• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian ini berisikan kesimpulan dari analisis data.

BAB II

MOTOR INDUKSI TIGA FASA

2.1. Umum

Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik (AC) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Penamaan motor induksi berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor ini tidak diperoleh secara langsung dari sumber listrik, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya perbedaan putaran antara putaran rotor dengan medan putar.

Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal, serta berbiaya murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat berbeban penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak. Akan tetapi jika dibandingkan dengan motor DC, motor induksi masih memiliki kelemahan dalam hal pengaturan kecepatan. Dimana pada motor induksi pengaturan kecepatan sangat sukar untuk dilakukan, sementara pada motor DC hal yang sama tidak dijumpai.

2. 2. Konstruksi Motor Induksi Tiga phasa

Motor induksi tiga fasa memiliki dua komponen dasar yaitu stator (komponen yang diam) dan rotor (bagian berputar), bagian stator dipisahkan dengan bagian rotor oleh celah udara yang sempit (air gap).

2. 2. 1. Stator

Rangka luarnya terbuat dari baja maupun alumunium, sedangkan intinya berupa lapisan-lapisan yang terbuat dari baja silikon untuk mengurangi rugi-rugi hysterisis dan

edy current. Pada intinya terdapat rongga (slot) yang berisolasi sebagai tempat belitannya. Kawat belitannya terbuat dari tembaga yang berisolasi. Belitannya digulung untuk jumlah kutub tertentu, yang diperlukan dalam menentukan kecepatan. Semakin banyak jumlah kutub maka semakin rendah kecepatan motor. Kumparan (

coil ) dari konduktor – konduktor yang terisolasi ini kemudian disisipkan ke dalam

slot – slot tersebut. Sehingga grup dari kumparan ini beserta dengan inti yang mengelilinginya membentuk rangkaian elektromagnetik. Banyaknya jumlah kutub dari motor induksi tergantung pada hubungan internal dari belitan stator, yang mana bila belitan ini disuplai dengan sumber tegangan tiga fasa maka akan membangkitkan medan putar. Konstruksi stator dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1: a) penampang inti stator b) Stator motor induksi

2. 2. 2. Rotor

Rotor motor induksi tiga fasa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rotor sangkar (squirrel cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Rotor sangkar terdiri dari susunan batang konduktor yang dibentangkan ke dalam slot – slot yang terdapat pada permukaan rotor dan tiap – tiap ujungnya dihubung singkat dengan menggunakan

shorting rings. Konstruksi rotor sangkar dapat dilihat pada Gambar 2.2

Sementara itu pada rotor belitan, rotornya dibentuk dari satu set belitan tiga fasa yang merupakan bayangan dari belitan statornya. Biasanya belitan tiga fasa dari rotor ini terhubung Y dan kemudian tiap - tiap ujung dari tiga kawat rotor tersebut diikatkan

pada slip ring yang berada pada poros rotor. Pada motor induksi rotor belitan, rangkaian rotornya dirancang untuk dapat disisipkan dengan tahanan eksternal, yang mana hal ini akan memberikan keuntungan dalam memodifikasi karakteristik torsi – kecepatan dari motor. Konstruksi rotor belitan dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.2: a) Rotor Sangkar b) Konstruksi Motor Induksi Rotor Sangkar

Gambar 2.3: a) Rotor belitan b) Motor induksi rotor belitan

2.3. Prinsip Medan Putar

Pada saat kita menghubungkan sumber tiga fasa ke terminal tiga fasa motor induksi, maka arus bolak-balik sinusoidal IR, IS, IT akan mengalir pada belitan stator. Arus-arus ini akan menghasilkan ggm (gaya gerak magnet) yang mana, pada kumparan, akan menghasilkan fluks magnetik yang berputar sehingga disebut juga dengan medan putar. Medan magnet yang demikian kutub-kutubnya tidak diam pada posisi tertentu, tetapi meneruskan pergeseran posisinya disekitar stator.

