faktor genetik dan menyebabkan

gangguan pengeluaran asam urat sehingga menyebabkan hiperurisemia. Kelainan yang menyababkan gangguan pada pengeluaran asam urat di urin belum jelas, kemungkinan gangguan pada sekresi asam urat di tubulus ginjal (Putra, 2012).

B. Hiperurisemia sekunder

(38)

HPRT pada Lesh-Nyhan syndrome, kekurangan enzim glucosa-6-phosphatsen pada Von Gierkee, dan kelainan kekurangan enzim fructose-1-phosphate aldolase (Putra, 2012).

Hiperurisemia sekunder yang disebabkan oleh underexretion dikelompokan dalam beberapa kelompok yaitu karena penurunan masa ginjal, penurunan filtrasi glomerulus, penurunan fructional uric acid clearance dan pemakaian obat-obatan (Putra, 2012).

Secara umum penyebab hiperurisemia dapat ditentukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Anamnesis ditujukan untuk melihat faktor keturunan, kelainan dan atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder dari hiperurisemia (Putra, 2012).

Pada pemeriksaan fisik, pasien biasanya asimtomatik, dan tidak ada penemuan fisik spesifik . Pemeriksaan fisik untuk mengetahui kelainan sekunder yang menyertai dapat dicari dengan menemukan tanda-tanda seperti anemia, phletora, pembesaran organ limfa, gangguan kardiovaskuler dan kelainan ginjal

(Putra, 2012).

Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mengarahkan dan memastikan penyebab hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang yang dipilih berdasarkan perkiraan diagnostik setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang yang rutin dikerjakan adalah pemeriksaan darah rutin untuk asam urat darah dan kreatinin, pemeriksaan urin untuk asam urat dan kreatinin dalam 24 jam, dan pemeriksaan lain yang diperlukan. Seperti pemeriksaan enzim yang dilakukan tergantung pada pemeriksaan sebelumnya (Putra, 2012).

(39)

2.1.5 Penyakit-penyakit dengan Peningkatan Kadar Asam Urat a. Gout

Gout berupa penyakit rematik yang ditandai dengan tingginya kadar asam urat di dalam darah dan asam urat yang terdeposito berupa kristal di sendi (Lvarez-lario et al, 2011). Gout adalah suatu proses inflamasi yang diprakarsai oleh deposisi jaringan monosodiumurat kristal. Sebuah serangan yang khas merupakan monoartritis akut disertai klasik tanda-tanda peradangan (Albertoni et al, 2012 ).

Beberapa faktor risiko yang menyebabkan terjadinya gout. Genetik, gangguan monogenik yang mengakibatkan kelebihan produksi asam urat melalui kecacatan enzim dalam memetabolisme purin sangat langka. Namun demikian, gout primer sering terjadi pada laki-laki yang memiliki kecendrungan familiar yang kuat. Jenis Kelamin dan Usia, Laki-laki memiliki tingkat asam urat lebih tinggi dari perempuan dan peningkatan prevalensi gout pada semua usia, meskipun belum banyak yang menyebutkan khususnya pada usia tua. Estrogen memiliki efek urikosurik, hal ini yang membuat gout terjadi sangat jarang pada perempuan khususnya sebelum monopouse. Penuaan merupakan faktor risiko penting pada laki-laki dan perempuan, hal ini terjadi mungkin karena berkurangnya fungsi ginjal; peningkatan penggunaan diuretik dan obat-obatan lainnya; dan perubahan kepadatan dari jaringan ikat yang dapat terjadinya pembentukan dari kristal. Diet, asam urat telah lama dikaitkan denga gaya hidup yang kaya melibatkan konsumsi daging dan alkohol. Menurut Health Professionals Follow-up Study (HPFS) menunjukan faktor risiko relatif

(40)

meningkatkan kadar asam laktat dalam darah yang menghambat ekskresi asam urat. Dan yang terakhir, beberapa minuman beralkohol memiliki kandungan purin yang tinggi, antara lain bir yang berisi guanosin (Albertoni et al, 2012).

b. Batu saluran kemih

Hiperurisemia dan gout merupakan faktor risiko independen nefrolitiasis, tidak hanya untuk batu asam urat, tetapi juga untuk batu kalsium oksalat lebih umum. Prevalensi kalsium oksalat nefrolitiasis di pasien dengan gout adalah 10 sampai 30 kali lebih tinggi dari pada di individu tanpa gout, hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan ekskresi kalsium dan penurunan ekskresi sitrat (Alvarez-lario et al, 2011).

c. Penyakit ginjal

Asam urat dapat menyebabkan nefropati akut dan kronis yang dapat mengakibatkan kerusakan ginjal. Nefropati akut terjadi kerena pengendapan dari asam urat pada tubulus ginjal, sedangkan nefropati kronis disebabkan oleh endapan kristal natrium urat dalam interstitium medula ginjal yang menghasilkan respon inflamasi kronik dengan fibrosis intersitial dan kerusakan ginjal yang kronis (Alvarez-lario et al, 2011). Meskipun hiperurisemia selalu terjadi pada gagal ginjal. Artritis gout terjadi pada kurang dari 1 persen pasien gagal ginjal kronik. Karena sebagian besar artritis terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun yang menderita hiperurisemia, kebanyakan pasien gagal ginjal mungkin tidak cukup hiperurisemia untuk menumpuk beban asam urat. Selain itu penderita gagal ginjal kronik menunjukan penurunan respon peradangan terhadap kristal urat yang disuntikkan secara subkutan, kecuali penyakit polikistik ginjal (Wartmann, 2012).

