• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1 Kesimpulan

Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa granula pati akan berwarna keunguan dengan pewarnaan toluidine blue, pati terdapat pada bagian korteks buah dan batang muda tanaman lindur. Pati buah lindur (B.gymnorrhiza) berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan

edible film berbasis pati. Pati buah lindur yang digunakan memiliki karakteristik

derajat putih sebesar 37,73 % dengan kadar air 6,19 %, kadar pati 57,73%, kadar amilosa 31,56 %, kadar amilopektin 26,17%. Perlakuan yang digunakan untuk membuat edible film yaitu dengan penambahan konsentrasi tepung pati buah lindur sebesar 4%; gliserol 1% dan 1,5%; dan konsentrasi karagenan sebesar 2%, 2,5% dan 3%. Adapun nilai ketebalan edible film yang dihasilkan dari keenam formula berkisar 0,13-0,20 mm. Nilai kuat tarik berkisar 132,88-168,33 kgf/cm2. Nilai persen pemanjangan yang dihasilkan dari keenam edible film yang dihasilkan berkisar 181,21-17,77%. Nilai laju transmisi uap air hasil penelitian berkisar 231,23-298,82 g/m2/24 jam.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah perlunya dilakukan pengujian lebih lanjut dengan penggunaan plasticizer dan konsentrasi yang berbeda. Untuk meningkatkan kenampakan warna edible film yang dihasilkan dapat dilakukan dengan penambahan pewarna alami. Aplikasi edible film yang dihasilkan pada produk pangan hasil perairan dan pengukuran parameter lainnya. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menghasilkan edible film dengan kehomogenan permukaan yang lebih baik dan menentukan suhu gelatinisasi pati buah lindur.

DAFTAR PUSTAKA

Agung EN, Kazutaka M. 2011. Evaluasi pewarnaan alcian blue terhadap sel mast jaringan ikat dari preparat beku jaringan kulit kaki tikus. Journal of

Pharmacy 6(1): 10-20.

Angka SL, Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Bogor: Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB.

[AOAC] Association of Analytical Chemist Publiser. 1995. Official Methods of

Analysis. 16th edition. New York: Arlington, Inc.

[AOAC] Association of Official Analytical and Chemist. 2007. Official Methods

of Analysis. 18th edition. Marylan: Association of Official Analytical Chemist Inc.

[ASTM] American Society for Testing and Material. 1989. Standard Method

For Oxygen Gas Transmission Rate of Material. Philadelphia: ASTM

Book of Standards D3985-81.

Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO, Baker RA. 1995. Edible coating for lightly processed friuts and vegetables. J. Hort. Science 30(1): 35-38.

Banker GS. 1996. Film coating theory and practice. Journal Pharmacy Science 55(1): 81-89.

Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1987. Ilmu Pangan. Hari Purnomo, Adiono, penerjemah. Jakarta : UI Press.

Bourtoom T. 2007. Effect of Some Process Parameters on The Properties of Edible Film Prepared From Starch. Department of Material Product Technology, Songkhala. (on line) Avaliable at: http://vishnu.sut.ac.

th/iat/food_innovation/up/rice%20starch%20film.doc. [ 11 Oktober 2011].

Canes C, Vergano PJ, Wiles JL.1998. Chitosan film mechanical and permentation properties as affected by acid, palticizer, and storage. Journal of Food

Science 63(6): 1049-1053.

Carriedo MN. 1994. Edible Coating and Film Based on Polysaccharides. Pensylvinia, USA: Technomic Publishing Company Inc.

Cui SW. 2005. Food Carbohidrates Chemistry, Physical Properties, and

Aplications. Boca Raton, FL: CRC Press, Taylor & Francis Group.

Deutschmann F, Hohman B, Sprecher E, Stahl E. 1992. Pharmazeutische

Donhowe G, Fannema O. 1994. Edible film and coating: characteristic, formation, definition and testing methods. Di dalam Krochta JM, Baldwin EA, Cerriendo MN, editor. Edible Coatings and Film to Improve Food

Quality. Pennsylvania: Technomic Publishing Company Inc.

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan I. Bogor: PAU Pangan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fransiska D. 2008. Aplikasi karagenan untuk pembuatan pengemas lapis tipis

biodegradable dengan komposit wheat gluten dan lilin lebah (beewax).

