Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
ANALISIS SISTEM RUJUKAN KIA DI PUSKESMAS PERUMNAS BT.VI PEMATANG SIANTAR
TAHUN 2015
I. Dokter puskesmas
1. Karakteristik Informan
Nama : dr. Ernawaty Tarigan
Umur : 38 Tahun
1) Apakah dokter ikut berperan dalam pemberian surat rujukan pasien KIA?
kalau rujukan persetujuannya memang harus dari saya
2) Bagaimana menurut anda kesiapan petugas KIA dalam menerima pasien KIA?
Siap ga siaplah. Bidan koordinatornya disini kebetulan cuma 1, yang lainnya masih bidan muda. Jadi kalau ada masalah atau komplikasi hamil dan bersalin suka keteteran. Apalagi kalau pasien datang malam, bidan ga ada ditempat, mau gak mau kami rujuk.
3) Bagaimana menurut anda perkembangan jumlah rujukan KIA setiap tahunnya khususnya dalam era JKN?
Sering sekali banyak yang datang tau-tau langsung mintak surat rujukan. apalagi semenjak diberlakukannya BPJS..wihhh, melonjak sekali
4) Adakah tantangan puskesmas dalam mengurangi jumlah rujukan KIA?
banyak.belumlah pasien ngotot-ngotot mau dirujuk, fasilitas kadang
gak mendukung, macamlah…termasuk lah itu pasien KIA. Bidan
suka keteteran. Apalagi kalau pasien datang malam, bidan ga ada ditempat, mau gak mau kami rujuk.
5) Apakah puskesmas sudah menjalankan sistem rujukan KIA sesuai dengan anjuran BPJS kesehatan dalam hal 155 diagnosis penyakit?
Kadang kita ga bisa maksa untuk bilang sama pasien yah itu masih dalam 155 penyakit yang bisa kami tanganin. Karena yang ngasih rujukan itu kan dokter spesialis kandungan, ya saya rasa beliau ga akan sembarangan kasih diagnosa. Saya juga kurang hafal sih sebenarnya masalah di KIA itu yang termasuk dalam 155 diagnosis penyakit apa aja. Pokoknya berdasarkan kemampuan kami aja kalau untuk pasien KIA nya, kalau memang ga sanggup, ya kami rujuk, daripada membahayakan pasiennya.
6) Apa saja indikasi pasien KIA yang menyebabkan pasien tersebut harus dirujuk?
Banyak ya macam indikasinya yang menyebabkan harus kami rujuk..tuk ibu hamil yang sering. Katanya karena anak pertama mau USG, kalau ga bilang baru jatuh harus USG, ya kami kasih surat rujukan. yang paling banyak nya lagi, datang-datang kepuskesmas pasiennya udah bawa surat rekomendasi rujukan dari dokter spesialis, diagnosanya beragam. Ada yang Post SC anak pertama, ketuban pecah dini, Eklampsia, pre-eklampsia
7) Bagaimana proses atau alur rujukan pasien mulai datang hingga pasien siap dirujuk/mendapatkan surat rujukan?
Pasien datang ke puskesmas, ada yang ke poli umum, ada yang ke KIA. Yang ke poli umum saya yang periksa. Kalau untuk pasien KIA bidan penanggung jawabnya yang melayani. Tapi kalau rujukan persetujuannya memang harus dari saya.
2. Pertanyaan
1) Apakah anda berperan dalam memberikan rujukan kepada pasien KIA?
Pokoknya begitu dia mendaftar ke kartu mau dirujuk atau berobat harus ke KIA dulu. Biasanya saya baca dulu surat rekomendasinya, kalau memang perlu dirujuk ya saya panggil dokter, nanti dokter yang memutuskan dan tanda tangan surat rujukannya.
2) Apakah anda sudah pernah mengikuti pelatihan khusus penanganan persalianan (APN) atau yang lainnya?
Pelatihan pernah, mulai ada BPJS itu lah, tapi paling sekali 3 bulan. Kalo APN memang blum pernah saya ikuti.
3) Apakah pernah ada kasus gawat darurat maternal yang harus segera dirujuk oleh puskesmas?
Merujuk pasien gawat darurat pernah, waktu itu ketuban pecah dini. Padahal belum ada tanda-tanda persalinan, saya langsung panggil dokter untuk periksa. Menurut dokter dirujuk saja, karena biar ditangani sama yang lebih ahli kandungan.
4) Bagaimana perbandingan jumlah pasien KIA yang dirujuk dengan yang mampu ditangani?
Banyakan yang dirujuk saya rasa jadinya dari pada yang kami tangani, apalagi untuk persalinannya.
5) Bagaimana menurut anda kesiapan puskesmas khususnya petugas KIA dalam menghadapi peraturan baru dalam era JKN mengani 155 diagnosis yang harus mampu ditangani?
Peraturan BPJS yang 155 diagnosis itu? Ada sih beberapa yang saya tau, tapi banyakan yang lupa..hehehe..banyak kali. Ga berpatokan sama itu lah dek..harus disesuaikan juga sama kemampuan puskesmasnya lah. Kalau saya pribadi ya pasien yang masih bisa saya bantu, saya bantu. Kayak ANC biasakan..mmm.. trus persalinan normal juga kami layani.
6) Bagaimana menurut anda pemanfaatan KIA oleh ibu hamil di wilayah kerja puskesmas perumnas Bt. VI?
Ibu hamil yang mau ANC banyak pasien kami, tapi y itu paling pemeriksaan pertama sampai ketiga paling lama disini, abis itu udah ga muncul-muncul lagi orangnya.
7) Pasien KIA dengan indikasi apa saja yang pernah dirujuk oleh puskesmas?
Indikasinya macam-macam, ketuban pecah dini pernah, primigravida, multigravida atau anak udah keempat entah kelima gitu
Sebagian karna ga punya USG itu disini dek, jadi kadang susah mau ga banyak rujuk.
9) Bagaimana proses diagnosis hingga pasien memperoleh rujukan tersebut?
Kalau pasien KIA pertamanya ya pasti ke saya dulu yah..kita di KIA. Pokoknya begitu dia mendaftar ke kartu mau dirujuk atau berobat harus ke KIA dulu. Kadang suka pusing juga ya liat pasien ini datang-datang udah tinggal bawa surat rujukan aja dari dokter, kalau ga dikasih ya udah pasti ngotot. Biasanya saya baca dulu surat rekomendasinya, kalau memang perlu dirujuk ya saya panggil dokter, nanti dokter yang memutuskan dan tanda tangan surat rujukannya.
10) Apakah setiap pasien khususnya ibu hamil yang dirujuk selalu melalui petugas KIA terlebih dahulu?
Kalau pasien KIA pertamanya ya pasti ke saya dulu yah..kita di KIA. Pokoknya begitu dia mendaftar ke kartu mau dirujuk atau berobat harus ke KIA dulu. Kadang suka pusing juga ya liat pasien ini datang-datang udah tinggal bawa surat rujukan aja dari dokter, kalau ga dikasih ya udah pasti ngotot.
11) Adakah kerjasama puskesmas khususnya petugas KIA dengan bidan desa?
Kerja sama dengan bidan desa ya ada, tapi gitu-gitu aja lah dek, namanya aja kerja sama tapi kalau ada pasien sama dia, ya dialah yang tangani
12) Pernahkah bidan desa merujuk pasien KIA ke puskesmas?
blum pernah ada pasiennya yang dirujuk kemari.
III. Petugas Rujukan
Saya tinggal mencatat pasien yang meminta rujukan yang sudah dari dokter duluan
2) Bagaimana aturan BPJS kesehatan terhadap sistem rujukan di puskesmas?
Seharusnya kan puskesmas yang menentukan diagnosanya yah, baru diputuskan dirujuk apa ga diliat dari 155 diagnosa penyakit itu. tapi memang iya banyak sekali yang datang tinggal minta rujukan aja, karena ada surat rekomendasi rujukan dari dokter.