Selain berkaitan dengan insufisiensi ginjal, hiperurisemia juga menyebabkan beberapa masalah ginjal : nefrolitiasis; neuropati urat, berupa penumpukan kristal monosidium urat dalam jaringan intersitial yang menyebabkan insufisiensi ginjal; neurofati asam urat (Wartmann, 2012).

d. Hipertensi

(41)

urat akan mengaktivasi sistem ginjal-angiotensin dan vasokontriksi pembuluh ginjal akibat mediasi inflamasi karena kerusakan dan stress (Alvarez-lario et al, 2011).

2.2 Batu Ginjal 2.2.1 Defenisi

Nefrolitiasis merupakan suatu penyakit dengan gejala ditemukannya satu atau beberapa massa keras seperti batu yang terdapat di dalam tubuli ginjal, infundibulum, pelvis ginjal, serta seluruh kaliks ginjal (Ridwan et al, 2014).

2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

Terbentuknya batu ginjal diduga ada hubungannya dengan gangguan saluran urin, infeksi saluran urin, dehidrasi dan keadaan-keadaan lainnya yang masih belum terungkap (idiopatik) (Purnomo, 2011).

Secara epidemiologi terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor ini adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik (Purnomo, 2011)

Faktor intrinsik itu antara lain :

a. Herediter (keturunan) : penyakit ini diturunkan dari orang tuanya.

b. Usia : penyakit ini paling sering didapat pada usia 30 sampai 50 tahun.

c. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih besar dari pada perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik adalah :

a. Geografi : Beberapa daerah memiliki prevalensi kejadian yang tinggi.

b. Iklim dan temperatur. c. Asupan air.

(42)

2.2.3 Patofisiologi nefrolitiasis

Batu saluran kemih biasanya timbul karena adanya kerusakan pada sistem keseimbangan yang baik. Ginjal harus mengolah air, namun ginjal juga harus menyekskresikan materi yang derajat kelarutannya rendah. Dua aktivitas berlawanan ini harus diseimbangkan dalam adaptasi terhadap diet, iklim dan aktivitas (Wortmann, 2012). Secara teori batu saluran kemih terbentuk di saluran kemih terutama daerah-daerah yang sering mengalami penghambatan aliran urin (Purnomo, 2011). Ada beberapa teori yang menerangkan proses pembentukan batu saluran kemih.

a. Teori supersaturasi

Kalsium, oksalat dan fosfat membentuk banyak senyawa kompleks terlarut yang stabil dengan komposisinya terdiri atas zat itu sendiri dan substansi urin lainnya. Akibatnya, aktivitas ion bebas dari zat itu lebih rendah dari pada konsentrasi kimiawinya, dan hanya dapat diukur melalui teknik tidak langsung. Penurunan ligan seperti sitrat dapat meningkatkan aktivitas ion tanpa mengubah konsentrasi kalsium dalam urin. Supersaturasi urin dapat ditingkatkan melalui dehidrasi atau melalui ekskresi yang berlebihan dari pada kalsium, oksalat, fosfat sistin atau asam urat. Selain itu pH urin juga perlu diperhatikan kerena fosfat dan asam urat merupakan asam lemah yang akan menigkatkan konsentrasi pada pH yang rendah (Wortmann, 2012).

Inisiasi dan pembentukan batu ini mengambarkan bahwa pembentukan kristal-kristal diawali dari dalam ginjal. Agar kristal terbentuk urin harus jenuh sehubungan dengan materi batu yang akan terbentuk, hal ini lah yang disebut supersaturasi. Tingkat kejenuhan ini berkorelasi dengan pembentukan batu, maka menurunkan tingkat kejenuhan ini efektif untuk mencegah kekambuhan batu (Worcester et al, 2008).

b. Nukleasi

(43)

dan kristal lain yang hadir di saluran kemih dapat berfungsi sebagai tamplate untuk pembentukan kristal, proses ini sering dikenal sebagai heterogen nukleasi. Heterogen nukleasi menurunkan tingkat kejenuhan diperlukan untuk pembentukan kristal. Setelah terbentuk, inti kristal akan terbentuk dalam ukuran jika urin jenuh sehubungan dengan fase pembentukan kristal. Kelipatan kristal akan beragregasi kemudian akan terus menbentuk batu (Aspilin et al, 2010).

c. Penghambat kristalisasi

(44)

Gambar 2.3 patofisiologi batu ginjal ( Silbernagl, 2012)

2.2.4. Komposisi batu

(45)

a. Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak di jumpai, yaitu sekiar 70 sampai 80 persen dari seluruh kasus batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran kedua unsur (Purnomo, 2011).