Untuk melihat bagaimana medan putar dibangkitkan, maka dapat diambil contoh pada motor induksi tiga fasa dengan jumlah kutub dua. Fluks yang dihasilkan oleh arus-arus bolak-balik pada belitan stator adalah :

ΦR = Φm sin ωt...( 2.1a )

ΦS = Φm sin (ωt – 120o)...( 2.1b )

ΦT = Φm sin (ωt – 240o)...( 2.1c )

Gambar 2.4: Gambar 2.5:

Arus tiga fasa seimbang Diagram fasor fluksi tiga fasa seimbang

i ii

iii iv

( i ). Pada posisi sesaat 1 (pada Gambar ), arus yang mengalir pada phasa R adalah nol dan arus pada phasa S dan T sama besar dan bertentangan. Arus pada bagian atas mempunyai arah menuju pembaca, dan arus pada bagian bawah menjauhi pembaca. Sehingga resultan fluks magnet yang dibangkitkan memiliki arah ke

kanan. Besar resultan fluks ini adalah konstan dan besarnya 1,5 Φm. Nilai

tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:

pada saat posisi sesaat 1, ωt = 0º, s ehingga besarnya nilai ketiga fluksnya

adalah: ΦR = 0………..(1) ΦS = Φm sin ( -120o ) = 2 3 − Φm ………(2) ΦT = Φm sin ( -240o ) = 2 3 Φm………(3)

Besarnya resultan fluksnya adalah sama dengan penjumlahan antar vektor –ΦT dan

–ΦS.

Besarnya resultan fluks adalah:

Gambar 2.7.Diagram fasor fluksi keadaan 1.

(ii). Pada keadaan 2, arus bernilai maksimum negatif pada fasa S, sedangkan pada R dan fasa T bernilai 0,5 maksimum pada fasa R dan fasa T.

Pada saat sesaat di posisi 2, ωt = 30º. Sehingga besarnya fluksi adalah:

2 60 cos 2 3 2 Φ ° = ΦRS x m m RS = Φ Φ 1,5

ΦR = Φm sin (30o) = 2 m Φ ……….(1) ΦS = Φm sin ( -90o ) = −Φm………..(2) ΦT = Φm sin (-120o) = 2 m Φ

…………(3) Gambar 2.8.Diagram fasor fluksi keadaan 2.

Besarnya fluks resultan adalah (ΦRS)

Penjumlahan dari ΦR, - ΦS, ΦT

Penjumlahan dari ΦR dan- ΦS adalah: ΦRS’ = 2 2 120 cos 2 2 m m xΦ °= Φ ………(4)

Jadi Fluks resultannya adalah:

(iii). Pada keadaan 2, arus pada fasa R dan fasa T memiliki besar yang sama dan

arahnya berlawanan ( 0,866 Φm ), oleh karena itu fluks yang diberikan oleh

masing – masing fasa :

ΦR= Φm sin (60o) = 2 3 Φm………(1) ΦS= Φm sin (-60o) m m m RS = Φ +Φ = Φ Φ 1.5 2

= 2

3

− Φm………(2)

ΦT = Φm sin (-180o) Gambar 2.9.Diagram fasor fluksi keadaan 3.

= 0………..(3)

Resultan Fluksnya adalah penjumlahan dari ΦRdan ΦS :

ΦRS = 2 x 2 3 Φm cos 2 60° = 1,5 Φm

(iv). Pada keadaan ini ωt = 90o

, arus pada fasa R maksimum ( positif), dan arus

pada fasa S dan fasa T = 0,5 Φm , oleh karena itu fluks pada masing – masing

fasa adalah: ΦR = Φm sin ( 90o) = Φm……….(1)

ΦS = Φm sin ( -30o ) = 2 m Φ − ………….(2) ΦT = Φm sin ( -150o ) = 2 m Φ − …………(3)

Maka jumlah - ΦT dan – ΦS adalah: ΦRS’ = 2 2 120 cos 2 2xΦm °= Φm ……..(4) Sehingga resultannya adalah:

ΦRS = 2

m

Φ + Φ

m= 1,5 Φm

Gambar 2.10. Diagram fasor fluksi keadaan 4.

2.4. Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa

Pada saat belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini kemudian akan menghasilkan medan magnet yang berputar dengan kecepatan sinkron.

Medan putar akan terinduksi melalui celah udara menghasilkan ggl induksi (ggl lawan) pada belitan fasa stator. Medan putar tersebut juga akan memotong konduktor-konduktor belitan rotor yang diam. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan relatif antara kecepatan fluksi yang berputar dengan konduktor rotor yang diam yang disebut juga dengan slip (s). Akibatnya adanya slip maka ggl (gaya gerak listrik) akan terinduksi pada konduktor-konduktor rotor.