3) Bagaimana menurut anda pelaksanaan sistem rujukan di puskesmas Perumnas Bt. VI?
Masih banyak kekurangan memang rujukan KIA kami disini, banyak yang ga sesuai prosedur, sampai sering ditegur BPJS kami.
4) Apakah ada tantangan puskesmas dalam menjalankan rujukan kesehatan?
bisa jadi karena memang kurang lengkap juga alat-alat disini..udah gitu karna kami ga punya dokter spesialis dan didukung sama kurang lengkapnya alat tadi, jadi kayaknya surat rujukan rekomendasi dari dokter itu kuat pengaruhnya
5) Adakah kebijakan tertentu yang dilakukan puskesmas dalam mengurangi rujukan?
Kami sih masih berusaha mengurangi jumlah rujukan..ya tapi..masih proseslah.
6) Sudahkah puskesmas menjalankan rujukan sesuai dengan anjuran BPJS mengenai 155 penyakit yang harus dapat ditangani puskesmas?
1) Apa alasan anda sehingga anda ingin meminta surat rujukan?
Rencananya mau operasi sekalian tutup. Kalau ke puskesmas kan repot minta surat rujukannya, pasti mereka gak mau kasih karena kan ga ada masalah sama kehamilan saya, nanti disuruhnya langsung kerumah sakit, jadi lebih enak kan periksa dulu ke dokter spesialis, sekalian saya kontrol bulanannya sama dokter itu.
2) Apakah anda datang ke puskesmas hanya untuk meminta surat rujukan? atau sudah adakah pemeriksaan sebelumnya di KIA?
Iya saya kesini mau minta rujukan. udah bawa surat rekomendasi dari dokter kandungan. Saya kan pakai kartu BPJS makanya minta rujukannya harus kesini dulu, biar nanti melahirkannya bisa di rumah sakit.
3) Bagaimana menurut anda dengan pelayanan petugas bidang KIA?
Kalau saya rasa masih kurang ya..Dulu kira-kira berapa tahun yang lalu yah..ehh.sekitar 2 tahun lah saya periksa hamilnya disini. Dulu kan blum punya kartu BPJS, masih umum. Kan lebih murah yah kalau disini. Tapi waktu bersalin nya itu yang gak enak..namanya orang bersalin kan malam hari biasanya, eh puskesmasnya tutup.
4) Apakah anda sering melakukan pemeriksaan selama kehamilan ke puskesmas?
Semenjak BPJS ini saya pernah 2 atau 3 kali lah kesini, ini ketiga kalinya, saya mau minta surat rujukan ke rumah sakit, mau bersalin disana ajah. Kemarin kesini bawa suami berobat ke poli gigi, lama kali dilayanin, dokternya malah dibilang lagi beli makan. Saya lihat pegawainya kebanyakan, jadi seringan gossip, kadang suka ngerasa gak dilayanin betul-betul.
5) Bagaimana minat anda mendapatkan pelayanan kesehatan semenjak di berlakukannya JKN?
6) Pentingkah menurut anda pemeriksaan kehamilan di puskesmas?
Tergantung kenyamanan aja sih. Pokoknya periksa, mau kemana periksanya yang penting kitanya enak, gak ada keraguan.
No. Handphone :
Alamat :
Tanggal/Waktu Wawancara :
2. Pertanyaan
1) Apakah anda menjalin kerjasama yang baik oleh puskesmas Perumnas Bt.VI ?
Memang harus kerja samalah dek, saya kan juga bagian dari puskesmas ini
2) Kemana biasanya anda merujuk pasien ibu hamil dan bersalin?
saya sarankan aja langsung kerumah sakit bagi yang pasien umum
kalau yang BPJS saya sarankan ke dokter spesialis dulu minta surat rekomendasi rujukan, karena kan kalau ke puskesmas langsung minta rujukan tapi keadaan kita dilihat masih baik-baik aja mereka gak mau ngasih surat rujukan.
3) Pernahkah anda merujuk pasien ibu hamil maupun bersalin ke puskesmas? Jika” tidak”,mengapa? jika “ya”dengan indikasi apa?
Kalau merujuk ke puskesmas belum pernah. Seperti ada kasus pre
eklampsi, saya sarankan rujuk, langsung pasiennya memang yang
gam mau dirujuknya ke puskesmas. Cemana yah..hehehe.. peralatan
disitu dengan punya saya juga sama aja kan nya?kalau ada pasien
yang kira-kira bermasalah nantinya, saya sarankan aja langsung
kerumah sakit bagi yang pasien kalau yang BPJS saya sarankan ke
dokter spesialis dulu minta surat rekomendasi rujukan, karena kan
kalau ke puskesmas langsung minta rujukan tapi keadaan kita dilihat
masih baik-baik aja mereka gak mau ngasih surat rujukan.
4) Manakah menurut anda yang lebih baik merujuk pasien ke puskesmas terlebih dahulu atau langsung merujuk ker rumah sakit?
saya sarankan rujuk, langsung pasiennya memang yang gam mau dirujuknya ke puskesmas. Cemana yah..hehehe.. peralatan disitu dengan punya saya juga sama aja kan nya?
5) Bagaimana menurut anda pelayanan KIA di puskesmas perumnas Bt.VI?
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
ANALISIS SISTEM RUJUKAN KIA DI PUSKESMAS PERUMNAS BT.VI PEMATANG SIANTAR
1) Apakah dokter ikut berperan dalam pemberian surat rujukan pasien KIA?
2) Bagaimana menurut anda kesiapan petugas KIA dalam menerima pasien KIA?
3) Bagaimana menurut anda perkembangan jumlah rujukan KIA setiap tahunnya khususnya dalam era JKN?
4) Adakah tantangan puskesmas dalam mengurangi jumlah rujukan KIA? 5) Apakah puskesmas sudah menjalankan sistem rujukan KIA sesuai
dengan anjuran BPJS kesehatan dalam hal 155 diagnosis penyakit?
6)Apa saja indikasi pasien KIA yang menyebabkan pasien tersebut harus dirujuk?
II. Bidan KIA
1) Apakah anda berperan dalam memberikan rujukan kepada pasien KIA? 2) Apakah anda sudah pernah mengikuti pelatihan khusus penanganan
persalianan (APN) atau yang lainnya?
3) Apakah pernah ada kasus gawat darurat maternal yang harus segera dirujuk oleh puskesmas?
4) Bagaimana perbandingan jumlah pasien KIA yang dirujuk dengan yang mampu ditangani?
5) Bagaimana menurut anda kesiapan puskesmas khususnya petugas KIA dalam menghadapi peraturan baru dalam era JKN mengani 155 diagnosis yang harus mampu ditangani?
6) Bagaimana menurut anda pemanfaatan KIA oleh ibu hamil di wilayah kerja puskesmas perumnas Bt. VI?
7) Pasien KIA dengan indikasi apa saja yang pernah dirujuk oleh puskesmas?
8) Mengapa pasien tersebut harus dirujuk?
9) Bagaimana proses diagnosis hingga pasien memperoleh rujukan tersebut?
10) Apakah setiap pasien khususnya ibu hamil yang dirujuk selalu melalui petugas KIA terlebih dahulu?
11) Adakah kerjasama puskesmas khususnya petugas KIA dengan bidan desa?
III. Petugas Rujukan
1. Karakteristik Informan
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Jabatan :
Lama Jabatan :
No. Handphone :
Alamat :
Tanggal/Waktu Wawancara :
2. Pertanyaan
1) Bagaimana proses pasien datang hingga anda memberikan surat rujukan? 2) Bagaimana aturan BPJS kesehatan terhadap sistem rujukan di puskesmas? 3) Bagaimana menurut anda pelaksanaan sistem rujukan di puskesmas
Perumnas Bt. VI?