Faktor terjadinya batu kalsium adalah i. Hiperkalsiuri

Hiperkalsiuri adalah kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Penyebab terjadinya hiperkalsiuri berupa hiperkalsiuri idiopatik yang bersifat hereditar dan diagnosisnya dapat segera dibuat. Pada beberapa pasien, hiperabsorbsi kalsium intestinal primer sementara menyebabkan hiperkalsimia pasca parandial (setelah makan) yang menekan sekresi hormon paratiroid. Tubulus ginjal menghalangi rangsangan normal untuk reabsorbsi kalsium pada waktu yang sama sehingga beban kalsium yang sering meningkat (Wortmann, 2012).

ii. Hiperoksaluri

Hiperoksaluri adalah ekskresi oksalat urin yang melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi diet kaya oksalat (Purnomo, 2011).

iii. Hiperurikosuria

Hiperurikosuria adalah kadar asam urat dalam urin melebihi 850 mg/24 jam (Purnomo, 2011). Sekitar 20% kalsium oksalat pembentuk batu karena hiperurikosuria (Aspilin et al, 2010).

iv. Hipositraturia

Di dalam urin sitrat mencegah pembentukan batu kalsium dengan membentuk kampleks latutan dengan kasium. Hipositraturia di temukan pada 20% sampai 40% pembentukan batu kalsium (Aspilin et al , 2010).

b. Batu Struvit

(46)

pH menjadi 8 sampai 9. CO2 mengalami hidrasi menjadi H2CO3 dan selanjutnya berdisosiasi menjadi CO32- yang mengalami presipitasi dengan kalsium menjadi CaCO3. NH4+ terpresipitasi dengan PO43- dan Mg 2+ membentuk MgNH4PO4. Hasilnya adalah batu kalsium karbonat tercanpur dengan struvit (Favus et al, 2000).

c. Batu Sistin

Sistinuria terbentuk melalui defek transpor asam amino yang terganggu pada sikat pembatas di tubulus ginjal dan sel epitel di intersitium. Batu sistin hanya terbentuk pada pasien dengan sistinuria (Favus et al, 2000).

d. Batu Asam urat

Batu asam urat merupakan minoritas dari semua kasus nefrolitiasis, tetapi secara signifikan lebih umum di antara pembentuk batu dengan sindrom metabolik. Sebuah urin terlalu asam adalah diakui sebagai kelainan utama yang bertanggung jawab untuk nefrolitiasis asam urat. Batu asam urat merupakan 5% sampai 10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara 75% sampai 80 % batu asam urat terdiri dari batu asam urat murni dan sisanya merupakan batu asam urat campuran seperti dengan kalsium oksalat. Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout, mieloproliferatif, pasien dengan terapi anti kanker banyak menggunakan obat urikosurik diantaranya thiazide, sulfinpirizone (Purnomo, 2011).

(47)

terendah selama pagi dini hari. Dengan demikian, itu adalah kombinasi dari aliran rendah dan tinggi osmolaritas dimana hiperurikosuria menyebabkan pengendapan kristal. Sementara hiperurikosuria adalah faktor risiko yang ditetapkan untuk batu asam urat, itu akan lebih sering menghasilkan kalsium nefrolitiasis oksalat (hyperuricosuric kalsium urolitiasis) (Wiederkehr, 2011).

Hiperurkosuria umumnya didefenisikan sebagai urin ekskresi asam urat harian lebih dari 800 mg pada pria dan 750 mg pada wanita. Hiperurikosuria bukanlah faktor penentu untuk asam urat litiasis, dan sebaliknya, batu asam urat sering membentuk pada pasien dengan normourikosuria. Selain itu, lebih dari memutuskan jumlah total asam urat diekskresikan adalah konsentrasi dalam urin. Kelarutan zat didefenisikan sebagai jumlah maksimum yang stabil dalam solusi. Supersaturation terjadi di luar konsentrasi kelarutan, dimana ada sebuah drive

untuk menghapus kelebihan dengan kristalisasi, meskipun tidak ada kristal baru belum dapat membentuk, sampai Konsentrasi mencapai batas atas metastabil (MUL). Pada dan di luar MUL, kristal akan mengendap, nukleasi, agregat, dan tumbuh menjadi sebuah batu ginjal (Wiederkehr, 2011).