Gambar 2.11. Proses Induksi Medan Putar Stator pada Kumparan Rotor

Karena belitan rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung (end

ring) ataupun tahanan luar, maka arus akan mengalir pada konduktor – konduktor

rotor. Karena konduktor – konduktor rotor yang mengalirkan arus ditempatkan di dalam daerah medan magnet yang dihasilkan stator maka akan terbentuklah gaya mekanik (gaya lorentz) pada konduktor – konduktor rotor. Hal ini sesuai dengan hukum gaya lorentz (perhatikan gambar 2.12) yaitu bila suatu konduktor yang dialiri arus berada dalam suatu kawasan medan magnet, maka konduktor tersebut akan mendapat gaya elektromagnetik (gaya lorentz) sebesar F= B.i.l.sin θ.

Arah dari gaya elektromagnetik tersebut dapat dijelaskan oleh kaidah tangan kanan (right-hand rule). Kaidah tangan kanan menyatakan, jika jari telunjuk menyatakan arah dari vektor arus i dan jari tengah menyatakan arah dari vektor kerapatan fluks B, maka ibu jari akan menyatakan arah gaya F yang bekerja pada konduktor tersebut.

Gaya F yang dihasilkan pada konduktor – konduktor rotor tersebut akan menghasilkan torsi (τ). Bila torsi mula yang dihasilkan pada rotor lebih besar daripada torsi beban (τ0 > τb), maka rotor akan berputar searah dengan putaran medan putar

stator.

Gambar 2.12. Konduktor Berarus Dalam Ruang Medan Magnet

Untuk mempelajari prinsip kerja motor induksi tiga fasa, maka dapat dijabarkan dalam beberapa langkah berikut:

1. Apabila belitan stator dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa yang setimbang maka akan mengalir arus pada tiap belitan fasa.

2. Arus yang mengalir pada tiap fasa menghasilkan fluks yang berubah-ubah untuk setiap waktu.

3. Resultan dari ketiga fluksi bolak-balik tersebut menghasilkan medan putar yang bergerak dengan kecepatan sinkron ns yang besarnya ditentukan oleh jumlah

kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan :

ns = p

f

120

(rpm)...( 2.2)

4. Akibat fluksi yang berputar akan menimbukanl ggl pada stator yang besarnya adalah:

e1 = - N1

dt

atau E1 = - 4,44f N1Φm (volt)...( 2.4 )

dimana :

e1 = ggl induksi sesaat stator/fasa (volt)

E1 = ggl induksi efektif stator/fasa (volt)

f = frekuensi saluran (Hz)

N1 = jumlah lilitan kumparan stator/fasa Φm = fluks magnetik maksimum (weber)

5. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi sebesar E2 yang

besarnya :

E2 = 4,44f N2Φm (volt) ...( 2.5 )

Dimana :

E2 = tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam N2 = jumlah lilitan rotor

Φm = fluksi maksimum

6. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka akan mengalir arus (I2).

7. Adanya arus (I2) di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya (F) pada

rotor.

8. Gaya (F) akan menghasilkan torsi (τ). Apabila torsi mula yang dihasilkan lebih

besar torsi beban, maka rotor akan berputar dengan kecepatan (nr) yang searah

dengan medan putar stator.

9. Pada saat berputar,maka ada perbedaan kecepatan medan putar stator (ns)

dengan kecepatan rotor (nr) disebut dengan slip (s) dan dinyatakan dengan:

s =

ns nr

10.Pada rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s yang besarnya :

E2s = 4,44sf N2Φm (volt) ...( 2.7 )

Dimana :

E2s = tegangan induksi rotor dalam keadaan berputar (volt)

sf = frekuensi rotor ( frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar )

11.Apabila ns = nr, maka slip akan bernilai nol. Hal ini akan menyebabkan tidak

adanya ggl induksi pada rotor tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada kumparan rotor, sehingga tidak akan dihasilkan torsi.

