TUGAS AKHIR
ANALISIS KARAKTERISTIK MOTOR INDUKSI TIGA PHASA
SEBAGAI GENERATOR
(Aplikasi pada P4TK M edan)
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen
Teknik Elektro
OLEH :
NIM : 0 5 0 4 0 2 0 1 1 JOSEPH E.SIBUEA
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS KARAKTERISTIK MOTOR INDUKSI TIGA PHASA SEBAGAI GENERATOR
( Aplikasi pada P4TK Medan ) Oleh :
050402011 JOSEP E. SIBUEA
Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Disetujui oleh : Pembimbing
NIP: 194912121982031003 Ir. A.RACHMAN HASIBUAN
Diketahui oleh:
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,
NIP:19540531 1986011 002 Ir. Surya Tarmizi Kasim M.si
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Motor induksi tiga fasa dapat dioperasikan sebagai generator induksi. Proses
perubahan motor induksi menjadi generator induksi membutuhkan daya reaktif untuk
membangkitkan tegangan keluaran generator induksi tersebut. Penyedia daya reaktif
tersebut adalah kapasitor yang berfungsi sebagai eksitasi. Generator induksi
dioperasikan pada kondisi tanpa beban dan kondisi berbeban pada berbagai nilai
kapasitor eksitasi. Semakin besar nilai kapasitor eksitasi maka semakin besar pula
tegangan keluaran generator induksi. Pada kondisi berbeban, penambahan beban
mengakibatkan tegangan keluaran generator menjadi turun . Dalam penggunaannya,
terminal stator motor induksi sebagai generator induksi boleh saja kita menggunakan
hubungan star atau hubungan delta.
Tugas akhir ini akan membahas tentang karakteristik motor induksi tiga fasa
sebagai generator induksi untuk setiap penambahan beban resistif dengan dengan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus yang oleh karena
kasihNya, penulis dimampukan menyelesaikan tugas akhir ini. Adapun tugas akhir ini
berjudul “Analisis Karakteristik Motor Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator”, yang
disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam kurikulum pembelajaran di
Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik.
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Untuk itulah penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua (Ds.H.Sibuea,S.Th dan L.br.Simorangkir) yang telah
banyak memberikan kasih sayang dan mendoakan penulis. Juga untuk
kakak,abang dan adik-adikku tercinta (Ruth M.Sibuea,Jona E.Sibuea,Esosia
B.Sibuea,Maria S.Sibuea,Amin O.Sibuea) yang memberikan perhatian dan
doa sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Ir.Surya Tarmizi Kasim,MSi selaku Ketua Departemen Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. A.Rachman Hasibuan, selaku dosen pembimbing tugas akhir
yang memberikan arahannya kepada penulis untuk menyelesaikan tugas
akhir ini.
5. Bapak Ir.Sumantri Zulkarnaen selaku dosen wali penulis yang telah
6. Bapak Drs. B. Aritonang, ST selaku Kepala Laboratorium Mesin – Mesin
Listrik Pusat Pengembangan & Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (P4TK) Medan.
7. Bapak T. Simatupang dan Bapak Epri yang telah banyak meluangkan
waktunya saat melakukan riset di P4TK.
8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf Pegawai Departemen Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Teknik Elektro.
9. Teman-teman Departemen Teknik Elektro stambuk 2005 (Antoni,Elis,
Fritz, Sadak, Mangiring, , Jonson ,Wosvi, Ridwan ,Edy ,Colin) serta
seluruh teman-teman yang namaya tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, yang telah memberikan masukan dan perhatian kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan tugas akhir ini.
Akhir kata, kiranya tugas akhir ini berguna bagi pembaca terutama yang ingin
mendalami motor induksi sebagai generator.
Medan, April 2011
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Penulisan ... 2
1.3 Manfaat Penulisan ... 2
1.4 Batasan Masalah... 3
1.5 Metode Penulisan ... 3
1.6 Sistematika Penulisan ... 4
BAB II: MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum ... 6
2.2 Konstruksi Motor Induksi ... 6
2.2.1. Stator...7.
2.2.2. Rotor...7
2.3 Prinsip Medan Putar ... 9
2.4 Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Phasa ... 13
2.5 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi ... 17
2.5.1 Rangkaian Ekivalen Stator………...18
2.5.2 Rangkaian Ekivalen Rotor………. 19
2.6.1 Aliran Daya……….25
2.6.2 Efisiensi……….28
2.7 Torsi Motor Induksi Tiga Fasa... 29
2.8 Desain Motor Induksi Tiga Fasa ... 33
BAB III : MOTOR INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR INDUKSI 3.1 Umum ... ...35
3.2 Syarat-Syarat Mesin Induksi Sebagai Generator ... ...37
3.2.1 Slip Negatif (s < 0)……….. 37
3.2.2 Adanya Sumber Daya Reaktif………. 38
3.3 Kapasitor pada Motor Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator ... 40
3.3.1 Umum ... 40
3.3.2 Pemasangan Kapasitor ... 41
3.3.3 Perhitungan Besar Kapasitansi Kapasitor ... 42
3.4 Prinsip Kerja dan Pembangkitan Tegangan Generator Induksi…46 3.5 Pengaruh Pembebanan Resistif Terhadap Arus Eksitasi………..50
3.6 Keunggulan dan Kelemahan Penggunaan Motor Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator………52
3.7 Aliran Daya dan Efisiensi Generator Induksi Tiga Fasa………...55
3.7.1 Aliran Daya……….. 55
3.7.2 Efisiensi……….... 56
4.1. Umum ... 58
4.2. Peralatan yang Digunakan ... 58
4.3. Penentuan Besar Nilai Kapasitor ... ..59
4.4. Percobaan Motor Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator Pada Frekuensi Konstan...61
4.4.1 Percobaan Beban Nol...61
4.4.1.1 Rangkaian Percobaan... 61
4.4.1.2 Prosedur Percobaan... 62
4.4.1.3 Data Hasil Percobaan... 63
4.4.2 Percobaan Berbeban... 63
4.4.2.1 Rangkaian Percobaan... 64
4.4.2.2 Prosedur Percobaan... 64
4.4.2.3 Data Hasil Percobaan... 66
4.5 Percobaan Motor Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator Pada Tegangan Konstan...67
4.5.1 Percobaan Beban Nol... 67
4.5.1.1 Rangkaian Percobaan... 67
4.5.1.2 Prosedur Percobaan... 67
4.5.1.3 Data Hasil Percobaan...68
4.5.2 Percobaan Berbeban... 69
4.5.2.1 Rangkaian Percobaan... 69
4.5.2.2 Prosedur Percobaan... 69
4.5.2.3 Data Hasil Percobaan... 71
4.6.1 Analisis Slip... 72
4.6.1.1 Analisi Slip Percobaan Motor Induksi Sebagai Generator Pada Frekuensi Konstan...72
4.6.1.2 1 Analisi Slip Percobaan Motor Induksi Sebagai Generator Pada Tegangan Konstan...72
a.Percobaan Beban Nol...72
b.Percobaan Berbeban...73
4.6.2 Analisis Grafik...76
BAB V : KESIMPULAN 5.1. Kesimpulan ... 80
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Konstruksi stator... 7
Gambar 2.2: Rotor Sangkar (squirrel cage rotor)... 8
Gambar 2.3: Rotor belitan (wound rotor)... 8
Gambar 2.4: Arus tiga fasa seimbang... 9
Gambar 2.5: Diagram fasor fluksi tiga fasa seimbang... 9
Gambar 2.6: Medan putar pada motor induksi tiga fasa... 9
Gambar 2.7: Diagram fasor fluksi pada keadaan 1...11
Gambar 2.8: Diagram fasor fluksi pada keadaan 2...11
Gambar 2.9: Diagram fasor fluksi pada keadaan 3...12
Gambar 2.10: Diagram fasor fluksi pada keadaan 4...13
Gambar 2.11 Proses Induksi Medan Putar Stator pada Kumparan Rotor... .14
Gambar 2.12Konduktor Berarus Dalam Ruang Medan Magnet………....15
Gambar 2.13 Rangkaian Ekivalen Stator ...………19
Gambar 2.14 Rangkaian Ekivalen Rotor ...20
Gambar 2.15. Rangkaian Ekivalen Rotor yang sudah dipengaruhi slip ...20
Gambar 2.16. Rangkaian Ekivalen motor yang berasal dari penurunan persamaan ……...……… 23
Gambar 2.17 Gambar rangkaian ekivalen per phasa motor induksi... 23
Gambar 2.18. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi yang disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi....………...24
Gambar 2.19. Bentuk lain rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator …...……..24