(48)

Tabel 2.1. Faktor Penyebab Terbentuknya Batu Asam Urat

2.2.5. Gambaran Klinis A. Nyeri

Nyeri adalah mekanisme untuk menimbulkan kesadaran bahwa sedang ada terjadi kerusakan jaringan (Sherwood, 2012). Kolik ginjal dan sakit ginjal non-kolik adalah dua jenis nyeri yang berasal dari ginjal. Kolik ginjal biasanya disebabkan adanya peregangan sistem pengumpul atau ureter. Sedangkan nyeri ginjal non-kolik karena adanya distensi dari kapsul ginjal. Obtruksi kemih merupakan mekanisme yang bertangunggu jawab terjadinya nyeri kolik karena

Low

Insulin resistence X

Animal protein in diet X X

Primary gout X X

Chronic diarrhea X X

Dehydration X

Lesch-Nyhan syndrome X

Von-Gierke disease X

Disorders of high cell X

Renal hyperuricosuria

Familial hyperuricosuria

Fanconi syndrome

Harnup disease

Wilson’s disease

(49)

adanya peningkatan tekanan intraluminal yang menyababkan terjadinya peregangan pada ujung-ujung saraf. Kolik ginjal tidak selalu meradang dan datang bergelombang seperti nyeri kolik pada kolik usus dan kolik empedu (Stoller, 2008).

Nyeri kolik ginjal merupakan nyeri yang intermiten yang menjalar ke pangkal paha, perut bagian bawah atau alat kelamin. Nyeri sering di sertai rasa mual, muntah, disuria, dan hematuria (Carter et al , 2014).

Gambar 2.4 Nyeri kolik (Carter, 2014)

B. Hematuria

Sebagian besar pasien memiliki gejala hematuria. Urinalisis lengkap membantu untuk mengkomfirmasi diagnosis dari batu saluran kemih dengan menilai hematuria, kristaluria dan pH urin. Pasien sering mengeluhkan adanya hematuria yang jelas (gross hematuria yang intermiten) atau tak berwarna hanya ada urin seperti teh kental (mikrohematuria) (Carter et al , 2014).

C. Infeksi

(50)

D. Demam

Kejadian demam pada batu ginjal jarang terjadi, hal ini terjadi karena ada hubungannya dengan infeksi pada saluran kemih akibat batu saluran kemih (Carter et al , 2014).

2.2.6. Diagnosis Nefrolitiasis A. Anamnesis

Anamnesis yang teliti dapat membantu dalam mendiagnosis suatu penyakit. Sebuah evaluasi yang tepat memerlukan riwayat kesehatan menyeluruh. Sifat nyeri harus dievaluasi, termasuk onset, karakter, radiasi, kegiatan yang memperburuk atau meringankan rasa sakit, mual dan muntah yang berhubungan atau hematuria gross, dan riwayat sakit yang sama. Pasien dengan batu sebelumnya sering memiliki jenis yang sama seperti sakit di masa lalu, tetapi tidak selalu (Carter et al, 2014). Dan beberapa faktor risiko juga merupakan komponen yang ditanyakan dalam anamnesis.

1. Kristaluria merupakan faktor risiko untuk batu. Pembentuk batu, terutama mereka dengan batu kalsium oksalat, sering mengeluarkan lebih kristal kalsium oksalat, dan orang-orang kristal yang lebih besar dari normal > 12 mm. Tingkat formasi batu sebanding dengan persentase besar kristal dan kristal agregat. Produksi kristal ditentukan oleh saturasi masing-masing garam dan konsentrasi urin, inhibitor dan promotor.

2. Faktor sosial ekonomi

3. Diet memiliki pengaruh yang tinggi dengan kejadian batu ginjal, contoh pada pasien dengan konsumsi asam lemak jenuh, kosumsi diet kaya purin dan sebagainya akan meningkatkatkan kejadian batu ginjal.

4. Iklim dan cuaca, pada iklim panas atau cuaca panas maka tingkat dehidrasi akan meningkat, dimana dehidrasi dapat meningkatkan kejadian batu ginjal. 5. Sejarah keluarga

B. Pemeriksaan Fisik

(51)

memiliki rasa sakit yang parah, berusaha mencari gerakan-gerakan dan posisi yang nyaman. Hal tersebut dapat membedakannya dengan kejadian nyeri pada peritonitis yang cendrung tidak bergerak. Selain adanya nyeri costovertebral ada juga ditemukan massa di abdomen akibat distensi atau hidronefrosis parah. Komponen sistemik yang dapat dilihat berupa takikardi, berkeringat mual dan muntah (Carter et al, 2014).