Prosiding Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. 26 Juni 2008.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Febrianti F. 2010. Kandungan Total Fenol, Komponen Bioaktif, dan Aktivitas Antioksidan Buah Pedada (Sonerattia caseolaris) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Fortuna JD. 2005. Ditemukan Buah Bakau Sebagai Makanan Pokok. http//www.

ebookpangan.com. 2006 [10 Oktober 2011].

Garcia MA, Martino MN, Zaritzky NE. 2000. Lipid addition to improve barrier properties of edible starch-based films and coatings. Journal of Food

Science 65(2): 941–947.

Gennadios A. 2002. Protein Based Film and Coating. Florida: CRC Press.

Glicksman M. 1983. Food Hydrocolloids Vol II. Florida: CRC Press Inc.

Glen HF. 2005. Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam.KwaZulu-Natal Herbarium. the South African National Biodiversity Institute's. www.plantzafrica.com. [22 Juli 2012].

Gontard N, Gulibert S, Cuq JL.1993. Water and gliserol as plasticizer affect mechanical and water vapor barrier properties of an edible wheat film.

Journal of Food Sci 58(1): 201-211.

Guillemin F, Devaux MF, Guillon F. 2004. Evaluation of plant histology by outomatic clustering based on individual cell morphological features.

Image Anal Stereol of Original Reserch Paper 23(1): 13-22.

Harris H. 1999. Kajian teknik formulasi terhadap karakteristik edible film dari pati ubi kayu, aren dan sagu untuk pengemas produk semi basah [Thesis]. Bogor: Program Studi Ilmu Pangan, Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hikmat N. 1997. Panduan umur simpan mie instant dalam kemasan edible filmdari pati sagu metode ekselerasi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hui YH. 2006. Handbook of Food Science, Technology, and, Engineering

Volume I. USA: CRC Press.

Humason GL. 1967. Annimal Tissue Techniques. San Fransisco: W.H. Freemen and Company.

Irma AD. 1997. Aplikasi edible film sebagai bahan pengemas dengan menentukan umur simpan bumbu mie instant dengan menggunakan metode akselerasi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Iwata K, Khizaki S, Handa A, Tanaka M. 2000. Effect of surimi quality on properties of edible film based on Alaska polllack. Journal of Food

Science 86 (1): 439-499.

James AA, Duke NC. 2006. Bruguiera gymnorrhiza (large-leafed mangrove). Species Profiles for Pacific Island Agroforestry Apr; Version 2. I.

www.traditionaltree.org. [ 11 Oktober 2011].

Johansen DA.1940. Plant Microtechnique. New York and London: McGraw-Hill Book Company Inc.

Kester JJ, Fannema O. 1989. An edible film of lipid and cellulose esthers barrier properties to moiture vapor transmission and structural evaluation. Journal

Food Science 54(1): 1383-1389.

Kristanoko H. 2000. Pengaruh Penambahan CMC dan Sorbitol Terhadap Karakteristik Fisik Edible Film dari Bungkil Kedelai [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Kristiono SS. 2009. Analisi mikroskopis dan fitokimia semanggi air (Marsilea

crenata Presl (Marcileaceae) [Skripsi]. Bogor : Departemen Teknologi

Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Krochta JM, Johnston CDM. 1997. Edible and biodegradable polymer film.

Journal of Food Technology 52(2): 1-20.

Krochta JM. 2002. Protein as raw material for film and coating: definition, current status, and oppurtunities. Di dalam Gennadios A, editor. Protein-Based

Film and Coating. Washington DC: CRC Press.

Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos - Carriedo MO. 1994. Edible Film and

Coating to Improve Food Quality. Lancaster, PA: Technomic Publishing

Co. Inc.

Kumalasari KD. 2005. Pemubuatan dan karakteristik edible film dari pati bonggol pisang dengan penambahan platicizer gliserol dan propilen glikol. 45

[Skripsi]. Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Leloup LM, Colonna P, Buleon A. 1991. Influence of amylase-amylopektin on gel properties. Journal Cereal Science 13(2): 1-13.

Lindsay RC. 1985. Food Additives. Di Dalam Fennema OR, editor. Food

Chemistry. New York: Marcel Dekker Inc.

Maidie MS, Budiarso IT, Rumawas W. 1974. Ilmu Penyakit Hewan Bagian

Ketiga: teknik histology dan histopatologi. Bogor: Biro Penataran, Institut

Pertanian Bogor.