Gambar 2.21.Diagram Aliran Daya...26 Gambar 2.22 Tegangan Ekivalen Thevenin pada Sisi Rangkaian Input………....30
Gambar 2.23 Impedansi Ekivalen Thevenin pada Sisi Rangkaian Input... . 31
Gambar 2.24. Rangkaian Ekivalen Thevenin Motor Induksi... 32
Gambar 2.25 Kurva Karakteristik Torsi-Slip Motor Induksi...33
Gambar 2.26. Karakteristik torsi kecepatan motor induksi pada berbagai disain..33
Gambar 3.1 Kurva Karakteristik Torsi-Kecepatan Mesin Induksi pada
Berbagai Daerah Operasi……… 37
Gambar 3.2 Generator Induksi Terhubung ke Sistem Jaringan 3-Fasa……… 39
Gambar 3.3 Generator Induksi Penguatan Sendiri (Self-Excited)……… 39
Gambar 3.4. Hubungan Bintang (Y) dan Segitiga (∆) pada Kapasitor Eksitasi 41
Gambar 3.5. Skema Umum Prinsip Kerja Generator Induksi
Penguatan Sendiri……… 46
Gambar 3.6. (a) Rangkaian Ekivalen per-Fasa Generator Induksi ……… 47
(b) Rangkaian Penyederhanaan Rangkaian Ekivalen 3.6 (a)…… 48
Gambar 3.7. Proses Pembangkitan Tegangan……… 49
Gambar 3.8. Tegangan Fungsi Kapasitor Eksitasi ………... 49
Gambar 3.9. Tegangan Fungsi Arus Eksitasi dengan Faktor Kerja Satu…… 51
Gambar 3.10. Diagram Aliran Daya Aktif……… 55
Gambar 4.1. Rangkaian Percobaan Beban Nol Motor Induksi Tiga Fasa
Sebagai Generator pada Frekuensi Konstan…………... 61
Gambar 4.2. Rangkaian Percobaan Berbeban Motor Induksi Tiga Fasa
Sebagai Generator pada Frekuensi Konstan…………... 64
Gambar 4.3. Rangkaian Percobaan Beban Nol Motor Induksi Tiga Fasa
Sebagai Generator pada Tegangan Konstan... 67
Sebagai Generator pada Tegangan Konstan... 69
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Percobaan Beban Nol Motor Induksi Tiga Fasa Sebagai
Generator Induksi pada Frekuensi Konstan... 63
Tabel 4.2 Data Hasil Percobaan Berbeban Motor Induksi Tiga Fasa Sebagai
Generator Induksi pada Frekuensi Konstan... 66
Tabel 4.3 Data Percobaan Beban Nol Motor Induksi Tiga Fasa Sebagai
Generator Induksi pada Tegangan Konstan... 68
Tabel 4.4 Data Hasil Percobaan Berbeban Motor Induksi Tiga Fasa Sebagai
Generator Induksi pada Tegangan Konstan... 71
Tabel 4.5 Data Hasil Analisis Slip Berbeban Motor Induksi Tiga Fasa
ABSTRAK
Motor induksi tiga fasa dapat dioperasikan sebagai generator induksi. Proses
perubahan motor induksi menjadi generator induksi membutuhkan daya reaktif untuk
membangkitkan tegangan keluaran generator induksi tersebut. Penyedia daya reaktif
tersebut adalah kapasitor yang berfungsi sebagai eksitasi. Generator induksi
dioperasikan pada kondisi tanpa beban dan kondisi berbeban pada berbagai nilai
kapasitor eksitasi. Semakin besar nilai kapasitor eksitasi maka semakin besar pula
tegangan keluaran generator induksi. Pada kondisi berbeban, penambahan beban
mengakibatkan tegangan keluaran generator menjadi turun . Dalam penggunaannya,
terminal stator motor induksi sebagai generator induksi boleh saja kita menggunakan
hubungan star atau hubungan delta.
Tugas akhir ini akan membahas tentang karakteristik motor induksi tiga fasa
sebagai generator induksi untuk setiap penambahan beban resistif dengan dengan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada saat sekarang ini listrik sudah menjadi kebutuhan yang sangat pokok,
sehingga permintaan akan kebutuhan listrik semakin lama selalu mengalami
peningkatan. Cadangan sumber energi yang terbarukan seperti minyak, gas bumi,
batubara yang digunakan untuk pembangkitan energi listrik semakin lama jumlahnya
semakin menipis, sementara sumber energi lain seperti air, angin, dalam jumlah yang
sangat besar belum digunakan secara maksimal.
Untuk pembangkit listrik berskala kecil seperti Pembangkit Listrik Tenaga
Mikrohidro (PLTMH), penggunaan motor induksi sebagai generator sangatlah tepat.
Keuntungan pengunaan motor induksi sebagai generator adalah konstruksinya kokoh,
harganya terjangkau, mudah perawatannya, dan tidak membutuhkan suplai DC sebagai
sumber eksitasi. Oleh karena itu, penulis malalui tugas akhir ini melakukan penelitian
di laboratorium untuk dapat menganalisis karakteristik motor induksi tiga phasa yang
dioperasikan sebagai generator. Generator induksi dioperasikan pada kondisi tanpa
beban dan kondisi berbeban pada berbagai nilai kapasitor eksitasi untuk mendapatkan
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk
menganalisis karakteristik motor induksi tiga phasa yang dioperasikan sebagai
generator. Generator induksi dioperasikan pada kondisi tanpa beban dan kondisi
berbeban pada berbagai nilai kapasitor eksitasi untuk mendapatkan besaran-besaran
seperti parameter mesin, putaran, frekuensi, tegangan, arus, dan daya.
1.3. Manfaat Penulisan
Penulisan tugas akhir ini diharapkan bemanfaat untuk :
1. Memberi informasi kepada penulis dan pembaca mengenai karakteristik motor
induksi tiga phasa yang dioperasikan sebagai generator.
2. Menambah aplikasi-aplikasi pada laboratorium mesin-mesin listrik.
1.4. Batasan Masalah
Agar tujuan penulisan tugas akhir ini sesuai dengan yang diharapkan serta terarah
pada judul dan bidang yang telah disebutkan di atas, maka penulis membatasi
permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Hanya menganalis karakteristik motor induksi tiga phasa sebagai
generator,untuk mendapatkan besaran- besaran seperti parameter
mesin,putaran,frekuensi,tegangan,arus,dan daya.
2. Motor induksi tiga phasa akan dikopel dengan sebuah motor lain sebagai
penggerak mula.
3. Beban yang digunakan adalah beban resistif.
4. Analisis generator induksi dilakukan dalam keadaan steady state.
5. Kapasitor eksitasi dengan berbagai rating.
6. Generator induksi beroperasi sendiri (stand alone) dan tidak membahas
7. Pengambilan data dan analisa data diperoleh berdasarkan peralatan yang
tersedia di laboratorium mesin-mesin listrik.
1.5. Metode Penulisan
Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa
metode studi diantaranya:
1. Studi literatur yaitu membaca dan mempelajari teori-teori yang berkaitan
dengan topik tugas akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh
penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan
lain-lain.
2. Studi lapangan yaitu melakukan percobaan untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan di Laboratorium Mesin-mesin Listrik, Pusat Pengembangan &
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Medan.
3. Studi bimbingan yaitu melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan
Dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Elektro
FT-USU, asisten Laboratorium Mesin-mesin Listrik P4TK Medan dan
teman-teman sesama mahasiswa.
1.6. Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini berisikan latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA
Bab ini memberikan penjelasan mengenai motor induksi secara umum,
konstruksi, prinsip medan putar, prinsip kerja, rangkaian ekivalen,
BAB III MOTOR INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR Bab ini menjelaskan tentang motor induksi tiga fasa sebagai generator
secara umum, syarat-syarat pengoperasian motor induksi tiga fasa
sebagai generator, kapasitor pada motor induksi tiga fasa sebagai
generator, prinsip kerja dan pembangkitan tegangan generator induksi,
pengaruh pembebanan resistif terhadap arus eksitasi, keunggulan dan
kelemahan penggunaan motor induksi tiga fasa sebagai generator, aliran
daya dan efisiensi generator induksi tiga fasa.
BAB IV ANALISIS KARAKTERISTIK MOTOR INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR
Bab ini menjelaskan tentang percobaan-percobaan yang dilakukan pada
motor induksi tiga fasa sebagai generator, rangkaian percobaan,
prosedur percobaan, data hasil percobaan, dan analisa data hasil
percobaan.