Pasien dengan batu asam urat memiliki gejala dan tanda-tanda yang mirip dengan dengan jenis lain dari batu, yang meliputi flank dan sakit perut, mual, emesis, gejala saluran kemih bagian bawah, hematuria, dan nyeri gonad di laki-laki. Oleh karena itu, keberadaan umum prediktor klinis untuk kehadiran batu harus meminta satu untuk menilai untuk diagnosis tersebut (Assimos, 2007). C. Pemeriksaan Penunjang

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakan diagnosis batu ginjal juga diperukan adanya pemeriksaan radiologi, laboraturium dan pemeriksaan penunjang lainnya.

i. Pemeriksaan laboraturium

Pemeriksaan ini memiliki tujuan untuk mengetahui faktor risiko, jenis batu dan komplikasi yang ada. Pemeriksaan laboraturium dilakukan melalui urinalisis, analisi urin 24 jam, dan analisis darah. Penelitian laboratorium dasar tertentu harus diperoleh. Batu asam urat harus dicurigai pada setiap pasien dengan pH urin yang masih rendah, kurang dari 5,5, dan radiografi yang temuan ulasan kemudian (Assimos, 2007).

ii. Pemeriksaan radiologi 1. Ultrasongrafi

(52)

2. Foto polos

Pembuatan foto polos dapat menentukan besar, jumlah macam dan lokasi batu radio-opak serta komposisi batu pada traktus urinarius. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering ditemukan dibandingkan jenis batu lain. Sedangkan batu asam urat bersifat non radio-opak atau radiolusen (Purnomo, 2011).

Keterbatasan pemeriksaan ini adalah tidak dapat mentukan batu radiolusen, batu kecil, batu yang tertutupi bayangan struktur tulang. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu dalam ginjal atau batu di luar ginjal (Sja’bani,2006). Oleh karena itu, foto polos perlu ditambahkan dengan pemeriksaan foto pielografi intravena yang bertujuan mendetaksi batu semi-opak maupun batu non-opak yang tidak dapat telihat pada foto polos abdomen (Purnomo, 2011).

3. Computed tomography

Noncontrast spiral CT Scan sekarang menjadi pilihan pencitraan pada

pasien dengan kolik ginjal akut. Metode ini lebih cepat dan murah dibandingkan dengan IVP. Metode ini menampilkan struktur peritoneal dan retroperitoneal untuk membatu diagnosis yang belum pasti. Kekurangannya adalah tidak memberikan gambaran anatomi yang rinci seperti IVP yang mungkin perlu dalam intervensi pencernaan. Matriks batu dengan jumlah kalsium yang tinggi akan mempermudah evaluasi oleh CT. Gambaran batu asam urat akan memiliki gambaran yang tidak jauh berbeda dengan batu kalsium oksalat (Carter et al, 2014).

4. Intravenous pyelography

IVU terdiri dari serangkian film polos yang diambil setelah pemberian

media kontras larutan iodinecontaning melalui suntikan intravena. IVU kurang diandalkan dalam diagnosis batu ginjal karena memiliki akurasi sekitar 50% (Sotton, 2003).

5. Retrograde pyelography

Metode ini digunakan untuk menggambarkan bagian anatomi saluran atas

(53)

2.2.7. Penatalaksanaan A. Terapi konservatif

Dalam pengobatan konservatif yang dilakukan adalah mengupayakan batu dapat keluar spontan dengan menggunakan obat-obatan dan cara lainnya tanpa melalui tindakan opersi atau tindakan lainnya. Terapi medikamentosa ditujukan untuk ukuran batu ginjal kurang dari 5 milimeter, karena diharapkan batu dapat keluar spontan (Purnomo, 2011).

B. Tindakan urologi

Indikasi untuk melakukan tindakan urologi adalah batu ginjal dengan ukuran lebih dari 5 milimeter atau dengan tindakan konservatif yang tidak memungkinkan batu keluar spontan, batu ginjal yang menyebabkan nyeri yang tidak menghilang, hidronefrosis permanen, adanya infeksi, batu staghorn dan ada hubungan dengan pekerjaan (Purnomo, 2011).

Ada beberapa jenis tindakan urologi, yaitu Extracorporeal Shockwave Lithotripsyn (ESWL), melalui tindakan PNL (Percutaneous Nephro Lithopaxy),

bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka (Purnomo, 2011).

2.3. Hubungan antara peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan terjadinya baru ginjal (nefrolitiasis).

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan tetap terlarut dalam urin jika tidak ada keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk batu inti (nucleasi) yang kemudian mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain membentuk kristal yang lebih besar (Purnomo, 2011).

(54)

(55)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiperurisemia di dapat hasil dari peningkatan produksi atau penurunan ekskresi asam urat atau kombinasi dari dua proses. Mempertahankan predisposisi hiperurisemia beberapa individu dapat mengembangkan manifestasi klinik termasuk artritis gout, urolitiasis, dan ginjal disfungsi. Hiperurisemia didefnisikan sebagai plasma (atau serum) konsentrasi urat > 6,8 mg/dL. Risiko arthritis atau urolitiasis gout meningkat dengan kadar asam urat tinggi dan meningkat dalam proporsi tingkat elevasi. Hiperurisemia hadir dalam antara 2,0% dan 13,2% dari orang dewasa rawat jalan dan bahkan lebih sering pada individu dirawat di rumah sakit (Harisson’s, 2010). Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Berdasarkan studi epidemiologi selama ini, patokan kadar asam urat normal adalah < 7 mg/dL pada laki-laki dan < 6 mg/dL pada perempuan (Putra, 2009). Hiperurisemia dapat menyebabkan gangguan pada ginjal yaitu berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut, dan kronis akibat asam urat (Wortmann, 2005).