McHugh TH dan Krochta JM. 1994. Sorbitol vs gliserol plasticized whey protein edible films: integrated oxygen permeability and tensile strength property evaluation. Journal Of Agricultural And Food Chemistry 42(4): 841-845.

Muchtadi D. 2011. Karbohidrat Pangan dan Kesehatan. Bandung: Alfabeta.

Mulyani S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Penerbit Kanasius.

Neviana Y. 2007. Edible film berbahan dasar protein surimi ikan runcah [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Novariansyah F. 2004. Mempelajari karakteristik sifat fisik dan mekanik edible

film dari galatin tipe B dengan penambahan plasticizer gliserol [Skripsi].

Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nugroho H, Purnomo, Sumardi I. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Nurdiana D. 2002. Karakteristik edible film dari kitosan dengan sorbitol sebagai

plasticizer [Skripsi]. Bogor: Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Nurohcmawati. 2004. Studi pembuatan edible film dari karagenan serta uji aplikasinya [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Park JW, Testin RF, Vergano DJ, Park KJ, Weller CL, 1996. Application of laminated edible film to potato chip packaging. Journal of Food Science. 61(4): 66-76.

Rini HA. 2004. Karaktersitik sifat fisiko-kimia dan fungsional tepung dan pati bonggol pisang [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Ruan RR, Xu L, Chen PL. 1998. Water vapour permeability and tensile strength of cellulose-besed composite edible film. America Society of Agriculture

Engineering 14(4): 411-413.

Rusydi R. 2010. Analisi mikroskopis dankomponen bioaktif tanaman genjer (Limnocharis flava) dari kelurahan situ gede bogor. [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Iowa: The Iowa State Collage Press.

Schultz HW. 1969. Symposium on foods: carbohydrates and their roles. J. Food

Sci American 11(46): 449-458.

Sperling RH. 1992. Introduction to Physical Polimer Science. New York: Wiley.

Suntoro H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Jakarta: Penerbit Bhatara Karya Aksara.

Suminto. 2006. Edible film berbahan dasar protein gelembung reang ikan patin [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Swinkles JJM. 1985. Composition and properties of commercial native starches.

Journal of Starch/Stark 37: 1 - 5.

Tjitrosoepomo G. 1996. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wibowo C, Cecep K, Ani S, Yekti H, Poppy O. 2009. Pemanfaatan pohon mangrove api-api (Avecennia spp.) sebagai bahan pangan dan obat. Prosiding seminar hasil-hasil penelitian IPB. Bandung: Institut Pertanian Bogor.

Winaro FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: PT. M-Brio Biotekindo. 47

Lampiran 1. Alat – alat yang digunakan untuk pembuatan dan pengukuran edible

film

Gambar 1 Gambar 2

Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5

Gambar 6 Gambar 7

Keterangan:

Gambar 1 : alat-alat untuk pembuatan edible film (dari kiri ke kanan beaker

glass,gelas ukur, magnetic stirer, sudip, pipet volumetrik, batang

pengaduk, thermometer, bulp dan plat kaca)

Gambar 2 : alat Tensile Strength and Elongation Tester Stograph-Mi Toyoseiki 49

Gambar 3 : oven merk Yamato Scientific PV-41 Gambar 4 : Digital Thickness Adamel Lhomargy

Gambar 5 : alat pencetak film sesuai dengan ukuran cup WVTR Gambar 6 : Moisture Pervios Cups Toyoseiki

Gambar 7 : Hot Plate Stirer MAG- Mixer type MH-61

Lampiran 2. Analisis proksimat buah lindur segar

1) Kadar air (AOAC 2007)

Cawan kosong yang akan digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam oven selama 15 menit atau sampai berat tetep, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gr ditimbanga dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam paada suhu 1050 C -1100C. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan:

B = Berat sampel (gram)

B1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan B2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan

2) Kadar abu (AOAC 2007)

Sampel basah sebanyak 4 gram ditempatkan dalam wadah porselen lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60-1050C selama 8 jam. Kemudian sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai selama kurang lebih ± 20 menit. Setelah itu diabukan dalam tanur bersuhu 6000C selama 3 jam lalu ditimbang. Kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus :

3) Kadar protein (AOAC 2007)

Sampel ditimbang sebanyak 0,1gram lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Setelah itu ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO dan 2,5 ml H2SO4 serta beberapa tablet kjeldehl. Kemudian sampel dididihkan sampai cairan jernih (sekitar 1-1,5 jam). Lalu larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat

% Kadar air = X 100%

% Kadar abu = X 100%

destilasi. Labu kjeldahl dibilas dengan air sebanyak 5-6 kali dengan akuades (20ml) kemudian air bilasan tersebut dimasukkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya. Lalu ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.