BAB V KESIMPULAN
Bagian ini berisikan kesimpulan dari analisis data.
BAB II
MOTOR INDUKSI TIGA FASA
2.1. Umum
Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik (AC) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga.
Penamaan motor induksi berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor ini tidak
diperoleh secara langsung dari sumber listrik, tetapi merupakan arus yang terinduksi
sebagai akibat adanya perbedaan putaran antara putaran rotor dengan medan putar.
Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal, serta berbiaya
murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat berbeban
penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak. Akan tetapi jika dibandingkan
dengan motor DC, motor induksi masih memiliki kelemahan dalam hal pengaturan
kecepatan. Dimana pada motor induksi pengaturan kecepatan sangat sukar untuk
dilakukan, sementara pada motor DC hal yang sama tidak dijumpai.
2. 2. Konstruksi Motor Induksi Tiga phasa
Motor induksi tiga fasa memiliki dua komponen dasar yaitu stator (komponen
yang diam) dan rotor (bagian berputar), bagian stator dipisahkan dengan bagian rotor
oleh celah udara yang sempit (air gap).
2. 2. 1. Stator
Rangka luarnya terbuat dari baja maupun alumunium, sedangkan intinya berupa
edy current. Pada intinya terdapat rongga (slot) yang berisolasi sebagai tempat
belitannya. Kawat belitannya terbuat dari tembaga yang berisolasi. Belitannya
digulung untuk jumlah kutub tertentu, yang diperlukan dalam menentukan kecepatan.
Semakin banyak jumlah kutub maka semakin rendah kecepatan motor. Kumparan (
coil ) dari konduktor – konduktor yang terisolasi ini kemudian disisipkan ke dalam
slot – slot tersebut. Sehingga grup dari kumparan ini beserta dengan inti yang
mengelilinginya membentuk rangkaian elektromagnetik. Banyaknya jumlah kutub dari
motor induksi tergantung pada hubungan internal dari belitan stator, yang mana bila
belitan ini disuplai dengan sumber tegangan tiga fasa maka akan membangkitkan
medan putar. Konstruksi stator dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1: a) penampang inti stator b) Stator motor induksi
2. 2. 2. Rotor
Rotor motor induksi tiga fasa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rotor
sangkar (squirrel cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Rotor sangkar terdiri dari
susunan batang konduktor yang dibentangkan ke dalam slot – slot yang terdapat pada
permukaan rotor dan tiap – tiap ujungnya dihubung singkat dengan menggunakan
shorting rings. Konstruksi rotor sangkar dapat dilihat pada Gambar 2.2
Sementara itu pada rotor belitan, rotornya dibentuk dari satu set belitan tiga fasa
yang merupakan bayangan dari belitan statornya. Biasanya belitan tiga fasa dari rotor
pada slip ring yang berada pada poros rotor. Pada motor induksi rotor belitan,
rangkaian rotornya dirancang untuk dapat disisipkan dengan tahanan eksternal, yang
mana hal ini akan memberikan keuntungan dalam memodifikasi karakteristik torsi –
kecepatan dari motor. Konstruksi rotor belitan dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.2: a) Rotor Sangkar b) Konstruksi Motor Induksi Rotor Sangkar
Gambar 2.3: a) Rotor belitan b) Motor induksi rotor belitan
2.3. Prinsip Medan Putar
Pada saat kita menghubungkan sumber tiga fasa ke terminal tiga fasa motor
induksi, maka arus bolak-balik sinusoidal IR, IS, IT akan mengalir pada belitan stator.
Arus-arus ini akan menghasilkan ggm (gaya gerak magnet) yang mana, pada
kumparan, akan menghasilkan fluks magnetik yang berputar sehingga disebut juga
dengan medan putar. Medan magnet yang demikian kutub-kutubnya tidak diam pada
Untuk melihat bagaimana medan putar dibangkitkan, maka dapat diambil contoh
pada motor induksi tiga fasa dengan jumlah kutub dua. Fluks yang dihasilkan oleh
arus-arus bolak-balik pada belitan stator adalah :
ΦR = Φm sin ωt...( 2.1a ) ΦS = Φm sin (ωt – 120o)...( 2.1b ) ΦT = Φm sin (ωt – 240o)...( 2.1c )
Gambar 2.4: Gambar 2.5:
Arus tiga fasa seimbang Diagram fasor fluksi tiga fasa seimbang
i ii
iii iv
( i ). Pada posisi sesaat 1 (pada Gambar ), arus yang mengalir pada phasa R adalah nol
dan arus pada phasa S dan T sama besar dan bertentangan. Arus pada bagian
atas mempunyai arah menuju pembaca, dan arus pada bagian bawah menjauhi
pembaca. Sehingga resultan fluks magnet yang dibangkitkan memiliki arah ke
kanan. Besar resultan fluks ini adalah konstan dan besarnya 1,5 Φm. Nilai
tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
pada saat posisi sesaat 1, ωt = 0º, s ehingga besarnya nilai ketiga fluksnya
adalah:
ΦR = 0………..(1)
ΦS = Φm sin ( -120o )
= 2
3
− Φm ………(2)
ΦT = Φm sin ( -240o )
= 2
3
Φm………(3)
Besarnya resultan fluksnya adalah sama
dengan penjumlahan antar vektor –ΦT dan
–ΦS.
Besarnya resultan fluks adalah:
Gambar 2.7.Diagram fasor fluksi keadaan 1.
(ii). Pada keadaan 2, arus bernilai maksimum negatif pada fasa S, sedangkan
pada R dan fasa T bernilai 0,5 maksimum pada fasa R dan fasa T.
Pada saat sesaat di posisi 2, ωt = 30º. Sehingga besarnya fluksi adalah:
2 60 cos 2
3
2 Φ °
=
ΦRS x m
m
RS = Φ
ΦR = Φm sin (30o) = 2 m Φ ……….(1)
ΦS = Φm sin ( -90o )
= −Φm………..(2)
ΦT = Φm sin (-120o)
=
2
m Φ
…………(3) Gambar 2.8.Diagram fasor fluksi keadaan 2.
Besarnya fluks resultan adalah (ΦRS)
Penjumlahan dari ΦR, - ΦS, ΦT
Penjumlahan dari ΦR dan- ΦS adalah:
ΦRS’ =
2 2 120 cos 2
2 m m
xΦ °= Φ ………(4)
Jadi Fluks resultannya adalah:
(iii). Pada keadaan 2, arus pada fasa R dan fasa T memiliki besar yang sama dan
arahnya berlawanan ( 0,866 Φm ), oleh karena itu fluks yang diberikan oleh
masing – masing fasa :
ΦR= Φm sin (60o)
= 2
3
Φm………(1)
ΦS= Φm sin (-60o)
m m
m
RS +Φ = Φ
Φ =
Φ 1.5
= 2
3
− Φm………(2)
ΦT = Φm sin (-180o) Gambar 2.9.Diagram fasor fluksi keadaan 3.
= 0………..(3)
Resultan Fluksnya adalah penjumlahan dari ΦRdan ΦS :
ΦRS = 2 x
2 3
Φm cos 2 60°
= 1,5 Φm
(iv). Pada keadaan ini ωt = 90o, arus pada fasa R maksimum ( positif), dan arus
pada fasa S dan fasa T = 0,5 Φm , oleh karena itu fluks pada masing – masing
fasa adalah: ΦR = Φm sin ( 90o) = Φm……….(1)
ΦS = Φm sin ( -30o ) =
2
m
Φ
− ………….(2)
ΦT = Φm sin ( -150o ) = 2
m Φ
− …………(3)
Maka jumlah - ΦT dan – ΦS adalah:
ΦRS’ =
2 2 120 cos 2
2xΦm °= Φm ……..(4)
Sehingga resultannya adalah:
ΦRS = 2
m
Φ + Φ
m= 1,5 Φm
Gambar 2.10. Diagram fasor fluksi keadaan 4.
2.4. Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa
Pada saat belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan dihasilkan
arus tiga fasa, arus ini kemudian akan menghasilkan medan magnet yang berputar
Medan putar akan terinduksi melalui celah udara menghasilkan ggl induksi (ggl
lawan) pada belitan fasa stator. Medan putar tersebut juga akan memotong
konduktor-konduktor belitan rotor yang diam. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan relatif
antara kecepatan fluksi yang berputar dengan konduktor rotor yang diam yang disebut
juga dengan slip (s). Akibatnya adanya slip maka ggl (gaya gerak listrik) akan
terinduksi pada konduktor-konduktor rotor.