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Zaman Mesir Kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah ditemukan batu pada kandung kemih seorang mumi (Purnomo, 2011). Penyakit batu saluran kemih atau urolistiasis adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang kadarnya berlebihan atau adanya faktor lain yang menyebabkan peningkakan daya larut substansi. Nefrolitiasis merupakan suatu penyakit dengan gejala ditemukannya satu atau beberapa massa keras seperti batu yang terdapat di dalam tubuli ginjal, infundibulum, pelvis ginjal, serta seluruh kaliks ginjal (Ridwan et al, 2014).

(56)

bawah. Menurut Sukahatya dan Muhammad Ali (1975) dalam Mohammad Sja’bani (2009) melaporkan dari 96 batu saluran kemih ditemukan dengan kandungan asam urat tinggi, bentuk murni sekitar 24 (25%) dan campuran bersama kalsium oksalat/kalsium fosfat sebesar 76 (79%), sedangkan batu kalsium oksalat/kalsium fosfat sebesar 71 (73%) (Sja’bani, 2009).

Di Amerika Serikat 5-10 % penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12 % penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi di samping penyakit infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna (Purnomo, 2011).

Prevalensi penderita batu ginjal berdasar wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,6 persen. Prevalensi tertinggi di DI Yogyakarta (1,2%), diikuti Aceh (0,9%), Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tengah masing-masing sebesar 0,8 persen. Sumatera utara sendiri memiliki prevalensi penyakit batu ginjal sebesar 0,3 persen (RISKESDA, 2013).

Prevalensi penyakit batu ginjal berdasarkan wawancara meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tertinggi pada kelompok usia 55-64 tahun (1,3%), menurun sedikit pada kelompok usia 65-74 tahun (1,2%) dan usia ≥75 tahun (1,1%). Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki (0,8%) dibanding perempuan (0,4%). Prevalensi tertinggi pada masyarakat tidak bersekolah dan tidak tamat SD (0,8%) serta masyarakat wiraswasta (0,8%) dan status ekonomi hampir sama mulai 96 kuintil indeks kepemilikan menengah bawah sampai menengah atas (0,6%). Prevalensi di perdesaan sama tinggi dengan perkotaan (0,6%) (RISKESDA, 2013).

Keluhan-keluhan yang disampaikan pasien berupa rasa sakit di daerah pinggang, keluhan ini timbul mendadak atau jika batu terdapat pada daerah distal ureter akan dirasakan nyeri pada saat usaha membuang urin. Kadang keluhan-keluhan ini diikuti olah adanya demam akibat adanya urosepsis dan hal ini merupakan kedaruratan urologi (Carter, 2011).

(57)

gangguan metabolisme, gannguan pada faktor diet dan adanya beberapa penyebab yang belum diketahui penyebab pastinya (idiopatik) (Purnomo, 2011).

Gangguan metebolisme merupakan salah satu penyebab terjadinya batu saluran kemih. Salah satunya adalah asam urat yang merupakan sisa metabolisme dari purin (Harisson’s, 2010).

Asam urat lebih mudah larut dalam urin dibanding dalam air, karena adanya urea, protein dan mukopolisakarida. Kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH urin. Pada pH 5,0 urin menjadi jenuh dengan asam urat pada konsentrasi

antara 360 sampai 900 μmol/L. Pada pH 7,0 saturasi mencapai 9480 dan 12000

μmol/L (Harison, 2010). Hal inilah yang dapat menyebabkan penumpukan yang memacu proses kristalisasi. Kristal-kristal yang terbentuk inilah yang dapat menyebabkan batu ginjal dan batu di saluran kemih (Harisson’s, 2010). Asam urat tidak hanya berperan dalam pembentukan kasus batu ginjal asam urat tetapi juga berperan dalam pembentukan jenis batu ginjal lainnya, dimana pada beberapa pasien non gouty arthritis yang hyperuricemia didapatkan batu ginjal jenis kalsiaum oksalat atau batu kalsium fosfat (Wortmann, 2005).

Oleh karena hal-hal yang dipaparkan di atas, adanya faktor risiko gangguan kadar asam urat yang dapat menyebabkan terjadinya batu saluran kemih, peneliti ingin melakukan pengamatan mengenai hubungan peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan batu ginjal (nefrolitiasis) di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2 Rumusan Masala

Berdasarkan pendahuluan yang telah dipaparkan di atas penulis ingin merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

(58)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya hubungan antara peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan kejadian batu ginjal (nefrolitiasis).

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi pasien dengan peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) yang disertai dengan batu ginjal (nefrolitiasis) di RSUP H. Adam Malik.

2. Mengetahui penyakit-penyakit yang terjadi pada pasien dengan peningkatan kadar asam urat di RSUP H. Adam Malik.

3. Mengetahui distribusi frekuensi jenis kelamin pada pasien dengan batu ginjal (nefrolitiasis) di RSUP H. Adam Malik.

4. Mengetahui distribusi frekuensi usia pada pasien dengan batu ginjal (nefrolitiasis) di RSUP H. Adam Malik.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Klinik

Manfaat klinik yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai acuan bahwa peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) merupakan faktor risiko terjadinya batu ginjal (nefrolitiasis).

2. Sebagai acuan untuk melakukan pencegahan terbentuknya batu ginjal (nefrolitiasis).

(59)

1.4.2 Manfaat Akademis

(60)

ABSTRAK

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Hiperurisemia dapat menyebabkan gangguan pada ginjal berupa batu ginjal, gangguan ginjal akut, dan kronis. Batu ginjal terbentuk akibat adanya peningkatan substansi yang terkandung di dalam air kemih. Asam urat tidak hanya berperan dalam pembentukan batu asam urat saja, tetapi juga pada jenis-jenis batu ginjal lainnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan terjadinya batu ginjal (urolistiasis). Metode penulisan penelitian ini analitik observasional dengan pendekatan studi cross sectional. Populasi penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis hiperurisemia dan batu ginjal di RSUP H. Adam Malik pada periode 1 Januari sampai 31 Desember 2014 dengan jumlah sampel 133 orang menggunakan teknik pengambilan total sampel memalui rekam medik. Untuk menentukan adanya hubungan antar variabel dilakukan uji Chi Square. Hasil penelitian menggunakan Chi Square didapat bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar asam urat (hipeurisemia) dengan terjadinya batu ginjal (urolitiasis) yang di tunjukkan dengan Sig. (2-sided) = 0,000 < p (0,05). Kesimpulan dari penelitan ini terdapat hubungan antara peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dengan terjadinya batu ginjal (urolitiasis).

(61)

ABSTRACT

Hyperuricemia is the condition when the acid concentration in blood goes up beyond normal, it can caused by kidney disorder such us nephrolithasis, chronic and acute kidney disease.Nephrolithiasis or kidney stones is due to increasing substance which is contain in the urine. Urine acid is not only play on in the formation of urine acid stones, but also in the other types of hyperuricemia. The purpose of the study was to find out the connection of raising up blood acid (hyperuricemia) concentration to the formation of nephrolithiasis (urolisthiasis). The method in conducting the research was observational analysis applying cross sectional study. The population was patient who was with a diagnosis of hyperuricemia and urolisthiasis in H. Adam Malik hospital, january,1 up to decemberr, 31 periods, with a sample of 133 people, as the sample using medical record. To knows the relation between the variables was using Chi Square test. The result obtained chi square have significantly result between the connection of raising up blood acid (Hyperuricemia) to the formation of Nephrolithiasis (Urolithiasis), where it was showed by sig (2-sided)= 0,000 < p (0,05).

(62)

Hubungan Peningkatan Kadar Asam Urat (Hiperurisemia)

Dengan Batu Ginjal (Nefrolitiasis) Di RSUP H. Adam Malik

Medan Periode 1 Januari – 31 Desember 2014

Oleh :

Muhammad Mahadi Hasibuan

120100063

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

HUBUNGAN PENINGKATAN KADAR ASAM URAT

(63)

(NEFROLITIASIS) DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PERIODE 1 JANUARI – 31 DESEMBER 2014

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

MUHAMMAD MAHADI HASIBUAN

120100063

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(64)
(65)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah Subbahanahu wa ta’ala karena dengan rahmat dan ridho-Nya sehingga

penulis dapat menyelasaikan penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul

“Hubungan Antara Peningkatan Kadar Asam Urat (Hiperurisemia) dengan

Batu Ginjal (Nefrolitiasis) di RSUP H. Adam Malik Medan Periode 1 Januari –

31 Desember 2014”. Penulisan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk

memenuhi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Selain itu karya tulis ilmiah ini dapat

memberikan mamfaat bagi para pembaca dan peneliti lainnya untuk menabah

pengetahuan dalam bidang ilmu kedokteran.

Dalam penuliasan karya tulis ilmiah ini terdapat banyak hambatan yang penulis hadapi, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga akhirnya, penulisan karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, saya dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan rasa terima kasih saya kepada :

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD (KGEH), selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Elvita Rahmi Daulay, M. Ked (Rad) Sp. Rad (K), selaku dosen pembimbing penulisan karya tulis ilmiah ini yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan, serta bimbingan bagi penulis selama menyusun karya tulis ilmiah ini.