4) Apakah ada tantangan puskesmas dalam menjalankan rujukan kesehatan? 5) Adakah kebijakan tertentu yang dilakukan puskesmas dalam mengurangi
rujukan?
IV. Pasien KIA yang dirujuk
1. Karakteristik Informan
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Jabatan :
Lama Jabatan :
No. Handphone :
Alamat :
Tanggal/Waktu Wawancara :
2. Pertanyaan
1) Apa alasan anda sehingga anda ingin meminta surat rujukan?
2) Apakah anda datang ke puskesmas hanya untuk meminta surat rujukan? atau sudah adakah pemeriksaan sebelumnya di KIA?
3) Bagaimana menurut anda dengan pelayanan petugas bidang KIA? 4) Apakah anda sering melakukan pemeriksaan selama kehamilan ke
puskesmas?
5) Bagaimana minat anda mendapatkan pelayanan kesehatan semenjak di berlakukannya JKN?
V. Bidan desa
1. Karakteristik Informan
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Jabatan :
Lama Jabatan :
No. Handphone :
Alamat :
Tanggal/Waktu Wawancara :
2. Pertanyaan
1) Apakah anda menjalin kerjasama yang baik oleh puskesmas Perumnas Bt.VI ?
2) Kemana biasanya anda merujuk pasien ibu hamil dan bersalin?
Pernahkah anda merujuk pasien ibu hamil maupun bersalin ke puskesmas?
Jika” tidak”,mengapa? jika “ya”dengan indikasi apa?
3) Manakah menurut anda yang lebih baik merujuk pasien ke puskesmas terlebih dahulu atau langsung merujuk ker rumah sakit?
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 2007.Rujukan Maternal dan Neonatal : Jakarta. Departemen kesehatan Republik Indonesia.
---, 2008.Upaya penurunan angka kematian ibu: Jakarta. Departemen kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pengembangan Pelayanan Obstetri Neonatal emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas. Depkes RI. Jakarta.
Hulton A Louise, 2000. A framework for the evaluation of quality of care in maternity services: Southampton.
Kemenkes RI2013, Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
---, 2014 : Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional Dalam sistem Jaminan Sosial nasional, Jilid 1: Kementerian Kesehatan RI.
Moleong.Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosda Karya Offset.
Mubarak, Wahit Iqbal. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Konsep dan Aplikasi dalam Kebidanan. Salemba Medika. Jakarta.
Meliala, 2012.Penyusun Kerangka Manual Rujukan Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta.2012.Manual Rujukan Kehamilan, Persalinan, dan Bayi baru lahir.www.kebijakankesehatanindonesia.net. Diakses pada Juli 2015.
Permenkes nomor 741 Tahun 2008, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan.
---, nomor 1464 Tahun 2010, tentang Izin dan penyelenggaraan praktik bidan: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan.
---, nomor 001 Tahun 2012, tentang Pelaksanaan sistem rujukan berjenjang: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan.
---, nomor 71 Tahun 2013, tentang Pelayanan kesehatan pada jaminan kesehatan nasional: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan.
---, nomor 75 Tahun 2014, tentang Pusat Kesehatan Masyarakat: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 72 Tahun 2012, tentang Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Peraturan Republik Indonesia.
Pembe et al. BMC Health Services Research 2010,Effectiveness of maternal referral system in a rural setting: a case study from Rufiji district, Tanzania.http://www.biomedcentral.com. Diakses pada November 2015.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009, Tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011, Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis dan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan
metode penelitian kualitatif.
3.2. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Perumnas Bt.VI Pematang
Siantar.Pada bulan Oktober 2015. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah
belum pernah ada dilakukan penelitian sebelumnya dilokasi dan dengan judul
yang sama, dan adanya peningkatan jumlah ibu hamil dan bersalin yang sangat
signifikan hingga tahun 2015.
3.3. Informan Penelitian
Pemilihan informan pada penelitian kualitatif berdasarkan pada prinsip
penelitian kualitatif, yaitu prinsip kesesuaian (appropriateness), dan kecukupan
(adequacy).Prinsip kesesuaian dimana informan dalam penelitian ini dipilih
berdasarkan kesesuaian dalam topik penelitian ini dimana informan tersebut yang
bertanggung jawab dalam pelayanan kesehatan. Prinsip kedua yaitu kecukupan
dimana informan yang dipilih mampu menggambarkan dan menjelaskan
informasi yang cukup untuk penelitian ini.
Berdasarkan hal tersebut maka informan dalam penelitian ini adalah sebanyak
5 orang. 1 orang bidan petugas KIA, 1 orang petugas rujukan, 1 orang dokter
puskesmas tempat penelitian, 1 orang bidan desa, dan 1 orang pasien yang
3.4. Metode pengumpulan data
1. Data primer
Data primer diperoleh dari hasil survei (wawancara) mendalam
terhadap narasumber/ informan penelitian.Selain itu juga dilakukan
observasi langsung oleh peneliti.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan telaah
dokumen.Dalam studi kepustakaan peneliti mempelajari dan
mengumpulkan keterangan maupun bahan yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas.Sedangkan telaah dokumen dilakukan untu
membandingkan hasil wawancara dengan data-data rujukan, dan
dokumen yang terkait dengan masalah penelitian.
3.5. Definisi Operasional
1. Jumlah Rujukan KIA adalah jumlah ibu hamil dan bersalin yang dirujuk
oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas).
2. Alur rujukan KIA adalah mulai dari mana dan oleh siapa dilakukan
rujukan (puskesmas ke-rumah sakit).
3. Sumber daya manusia yaitu petugas kesehatan dilihat dari ketersediaan
dan kualitas kerja berdasarkan standar yang sudah ditetapkan.
4. Fasilitas dan sarana kesehatan adalah segala perlengkapan yang diperlukan
puskesmas untuk mendukung pelayanan kerja bidang KIA di puskesmas.
Data yang telah dikumpulkan dari hasil wawancara kemudian dicatat, dan di
analisis secara manual. Data kualitatif yang berasal dari wawancara tersebut
kemudian di analilis menggunakan metode content analisis.
Adapun tahap- tahap pengolahan data tersebut antara lain :
1. Mengumpulkan smua data dari hasil wawancara maupun observasi
2. Mencatat smua hasil atau transkip data yang sudah diperoleh
3. Melakukan kategorisasi dan tanda data berdasarkan karakteristik dan pola
jawaban, dan disajikan dalam bentuk matriks.
4. Menganalisis variable-variabel serta menghubungkan dengan teori yang
ada dan hasil penelitian sebelumnya.
5. Menyajikan data dalam bentuk matriks dan kualitatif
3.7. Validasi data
Dalam penelitian kualitatif keabsahan data merupakan konsep penting, Oleh
karena itu, pada penelitian ini untuk memeriksa keabsahan data yang diperoleh,
peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi yang dilakukan oleh peneliti
dalam penelitian yaitu triangulasi sumber.
Triangulasi sumber dilakukan dengan membadingkan informasi yang
diperoleh dari informan yang berbeda untuk melakukan cross check terhadap
kondisi yang sebenarnya, dan memilih informan yang dapat memberikan jawaban
Tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
muncul dari data yang didapat dilapangan.
Reduksi data merupakan analisis yang menajamkan, menggolongkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian
rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.Reduksi tidak perlu diartikan
sebagai kuantifikasi data.