2.5. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi

Telah disebutkan sebelumnya bahwa motor induksi identik dengan sebuah transformator, tentu saja dengan demikian rangkaian ekivalen motor induksi sama dengan rangkaian ekivalen transformator. Perbedaan yang ada hanyalah karena pada kenyataannya bahwa kumparan rotor (kumparan sekunder pada transformator) dari motor induksi berputar, yang mana berfungsi untuk menghasilkan daya mekanik. Awal dari rangkaian ekivalen motor induksi dihasilkan dengan cara yang sama sebagaimana halnya pada transformator. Semua parameter-parameter rangkaian ekivalen yang akan dijelaskan berikut mempunyai nilai-nilai perfasa.

2. 5. 1. Rangkaian Stator

Fluks pada celah udara yang berputar menghasilkan GGL induksi lawan pada setiap phasa dari stator. Sehingga tegangan terminal V1 menjadi ggl induksi lawan

(E1) dan jatuh tegangan pada impedansi bocor stator. Sehingga persamaan tegangan

pada stator adalah:

1

V = E1 + I1 ( R1 + j X1 ) (Volt) ...(2.8)

Dimana:

1

V = tegangan terminal stator (Volt)

1

E = GGL lawan yang dihasilkan oleh resultan fluks celah udara (Volt)

1

I = arus stator (Ampere)

1

R = resistansi stator (Ohm)

1

X = reaktansi bocor stator (Ohm)

Sama seperti halnya dengan trafo, maka arus stator ( I1 ) terdiri dari dua buah

komponen. Salah satunya adalah komponen beban (I2’). Salah satu komponen yang

lain adalah arus eksitasi Ie (exciting current). Arus eksitasi dapat dibagi menjadi dua

komponen yaitu, komponen rugi-rugi inti Ic yang sephasa dengan E1 dan komponen magnetisasi Im yang tertinggal 90º dengan E1. Arus Ic akan menghasilkan rugi-rugi

inti dan arus Im akan menghasilkan resultan flux celah udara.

Pada trafo arus eksitasi disebut juga arus beban nol, akan tetapi dalam motor induksi tiga phasa tidak, hal ini dikarenakan pada motor induksi arus beban nol menghasilkan fluksi celah udara dan menghasilkan rugi-rugi tanpa beban ( rugi inti + rugi gesek angin + rugi I2R dalam jumlah yang kecil) sedangkan pada trafo fungsi arus eksitasi untuk mengahasilkan fluksi dan menghasilkan rugi inti.

Gambar 2.13. Rangkaian Ekivalen Stator

2. 5. 2. Rangkaian Rotor

Pada saat motor start dan rotor belum berputar, maka stator dan rotor memiliki frekuensi yang sama. Tegangan induksi pada rotor dalam kondisi ini di lambangkan dengan E2. Pada saat rotor sudah berputar, maka besarnya tegangan induksi pada rotor

sudah dipengaruhi slip. Besarnya tegangan induksi pada rotor pada saat berputar untuk berbagai slip sesuai dengan persamaan 2.9.

S

E2 = s. E2 ...(2.9) Dimana:

2

E = Tegangan induksi pada rotor pada saat diam

S

E2 = Tegangan induksi pada rotor sudah berputar

Tegangan induksi pada saat motor berputar akan mempengaruhi tahanan dan reaktansi pada rotor. Tahanan pada rotor adalah konstan, dan tidak dipengaruhi oleh slip. Reaktansi dari motor induksi bergantung terhadap induktansi dari rotor dan frekuensi dari tegangan dan arus pada rotor. Dengan induktansi pada rotor adalah L2, maka reaktansi pada rotor diberikan dengan persamaan:

X2S = s X2 (Ohm) ...(2.10)

Dimana

X2 = Reaktansi rotor dalam keadaan diam (Ohm) Rangkaian ekivalen rotor dapat dilihat pada Gambar 2.14:

Gambar 2.14. Rangkaian Ekivalen Rotor

Sehingga arus yang mengalir pada Gambar 2.14 adalah:

(Ampere) ...(2.11)

Pada saat dibebani (dipengaruhi slip), maka besarnya arus yang mengalir pada rotor adalah:

(Ampere) ...( 2.12 )

(Ampere) ...( 2.13 )

Maka rangkaian ekivalen rotor yang dipengaruhi slip pada motor induksi dapat kita lihat pada gambar 2.15:

Gambar 2.15 Rangkaian Ekivalen Rotor yang sudah dipengaruhi slip

Impedansi ekivalen rangkaian rotor pada Gambar 2.11 adalah:

S

Z2 = S R2 + jX

2 (Ohm) ...(2.14)

Pada motor induksi rotor belitan, maka rotor pada motor induksi dapat diganti dengan rangkaian ekivalen rotor yang memiliki belitan dengan jumlah phasa dan belitan yang sama dengan stator akan tetapi gaya gerak magnet (mmf) dan fluksi yang dihasilkan harus sama dengan rotor sebenarnya, maka performansi rotor yang dilihat dari sisi primer tidak akan mengalami perubahan.

R S jX R E I + = 2 2 2 2 2 2 2

.

jsX

R

E

s

I

S

+

=

2 2 2 2

jX

s

R

E

I

S

+

=

Sehingga hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor yang sebenarnya (Erotor) dan tegangan yang diinduksikan pada rangkaian ekivalen rotor (E2s) adalah:

s

E2 = aErotor ...(2.15) Dimana:

a : Perbandingan belitan stator dengan belitan rotor sebenarnya.

Sedangkan hubungan antara arus pada rotor sebenarnya (Irotor) dengan arus I2s pada rangkaian ekivalen rotor haruslah

s

I2 =

a Irotor

...(2.16)

Rotor dari motor induksi adalah terhubung singkat, sehingga impedansi yang diinduksikan tegangan dapat disederhanakan dengan impedansi rotor hubung singkat. Sehingga hubungan antara impedansi bocor slip frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor (Z2S) dengan impedansi bocor slip frekuensi rotor sebenarnya (Zrotor) adalah:

S Z2 = S S I E 2 2 = rotor rotor I E a2 = a2Zrotor ...(2.17) Dengan mengingat kembali impedansi dari rangkaian ekivalen rotor yang sudah dipengaruhi slip seperti pada persamaan 2.14 maka besarnya impedansi bocor slip frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor adalah:

S S I E 2 2 = Z2S = R + 2 jsX ...(2.18) 2 Dimana:

R2 = Tahanan rotor (Ohm)

s X2 = Reaktansi rotor yang sudah dipengaruhi slip

Pada stator dihasilkan medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron. Medan putar ini akan menginduksikan GGL induksi pada rangkaian ekivalen rotor (E2s) dan menginduksikan GGL lawan pada stator sebesar E . Bila bukan karena efek 2

kecepatan, maka tegangan yang diinduksikan pada rangkaian rotor ekivalen (E2s) akan sama dengan GGL induksi lawan pada rangkaian stator (E ) karena rangkaian 2

ekivalen rotor memiliki jumlah belitan yang sama dengan rangkaian stator. Akan tetapi karena kecepatan relative medan putar yang direferensikan pada sisi rotor adalah s kali kecepatan medan putar yang direferensikan pada sisi stator, maka hubungan antara dua buah GGL induksi ini adalah:

s

E2 = sE2 ...(2.19)

Karena resultan fluks celah udara ditentukan oleh phasor penjumlahan dari arus stator dan arus rotor baik itu arus dari rotor sebenarnya maupun arus dari rangkaian ekivalen rotor, maka dalam hal ini dikarenakan jumlah belitan antara stator dan rangkaian ekivalen rotor adalah sama maka hubungan arus yang mengalir pada stator dan rotor adalah:

s

I2 = I 2' ...(2.20)

Apabila persamaan 2.19 dibagi dengan persamaan 2.20 maka diperoleh:

S S I E 2 2 = ' 2 2 I E s ...(2.21)

Dengan mensubstitusikan persamaan 2.21 ke persamaan 2.18 maka diperoleh:

S S I E 2 2 = ' 2 2 I E s = R + 2 jsX ...(2.22) 2

Dengan membagi persamaan (2.22) dengan s, maka didapat

' 2 2 I E = s R2 + jX 2 ...(2.23)

Dari persamaan (2.18), (2.19), dan (2.23) maka dapat dibuat rangkaian ekivalen rotor seperti pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16. Rangkaian Ekivalen motor yang berasal dari penurunan persamaan

Dimana: s R2 = s R2 + R - 2 R 2 s R2 = R + 2 2(1−1) s R

Dari penjelesan diatas maka dapat dibuat rangkaian ekivalen per phasa motor induksi, Gambar 2.17 menunjukkan gambar rangkaian ekivalen per phasa motor induksi:

Gambar 2.17. Gambar rangkaian ekivalen per phasa motor induksi

Untuk mempermudah perhitungan, maka rangkaian ekivalen motor induksi dapat disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi. Sehingga rangkaian ekivalennya seperti pada Gambar 2.18:

Gambar 2.18. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi yang disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi

1 V 1 R 1 X 1 I c R Xm Φ I c I Im 2 ' I 1 E 2 sX 2 R 2 E s 2 I s E2 E1 2 R 2 sX 2 X s R2 2 R ) 1 1 ( 2 s R 2 I I2' 2 X ' 2 I 1 E

Atau seperti pada gambar 2.19 berikut:

Gambar 2.19. Bentuk lain rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator

Dimana:

I2 = I2S (Ampere) R2 = a2. R2 (Ohm)

X2 = a2 . X2 (Ohm)

Pada analisa rangkaian trafo, dapat dilakukan dengan mengabaikan cabang paralel yang terdiri dari Rc dan Xm, atau memindahkan cabang ke terminal primer. Dalam

rangkaian ekivalen motor induksi penyederhanaan ini tidak dibolehkan. Hal ini berhubungan dengan kenyataan bahwa arus eksitasi pada trafo bervariasi dari 2 sampai 6 % dari arus beban dan reaktansi bocor primer per unitnya kecil. Tetapi pada motor induksi, arus eksitasi bervariasi dari 30 sampai 50 % dari arus beban penuh dan reaktansi bocor primernya relatif lebih besar.

Dalam keadaan kondisi kerja normal dengan tegangan dan frekuensi konstan, rugi-rugi inti pada motor induksi biasanya tetap. Sehingga tahanan rugi-rugi inti (Rc)

dapat diabaikan dari rangkaian ekivalen. Sehingga rangkaian ekivalen motor induksi yang disederhanakan menjadi seperti Gambar 2.20:

Gambar 2.20. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi yang disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi dengan mengabaikan tahanan rugi-rugi inti (Rc)

2.6. Aliran Daya dan Efisiensi Motor Induksi Tiga Fasa

2.6.1. Aliran Daya

Motor induksi dapat dijelaskan secara dasar sebagai transformator yang berputar, akan tetapi perbedaannya pada trafo keluarannya berupa energi listrik sedangkan pada motor induksi keluarannya energi mekanik. Hubungan antara daya masukan dengan daya keluaran mekanik pada motor dapat dilihat pada diagram aliran daya pada Gambar 2.21.

Gambar 2.21. Diagram Aliran Daya Dimana :

-PSCL= rugi – rugi tembaga pada belitan stator (Watt) - PC = rugi – rugi inti pada stator (Watt)

- PAG= daya yang ditransfer melalui celah udara (Watt) - PRCL= rugi – rugi tembaga pada belitan rotor (Watt)

- PG+A= rugi – rugi gesek + angin (Watt) - PStray = stray losses (Watt)

- PCONV= daya mekanis keluaran (output) (Watt)

Daya masukan (Pin) pada motor induksi tiga phasa adalah:

Pin = 3. V1. I1. cos θ ...(2.24)

Dimana:

V1 = Tegangan sumber per phasa (Volt)

I1 = Arus masukan per phasa (Ampere)

θ = Perbedaan sudut fasa antar arus masukan dengan tegangan sumber

Rugi-rugi yang pertama muncul pada motor induksi adalah rugi-rugi tembaga pada belitan stator (PSCL). Besarnya rugi-rugi ini dirumuskan dengan:

PSCL = 3.I12.R1 ...(2.25)

Dimana:

R1 = Tahanan belitan stator (ohm)

Kemudian rugi-rugi inti yaitu rugi-rugi hysterisis dan edy current (Pc), yang dirumuskan dengan: PC = C R E12 . 3 ...(2.26) Dimana:

Rc = Tahanan inti stator (Ohm)

E1 = Tegangan induksi di stator (Volt)

Besarnya daya yang ditransfer dari stator ke rotor melalui celah udara disebut juga daya celah udara (PAG) yang besarnya dirumuskan dengan:

AG

P = PINPSCLPC ...(2.27) Atau

AG P = s R I 2 2 2 . 3 ...(2.28)

Setelah daya ditransferkan dari stator ke rotor, maka pada rotor akan terdapat rugi-rugi yaitu rugi-rugi tembaga pada rotor (PRCL) yang besarnya dirumuskan dengan:

PRCL = 3. I22. R2 ...(2.29)

Daya yang diubah dari energi listrik menjadi mekanik disebut juga Pconv, daya ini dirumuskan dengan: Pconv = PAG – PRCL =       − s s R I . 1 . 3 22 2 ...(2.30)

Hubungan antara Pconv dengan PAG dan PRCL, dapat dirumuskan sebagai berikut:

PRCL = s. PAG ...(2.31) Pconv = (1 – s). PAG ...(2.32)

Dari Persamaan dan dapat dibuat persamaan baru yaitu:

PAG : PRCL : Pconv = 1 : s : 1 – s ...(2.33) Apabila rugi-rugi gesek angin (PA+G) dan stray (Pstray) diketahui, maka daya keluaran

dari motor induksi adalah:

Pout = Pconv – PA+G - Pstray ...(2.34)

2.6.2. Efisiensi

Efisiensi motor induksi adalah ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan antara masukan dan keluaran atau dalam bentuk energi listrik berupa perbandingan watt keluaran dan watt masukan. Defenisi NEMA terhadap efisiensi energi adalah bahwa efisiensi merupakan perbandingan atau rasio dari daya keluaran yang berguna terhadap daya masukan total dan biasanya dinyatakan dalam persen juga sering dinyatakan

dengan perbandingan antara keluaran dengan keluaran ditambah rugi - rugi, yang dirumuskan dalam persamaan berikut.

% 100 Loss out out in loss in in out × + = − = = P P P P P P P P η ………. (2.35)

Dari persamaan terlihat bahwa efisiensi motor bergantung pada besar rugi-ruginya. Rugi-rugi pada persamaan tersebut adalah penjumlahan keseluruhan komponen rugi-rugi yang dibahas pada sub bab sebelumnya.

Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi ini sering dilakukan dengan beberapa cara seperti:

- Mengukur langsung daya listrik masukan dan daya mekanik keluaran - Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan

- Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan,

dimana pengukuran daya masukan tetap dibutuhkan pada ketiga cara di atas. Umumnya, daya listrik dapat diukur dengan sangat tepat, keberadaan daya mekanik yang lebih sulit untuk diukur. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mengukur torsi dan kecepatan dengan cukup akurat yang bertujuan untuk mengetahui harga efisiensi yang tepat. Pengukuran pada keseluruhan rugi-rugi ada yang berdasarkan teknik kalorimetri. Walaupun pengukuran dengan metode ini relatif sulit dilakukan, keakuratan yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan pengukuran langsung pada daya keluarannya.

Kebanyakan pabrikan lebih memilih melakukan pengukuran komponen rugi-rugi secara individual, karena dalam teorinya metode ini tidak memerlukan pembebanan pada motor, dan ini adalah suatu keuntungan bagi pabrikan. Keuntungan lainnya yang sering dibicarakan adalah bahwa memang benar error pada komponen rugi-rugi secara individual tidak begitu mempengaruhi keseluruhan efisiensi. Keuntungannya terutama

adalah fakta bahwa ada kemungkinan koreksi untuk temperatur lingkungan yang berbeda. Biasanya data efisiensi yang disediakan oleh pembuat diukur atau dihitung berdasarkan standar tertentu.

2.7. Torsi Motor Induksi Tiga Fasa

Dari rangkaian ekivalen dan diagram aliran daya motor induksi tiga fasa yang telah diperoleh sebelumnya dapat diturunkan suatu rumusan umum untuk torsi induksi sebagai fungsi dari kecepatan. Torsi motor induksi diberikan oleh persamaan:

τind = m conv P ω ...(2.36) τind = sync AG P ω ...(2.37) Persamaan yang terakhir di atas sangat berguna, karena kecepatan sinkron selalu bernilai konstan untuk tiap – tiap frekuensi dan jumlah kutub yang diberikan motor.

Dokumen terkait