Gambar 2.11. Proses Induksi Medan Putar Stator pada Kumparan Rotor
Karena belitan rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung (end
ring) ataupun tahanan luar, maka arus akan mengalir pada konduktor – konduktor
rotor. Karena konduktor – konduktor rotor yang mengalirkan arus ditempatkan di
dalam daerah medan magnet yang dihasilkan stator maka akan terbentuklah gaya
mekanik (gaya lorentz) pada konduktor – konduktor rotor. Hal ini sesuai dengan
hukum gaya lorentz (perhatikan gambar 2.12) yaitu bila suatu konduktor yang dialiri
arus berada dalam suatu kawasan medan magnet, maka konduktor tersebut akan
mendapat gaya elektromagnetik (gaya lorentz) sebesar F= B.i.l.sin θ.
Arah dari gaya elektromagnetik tersebut dapat dijelaskan oleh kaidah tangan kanan
(right-hand rule). Kaidah tangan kanan menyatakan, jika jari telunjuk menyatakan arah
dari vektor arus i dan jari tengah menyatakan arah dari vektor kerapatan fluks B, maka
Gaya F yang dihasilkan pada konduktor – konduktor rotor tersebut akan
menghasilkan torsi (τ). Bila torsi mula yang dihasilkan pada rotor lebih besar daripada
torsi beban (τ0 > τb), maka rotor akan berputar searah dengan putaran medan putar
stator.
Gambar 2.12. Konduktor Berarus Dalam Ruang Medan Magnet
Untuk mempelajari prinsip kerja motor induksi tiga fasa, maka dapat dijabarkan
dalam beberapa langkah berikut:
1. Apabila belitan stator dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa yang
setimbang maka akan mengalir arus pada tiap belitan fasa.
2. Arus yang mengalir pada tiap fasa menghasilkan fluks yang berubah-ubah
untuk setiap waktu.
3. Resultan dari ketiga fluksi bolak-balik tersebut menghasilkan medan putar yang
bergerak dengan kecepatan sinkron ns yang besarnya ditentukan oleh jumlah
kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan :
ns = p
f
120
(rpm)...( 2.2)
4. Akibat fluksi yang berputar akan menimbukanl ggl pada stator yang besarnya
adalah:
e1 = - N1
dt dΦ
atau E1 = - 4,44f N1Φm (volt)...( 2.4 )
dimana :
e1 = ggl induksi sesaat stator/fasa (volt)
E1 = ggl induksi efektif stator/fasa (volt)
f = frekuensi saluran (Hz)
N1 = jumlah lilitan kumparan stator/fasa
Φm = fluks magnetik maksimum (weber)
5. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor.
Akibatnya pada kumparan rotor timbul tegangan induksi sebesar E2 yang
besarnya :
E2 = 4,44f N2Φm (volt) ...( 2.5 )
Dimana :
E2 = tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam
N2 = jumlah lilitan rotor
Φm = fluksi maksimum
6. Karena kumparan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka akan mengalir
arus (I2).
7. Adanya arus (I2) di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya (F) pada
rotor.
8. Gaya (F) akan menghasilkan torsi (τ). Apabila torsi mula yang dihasilkan lebih
besar torsi beban, maka rotor akan berputar dengan kecepatan (nr) yang searah
dengan medan putar stator.
9. Pada saat berputar,maka ada perbedaan kecepatan medan putar stator (ns)
dengan kecepatan rotor (nr) disebut dengan slip (s) dan dinyatakan dengan:
s =
ns nr ns−
10.Pada rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada
kumparan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini
dinyatakan dengan E2s yang besarnya :
E2s = 4,44sf N2Φm (volt) ...( 2.7 )
Dimana :
E2s = tegangan induksi rotor dalam keadaan berputar (volt)
sf = frekuensi rotor ( frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam
keadaan berputar )
11.Apabila ns = nr, maka slip akan bernilai nol. Hal ini akan menyebabkan tidak
adanya ggl induksi pada rotor tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak
akan mengalir pada kumparan rotor, sehingga tidak akan dihasilkan torsi.
2.5. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi
Telah disebutkan sebelumnya bahwa motor induksi identik dengan sebuah
transformator, tentu saja dengan demikian rangkaian ekivalen motor induksi sama
dengan rangkaian ekivalen transformator. Perbedaan yang ada hanyalah karena pada
kenyataannya bahwa kumparan rotor (kumparan sekunder pada transformator) dari
motor induksi berputar, yang mana berfungsi untuk menghasilkan daya mekanik. Awal
dari rangkaian ekivalen motor induksi dihasilkan dengan cara yang sama sebagaimana
halnya pada transformator. Semua parameter-parameter rangkaian ekivalen yang akan
dijelaskan berikut mempunyai nilai-nilai perfasa.
2. 5. 1. Rangkaian Stator
Fluks pada celah udara yang berputar menghasilkan GGL induksi lawan pada
(E1) dan jatuh tegangan pada impedansi bocor stator. Sehingga persamaan tegangan
pada stator adalah:
1
V = E1 + I1 ( R1 + j X1 ) (Volt) ...(2.8)
Dimana:
1
V = tegangan terminal stator (Volt)
1
E = GGL lawan yang dihasilkan oleh resultan fluks celah udara (Volt)
1
I = arus stator (Ampere)
1
R = resistansi stator (Ohm)
1
X = reaktansi bocor stator (Ohm)
Sama seperti halnya dengan trafo, maka arus stator ( I1 ) terdiri dari dua buah
komponen. Salah satunya adalah komponen beban (I2’). Salah satu komponen yang
lain adalah arus eksitasi Ie (exciting current). Arus eksitasi dapat dibagi menjadi dua
komponen yaitu, komponen rugi-rugi inti Ic yang sephasa dengan E1 dan komponen
magnetisasi Im yang tertinggal 90º dengan E1. Arus Ic akan menghasilkan rugi-rugi
inti dan arus Im akan menghasilkan resultan flux celah udara.
Pada trafo arus eksitasi disebut juga arus beban nol, akan tetapi dalam motor
induksi tiga phasa tidak, hal ini dikarenakan pada motor induksi arus beban nol
menghasilkan fluksi celah udara dan menghasilkan rugi-rugi tanpa beban ( rugi inti +
rugi gesek angin + rugi I2R dalam jumlah yang kecil) sedangkan pada trafo fungsi arus
eksitasi untuk mengahasilkan fluksi dan menghasilkan rugi inti.
Gambar 2.13. Rangkaian Ekivalen Stator
2. 5. 2. Rangkaian Rotor
Pada saat motor start dan rotor belum berputar, maka stator dan rotor memiliki
frekuensi yang sama. Tegangan induksi pada rotor dalam kondisi ini di lambangkan
dengan E2. Pada saat rotor sudah berputar, maka besarnya tegangan induksi pada rotor
sudah dipengaruhi slip. Besarnya tegangan induksi pada rotor pada saat berputar untuk
berbagai slip sesuai dengan persamaan 2.9.
S
E2 = s. E2 ...(2.9)
Dimana:
2
E = Tegangan induksi pada rotor pada saat diam
S
E2 = Tegangan induksi pada rotor sudah berputar
Tegangan induksi pada saat motor berputar akan mempengaruhi tahanan dan
reaktansi pada rotor. Tahanan pada rotor adalah konstan, dan tidak dipengaruhi oleh
slip. Reaktansi dari motor induksi bergantung terhadap induktansi dari rotor dan
frekuensi dari tegangan dan arus pada rotor. Dengan induktansi pada rotor adalah L2,
maka reaktansi pada rotor diberikan dengan persamaan:
X2S = s X2 (Ohm) ...(2.10)
Dimana
X2 = Reaktansi rotor dalam keadaan diam (Ohm)
Gambar 2.14. Rangkaian Ekivalen Rotor
Sehingga arus yang mengalir pada Gambar 2.14 adalah:
(Ampere) ...(2.11)
Pada saat dibebani (dipengaruhi slip), maka besarnya arus yang mengalir pada rotor
adalah:
(Ampere) ...( 2.12 )
(Ampere) ...( 2.13 )
Maka rangkaian ekivalen rotor yang dipengaruhi slip pada motor induksi dapat
kita lihat pada gambar 2.15:
Gambar 2.15 Rangkaian Ekivalen Rotor yang sudah dipengaruhi slip
Impedansi ekivalen rangkaian rotor pada Gambar 2.11 adalah:
S
Z2 =
S R2 + jX
2 (Ohm) ...(2.14)
Pada motor induksi rotor belitan, maka rotor pada motor induksi dapat diganti
dengan rangkaian ekivalen rotor yang memiliki belitan dengan jumlah phasa dan
belitan yang sama dengan stator akan tetapi gaya gerak magnet (mmf) dan fluksi yang
dihasilkan harus sama dengan rotor sebenarnya, maka performansi rotor yang dilihat
dari sisi primer tidak akan mengalami perubahan.
[image:31.595.274.456.417.514.2]Sehingga hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor yang
sebenarnya (Erotor) dan tegangan yang diinduksikan pada rangkaian ekivalen rotor
(E2s) adalah:
s
E2 = aErotor ...(2.15)
Dimana:
a : Perbandingan belitan stator dengan belitan rotor sebenarnya.
Sedangkan hubungan antara arus pada rotor sebenarnya (Irotor) dengan arus I2s pada
rangkaian ekivalen rotor haruslah
s
I2 =
a Irotor
...(2.16)
Rotor dari motor induksi adalah terhubung singkat, sehingga impedansi yang
diinduksikan tegangan dapat disederhanakan dengan impedansi rotor hubung singkat.
Sehingga hubungan antara impedansi bocor slip frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor
(Z2S) dengan impedansi bocor slip frekuensi rotor sebenarnya (Zrotor) adalah:
S
Z2 =
S S I E 2 2 = rotor rotor I E a2
= a2Zrotor ...(2.17)
Dengan mengingat kembali impedansi dari rangkaian ekivalen rotor yang sudah
dipengaruhi slip seperti pada persamaan 2.14 maka besarnya impedansi bocor slip
frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor adalah:
S S I E 2 2
= Z2S = R + 2 jsX ...(2.18) 2
Dimana:
R2 = Tahanan rotor (Ohm)
s X2 = Reaktansi rotor yang sudah dipengaruhi slip
Pada stator dihasilkan medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron.
Medan putar ini akan menginduksikan GGL induksi pada rangkaian ekivalen rotor
(E2s) dan menginduksikan GGL lawan pada stator sebesar E . Bila bukan karena efek 2
kecepatan, maka tegangan yang diinduksikan pada rangkaian rotor ekivalen (E2s) akan
sama dengan GGL induksi lawan pada rangkaian stator (E ) karena rangkaian 2
ekivalen rotor memiliki jumlah belitan yang sama dengan rangkaian stator. Akan tetapi
karena kecepatan relative medan putar yang direferensikan pada sisi rotor adalah s kali
kecepatan medan putar yang direferensikan pada sisi stator, maka hubungan antara dua
buah GGL induksi ini adalah:
s
E2 = sE2 ...(2.19)
Karena resultan fluks celah udara ditentukan oleh phasor penjumlahan dari arus
stator dan arus rotor baik itu arus dari rotor sebenarnya maupun arus dari rangkaian
ekivalen rotor, maka dalam hal ini dikarenakan jumlah belitan antara stator dan
rangkaian ekivalen rotor adalah sama maka hubungan arus yang mengalir pada stator
dan rotor adalah:
s
I2 = I 2' ...(2.20)
Apabila persamaan 2.19 dibagi dengan persamaan 2.20 maka diperoleh:
S S I E 2 2 = ' 2 2 I E s ...(2.21)
Dengan mensubstitusikan persamaan 2.21 ke persamaan 2.18 maka diperoleh:
S S I E 2 2 = ' 2 2 I E s
= R + 2 jsX ...(2.22) 2
Dengan membagi persamaan (2.22) dengan s, maka didapat
' 2 2 I E = s R2
Dari persamaan (2.18), (2.19), dan (2.23) maka dapat dibuat rangkaian ekivalen rotor
[image:34.595.83.500.106.196.2]seperti pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Rangkaian Ekivalen motor yang berasal dari penurunan persamaan
Dimana: s R2 = s R2
+ R - 2 R 2
s R2
= R + 2 2(1−1)
s R
Dari penjelesan diatas maka dapat dibuat rangkaian ekivalen per phasa motor
induksi, Gambar 2.17 menunjukkan gambar rangkaian ekivalen per phasa motor
[image:34.595.161.435.587.720.2]induksi:
Gambar 2.17. Gambar rangkaian ekivalen per phasa motor induksi
Untuk mempermudah perhitungan, maka rangkaian ekivalen motor induksi dapat
disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi. Sehingga rangkaian ekivalennya
seperti pada Gambar 2.18:
Gambar 2.18. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi yang disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi
1 V 1 R 1 X 1 I c
R Xm
Φ I
c
I Im 2 ' I 1 E 2 sX 2 R 2 E s 2 I s
E2 E1
2 R 2 sX 2 X s R2 2 R ) 1 1 ( 2 − s R 2
I I2'
Atau seperti pada gambar 2.19 berikut:
Gambar 2.19. Bentuk lain rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator
Dimana:
I2’ = I2S (Ampere)
R2’ = a2. R2 (Ohm)
X2’ = a2 . X2 (Ohm)
Pada analisa rangkaian trafo, dapat dilakukan dengan mengabaikan cabang paralel
yang terdiri dari Rc dan Xm, atau memindahkan cabang ke terminal primer. Dalam
rangkaian ekivalen motor induksi penyederhanaan ini tidak dibolehkan. Hal ini
berhubungan dengan kenyataan bahwa arus eksitasi pada trafo bervariasi dari 2 sampai
6 % dari arus beban dan reaktansi bocor primer per unitnya kecil. Tetapi pada motor
induksi, arus eksitasi bervariasi dari 30 sampai 50 % dari arus beban penuh dan
reaktansi bocor primernya relatif lebih besar.
Dalam keadaan kondisi kerja normal dengan tegangan dan frekuensi konstan,
rugi-rugi inti pada motor induksi biasanya tetap. Sehingga tahanan rugi-rugi inti (Rc)
dapat diabaikan dari rangkaian ekivalen. Sehingga rangkaian ekivalen motor induksi
Gambar 2.20. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi yang disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi dengan mengabaikan tahanan rugi-rugi inti (Rc)
2.6. Aliran Daya dan Efisiensi Motor Induksi Tiga Fasa
2.6.1. Aliran Daya
Motor induksi dapat dijelaskan secara dasar sebagai transformator yang berputar,
akan tetapi perbedaannya pada trafo keluarannya berupa energi listrik sedangkan pada
motor induksi keluarannya energi mekanik. Hubungan antara daya masukan dengan
daya keluaran mekanik pada motor dapat dilihat pada diagram aliran daya pada
[image:36.595.91.490.458.599.2]Gambar 2.21.
Gambar 2.21. Diagram Aliran Daya Dimana :
-PSCL= rugi – rugi tembaga pada belitan stator (Watt) - PC = rugi – rugi inti pada stator (Watt)
- PG+A= rugi – rugi gesek + angin (Watt) - PStray = stray losses (Watt)
- PCONV= daya mekanis keluaran (output) (Watt)
Daya masukan (Pin) pada motor induksi tiga phasa adalah:
Pin = 3. V1. I1. cos θ ...(2.24)
Dimana:
V1 = Tegangan sumber per phasa (Volt)
I1 = Arus masukan per phasa (Ampere)
θ = Perbedaan sudut fasa antar arus masukan dengan tegangan sumber
Rugi-rugi yang pertama muncul pada motor induksi adalah rugi-rugi tembaga pada
belitan stator (PSCL). Besarnya rugi-rugi ini dirumuskan dengan:
PSCL = 3.I12.R1 ...(2.25)
Dimana:
R1 = Tahanan belitan stator (ohm)
Kemudian rugi-rugi inti yaitu rugi-rugi hysterisis dan edy current (Pc), yang
dirumuskan dengan:
PC =
C R
E12
. 3
...(2.26)
Dimana:
Rc = Tahanan inti stator (Ohm)
E1 = Tegangan induksi di stator (Volt)
Besarnya daya yang ditransfer dari stator ke rotor melalui celah udara disebut juga
daya celah udara (PAG) yang besarnya dirumuskan dengan:
AG
AG
P =
s R I 2 2
2
.