Cara reduksi data :
1. Seleksi ketat data
2. Ringkasan atau uraian singkat
3. Menggolongkan dalam pola yang lebih luas
Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi di susun,
sehingga kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Perumnas Bt.VI
Puskesmas Perumnas Bt. VI merupakan puskesmas rawat inap yang
berdiri pada tahun 1980. Puskesmas Perumnas Bt. VI salah satu UPT yang ada
dibawah Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, dan terletak di Kecamatan
Siantar desa Lestari indah yang letak geografisnya adalah :
- Sebelah Barat dengan : Kota Pematang Siantar
- Sebelah Timur dengan : Kecamatan Gunung Malela
- Sebelah Utara dengan : Kecamatan Gunung Maligas
- Sebelah Selatan dengan : Kecamatan Tanah Jawa
4.1.2. Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Bt. VI
Wilayah kerja puskesmas bisa berdasarkan kecamatan, faktor kepadatan
penduduk, luas daerah, keadaan demografi, dan keadaan infrastruktur lainnya
yang merupakan bahan perimbangan dalam menentukan wilayah kerja
puskesmas. Bentuk bangunan Puskesmas bertingkat dua dengan jenis bangunan
permanent, lokasi Puskesmas berada di tepi jalan raya. Sejak tahun 2009
Puskesmas Perumnas Bt. VI membuka Pelayanan selama 24 jam, serta memiliki
fasilitas rawat inap. Adapun desa yang menjadi wilayah kerja Puskesmas
2. Siantar estate
3. Rambung merah
4. Karang bangun
5. Pem.simalungun
6. Dolok marlawan
7. Pantoan maju
8. Dolok hantaran
9. Sitalasari
10.Laras dua
11.Nusa harapan
12.Lestari
Wilayah kerja Puskesmas Perumnas Bt. VI memiliki jumlah penduduk
sebanyak 50.101jiwa dengan jumlah penduduk laki laki sebanyak 25.197 jiwa dan
jumlah penduduk perempuan sebanyak 24.904 jiwa.
Tabel 4.1 Jumlah penduduk berdasarkan Desa
No Desa Laki laki Perempuan Jumlah
1 Marihat baris 1881 1722 3603
2 Siantar estate 1894 1951 3845
3 Rambung merah 2658 2640 5298
4 Karang bangun 2451 2456 4907
5 Pem.simalungun 4838 4888 9726
6 Dolok marlawan 1487 1548 3035
8 Dolok hantaran 1846 2083 3929
9 Sitalasari 1965 2078 4043
10 Laras dua 1279 1325 2604
11 Nusa harapan 1563 1740 3303
12 Lestari indah 2046 1743 3789
Total 25197 24904 50101
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun Tahun 2011
Jumlah tenaga kesehatan Puskesmas Perumnas Bt. VI sebanyak 35
orang dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas Perumnas Bt. VI
No Tenaga kesehatan Jumlah
1 Dokter Umum 3 orang
2 Dokter Gigi 2 orang
3 Tenaga Ahli Kes. Masyarakat 5 orang
4 Bidan 14 orang
5 Perawat 6 orang
6 Sanitarian 3 orang
7 Farmasi 1 orang
8 Perawat gigi 1 orang
Sumber : Profil Puskesmas Perumnas Bt. VI Tahun 2013
4.2. Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang yang terdiri dari dokter
puskesmas, petugas KIA, petugas rujukan, bidan desa, dan 1 orang pasien KIA
peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas Perumnas Bt. VI.Karakteristik Informan
dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
Infor
Hasil penelitian menunjukan dari 5 informan yang diwawancarai,
mengatakan bahwa alur rujukan tidak sesuai dengan standart sistem rujukan yang
seharusnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4 Pendapat informan tentang Alurrujukan KIA
No. Informan Pernyataan
Informan I Pasien datang ke puskesmas, ada yang ke poli umum, ada
yang ke KIA. Yang ke poli umum saya yang periksa. Kalau
untuk pasien KIA bidan penanggung jawabnya yang
melayani. Tapi kalau rujukan persetujuannya memang harus
dari saya. Banyak ya macam indikasinya yang menyebabkan
harus kami rujuk..tuk ibu hamil yang sering. Katanya karena
anak pertama mau USG, kalau ga bilang baru jatuh harus
USG, ya kami kasih surat rujukan. yang paling banyak nya
lagi, datang-datang kepuskesmas pasiennya udah bawa surat
rekomendasi rujukan dari dokter spesialis, diagnosanya
beragam. Ada yang Post SC anak pertama, ketuban pecah
dini, Eklampsia, pre-eklampsia, banyaklah. Kadang kita ga
bisa maksa untuk bilang sama pasien yah itu masih dalam
rujukan itu kan dokter spesialis kandungan, ya saya rasa
beliau ga akan sembarangan kasih diagnosa. Cuma kalau
mereka datang tetap diperiksa bidan dulu memastikan, selagi
masih bisa di check tanpa USG.
Informan II Kalau pasien KIA pertamanya ya pasti ke saya dulu yah..kita
di KIA. Pokoknya begitu dia mendaftar ke kartu mau dirujuk
atau berobat harus ke KIA dulu. Ibu hamil yang mau ANC
banyak pasien kami, tapi y itu paling pemeriksaan pertama
sampai ketiga paling lama disini, abis itu udah ga
muncul-muncul lagi orangnya. Nanti kira- kira udah bulan nya mau
partus datang udah bawa surat rujukan. yang lebih parah
kadang ada yang ga pernah periksa udah main datang aja
bawa surat rujukan dari dokter. Kadang suka pusing juga ya
liat pasien ini datang-datang udah tinggal bawa surat rujukan
aja dari dokter, kalau ga dikasih ya udah pasti ngotot.
Biasanya saya baca dulu surat rekomendasinya, kalau
memang perlu dirujuk ya saya panggil dokter, nanti dokter
yang memutuskan dan tanda tangan surat rujukannya.
Indikasinya macam-macam, ketuban pecah dini pernah,
primigravida, multigravida atau anak udah keempat entah
kelima gitu, Sebagian karna ga punya USG itu disini dek,
jadi kadang susah mau ga banyak rujuk.Banyakan yang
dirujuk saya rasa jadinya dari pada yang kami tangani,
apalagi untuk persalinannya.
Informan III Seharusnya kan puskesmas yang menentukan diagnosanya
yah, baru diputuskan dirujuk apa ga diliat dari 155 diagnosa
penyakit itu. tapi memang iya banyak sekali yang datang
tinggal minta rujukan aja, karena ada surat rekomendasi
rujukan dari dokter. Kenapa? bisa jadi karena memang
punya dokter spesialis dan didukung sama kurang
lengkapnya alat tadi, jadi kayaknya surat rujukan
rekomendasi dari dokter itu kuat pengaruhnya. Masih
banyak kekurangan memang rujukan KIA kami disini,
banyak yang ga sesuai prosedur, sampai sering ditegur BPJS
kami.
Informan IV Memang harus kerja samalah dek, saya kan juga bagian dari
puskesmas ini. Kalau merujuk ke puskesmas belum pernah.
Seperti ada kasus pre eklampsi, saya sarankan rujuk,
langsung pasiennya memang yang gam au dirujuknya ke
puskesmas. Cemana yah..hehehe.. peralatan disitu dengan
punya saya juga sama aja kan nya?kalau ada pasien yang
kira-kira bermasalah nantinya, saya sarankan aja langsung
kerumah sakit bagi yang pasien umum..kalau yang BPJS
saya sarankan ke dokter spesialis dulu minta surat
rekomendasi rujukan, karena kan kalau ke puskesmas
langsung minta rujukan tapi keadaan kita dilihat masih
baik-baik aja mereka gak mau ngasih surat rujukan. Udah
lumayan bagus menurut saya. Tapi kadang ya itu tadi,
alatnya banyak yang kurang lengkap, jadi kurang maksimal.
Jadi apa-apa urusannya udah langsung kami kasih aja ke
operasi sekalian tutup. Kalau ke puskesmas kan repot minta
surat rujukannya, pasti mereka gak mau kasih karena kan ga
ada masalah sama kehamilan saya, nanti disuruhnya
dokter spesialis, sekalian saya kontrol bulanannya sama
dokter itu. Karena udah kenal dan biar nanti operasinya sama
dokter itu juga di rumah sakit, ya dikasihlah itu surat
pengantar rujukan. saya ga ngerti itu diagnosanya dibuatin
apa sama dokter, yang jelas kalau kita minta rujukan dokter
nya bilang iya..iya bisa..gampang itu. Baik kali dokternya,
ramah, pintar lagi.