3. dr. Cut Aria Arina, Sp.S dan dr. Syamsul Bihar, Sp.P, selaku dosen penguji penulisan karya tulis ilmiah ini yang telah banyak memberikan arahan, serta bimbingan dalam menyusun karya tulis ilmiah ini.

(66)

bantuan, didikan, nasihat, perhatian, semangat, motivasi, dan cinta kasih yang tak habis-habisnya.

5. Seluruh dosen yang bersedia memberikan ilmu, staf karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan staf karyawan RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membantu dalam meyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini.

6. Terimakasih banyak kepada teman saya, Nancy M. Nadeak, Sarah Annisatul M., Anastasia Eka Puteri, Adit M. Hutagalung yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah .

7. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya karya tulis ilmiah ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis berharap kiranya Allah Subbahanahu wa ta’ala berkenan membalas segala kebaikan dari segala pihak yang telah bersedia membantu penulis. Akhirnya dengan segenap kerendahan hati, penulis mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat menjadi salah satu bahan pembelajaran dan peningkatan kualitas pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ke depannya, juga dalam usaha peningkatan perbaikan kualitas kesehatan masyarakat. Amin

Medan, 08 Desember 2015

(67)

DAFTAR ISI

Lembaran Pengesahan... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... iv

Daftar Gambar... vi

Daftar Tabel... vii

Daftar Singkatan... viii

Abstrak... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Urat 2.1.1 Defenisi... 6

2.1.2 Pembentukan Asam Urat... 7

2.1.3 Ekskresi Asam... 9

2.1.4 Hiperurisemia... 9

2.1.5 Penyakit-penyakit dengan Peningkatan Kadar Asam Urat... 12

2.2 Batu Ginjal 2.2.1 Defenisi... 14

2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko... 14

2.2.3 Patofisiologi Nefrolitiasis... 15

2.2.4 Komposisi Batu... 17

2.2.5 Gambaran Klinis... 21

(68)

2.2.7 Penatalaksanaan... 26

2.3. Hubungan Antara Peningkatan Asam Urat (hiperurisemia) dengan Kejadian Batu Ginjal (nefrolitiasis)... 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep... 28

3.2 Defenisi Operasional... 28

3.3 Hipotesis... 29

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian... 30

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 30

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 30

4.4 Metode Pengumpulan Data... 30

4.5 Metode Analisa Data... 31

4.6 Jadwal Penelitian... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 32

5.2 Analisis Data... 32

5.3 Pembahasan Hasil Penelitian... 37

BAB 6 KESIMPUALAN DAN SARAN 6.2 Kesimpulan... 44

6.3 Saran... 44

DAFTAR PUSTAKA... 46

(69)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Purin... 6

Gambar 2.2 Katabolisme Purin... 8

Gambar 2.3 Patofisiologi Batu Ginjal... 17

Gambar 2.4 Nyeri Kolik... 22

(70)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor Penyebab Terbentuknya Batu Asam Urat... 21

Tabel 3.1 Defenisi Operasional... 28

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan... 31

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Batu Ginjal... 32

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kadar Asam Urat Pasien Batu Ginjal... 33

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Usia Pasien Batu Ginjal... 34

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Hiperurisemia... 34

Tabel 5.5 Didtribusi Frekuensi Usia Hiperurisemia... 35

Tabel 5.6 Hubungan Kadar Asam Urat dengan Batu Ginjal... 36

(71)

DAFTAR SINGKATAN

DNA : Deoxyribonuleic Acid

ESWL : Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy

HPRT : Hypoxanthine-Guanine Phosphoribosyl Transferase IVU : Intra Venous Pyelography

MUL : Metastable Upper Limit

PNL : Percutaneous Nephro Lithopaxy Riskesda : Riset Kesehatan Dasar

Gambar

Tabel 3.1 Defenisi Operasional
Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Batu Ginjal
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kadar Asam Urat Pasien Batu Ginjal
+7

Referensi

Dokumen terkait

kelas yang akan berkunjung dapat menyesuaikan waktu dengan jam istirahat mereka. Apabila memungkinkan, guru juga dapat mengundang kepala sekolah, guru lain, serta orang tua atau

Usual procedure for nodule detection and localization consists of to the following steps: image preprocessing (filtering), lungs segmentation, nodule candidates’ detection

Memfasilitasi manajemen Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah yang transparan untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam berbagai aspek pembangunan

Then, let us assume that co-ordinate vector { X } of all the points of the cloud is associated with a final cloud position, when the source cloud is fit to the target surface and

Kepala Bidang berada dibawah kendali dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas melalui Sekretaris Dinas dalam menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan program

Dengan diskusi pemecahan masalah, siswa mampu mengidentifikasi pentingnya peran hewan sebagai sumber daya alam dalam menjaga keseimbangan alam dengan tepat7. Dengan

[r]

Penulisan mengenai Implementasi Local Area Network pada tempat kost ini merupakan sebuah penulisan yang berisi informasi mengenai bagaimana cara membangun sebuah jaringan LAN