3 ...(2.28)
Setelah daya ditransferkan dari stator ke rotor, maka pada rotor akan terdapat
rugi-rugi yaitu rugi-rugi tembaga pada rotor (PRCL) yang besarnya dirumuskan dengan:
PRCL = 3. I22. R2 ...(2.29)
Daya yang diubah dari energi listrik menjadi mekanik disebut juga Pconv, daya ini
dirumuskan dengan:
Pconv = PAG – PRCL =
−
s s R
I . 1
.
3 22 2 ...(2.30)
Hubungan antara Pconv dengan PAG dan PRCL, dapat dirumuskan sebagai berikut:
PRCL = s. PAG ...(2.31)
Pconv = (1 – s). PAG ...(2.32)
Dari Persamaan dan dapat dibuat persamaan baru yaitu:
PAG : PRCL : Pconv = 1 : s : 1 – s ...(2.33)
Apabila rugi-rugi gesek angin (PA+G) dan stray (Pstray) diketahui, maka daya keluaran
dari motor induksi adalah:
Pout = Pconv – PA+G - Pstray ...(2.34)
2.6.2. Efisiensi
Efisiensi motor induksi adalah ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah
energi listrik menjadi energi mekanik yang dinyatakan sebagai perbandingan antara
masukan dan keluaran atau dalam bentuk energi listrik berupa perbandingan watt
keluaran dan watt masukan. Defenisi NEMA terhadap efisiensi energi adalah bahwa
efisiensi merupakan perbandingan atau rasio dari daya keluaran yang berguna terhadap
dengan perbandingan antara keluaran dengan keluaran ditambah rugi - rugi, yang
dirumuskan dalam persamaan berikut.
% 100 Loss out out in loss in in out × + = − = = P P P P P P P P
η ………. (2.35)
Dari persamaan terlihat bahwa efisiensi motor bergantung pada besar rugi-ruginya.
Rugi-rugi pada persamaan tersebut adalah penjumlahan keseluruhan komponen
rugi-rugi yang dibahas pada sub bab sebelumnya.
Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi ini sering dilakukan
dengan beberapa cara seperti:
- Mengukur langsung daya listrik masukan dan daya mekanik keluaran
- Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan
- Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan,
dimana pengukuran daya masukan tetap dibutuhkan pada ketiga cara di atas.
Umumnya, daya listrik dapat diukur dengan sangat tepat, keberadaan daya mekanik
yang lebih sulit untuk diukur. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mengukur torsi dan
kecepatan dengan cukup akurat yang bertujuan untuk mengetahui harga efisiensi yang
tepat. Pengukuran pada keseluruhan rugi-rugi ada yang berdasarkan teknik kalorimetri.
Walaupun pengukuran dengan metode ini relatif sulit dilakukan, keakuratan yang
dihasilkan dapat dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan pengukuran langsung
pada daya keluarannya.
Kebanyakan pabrikan lebih memilih melakukan pengukuran komponen rugi-rugi
secara individual, karena dalam teorinya metode ini tidak memerlukan pembebanan
pada motor, dan ini adalah suatu keuntungan bagi pabrikan. Keuntungan lainnya yang
sering dibicarakan adalah bahwa memang benar error pada komponen rugi-rugi secara
adalah fakta bahwa ada kemungkinan koreksi untuk temperatur lingkungan yang
berbeda. Biasanya data efisiensi yang disediakan oleh pembuat diukur atau dihitung
berdasarkan standar tertentu.
2.7. Torsi Motor Induksi Tiga Fasa
Dari rangkaian ekivalen dan diagram aliran daya motor induksi tiga fasa yang
telah diperoleh sebelumnya dapat diturunkan suatu rumusan umum untuk torsi induksi
sebagai fungsi dari kecepatan. Torsi motor induksi diberikan oleh persamaan:
τind =
m conv
P
ω ...(2.36)
τind =
sync AG
P
ω ...(2.37)
Persamaan yang terakhir di atas sangat berguna, karena kecepatan sinkron selalu
bernilai konstan untuk tiap – tiap frekuensi dan jumlah kutub yang diberikan motor.
Karena kecepatan sinkron selalu tetap, maka daya pada celah udara akan menentukan
besar torsi induksi pada motor.
Meskipun terdapat berbagai cara menyelesaikan rangkaian seperti gambar 2.16,
untuk menentukan besarnya arus I2, kemungkinan penyelesaian yang paling mudah
dapat dilakukan dengan menentukan rangkaian ekivalen Thevenin dari gambar
tersebut.
Agar dapat menghitung ekivalen Thevenin dari sisi input rangkaian ekivalen
motor induksi, pertama – tama terminal X’s dihubung buka (open - circuit ), kemudian
tegangan open circuit di terminal tersebut ditentukan. Untuk menentukan impedansi
Thevenin, maka tegangan fasa dihubung singkat ( short – circuit ) dan Zeq ditentukan
(
)
2 1 2 1 M M X X R X + + M M X X X + 1Gambar 2.22. Tegangan Ekivalen Thevenin pada Sisi Rangkaian Input
Dari gambar 2.22 ditunjukkan bahwa terminal di open – circuit untuk
mendapatkan tegangan ekivalen Thevenin. Oleh karena itu dengan aturan pembagi
tegangan diperoleh :
TH V = V1
1 M M Z Z Z +
VTH = V1
M 1 1 M jX jX R jX + +
Magnitud dari tegangan Thevenin VTH adalah :
TH
V = V1 ... (2.38)
Karena reaktansi magnetisasi XM >> X1 dan XM >> R1, harga pendekatan dari
magnitud tegangan ekivalen Thevenin :
TH
V ≈ V1 . ...(2.39)
Gambar 2.23 menunjukkan tegangan input dihubung singkat. Impedansi ekivalen
Gambar 2.23. Impedansi Ekivalen Thevenin pada Sisi Rangkaian Input
Impedansi Thevenin ZTH diberikan oleh :
ZTH =
M 1 M 1 Z Z Z Z +
ZTH = RTH + jXTH =
(
)
(
1 M)
1 1 1 M X X j R jX R jX +
+ + ...(2.40)
Karena XM >> X1 dan XM + X1 >> R1, tahanan dan reaktansi Thevenin secara
pendekatan diberikan oleh :
RTH≈ R1
2 1 + M M X X X
[image:42.595.150.447.553.670.2]XTH≈X1
Gambar di bawah menunjukkan rangkaian ekivalen Thevenin :
Gambar 2.24. Rangkaian Ekivalen Thevenin Motor Induksi
2
I =
2 Z Z V TH TH
+ ; I = 2
2 2/s jX jX
R R V TH TH TH + + +
Magnitud dari arus
2
I =
(
) (
)
21 2
2 /s X X
R R V TH TH TH + +
+ ...(2.41)
Daya pada celah udara diberikan oleh :
PAG = 3 I2
2 s R2
; PAG =
(
) (
)
[
2]
2 2 2 2 2 / / 3 X X s R R s R V TH TH TH + +
+ ...(2.42)
Sedangkan torsi induksi pada rotor
τind =
sync AG
P
ω ; τind =
(
) (
)
[
2]
2 2 2 2 2 / / 3 X X s R R s R V TH TH sync TH + + +
[image:43.595.85.498.72.396.2]ω
...(2.43)Gambar kurva torsi kecepatan (slip) pada motor induksi ditunjukkan pada gambar
[image:43.595.122.423.441.585.2]2.21.
Gambar 2.25 Kurva Karakteristik Torsi-Slip Motor Induksi
2.8. Desain Motor Induksi Tiga Fasa
Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam empat
kelas yakni disain A,B,C, dan D. Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat pada
Gambar 2.26. Karakteristik torsi kecepatan motor induksi pada berbagai disain
Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai
ratingnya) dan arus start relatif tinggi. Torsi break down nya merupakan yang
paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban
lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip < = 5%
Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran. Motor ini
memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi
motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik
untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip
motor ini < =5 %. Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh
tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat
dijumpai pada pompa, kipas angin/ fan, dan peralatan – peralatan mesin.
Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari dua
disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban seperti
mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam jumlah besar. Arus startnya
rendah, slipnya < = 5 %
Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan
beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi ( 5-13 % ), sehingga
motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan
kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane,
BAB III
MOTOR INDUKSI TIGA FASA SEBAGAI GENERATOR
INDUKSI
3.1. Umum
Motor induksi sebagai generator telah diterapkan secara luas pada PLTMH.
Motor induksi dapat dioperasikan sebagai generator bila motor induksi diputar oleh
sebuah penggerak mula (prime mover) melebihi kecepatan sinkronnya (kecepatan
medan putar) dan tersedianya suatu sumber daya reaktif untuk kebutuhan arus eksitasi.