Berdasarkan informasi dari beberapa informan tersebut mengenai alur
rujukan KIA maka diperoleh hasil bahwa alur rujukan tidak sesuai dengan
standar. Pasien KIA datang ke ruang KIAsudah membawa surat pengantar dari
dokter spesialis tempat memeriksakan kandungan sebelumnya, kemudian bidan
melaporkan kepada dokter puskesmas, dokter langsung memberikan surat
rujukan, karena pemeriksaan lanjutan sulit dilakukan akibat ketersediaan alat dan
kurangnya kemampuan atau kualitas SDM puskesmas.
4.4 Pelayanan sistem rujukan KIA ( Ibu hamil dan bersalin) Puskesmas
Perumnas Bt. VI
4.4.1 Ketersediaan SDM
Hasil penelitian menunjukan dari 5 informan yang diwawancarai,
mengatakan bahwa jumlah pegawai yang sudah ada mencukupi standar. Hal ini
Tabel 4.5 Pendapat informan tentang ketersediaan sumber daya manusia puskesmas
No. Informan
Pernyataan
Informan I Oh kalo kami banyak disini, sekitar 20 lebih. Karena ada honor
daerah gitu, untuk puskesmas ini honor saja ada 11 orang, 2
orang lagi di puskesmas pembantu. Kalau untuk bagian KIA
sendiri ada 1 bidan penanggung jawabnya. Dokter spesialis
kandungan tidak ada, tapi kalo dokter gigi ada 2, dokter umum
kami ada bertiga termasuk kepala puskesmas. namun 1 orang
dokter blum pernah masuk semenjak bertugas disini karena
sakit. Untuk petugas rujukan sudah dipegang sama 2 orang
pegawai honor daerah. lumayan jarang kewalahan lah dalam
bertugas kalau soal jumlah pegawai. Kadang saya yang agak
repot, karena sudah lama ini kan masih saya sendiri saja yang
stay ditempat.
Informan II Yang tetap sebagai penanggung jawabnya atau koodinator sih saya…tapi kadang ya smua bisa merangkap kesini,kan bidan banyak, Cuma sebagian pekerjaanya struktural,ada yang
kerujukan, ada yang ke bagian kartu. karna honor itu.
Puskesmas ini sendiri kan 24 jam, jadi system kerjanya kami
shift-shift an, ya…bagi-bagi tugas ajalah, lagian pasien
banyaknya kan seringan pagi. Saya masuk setiap pagi aja, tapi
kalau ada pasien bersalin saya selalu dipanggil kesini. Kerja
sama dengan bidan desa ya ada, tapi gitu-gitu aja lah dek,
namanya aja kerja sama tapi kalau ada pasien sama dia, ya dial
ah yang tangani, blum pernah ada pasiennya yang dirujuk
kemari.
Informan V Berapa orang persisnya saya sih gak terlalu tau
yah..tapi..mmm..setau saya banyak, sering saya lihat. Karena
pertama kan periksanya kesini. Biasanya periksa di ruangan
KIA itu..tapi berapa kali datang pegawainya sering rame
didalam, jadi gak tau persis yang didalam itu pegawai yang
bertanggung jawab siapa..berapa orang.
Berdasarkan hasil wawancara informan diatas maka diperoleh bahwa
ketersediaan sumber daya manusia puskesmas sudah mencukupi jumlah tenaga
kesehatan di puskesmas. Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Perumnas Bt.VI
yaitu lebih dari 20 orang.Dari semua jumlah tenaga kesehatan yang dimiliki
puskesmas bidan merupakan tenaga kesehatan terbanyak, namun 11 orang
diantaranya masih merupakan tenaga kesehatan honorer yang terdiri dari tenaga
kesehatan muda.
4.4.2 Kualitas SDM
Hasil penelitian menunjukan dari 5 informan yang diwawancarai,
mengatakan bahwa berdasarkan kualitas SDM yang sudah ada masih kurang baik.
Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini :
Tabel 4.6 Pendapat informan tentang kualitas sumber daya manusia puskesmas
No. Informan Pernyataan
Informan I Kalau pasien datang kita layani, biasalah..pemeriksaan awal
dulu. Sering sekali banyak yang datang tau-tau langsung
mintak surat rujukan. apalagi semenjak diberlakukannya
BPJS..wihhh, melonjak sekali. tapi y tugas kami menjelaskan
kalau harus tetap kami periksa dulu. Kalau ternyata dari hasil
pemeriksaan memang layaknya dirujuk baru kami rujuk dan
sudah seharusnya peserta BPJS kan tau itu. Ada itu peraturan
memang kadang-kadang peraturannya kalau saya rasa terlalu
memaksa..cemana kami mau pertahankan ga merujuk dalam
ruang lingkup 155 penyakit itu kalo kendala kami pun
banyak.belumlah pasien ngotot-ngotot mau dirujuk, fasilitas kadang gak mendukung, macamlah…termasuk lah itu pasien KIA. Bidan koordinatornya disini kebetulan cuma 1, yang
lainnya masih bidan muda. Jadi kalau ada masalah atau
komplikasi hamil dan bersalin suka keteteran. Apalagi kalau
pasien datang malam, bidan ga ada ditempat, mau gak mau
kami rujuk. Saya juga kurang hafal sih sebenarnya masalah di
KIA itu yang termasuk dalam 155 diagnosis penyakit apa aja.
Pokoknya berdasarkan kemampuan kami aja kalau untuk
pasien KIA nya, kalau memang ga sanggup, ya kami rujuk,
daripada membahayakan pasiennya. Tapi kalau masih yang
normal-normal aja pasti kami yang atasi.
Informan II Sebelum dan sesudah BPJS berbedalah..kalau ditanya apa
bedanya, dari segi jumlah pasien jelas-jelas meningkat sekali.
Jumlah pegawai juga tambah banyak, tapi pegawai honor
daerah, rata-rata masih muda-muda. Ke KIA ini sendiri juga
gak kalah banyak dengan pasien poli umum. Peraturan BPJS
yang 155 diagnosis itu? Ada sih beberapa yang saya tau, tapi
banyakan yang lupa..hehehe..banyak kali. Ga berpatokan
sama itu lah dek..harus disesuaikan juga sama kemampuan
puskesmasnya lah. Kalau saya pribadi ya pasien yang masih
bisa saya bantu, saya bantu. Kayak ANC biasakan..mmm..
trus persalinan normal juga kami layani. Tapi lebih banyak
pasien non BPJS yang bersalin disini. Kalau yang BPJS,
apalagi yang udah golongan tinggi-tinggi itu mana mau lagi
kesini. Ya awak maklum ajalah dek, sedangkan saya pribadi
aja kalau bisa ke fasilitas yang lebih bagus, ngapain kesini,
waktu itu ketuban pecah dini. Padahal belum ada tanda-tanda
persalinan, saya langsung panggil dokter untuk periksa.
Menurut dokter dirujuk saja, karena biar ditangani sama yang
lebih ahli kandungan. Pelatihan pernah, mulai ada BPJS itu
lah, tapi paling sekali 3 bulan, Kalo APN memang blum
pernah saya ikuti. Semenjak BPJS ini perbandingan yang
dirujuk dengan yang dilayani hampir samalah.
Informan III Saya tinggal mencatat pasien yang meminta rujukan yang
sudah dari dokter duluan. Ada sih beberapa yang saya tau dari
155 diagnosis penyakit peraturan BPJS itu yang kami langgar
tetap rujuk, bahkan sudah berapa kali juga dapat teguran dari
pihak BPJS nya, tapi mau bagaimana. Kami sih masih
berusaha mengurangi jumlah rujukan..ya tapi..masih
proseslah.