Setelah itu cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan erlenmayer 125 ml yang berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil 0,2% dalam alkohol dan metilen biru 0,25 dalam alkohol dengan perbadingan 2:1) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira – kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmayer. Kemudian destilat dititrasi dengan menggunakan HCL 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Penetapan blanko dilakukan dengan prosedur yang sama, akan tetapi sampel diganti dengan akuades. Kadar protein dapat dihitung menggunakan rumus :

Faktor koreksi = 6,25

4) Kadar lemak (AOAC 2007)

Sampel sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring lalu diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu lemak dibawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak yang secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lamak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator kurang lebih selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus:

% Nitrogen = X 100%

% Protein = % N X Faktor konversi

% Kadar lemak = X 100%

5) Kadar karbohidrat (AOAC 2007)

Analisis karbohidrat dilakukan dengan cara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadapa zat gizi lainnya. analisis kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Berat lemak = (berat labu + lemak) - berat labu

% Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak +

kadar protein)

Lampiran 3. Analisis histologi jaringan buah lindur segar

Pembuatan preparat dengan metode parafin dan pengamatan jaringan

Pengamatan jaringan tanaman diawali dengan pembuatan preparat tanaman dan buah lindur (Bruguiera gymnorrhiza) kemudian pengambilan gambar objek pada mikroskop. Pembuatan preparat dilakukan dengan metode parafin. Tahapannya terdiri atas fiksasi, pencucian, dehidrasi dan penjernihan, infiltrasi, pananaman dalam blok, penyayatan, perekatan dan pewarnaan. Bagian tanaman lindur yang diambil adalah daun, batang dan buah.

Fiksasi dilakukan selama >24 jam (5 hari) dalam larutan (Formalin, Alkohol, Asam asetat glasial) FAA , setelah itu larutan fiksasi dibuang dan sampel dicuci dengan etanol 50% sebanyak 4 kali dengan waktu penggantian masing-masing 30 menit. Kemudian dilakukan dehidrasi dan penjernihan secara bertahap melalui perendaman dalam larutan seri Johansen I-VII pada suhu ruang dengan perincian :

1) Johansen I selama 2 jam 2) Johansen II selama 24 jam 3) Johansen III selama 2 jam 4) Johansen IV selama 2 jam 5) Johansen V selama 2 jam

6) JohansenVI (TBA murni) selama 24 jam 7) JohansenVI (TBA murni) selama 2 jam 8) JohansenVI (TBA murni) selama 2 jam 9) JohansenVI (TBA murni) selama 2 jam 10) JohansenVII selama 4 jam

Proyek infiltrasi dimulai dari perendaman sampel dalam JohansenVII (TBA : minyak parafin 1:1 ) dan 1/3 parafin beku dan disimpan pada suhu kamar selama 4 jam yang dilanjutkan dengan pengovenan pada suhu 58 °C selama kurang lebih 18 jam. Kemudian pergantian parafin dilakukan setiap 5 jam sekali sebanyak 4 kali pergantian. Proses penanaman dilakukan dengan cara sampel dari tahap infiltrasi dimasukkan ke dalam blok kotak yang berisi parafin cair dan disimpan pada suhu ruang hingga benar-benar membeku. Proses penyayatan dilakukan dengan mengguanakan mikrotom putar setebal 10 μm. Blok parafin 54

terlebih dahulu dipotong dan dirapikan kemudian ditempel pada holder lalu disayat. Hasil sayatan direkatkan pada gelas objek yang telah diolesi albumin gliserin dan ditetesi air. Gelas berisi parafin kemudian dipanaskan pada hotplate dengan suhu 45°C selama 3-5 jam.

Proses pewarnaan dilakukan dengan toludine blue 0,5 % dalam air dan fast

green 0,5% dalam etanol 95% serta safranin 2% dan aniline blue dalam alkohol

88%. pewarnaan diawali dengan perendaman gelas objek ke dalam larutan xilol 1 dan 2 masing-masing selama 15 menit, dilanjutkan perendaman dalam etanol absolut (100%, 95%, 70%, 50%, dan 30% masing-masing selama 3 menit. Setelah itu objek dibilas dengan akuades dan dimasukkan ke dalam safranin dengan konsentrasi 2% selama 2 hari. Selanjutnya, gelas objek dibilas ke dalam akuades dan dimasukkan ke dalam etanol 30%, 50%, 70%, 905 dan ke dalam etanol absolut masing-masing selama 3 menit. kemudian objek dimasukkan ke dalam pewarna fast green 0,5% selama 10 menit lalu etanol absolut 1 dan 2 selama kurang lebih 3 menit. Gelas objek kemudian direndam dalam xilol 1 dan xilol 2 selama 10 menit. Pewarnaan dengan aniline blue dilakukan sebagai pengganti fast

green. Gelas objek dimasukkan aniline blue + alkohol 88% selama 10 menit,

setelah etanol 70%. Kemudian objek dimasukkan ke dalam etanol 95% selama kurang lebih 3 menit, dan seterusnya.

Proses selanjutnya adalah penutupan dengan pemberian entellan atau

Canada balsam pada gelas objek dan ditutupi gelas penutup. Proses pengambilan

gambar dilakukan dengan mikroskop cahaya merk Olympus BH-2. Pembuatan preparat dapat dilihat pada diagram alir dibawah.

Daun, batang, buah lindur

Pemotongan bagian tanaman

Fiksasi dengan FAA

Pencucian dengan etanol 50%

Dehidrasi dan penjernihan dengan larutan seri Johansen

Infiltrasi dengan parafin

Penanaman dalam parafin

Penyayatan blok parafin

Perekatan pada gelas objek

Pewarnaan dengan tolidin blue 0.5 %

Pengamatan dengan mikroskop

Lampiran 4. Analisa karakteristik tepung pati buah lindur

1) Total Gula (Metode Luff Schoorl, SNI-01-2892-1992)

Timbang bahan 2,5-25 gram sampel, dipindahkan dalam labu takar 100 ml dan tambahkan 20 ml aquades, bubur Al(OH)3 dan larutan Pb asetat. Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi, kemudian tambahkan aquades sampai tanda tera dan disaring.

Filtrat ditampung dalam gelas piala. Tambahkan Na2CO3 anhidrat atau K/Na oksalat anhidrat atau Na fosfat secukupnya untuk menghilangkan kelebihan Pb. Diambil 50 ml filtrat bebas Pb, masukkan ke dalam erlenmayer, tambahkan 25 ml aquades dan 10 ml HCL 30 %. Panaskan di atas penanggas air pada suhu 67-70°C selama kurang lebih 10 menit lalu didinginkan secepatnya sampai suhu 20 °C. Netralkan dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume tertentu sehingga 25 ml air mengandung 15 - 60 mg gula pereduksi.

Sebanyak 25 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam erlenmayer dan ditambahkan 255 ml larutan Luff Schrool. Blanko dibuat dari 25 ml larutan Luff Schrool ditambahan dengan 25 ml aquades. Kemudian erlenmayer dihubungkan dengan pendingin balik lalu dididihkan (diusahakan 2 menit sudah mendidih). Pendidihan dipertahankan 10 menit lalu didinginkan dan ditambahkan dengan larutan KI 20 5 sebanyak 15 ml dan 25 ml H2SO4 26,5%.

Yodium yang dibebaskan ditritasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N menggunakan indikator pati 2-3 ml. Penetapan berat glukosa dilakukan dengan membandingkan volume Na-thiosulfat yang diperlukan dalam tabel Luff Schrool.

2) Kadar amilosa dan Amilopektin (A0AC, 1995)

Pengukuran amilosa didasarkan padda metode spektofotometri. Kurva standar dibuat dengan menggunakan amilosa murni sebagai standar. Diawali dengan menimbang 40 mg amilosa murni, tambahkan 2 ml etanol 95%, dan 9 ml

Kadar Gula (%) =

Kadar Pati (%) = kadar gula x 0,9

NaOH 1N. Panaskan dalam air mendidih selama 10 menit sampai tergelatinisasi. Pindahkan seluruh gel dalam labu takar 100 ml, tepatkan dengan air. Pipet masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 ml larutan diatas, masukkan ke dalam labu takar 100 ml. Tambahkan masing-masing ke dalam labu takar tersebut 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ml. Lalu tambahkan masing-masing 2 ml larutan iod. Tepatkan dengan aquades. Biarkan preparat selama 20 menit. Ukur absorbandi pada 625 nm.