Prinsip kerja generator induksi secara sederhana akan lebih mudah dipahami dari
prinsip kerja motor induksi. Apabila mesin induksi dihubungkan dengan tegangan tiga
fasa, pada kumparan statornya akan timbul medan magnet putar. Kecepatan medan
magnet putar disebut juga sebagai kecepatan sinkron tergantung dari frekuensi
tegangan listrik yang dihubungkan dan jumlah kutub statornya. Medan magnet putar
pada kumparan stator akan memotong batang konduktor pada kumparan rotor,
akibatnya pada kumparan akan dibangkitkan tegangan induksi. Pada kumparan rotor,
karena batang konduktor (umumnya berupa slot alumunium yang dihubungsingkatkan
pada kedua ujungnya) merupakan rangkaian yang tertutup, tegangan induksi pada rotor
yang disebabkan oleh medan magnet putar stator akan menghasilkan arus listrik.
Interaksi antara medan magnet putar pada stator dan arus rotor akan menimbulkan
kopel yang akan memutar rotor searah dengan medan magnet putar pada stator.
Seperti yang telah diterangkan diatas, tegangan induksi pada rotor timbul karena
terpotongnya batang konduktor pada rotor oleh medan magnet putar, agar tegangan
induksi selalu dapat dibangkitkan pada rotor, diperlukan perbedaan relatif antara
kecepatan medan magnet putar dengan kecepatan rotor yang biasa disebut sebagai slip.
kecepatan medan magnet putar (kec. Sinkron) akan selalu lebih besar daripada
kecepatan rotor.
Proses yang sebaliknya akan terjadi apabila mesin induksi digunakan sebagai
generator. Kopel pada rotor digerakan oleh turbin, adanya magnetisasi sisa (remannent
magnetism) pada rotor umumnya cukup untuk membangkitkan tegangan awal, seperti
halnya prinsip kerja sebagai motor. Agar pada kumparan stator dapat dibangkitkan
tegangan listrik diperlukan daya reaktif untuk membangkitkan medan magnet putar.
Pada kasus generator induksi beroperasi sendiri (Isolated Grid) daya reaktif tersebut
harus disuplai lewat kapasitor eksitasi. Pada kasus generator induksi dikoneksikan
dengan jaringan listrik lain (Grid Connected) daya reaktif disuplai lewat jaringan
tersebut, kapasitor umumnya hanya dipakai sebagai kompensator. Kebalikan dari
proses sebagai motor, sebagai generator slip yang terjadi haruslah negatif, artinya
kecepatan rotor harus selalu lebih besar dari kecepatan medan magnet putarnya. Tidak
semua mesin induksi cocok digunakan sebagai generator induksi. Jenis mesin yang
cocok digunakan untuk generator adalah jenis sangkar tupai (Squirel Cage)
3.2. Syarat-syarat Pengoperasian Motor Induksi Sebagai Generator
Untuk mengoperasikan motor induksi sebagai generator, diperlukan beberapa
syarat yaitu berupa kondisi-kondisi yang harus dipenuhi agar diperoleh fungsi
generator dari mesin tersebut. Kondisi-kondisi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
3.2.1. Slip Negatif (s < 0)
Untuk mengoperasikan motor induksi sebagai generator diperlukan daya mekanis
yang berasal dari penggerak mula (prime mover) untuk memutar rotor diatas kecepatan
hidro), tenaga angin, atau mesin diesel atau dengan kata lain mesin bekerja pada slip
negatif (s < 0).
ns =
P f
120
dan
s =
s r s
n n
[image:48.595.125.454.135.384.2]n −
Gambar 3.1. Kurva Karakteristik Torsi-Kecepatan Mesin Induksi pada Berbagai Daerah Operasi
Dari kurva karakteristik torsi-kecepatan pada gambar 3.1 dapat kita lihat bahwa,
apabila sebuah motor induksi digerakkan pada suatu kecepatan yang lebih besar dari
kecepatan sinkronnya, arah dari torsi induksinya akan berbalik dan motor akan
bertindak sebagai sebuah generator. Dengan bertambahnya torsi yang diberikan oleh
penggerak mula, besar daya yang dihasilkan oleh generator induksi juga bertambah.
3.2.2. Adanya Sumber Daya Reaktif
Sebagai sebuah generator, mesin induksi memiliki kekurangan karena tidak
memiliki rangkaian medan yang terpisah untuk dapat menghasilkan daya reaktif.
Dimana, pada kenyataannya generator induksi sendiri mengkonsumsi daya reaktif.
generator untuk dapat memenuhi kebutuhan daya reaktif sebagai sumber arus eksitasi.
Tanpa adanya daya reaktif, motor induksi yang dioperasikan sebagai generator tidak
akan menghasilkan tegangan.
Dalam prakteknya, terdapat dua jenis kondisi pengoperasian motor induksi
sebagai generator, yaitu terhubung ke sistem jaringan tiga fasa (grid connected) dan
beroperasi sendiri (stand alone). Pada kondisi generator induksi yang terhubung ke
sistem jaringan tiga fasa, maka yang terjadi adalah generator induksi menyuplai daya
[image:49.595.142.460.326.458.2]aktif (P), tetapi menyerap daya reaktif (Q) dari sistem.
Gambar 3.2. Generator Induksi Terhubung ke Sistem Jaringan 3-Fasa
Untuk motor induksi tiga fasa yang beroperasi sebagai generator yang beroperasi
sendiri, kebutuhan daya reaktif tidak dapat lagi diperoleh dari jala-jala. Untuk kondisi
yang demikian, kebutuhan daya reaktif dapat diperoleh generator dari suatu unit
kapasitor. Kapasitor tersebut dihubungkan pararel dengan terminal keluaran generator.
Kapasitor yang terpasang harus mampu memenuhi kebutuhan daya reaktif yang
dibutuhkan untuk menghasilkan fluksi di celah udara. Karena generator dapat
melakukan eksitasi sendiri tanpa memerlukan sumber eksternal dari jala-jala, maka
Gambar 3.3. Generator Induksi Penguatan Sendiri (Self-Excited)
3.3. Kapasitor pada Motor Induksi Tiga Fasa Sebagai Generator
3.3.1. Umum
Kapasitor secara sederhana didefinisikan sebagai suatu peralatan yang terdiri dari
dua buah keping/plat konduktor yang dipisahkan oleh suatu bahan dielektrik, yang
memiliki kemampuan untuk dapat menyimpan energi listrik. Bahan-bahan dilektrik
yang umumnya digunakan misalnya udara vakum, keramik, gelas, dan lainnya.
Sedangkan kapasitansi kapasitor (C) didefinisikan sebagai jumlah muatan yang
mampu diterima dan disimpan oleh kapasitor untuk setiap nilai tegangan dari potensial
yang diberikan. Kapasitansi kapasitor dinilai dalam satuan farad (F).
V Q
C= ………..(3.1)
dimana :
Q = muatan listrik (coulomb)
V = tegangan kapasitor (volt)
Kapasitor yang umumnya cocok digunakan sebagai kapasitor eksitasi pada
generator induksi penguatan sendiri adalah jenis motor run, yang juga biasa digunakan
pada motor induksi satu fasa. Biasanya banyak terdapat dalam ukuran 40 μF dan juga
diatasnya. Penggunaan kapasitor jenis motor start harus dihindari, karena jenis ini
tidak didesain pada penggunaan secara kontinyu. Rating tegangan kapasitor biasanya
berkisar 380 – 415 V, meskipun terkadang ada juga jenis untuk ukuran 220 – 240 V.
Kapasitor terdapat dalam ukuran standard dan umumnya dispesifikasikan dengan
toleransi +/- 10%. Dengan demikian, tanpa adanya dilakukan pengukuran kapasitor
secara individual/perfasa, akan sulit didapatkan nilai kapasitansi yang sesuai dengan
kebutuhan. Dalam penggunaannya, disarankan agar digunakan kapasitor pada rating
tegangan yang lebih besar dari nilai kapasitansi yang dibutuhkan untuk pengoperasian
generator. Hal ini dilakukan agar kapasitor memilki umur kerja yang lebih lama.