Informan V Kalau saya rasa masih kurang ya..Dulu kira-kira berapa
tahun yang lalu yah..ehh.sekitar 2 tahun lah saya periksa
hamilnya disini. Dulu kan blum punya kartu BPJS, masih
umum. Kan lebih murah yah kalau disini. Tapi waktu
bersalin nya itu yang gak enak..namanya orang bersalin kan
malam hari biasanya, eh puskesmasnya tutup.
Waduhh..kebingungan lah suami saya. Saya udah kesakitan
setengah mati..untung saja rumah sakit ga begitu jauh dari
puskesmas nya, langsung dibawa suami saya kerumah sakit.
Ternyata posisi bayi saya waktu itu sungsang. Terkejut
donk saya, padahal selama pemeriksaan sampai hamil tua
gak ada dikasih tau gitu sama bidannya. Semenjak BPJS ini
saya pernah 2 atau 3 kali lah kesini, ini ketiga kalinya, saya
mau minta surat rujukan ke rumah sakit, mau bersalin
disana ajah. Kemarin kesini bawa suami berobat ke poli
gossip, kadang suka ngerasa gak dilayanin
betul-betul.Tergantung kenyamanan aja sih. Pokoknya periksa,
mau kemana periksanya yang penting kitanya enak, gak ada
keraguan.
Berdasarkan hasil wawancara kepada informan, kualitas sumber daya
manusia Puskesmas Perumnas Bt.VI masih kurang.Dalam hal informasi 155
diagnosa penyakit masih ada yang belum mengetahui.Hasil wawancara informan
juga mengatakan bahwa berdasarkan pengalaman informan ketika memerlukan
pelayanan ke puskesmas petugas tidak ada ditempat saat dalam jam bekerja. untuk
Kabupaten Simalungun ada dilakukan pelatihan untuk tenaga kesehatan termasuk
dokter, bidan dan perawat, namun pelatihan yang dilakukan belum memberikan
dampak apapun karena sejauh ini pelatihan yang dilakukan di dinas kesehatan
tersebut hanya berupa pemberian teori-teori mengenai kesehatan.
4.4.3 Ketersediaan Fasilitas dan Sarana Kesehatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua informan menyatakan bila
sarana prasarana di Puskesmas Perumnas Bt.VIkhusus untuk KIA masih kurang
lengkap. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini :
Tabel 4.7 Pendapat informan tentang ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan
No. Informan Pernyataan
Informan I Jujur memang saya akui puskesmas kami ini kalau dari segi
ketersedian fasilitas masih kurang lah memang. Lab kami
ga lengkap,paling ada untuk test TB yang lengkap.
ambulance ada, tapi ga pernah dipakai juga, karena disini
KIA memang kurang sih.. USG blum ada.mmm..itu juga..
kami blum ada itu alat-alat penting untuk
kegawatdaruratan..peralatan utama aja.ya kayak partus set,
oksigen ada, tapi cuma satu, itupun isinya gak ada kalau ga
salah, belum di isi-isi udah lama.
Informan II Masih kurang sih kalau menurut saya..apalagi kalau harus
mengikuti yang 155 penyakit itu. USG aja kami gak
ada.oksigen ada tapi isinya kosong. Kayak vakum, kami
juga gak ada itu, pensteril alat kami masih pakai yang
system rebus, belum yang listrik itu. apalagi yah..hmmm…itulah dek, kalau peralatan untuk yang normal-normal aja ada kami..
Informan V Yang lain-lain apa aja alatnya saya kurang ngerti y..tapi
yang saya tau kalau mau USG ga bisa..ga ada alatnya disitu.
Dari hasil wawancara informan dapat diketahui bahwa fasilitas yang
seharusnya ada dan sangat penting dalam memberikan pelayanan namun tidak ada
seperti : oksigen, USG, vakum, sterilisator, check HB, serta lainnya yang dapat
menunjang pemeriksaan pada penegakan diagnosa dan pemberian tindakan.
Mereka juga mengakui bahwa jumlah sarana dan prasarana memang belum
memadai atau belum sesuai dengan standar yang berlaku sehingga peningkatan
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Alur Rujukan terhadap Jumlah rujukan KIA Puskesmas Perumnas
Bt. VI Pematang Siantar
Dalam Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan
penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan tahun 2014 Sistem rujukan pelayanan
kesehatan adalah Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik
baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan seluruh fasilitas kesehatan.
Menurut Kemenkes RI Tahun 2013 dalam pedoman penyelenggaraan
puskesmas PONED kebutuhan merujuk pasien tidak hanya dalam kondisi
kegawatdaruratan saja, akan tetapi juga pada kasus yang tidak dapat ditangani
oleh fasilitas pelayanan rawat inap. Rujukan merupakan komponen penting dan
sering menjadi alternative dalam pelayanan kesehatan ibu dan BBL, terutama
dalam kasus darurat obstetri dan BBL dimana para pencari pelayananan kesehatan
harus mencapai tingkat tinggi perawatan yang dibutuhkan baik dalam kasus kecil
dan kasus fatal waktu.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 50 % dari jumlah rujukan
yang dirujuk oleh puskesmas menunjukkan bahwa proses alur rujukan sudah
sesuai dengan proses rujukan yang seharusnya yaitu melalui pemeriksan ke
puskesmas terlebih dahulu dan dirujuk oleh pihak puskesmas. kasus yang pernah
abortus. Adapun proses alur rujukan yang sesuai dengan program BPJS kesehatan
yaitu:
---KLAIM---
Sementara 50 % diantaranya tidak melalui proses alur yang sesuai dimana
pasien yang membutuhkan rujukan terlebih dahulu datang ke dokter spesialis,
diperiksa di pelayanan tersebut, kemudian diberikan surat pengantar rujukan yang
ditujukan kepada puskesmas, dan kemudian puskesmas memberikan surat
rujukan. Gambaran alur rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt. VI yaitu :
---KLAIM---
Hal ini didukung oleh pernyataan informan yang menyatakan bahwa banyak
pasien yang datang ke puskesmas sudah membawa surat rekomendasi rujukan dari
dokter spesialis dengan diagnosa yang beragam.
Menurut Meliala (2012), peneliti Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, penting untuk segera menata
sistem rujukan pelayanan kesehatan. Setiap orang sakit seharusnya berobat lebih
dahulu di fasilitas kesehatan primer, dan hanya yang benar-benar membutuhkan
layanan dokter spesialis atau sub spesialis yang dirujuk ke rumah sakit. Idealnya,
dari 1.000 pasien, hanya 21 orang yang dirujuk ke rumah sakit sekunder, dan 1
orang ke rumah sakit tertier
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:
e. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama
f. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
g. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer
h. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer
Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes
tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,
5.1.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia terhadap Alur rujukan KIA
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pembe Andrea di Kabupaten Rufiji,
Tanzania mengatakan bahwa dalam sistem rujukan perlu dukungan peningkatan
antenatal, sumber daya manusia dan transportasi, serta jasa postnatal di
puskesmas. dari 1538 wanita disebut 70 % dirujuk untuk resiko demografis, 12 %
untuk riwayat kebidanan, 12 % komplikasi kehamilan dan 5, 5 % untuk
komplikasi post natal. Dalam hasil juga dinyatakan bahwa rujukan ibu menjadi
kurang efektif akibat ketidakpatuhan rujukan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ketersediaan sumber daya
manusia puskesmas sudah mencukupi jumlah tenaga kesehatan di puskesmas.
terlihat dari jumlah tenaga kesehatan di puskesmas perumnas Bt.VI yaitu
sebanyak 35 orang. Namun masih kurang lengkap dengan tidak adanya apoteker,
tenaga promosi kesehatan, dan tenaga pendukung lainnya. Dari semua jumlah
tenaga kesehatan yang dimiliki puskesmas bidan merupakan tenaga kesehatan
terbanyak yaitu 14 orang, namun 10 orang diantaranya masih merupakan tenaga
kesehatan honorer yang terdiri dari tenaga kesehatan muda.
