• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Pelaksanaan rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt. VI masih kurang baik, terbukti dengan belum sesuainya proses alur rujukan KIA sehingga meningkatkan jumlah rujukan KIA.

2. Alur rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt.VI sudah sesuai namun prosesnya masih tidak sesuai dengan proses rujukan yang seharusnya yaitu puskesmas dilakukan pemeriksaan dan dilakukan rujukan apabila diperlukan.

3. Sumber daya manusia yang sudah ada di puskesmas masih belum sesuai dengan standar puskesmas, dari segi kuantitas cukup namun masih kurang dalam hal kualitas. baik itu dari keterampilannya dan pengetahuannya. 4. Ketersediaan Fasilitas dan Sarana kesehatan di Puskesmas Perumnas Bt. VI

khususnya dalam menunjang pelayanan KIA masihkurang lengkap seperti USG yang tidak ada, peralatan check laboratorium, tabung oksigen dan belum sesuai dengan standar Sk Menkes no 75.

6.2. Saran

1. Kepada Dinas Kesehatan agar meninjau kembali kebutuhan puskesmas, baik fasilitas dan sarana serta SDM tenaga kesehatan.

2. Kepada BPJS Kesehatan agar memberikan sosialisasi dan petunjuk teknis kepada petugas Puskesmas mengenai standar yang berlaku dalam BPJS

Kesehatan mengenai standar 155 diagnosis penyakit yang tidak boleh dirujuk oleh puskesmas.

3. Kepada kepala puskesmas agar memperhatikan kualitas dan meningkatkan SDM tenaga kesehatan puskesmas Perumnas BT.VI agar dapat memaksimalkan pelayanan dan mengurangi rujukan. serta mempersiapkan puskesmas sebagai puskesmas PONED.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Rujukan

Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal baik baik secara vertical maupun horizontal (Permenkes No 001 Tahun 2012).

2.2 Rujukan Maternal dan Neonatal

Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi manapun, agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan mutu dan ketrerjangkauan pelayanan kesehatan internal dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes, 2006).

Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan.Setiap kasus dengan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal yang datang ke puskesmas

PONED harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat puskesmas mampu PONED atau dilakukan rujukan ke RS pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya (Depkes RI, 2007) dengan alur sebagai berikut:

1. Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal.

2. Bidan desa dan polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan persalinan normal, bidan di desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada puskesmas, puskesmas mampu PONED dan RS PONEK sesuai dengan tingkat pelayanan yang sesuai.

3. Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang sendiri maupun yang dirujuk oleh kader/dukun/bidan di desa sebelum melakukan rujukan ke puskesmas mampu PONED dan RS PONEK.

4. Puskesmas mampu PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di

desa dan puskesmas. Puskesmas mampu PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada RS PONEK. 5. RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan

PONEK langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa dan puskesmas, puskesmas mampu PONED.

a. Pemerintah provinsi/kabupaten melalui kebijakan sesuai dengan tingkat kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen, administratif maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran PPGDON (Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus)

6. Ketentuan tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dapat dituangkan dalam bentuk peraturan daerah sehingga deteksi dini kelainan pada persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan komplikasi kehamilan dan persalinan.

7. Pokja/ satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama liuntas sektoral ditingkat propinsi dan kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan serta kegawatdaruratan yang mungkin timbul oleh karenanya. Dengan penyampaian pesan melalui berbagai instansi/institusi lintas sektoral, maka dapat diharapkan adanya dukungan nyata masyarakat terhadap sistem rujukan PONEK 24 jam. 8. RS swasta, rumah bersalin, dan dokter/bidam praktek swasta dalam sistem

pelayanan rujukan. Institusi ini diharapkan dapat dikoordinasikan dalam kegiatan pelayanan rujukan PONEK 24 jam sebagai kelengkapan pembinaan pra RS.

2.3Sistem Rujukan Berjenjang

2.3.1 Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Dalam Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan tahun 2014 Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan seluruh fasilitas kesehatan.

Alur Pelayanan Kesehatan

---KLAIM---

Gambar 1. Alur Pelayanan kesehatan PESERTA FASITAS KESEHATAAN PRIMER BPJS KESEHATAN EMERGENCY RUMAH SAKIT

2.3.2 Ketentuan Umum

1. Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu: a. Pelayanan kesehatan tingakat pertama

b. Pelayanan kesehatan tingakat kedua, dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga

2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberi oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama

3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.

4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan teknologi kesehatan sub spesialistik.

5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan tingakat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Peserta yang igin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS kesehatan. 7. Fasilitas kesehatan yang tidak menerapakan sistem rujukan makan BPJS

kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama.

9. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/individu ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik; b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.

12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :

a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;

b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;

c membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau

d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

SISTEM RUJUKAN BERJENJANG

Gambar 2. Sistem Rujukan Berjenjang

1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:

a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama

b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua

TINGKAT KEDUA

TINGKAT PERTAMA TINGKAT

KETIGA Kasus yang sudah

ditegakkan diagnosis & rencana terapi, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes primer

Pelayanan kesehatan sub spesialistik oleh dokter sub spesialis di Faskes tingkat lanjutan

Pelayanan kesehatan spesialistik oleh dokter sub spesialis di Faskes Pelayanan kesehatan dasar oleh Faskes tingkat Pertama

c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer

2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.

3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:

a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku

b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah

c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

d. pertimbangan geografis; dan e. pertimbangan ketersediaan fasilitas 4. Pelayanan oleh bidan dan perawat

a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.

5. Rujukan Parsial

a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.

b. Rujukan parsial dapat berupa:

1)pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan

2)pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

2.3.3. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan

1. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang tersedia agar:

a. Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan kebutuhan medis.

b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.

Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In charge (PIC) dari masing-masing Faskes.Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan.

2.3.4 Pembinaan Dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang

1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.

2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.

3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga.

2.3.5 Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang

1. Apakah Pasien yang tidak mengikuti rujukan berjenjang dapat dijamin oleh BPJS kesehatan?

Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, kecuali dalam kondisi tertentu yaitu kondisi gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

2. Untuk pasien diperbatasan, apakah diperbolehkan untuk merujuk pasien lintas kabupaten?

Jika atas pertimbangan geografis dan keselamatan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan rujukan dalam satu kabupaten, maka diperbolehkan rujukan lintas kabupaten.

2.4Program Kesehatan Ibu dan Anak 2.4.1 Pengertian Program KIA

Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.Pemberdayaan masyarakat bidang KIAdalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinik terkait kehamilan dan persalinan.

Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat transportasi atau

komunikasi (telepon genggam, telepon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencatatan pemantauan dan informasi KB. Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak ( Kemenkes, 2010).

2.4.2 Tujuan Program KIA

Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.

Tujuan khusus dari program ini adalah:

1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku), dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi 2. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara

mandiri di dalam linkgungan keluarga dan masyarakat.

3. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan ibu meneteki.

4. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita.

5. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, tertama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.

2.4.3 Pelayanan dan Indikator Program KIA 2.4.3.1 Pelayanan Program KIA

Adapun pelayanan Program KIA meliputi: 1. Pelayanan antenatal:

Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal.

Standar minimal “5T” untuk pelayanan antenatal terdiri dari: a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

b. Ukur tekanan darah

c. Pemberian imunisasi TT lengkap d. Ukur tinggi fundus uteri

e. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan kedua, dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

2. Pertolongan Persalinan

Jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat: a. Tenaga professional: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan,

b. Dukun bayi Terlatih: ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus. Tidak terlatih: ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.

c. Deteksi dini ibu hamil berisiko: Faktor risiko pada ibu hamil diantaranya adalah:

1) Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun 2) Anak lebih dari empat

3) Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun atau lebih dari 10 tahun

4) Tinggi badan kurang dari 145 cm

5) Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm 6) Riwayat keluarga menderita diabetes, hipertensi dan riwayat cacat congenital

7) Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul Resiko tinggi kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dan normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. a. Risiko tinggi pada kehamilan meliputi:

1) Hb kurang dari 8 gram %

2) Tekanan darah tinggi yaitu sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih dari 90 mmHg

3) Oedema yang nyata 4) Eklampsia

5) Perdarahan Pervaginam 6) Ketuban pecah dini

7) Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu 8) Letak sungsang pada primigravida

9) Infeksi berat dan sepsis 10) Persalinan premature 11) Kehamilan ganda 12) Janin yang besar

13) Penyakit kronis pada ibu antara lain jantung, paru, ginjal

14) Riwayat obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan b. Risiko tinggi pada nenonatal meliputi:

1) BBLR atau berat lahir kurang dari 2500 gram 2) Bayi dengan tetanus neonatorum

3) Bayi baru lahir dengan asfiksia

4) Bayi dengan ikterus neonatorum yaitu ikterus lebih dari 10 hari setelah lahir 5) Bayi baru lahir dengan sepsis

6) Bayi lahir dengan berat lebih dari 4000 gram 7) Bayi pre term dan post term

8) Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang 9) Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan

2.4.3.2 Indikator Pelayanan KIA

Terdapat 6 indikator kinerja penilaian standar pelayanan minimal atau SPM untuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang wajib dilaksanakan yaitu cakupan kunjungan ibu hamil K4.

a. Pengertian:

Kunjungan ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang kontak dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ANC sesuai dengan standar 14T dengan frekuensi kunjungan minimal 4 kali selama hamil, dengan syarat trimester 1 minimal 1 kali, trimester II minimal 1 kali dan trimester III minimal 2 kali. Menurut badan litbangkes depkes RI (2004) Standar 14T yang dimaksud adalah: 1. Tanyakan dan menyapa ibu dengan ramah

2. Tinggi badan diukur dan berat badan ditimbang 3. Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah

4. Temukan kelainan/ periksa daerah muka leher, jari dan tungkai (edema), lingkar lengan atas dan panggul.

5. Temu wicara konseling

6. Tekan/ palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara, tekan titik (accu pressure) peningkatan ASI

7. Tinggi fundus uteri diukur

8. Tentukan posisi janin dan detak jantung janin 9. Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limpa 10. Tentukan kadar Hb

12. Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe)

13. Tingkatkan kesegaran jasamani dan senam hamil

14. Tingkatkan pengetahuan ibu hamil tentang gizi ibu hamil dan pengetahuan tentang tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan.

b. Perbandingan antara jumlah ibu hamil yang telah memperoleh ANC sesuai standar K1-K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dengan penduduk sasaran ibu hamil.

c. Cara Perhitungan

Pembilang: jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai dengan standar K1-K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

d. Sumber data:

1. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai dengan standar K1-K4

2. Perkiraan penduduk sasaran ibu hamil diperoleh dari Bada Pusat Statistik atau BPS atau Propinsi

e. Kegunaan

1. Mengatur mutu pelayanan ibu hamil

2. Mengukur tingkat keberhasilan perlindungan ibu hamil melalui pelayanan standard an paripurna. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai dengan standar K4 perkiraan penduduk

3. Mengukur kinerja petugas kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan ibu hamil (Kemenkes, 2010).

2.5 Puskesmas

2.5.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya ( Permenkes, 2014).

2.5.2. Prinsip –prinsip Puskesmas

Prinsip –prinsip dari puskesmas meliputi :

1. Paradigma sehat, Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. Pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya

3. Kemandirian masyarakat, Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

4. Pemerataan, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan

5. Teknologi tepat, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

6. Keterpaduan dan kesinambungan, guna Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas ( Permenkes, 2014)

2.5.3. Fungsi Puskesmas

Dalam melaksanakan tugasnya yaitu melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat, Puskesmas menyelenggarakan fungsi :

1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, yaitu:

a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatanmasyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan; b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan;

d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait;

e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat;

f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas; g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan

Dokumen terkait