3.3.2. Pemasangan Kapasitor
Untuk generator induksi yang membangkitkan tegangan tiga fasa, kapasitor
eksitasi dapat dihubungkan baik itu segitiga (∆) ataupun bintang (Y). bentuk sistem
konfigurasi pemasangan kapasitor eksitasi tersebut dapat dilihat pada gambar di
Gambar 3.4. Hubungan Bintang (Y) dan Segitiga (∆) pada Kapasitor Eksitasi
Kapasitor yang dihubungkan bintang atau segitiga adalah mempunyai hubungan
sebagai berikut :
CY
C V
V ∆ = 3⋅ ……….(3.2)
3
CY C I
I ∆ = ………(3.3)
CY CY CY CY C C C I V I V I V X ⋅ = ⋅ = = ∆ ∆ ∆ 3 3 3 CY C X
X ∆ =3⋅ ……… (3.4)
Karena C X f C ⋅ = π 2 1 ………(3.5) maka 3 Y C
C∆ = ………(3.6)
Sehingga, jika kapasitor dihubungkan bintang (Y), maka nilai kapasitansi yang
3.3.3. Perhitungan Besar Kapasitansi Kapasitor
Dalam hal generator induksi penguatan sendiri (self-excited), kapasitor induksi
merupakan satu-satunya sumber daya reaktif eksternal. Dengan demikian, agar
diperoleh tegangan operasi yang sesuai dengan kebutuhan pada frekuensi yang
diinginkan, besar kapasitansi untuk kapasitor eksitasi yang terpasang harus ditentukan
dengan baik.
Untuk memperoleh nilai pendekatan perhitungan kebutuhan kapasitansi kapasitor
eksitasi generator induksi tiga fasa dapat diperoleh melalui dua metode yaitu melalui
percobaan beban nol atau data pabrikan (name plate) dari motor induksi tiga fasa.
• Percobaan Beban Nol
Data hasil percobaan beban nol dapat digunakan untuk menghitung kapasitansi
eksitasi karena daya semu yang ditarik oleh motor induksi pada keadaan beban
nol mendekati nilai daya reaktif yang dibutuhkan oleh mesin ketika bekerja
sebagai generator pada keadaan dekat dengan beban penuhnya.
Dari data hasil percobaan beban nol, dapat dihitung nilai daya semu :
VA I V Snoload = 3⋅ 0 ⋅ 0
Σ ………. (3.7)
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa :
VAR S
Q=Σ noload
Σ ………..(3.8)
• Data pabrikan (name plate)
Dari data yang ada pada name plate mesin, seperti tegangan operasi, arus beban
penuh, dan cos φ, maka dapat dihitung daya semu pada keadaan beban penuhnya
VA I V S = ⋅ L ⋅ L
Σ 3 ………...………..(3.9)
watt S
P=Σ cosϕ
Σ ….………..…… (3.10)
Dari persamaan segitiga daya dapat diperoleh nilai daya reaktif :
2 2
P S
Q= Σ −Σ
Σ VAR ………. (3.11)
Dari hasil perhitungan kebutuhan daya reaktif, baik itu yang diperoleh dari
metode percobaan beban nol maupun data name plate motor, kemudian perhitungan
dilanjutkan sebagai berikut:
Daya reaktif yang dibutuhkan per fasa :
Qfasa = 3
Q
VAR ... (3.12)
• Hubungan bintang (Y) :
VpY =
3
LY
V
Volt ... (3.13)
IpY =
pY fasa V Q
Amp ... (3.14)
C
X =
p p I V
=
fC π 2 1 , makaCY / fasa=
f V I pY pY π
2 µF ... (3.15)
f V Q fasa CY pY fasa π 2
/ = 2 =
f V
Q
pY 2π
3 2 µF...(3.16)
• Hubungan segitiga (∆) :
Vp∆ = VL∆ ... (3.17)
Ip∆ =
∆
p fasa V Q
Amp ... (3.18)
C∆/fasa=
∆ ∆ p p fV I π
2 µF ... (3.19)
= f V Q p fasa π 2 2 ∆ = f V Q
p 2π
3 ∆2 µF ...(3.20)
dimana:
V0/I0 = tegangan/arus line to line keadaan beban nol.
VLY = tegangan line to line kapasitor hubungan bintang (Y)
VL∆ = tegangan line to line kapasitor hubungan segitiga (∆)
VpY/IpY = tegangan per fasa kapasitor hubungan bintang (Y)
Vp∆/I p∆ = tegangan/arus per fasa kapasitor hubungan segitiga (∆)
Nilai kapasitor yang diperoleh dari perhitungan ini merupakan nilai pendekatan,
sehingga tidak dapat dihindari jika pada kenyataannya dibutuhkan nilai kapasitor yang
lebih besar lagi. Perhitungan seperti ini cukup akurat untuk mesin dengan rating
3.4. Prinsip Kerja dan Pembangkitan Tegangan Generator Induksi
Motor induksi akan dapat dioperasikan sebagai generator, bila terdapat daya
mekanis yang mampu memutar poros rotor untuk berputar lebih cepat dari kecepatan
sinkronnya (medan putar). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motor induksi
dapat dioperasikan sebagai generator bila bekerja pada slip negatif. Selain itu
diperlukan juga sumber daya reaktif yang berasal dari suatu unit kapasitor eksitasi
[image:56.595.118.508.489.717.2]untuk kebutuhan arus magnetisasi, agar proses pembangkitan tegangan dapat terjadi.
Gambar 3.5 memperlihatkan secara skematis prinsip kerja generator induksi
penguatan sendiri. Prime mover yang digunakan untuk memutar rotor, kapasitor
eksitasi yang dihubungkan segitiga yang tersambung ke terminalnya, dan daya yang
dihasilkan disuplai ke beban. Rangkaian ekivalen generator induksi sendiri
diperlihatkan pada gambar 3.6 (a).
Hal yang paling penting agar terjadinya pembangkitan tegangan dalam proses
kerja generator induksi penguatan sendiri adalah keberadaan magnet sisa (residual
magnetism) pada inti rotor atau kapasitor eksitasi yang digunakan harus mempunyai
muatan listrik terlebih dahulu.
Untuk dapat memahami prinsip kerja pembangkitan tegangan dari generator
induksi penguatan sendiri ini, cara paling mudah adalah dengan merepresentasikan
mesin secara sederhana dalam bentuk rangkaian ekivalen dengan Xm (reaktansi
magnetisasi) pararel dengan Xc (reaktansi kapasitif) dari kapasitor eksitasi dan ggl
induksi yang kecil Erem dari magnet sisa yang terdapat di rotor seperti ditunjukkan pada
gambar 3.6 (b).
(a) Dimana :
R1 = tahanan stator Xm = reaktansi magnetisasi
R2 = tahanan rotor Xc = reaktansi kapasitansi
X1 = reaktansi bocor stator I1 = arus stator
X2 = reaktansi bocor rotor Ic = arus magnetisasi
[image:57.595.98.452.381.712.2](b)
Gambar 3.6. (a) Rangkaian Ekivalen per-Fasa Generator Induksi
(b) Rangkaian Penyederhanaan Rangkaian Ekivalen 3.6 (a)
Dengan berputarnya rotor, maka fluksi sisa yang terdapat di belitan rotor
membentuk ggl induksi awal Erem pada belitan stator. Tegangan sebesar Erem ini, pada
terminal mesin yang dihubungkan dengan kapasitor, kemudian menghasilkan arus Ia
pada kapasitor. Arus Ia ini merupakan arus magnetisasi yang menghasilkan fluksi celah
udara. Fluksi ini kemudian menambah jumlah fluksi yang sudah ada, sehingga
kemudian menghasilkan ggl induksi di stator yang lebih besar lagi yaitu Ea. Tegangan
sebesar Ea ini akan menghasilkan arus Ib pada kapasitor, yang kemudian akan
menambah jumlah fluksi celah udara, sehingga dihasilkan ggl induksi yang lebih besar
lagi yaitu Eb. Eb ini kemudian menghasilkan arus Ic, dan kemudian membentuk ggl
induksi Ec. Demikian proses ini berjalan terus sampai akhirnya mencapai titik
Gambar 3.7. Proses Pembangkitan Tegangan
Nilai kapasitor yang dipasang sangat menentukan terbangkitnya tegangan atau
tidak. Untuk dapat dibangkitkannya tegangan pada generator induksi, nilai kapasitor
yang dipasang harus lebih besar dari nilai kapasitor minimum yang diperlukan untuk
proses eksitasi. Jika kapasitor yang dipasang lebih kecil dari kapasitor minimum yang
diperlukan, maka proses pembangkitan tegangan untuk nilai tegangan yang kita
inginkan tidak dapat terpenuhi.
Gambar 3.8. Tegangan Fungsi Kapasitor Eksitasi
Pada tugas akhir ini pembebanan yang dilakukan terhadap generator in