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memilki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
Sesuai dengan Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan Sumber Daya
manusia di pelayanan tingkat pertama seperti puskesmas yaitu berjumlah 30 orang
dengan 14 jenis tenaga kesehatan antara lain dokter umum dan gigi, apoteker,
perawat, perawat Perawat, Perawat Gigi, Bidan, Ahli Gizi, TenagaTeknisan
Kefarmasian, Analis Kesehatan, Sanitarian, TenagaKesehatan Masyarakat,
Epidemilog, Tenaga Promosi Kesehatan, Tenaga Pendukung.
Dalam hal ini puskesmas perumnas Bt. VI memiliki jumlah tenaga
kesehatan lebih yaitu berjumlah 35 orang, namun belum memenuhi 14 jenis
tenaga kesehatan yang berdasarkan standart adalah berjumlah 14 jenis jumlah
tenaga kesehatan. Ini dapat mempengaruhi jumlah rujukan KIA karena tidak
didukung oleh ketersediaan jenis tenaga kesehatan.
5.1.2 Kualitas Sumber Daya Manusia terhadap Alur rujukan KIA
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012
tentang Sistem Kesehatan Nasional pada Bab V tentang Cara Penyelenggaraan
SKN pada bagian D yaitu Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan dikatakan
pada pasal 274 bahwa Sumber daya pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia kesehatan adalah sumber daya pendidikan tenaga kesehatan dan
pelatihan sumber daya manusia kesehatan, yang meliputi berbagai standar
kompetensi, modul dan kurikulum serta metode pendidikan dan latihan, sumber
daya manusia pendidikan dan pelatihan, serta institusi/fasilitas pendidikan dan
pelatihan yang menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan.
Dalam sumber daya ini juga termasuk sumber daya manusia, dana, cara atau
pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu sumber daya manusia
kesehatan.
Kenyataan yang didapat dilapangan, kualitas sumber daya manusia
puskesmas Perumnas Bt.VI masih kurang sehingga menyebabkan peningkatan
rujukan pasien KIA. Ini terlihat dari kualitas sumber daya manusia yang masih
belum sesuai dengan standar, dan didukung hasil wawancaran informan yang
mengatakan bahwa berdasarkan pengalaman informan ketika memerlukan
pelayanan ke puskesmas petugas tidak ada ditempat saat dalam jam bekerja.
Menurut Jahn Albrecht dalam penelitiannya mengenai konsep dan strategi
rujukan kehamilan dan persalinan di Tanzania mengatakan rujukan dapat
dilakukan dengan banyak cara berdasarkan alur, waktu dan kegawatdaruratan.
Dengan demikian dapat dikategorikan arahan pada kehamilan dan melahirkan.
Rujukan ini dapat dibagi menjadi 3 yaitu, pertama: rujukan pribadi, tergantung
pada keterlibatan fasilitas pertama yang diperoleh ibu, kedua: rujukan antenatal,
mengenai transportasi dan proses kelahiran, ketiga: darurat rujukan. 75 %
diantaranya merupakan modus rujukan yang paling umum adalah rujukan pribadi
dengan tanpa alasan medis tertentu. Dari hasil tersebut Jahn menyatakan bahwa
rujukan akan sering bergantung pada keseimbangan antara usaha dan sumber daya
yang diperlukan untuk transportasi dan pengobatan selanjutnya yang manfaatnya
dapat dirasakan di rumah sakit, sehinga puskesmas jarang dimanfaatkan.
Berdasarkan hasil wawancara kepada informan, untuk Kabupaten
Simalungun ada dilakukan pelatihan untuk tenaga kesehatan termasuk dokter,
apapun karena sejauh ini pelatihan yang dilakukan di dinas kesehatan tersebut
hanya berupa pemberian teori-teori mengenai kesehatan. Sehingga belum dapat
dijadikan pendorong dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
puskesmas.
Kualitas sumber daya manusia puskesmas dapat mempengaruhi alur
rujukan yang dapat berpengaruh langsung terhadap jumlah rujukan KIA. Semakin
kurang kualitas SDM nya maka akan semakin berkurang minat pasien untuk
menerima pelayanan di tingkat primer, sehingga memungkinkan untuk mereka
langsung mencari pelayanan kesehatan kepelayanan kesehatan yang lebih
berkualitas seperti pelayanan kesehatan tingkat 2 atau dokter spesialis, atau
bahkan ke rumah sakit dengan alternative meminta surat rujukan terlebih dahulu
dari puskesmas.
Dalam hal ini perlu adanya peningkatan SDM baik itu dari segi
pengetahuan maupun keterampilan agar mekanisme yang dilakukan sesuai dengan
standar pelayanan tingkat pertama, dan juga sosialasi kepada masyarakat tentang
pemahaman dan prosedur pelayanan puskesmas pada program BPJS agar
kebiasaan masyarakat sebelumnya dapat teratasi.
Berdasarkan penelitian di Universitas Southampton tahun 2000
menyatakan bahwa kualitas pelayanan dikatakan baik adalah sejauh mana
perawatan sebenarnya sudah sesuai dengan kriteria yang ada untuk perawatan
yang baik.Dalam hal ini ketersediaan SDM dan fasilitas dan sarana kesehatan
sangat mempengaruhi kualitas pelayanan yang dapat mempengaruhi rujukan
Sumber Daya Manusia merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya suatu pelayanan yang bermutu. Sumber Daya Manusia yang secara
kuantitas dan kualitas sesuai dengan standar diperlukan sebagai dukungan dalam
menciptakan layanan yang menjadi saringan dalam mengurangi pelanyanan
rujukan yang tidak sesuai dengan syaratnya.
Menurut Nargis topan dalam penelitiannya mengatkan bahwa dalam
mengurangi jumlah rujukan perlu adanya hubungan yang baik antara petugas
kesehatan dengan masyarakat. Nargis membagi menjadi 3 jenis dukungan yang
diperlukan dalam memperlancar proses alur rujukan yaitu dukungan informasi
kriteria tempat rujukan terkait dengan pemanfaatan sektor kesehatan publik,
dukungan biaya transportasi, dan yang terakhir dukungan sistem kesehatan
masyarakat yaitu terkait dengan bagaimana petugas kesehatan menjalin hubungan
dengan masyarakat seperti berupa kepercayaan untuk seperti apa sebaiknya kasus
kesehatannya di tindak lanjuti, apakah dipelukan rujukan atau tidak.
5.1.3 Ketersediaan Fasilitas dan Sarana Kesehatan terhadap Alur rujukan
Sarana adalah seluruh bahan serta fasilitas alat kesehatan yang merupakan
pendukung, pendamping dan pemberi hasil dari sistem pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat. Berdasar Kompedium Alat Kesehatan, alat kesehatan di
fasilitas kesehatan tingkat pertama terdiri dari 3 bagian dan 115 item yaitu alat
kesehatan elektromedik, Alat kesehatan non Elektromedik dan Produk Diagnostik.
Menurut Hakobyan berdasarkan penelitiannya di Armenia, sampai saat ini
puskesmas di Armenia tidak melayani tujuannya sebagai pusat kesehatan
dibutuhkan.Puskesmas hanya untuk penduduk pedesaan, sedangkan penduduk
perkotaan mencari pelayanan kesehatan ke poliklinik.Alur rujukan KIA bahkan
tidak melalui puskesmas.ibu ANC yang memeriksakan kehamilannya ke dokter
keluarga, bidan desa, dan dokter obgyn dapat langsung merujuk ke rumah sakit
kabupaten maupun langsung ke rumah sakit umum untuk kasus komplikasi
diakibatkan karena ketersediaan fasilitas yang tidak memenuhi dalam tujuan
penanganan kasus.