Timbang 100 mg sampel dalam bentuk tepung, tambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N. Panaskan dalam air mendidih selama ±10 menit sampai terbentuk gel. Pindahkan seluruh gel dalam labu takar 100 ml, tepatkan dengan aquades. Pipet 5 ml larutan tersebut dan tambhakan 1 ml asam asetat 1N dan 2 ml larutan iod, lalu encerkan sampai 100 ml dengan aquades. Preparat kemudian dibiarkan selama 20 menit. Ukur absorbansi pada 625 nm. Hitung kadar amilosa dan amilopektin dalam sampel dengan rumus :

Keterangan :

C = Konsentrasi amilosa contoh (mg/ml) V = Volume akhir contoh (ml)

FP = Faktor pengenceran W = Berat contoh

Kadar amilopektin (%) = Kadar pati * - kadar amilosa

*) Kadar pati dihitung dengan menggunakan metode Luff Schrool

kadar amilosa

=

a. Tabel 6 Data hasil pengukuran karakteristik edible film

Kode Ulangan Ketebalan (mm) Rata2 Kuat tarik (kgf/cm2) Rata2 % Pemanjangan Rata2 WVTR g/m2/24jam Rata2 A 1 0,2 0,20 86,7 159,4795 27,25 52,2500 213,8099106 231,2347685 2 0,206 193,1067961 49 248,6596263 3 0,19 198,6315789 80,5 B 1 0,145 0,16 175,862069 164,7626 71,875 57,4167 279,8436231 273,2026807 2 0,166 159,7590361 46,125 266,5617384 3 0,18 158,6666667 54,25 C 1 0,173 0,17 102 165,5335 17,8 17,7667 246,1616572 246,0550366 2 0,1656 110,3004348 13,4 245,9484159 3 0,1822 113,3000549 22,1 D 1 0,136 0,13 127,5 132,8761 141,375 126,5417 258,3570268 259,5552396 2 0,117 122,0512821 112,25 260,7534525 3 0,13 149,0769231 126 E 1 0,122 0,14 167,2131148 168,3254 193,75 181,2083 217,4451665 255,9961413 2 0,152 167,7631579 173,625 294,5471162 3 0,156 170 176,25 F 1 0,117 0,14 148,2051282 167,7350 58,375 66,9167 268,3184403 298,8170187 2 0,12 187 76,375 329,3155971 3 0,17 168 66

Lampiran 5. Data uji karakterstik edible film

59 59

60

Keterangan

A : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1%, Karagenan 2%, B : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1%, Karagenan 2,5% C : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1%, Karagenan 3% D : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1,5%, Karagenan 2% E : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1,5%, Karagenan 2,5% F : Pati buah lindur 4%, Gliserol 1,5%, Karagenan 3%

b. Tabel 7 Data hasil pengukuran laju transmisi uap air (WVTR) Kode Ulangan H I (gr) H II (gr) H III (gr) H IV (gr)

A 1 94,6470 95,3569 96,0867 96,7526 2 97,7812 98,7985 99,5522 100,2300 C 1 103,5300 104,3083 105,1088 105,9542 2 94,5380 95,3147 96,1300 96,9601 B 1 96,6305 97,7809 98,6595 99,3864 2 95,7254 96,8296 97,7334 98,3505 D 1 90,7979 92,1399 93,0129 93,3422 2 94,2286 95,5961 96,4429 96,7965 E 1 90,5886 91,6093 92,3208 92,7300 2 93,9686 95,2141 96,2034 96,8693 F 1 96,6322 97,7722 98,7746 99,2746 2 94,5936 95,9239 97,0818 97,8367

61

Lampiran 6. Contoh perhitungan

a. Kuat tarik =

A = luas (lebar x tebal)

misal data uji kuat tarik = 1,734 Kgf Ketebalan film = 0,02 cm Lebar film = 1 cm Kuat tarik = = 86,7 Kgf/cm 2 b. Persen pemanjangan (% E) :

misal panjang awal = 8 cm panjang akhir = 10,18 cm

% E =

x 100%

= 27,25 %

c. WVTR (Laju transmisi uap air) = misal bobot film H awal = 96,7526 gr

bobot film H akhir = 94,6470 gr t (lama pengukuran) = 4 hari

WVTR = = 213,8 gr/m2/24 jam

62

Lampiran 7. Foto edible film yang dihasilkan

Dokumen terkait