Zulhadi dalam penelitiannya di Kabupaten Karimun Provinsi Kepri juga
menemukan masih ada keterbatasan sumberdaya di pelayanan dasarseperti sarana
dan peralatan, dan belum disiapkannya RSUDsebagai rumah sakit mampu
PONEK, walaupun aktifaspelayanan 24 jam sudah berjalan. Kurangnya kerjasama
timantar level rujukan yang melibatkan Dinas KesehatanKabupaten, RSUD dan
puskesmas, belum lengkapnya SOP,lemahnya sistem informasi dan alur rujukan
yang by pass masih ditemukan. Diperlukan beberapa kebijakan meliputi
percepatan RSUDsebagai rumah sakit mampu PONEK, penguatan kerjasama
timantar level rujukan, dan pembuatan SOP kasus-kasus maternaldisertai
mekanisme rujukannya yang merupakan langkah awaldalam mengatasi problem
dan tantangan ini.
Dari hasil obeservasi dapat dilihat bahwa fasilitas yang seharusnya ada dan
sangat penting dalam memberikan pelayanan namun tidak ada seperti : oksigen,
USG, vakum, sterilisator, check HB, serta lainnya yang dapat menunjang
Sehubungan dengan itu berdasarkan jawaban dari seluruh informan, maka
dapat dilihat mereka juga mengakui bahwa jumlah sarana dan prasarana memang
belum memadai atau belum sesuai dengan standar yang berlaku sehingga
peningkatan rujukan di Puskesmas belum dapat diatasi puskesmas diperhatikan
dan dilengkapi sesuai dengan standar puskesmas.
Hal ini didukung dengan pernyataan informan yang menyatakan bahwa
fasilitas puskesmas masih kurang.Didukung dengan USG yang tidak ada, oksigen
yang kosong dan beberapa fasilitas pendukung untuk pelayanan KIA yang masih
belum ada.
Ketersediaan fasilitas dan sarana merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya suatu pelayanan yang bermutu. Fasilitas dan sarana yang
secara kuantitas dan kualitas sesuai dengan standar diperlukan sebagai salah satu
cara mengurangi jumlah rujukan. apabila fasilitas dan sarana kesehatan di
puskesmas tidak mendukung pelayanan maka dapat mempengaruhi alur rujukan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Pelaksanaan rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt. VI masih kurang baik,
terbukti dengan belum sesuainya proses alur rujukan KIA sehingga
meningkatkan jumlah rujukan KIA.
2. Alur rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt.VI sudah sesuai namun
prosesnya masih tidak sesuai dengan proses rujukan yang seharusnya yaitu
puskesmas dilakukan pemeriksaan dan dilakukan rujukan apabila
diperlukan.
3. Sumber daya manusia yang sudah ada di puskesmas masih belum sesuai
dengan standar puskesmas, dari segi kuantitas cukup namun masih kurang
dalam hal kualitas. baik itu dari keterampilannya dan pengetahuannya.
4. Ketersediaan Fasilitas dan Sarana kesehatan di Puskesmas Perumnas Bt. VI
khususnya dalam menunjang pelayanan KIA masihkurang lengkap seperti
USG yang tidak ada, peralatan check laboratorium, tabung oksigen dan
belum sesuai dengan standar Sk Menkes no 75.
6.2. Saran
1. Kepada Dinas Kesehatan agar meninjau kembali kebutuhan puskesmas, baik
fasilitas dan sarana serta SDM tenaga kesehatan.
2. Kepada BPJS Kesehatan agar memberikan sosialisasi dan petunjuk teknis
Kesehatan mengenai standar 155 diagnosis penyakit yang tidak boleh
dirujuk oleh puskesmas.
3. Kepada kepala puskesmas agar memperhatikan kualitas dan meningkatkan SDM tenaga kesehatan puskesmas Perumnas BT.VI agar dapat
memaksimalkan pelayanan dan mengurangi rujukan. serta mempersiapkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Rujukan
Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbal baik baik secara vertical maupun horizontal
(Permenkes No 001 Tahun 2012).
2.2 Rujukan Maternal dan Neonatal
Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang dikelola secara
strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi
masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun
mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi manapun, agar dapat dicapai
peningkatan derajat kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan mutu dan
ketrerjangkauan pelayanan kesehatan internal dan neonatal di wilayah mereka
berada (Depkes, 2006).
Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal
mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif
dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan.Setiap kasus
PONED harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku
acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah
pasien akan dikelola di tingkat puskesmas mampu PONED atau dilakukan rujukan
ke RS pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) untuk
mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat
kegawatdaruratannya (Depkes RI, 2007) dengan alur sebagai berikut:
1. Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan
kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal.
2. Bidan desa dan polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan
kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan persalinan
normal, bidan di desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi
tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau
melakukan rujukan pada puskesmas, puskesmas mampu PONED dan RS
PONEK sesuai dengan tingkat pelayanan yang sesuai.
3. Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan
stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang
sendiri maupun yang dirujuk oleh kader/dukun/bidan di desa sebelum
melakukan rujukan ke puskesmas mampu PONED dan RS PONEK.
4. Puskesmas mampu PONED memiliki kemampuan untuk memberikan
pelayanan langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru
desa dan puskesmas. Puskesmas mampu PONED dapat melakukan
pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat
kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada RS PONEK.
5. RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan
PONEK langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir
baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa dan
puskesmas, puskesmas mampu PONED.
a. Pemerintah provinsi/kabupaten melalui kebijakan sesuai dengan tingkat
kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen, administratif
maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran PPGDON (Pertolongan
Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus)
6. Ketentuan tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dapat
dituangkan dalam bentuk peraturan daerah sehingga deteksi dini kelainan
pada persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan
komplikasi kehamilan dan persalinan.
7. Pokja/ satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama liuntas sektoral ditingkat
propinsi dan kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan kewaspadaan
masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan serta
kegawatdaruratan yang mungkin timbul oleh karenanya. Dengan penyampaian
pesan melalui berbagai instansi/institusi lintas sektoral, maka dapat diharapkan
adanya dukungan nyata masyarakat terhadap sistem rujukan PONEK 24 jam.
8. RS swasta, rumah bersalin, dan dokter/bidam praktek swasta dalam sistem
pelayanan rujukan. Institusi ini diharapkan dapat dikoordinasikan dalam
kegiatan pelayanan rujukan PONEK 24 jam sebagai kelengkapan pembinaan
pra RS.
2.3Sistem Rujukan Berjenjang
2.3.1 Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Dalam Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan
penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan tahun 2014 Sistem rujukan pelayanan
kesehatan adalah Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan yang mengatur
pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik
baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan seluruh fasilitas kesehatan.
Alur Pelayanan Kesehatan
---KLAIM---
Gambar 1. Alur Pelayanan kesehatan PESERTA
FASITAS
KESEHATAAN
PRIMER
BPJS KESEHATAN
EMERGENCY
RUMAH
2.3.2 Ketentuan Umum
1. Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu:
a. Pelayanan kesehatan tingakat pertama
b. Pelayanan kesehatan tingakat kedua, dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar
yang diberi oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama
3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan
spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis
yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub
spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub
spesialis yang menggunakan teknologi kesehatan sub spesialistik.
5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan tingakat pertama
dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Peserta yang igin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem
rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai
dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS kesehatan.
7. Fasilitas kesehatan yang tidak menerapakan sistem rujukan makan BPJS
kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan
tersebut dan dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama.
9. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan
kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi
pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/individu ketenagaan yang sifatnya sementara atau
menetap.
10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih
rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau
ketenagaan.
12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih
c membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan,
efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan
dan/atau ketenagaan.
SISTEM RUJUKAN BERJENJANG
Gambar 2. Sistem Rujukan Berjenjang
1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat