• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt.VI Pematang Siantar tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sistem Rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt.VI Pematang Siantar tahun 2015"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Rujukan

Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan

pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab

pelayanan kesehatan secara timbal baik baik secara vertical maupun horizontal

(Permenkes No 001 Tahun 2012).

2.2 Rujukan Maternal dan Neonatal

Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang dikelola secara

strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan

pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi

masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun

mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi manapun, agar dapat dicapai

peningkatan derajat kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan mutu dan

ketrerjangkauan pelayanan kesehatan internal dan neonatal di wilayah mereka

berada (Depkes, 2006).

Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal

mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif

dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan.Setiap kasus

(2)

PONED harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku

acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah

pasien akan dikelola di tingkat puskesmas mampu PONED atau dilakukan rujukan

ke RS pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) untuk

mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat

kegawatdaruratannya (Depkes RI, 2007) dengan alur sebagai berikut:

1. Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan

kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal.

2. Bidan desa dan polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu

hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan

kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan persalinan

normal, bidan di desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi

tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau

melakukan rujukan pada puskesmas, puskesmas mampu PONED dan RS

PONEK sesuai dengan tingkat pelayanan yang sesuai.

3. Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan

stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang

sendiri maupun yang dirujuk oleh kader/dukun/bidan di desa sebelum

melakukan rujukan ke puskesmas mampu PONED dan RS PONEK.

4. Puskesmas mampu PONED memiliki kemampuan untuk memberikan

pelayanan langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru

(3)

desa dan puskesmas. Puskesmas mampu PONED dapat melakukan

pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat

kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada RS PONEK.

5. RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan

PONEK langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir

baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa dan

puskesmas, puskesmas mampu PONED.

a. Pemerintah provinsi/kabupaten melalui kebijakan sesuai dengan tingkat

kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen, administratif

maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran PPGDON (Pertolongan

Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus)

6. Ketentuan tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dapat

dituangkan dalam bentuk peraturan daerah sehingga deteksi dini kelainan

pada persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan

komplikasi kehamilan dan persalinan.

7. Pokja/ satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama liuntas sektoral ditingkat

propinsi dan kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan kewaspadaan

masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan serta

kegawatdaruratan yang mungkin timbul oleh karenanya. Dengan penyampaian

pesan melalui berbagai instansi/institusi lintas sektoral, maka dapat diharapkan

adanya dukungan nyata masyarakat terhadap sistem rujukan PONEK 24 jam.

8. RS swasta, rumah bersalin, dan dokter/bidam praktek swasta dalam sistem

(4)

pelayanan rujukan. Institusi ini diharapkan dapat dikoordinasikan dalam

kegiatan pelayanan rujukan PONEK 24 jam sebagai kelengkapan pembinaan

pra RS.

2.3Sistem Rujukan Berjenjang

2.3.1 Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Dalam Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan

penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan tahun 2014 Sistem rujukan pelayanan

kesehatan adalah Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan yang mengatur

pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik

baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan

kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan seluruh fasilitas kesehatan.

Alur Pelayanan Kesehatan

---KLAIM---

Gambar 1. Alur Pelayanan kesehatan PESERTA

FASITAS KESEHATAAN

PRIMER

BPJS KESEHATAN

EMERGENCY

(5)

2.3.2 Ketentuan Umum

1. Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu:

a. Pelayanan kesehatan tingakat pertama

b. Pelayanan kesehatan tingakat kedua, dan

c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga

2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar

yang diberi oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama

3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan

spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis

yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.

4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub

spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub

spesialis yang menggunakan teknologi kesehatan sub spesialistik.

5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan tingakat pertama

dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Peserta yang igin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem

rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai

dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS kesehatan.

7. Fasilitas kesehatan yang tidak menerapakan sistem rujukan makan BPJS

kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan

tersebut dan dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama.

(6)

9. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan

kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi

pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan

fasilitas, peralatan dan/individu ketenagaan yang sifatnya sementara atau

menetap.

10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan

yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih

rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan

pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;

b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau

ketenagaan.

12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan

pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :

a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan

kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan

kewenangannya;

b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih

(7)

c membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan

pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan,

efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau

d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan

dan/atau ketenagaan.

SISTEM RUJUKAN BERJENJANG

Gambar 2. Sistem Rujukan Berjenjang

1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai

kebutuhan medis, yaitu:

a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas

kesehatan tingkat pertama

b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat

dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua

(8)

c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat

diberikan atas rujukan dari faskes primer

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat

diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer

2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke

faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan

rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di

faskes tersier.

3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam

kondisi:

a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti

ketentuan yang berlaku

b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau

Pemerintah Daerah

c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah

ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat

dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

d. pertimbangan geografis; dan

e. pertimbangan ketersediaan fasilitas

4. Pelayanan oleh bidan dan perawat

a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan

pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan

(9)

b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter

dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama

kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan

kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau

dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.

5. Rujukan Parsial

a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi

pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau

pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien

di Faskes tersebut.

b. Rujukan parsial dapat berupa:

1)pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau

tindakan

2)pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka

penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

2.3.3. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan

1. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu

dibentuk forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang

setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas

kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas

(10)

a. Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan

sarana dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga

kesehatan serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan dapat

menerima pasien sesuai dengan kebutuhan medis.

b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap

kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan

perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.

Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing

Kantor Cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan

menunjuk Person In charge (PIC) dari masing-masing Faskes.Tugas PIC

Faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka

pelayanan rujukan.

2.3.4 Pembinaan Dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang

1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas

pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat

pertama.

2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas

pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat

kedua.

3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada

(11)

2.3.5 Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang

1. Apakah Pasien yang tidak mengikuti rujukan berjenjang dapat dijamin

oleh BPJS kesehatan?

Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai

dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang

tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS

Kesehatan, kecuali dalam kondisi tertentu yaitu kondisi gawat darurat,

bencana, kekhususan permasalahan pasien, pertimbangan geografis, dan

pertimbangan ketersediaan fasilitas.

2. Untuk pasien diperbatasan, apakah diperbolehkan untuk merujuk pasien

lintas kabupaten?

Jika atas pertimbangan geografis dan keselamatan pasien tidak

memungkinkan untuk dilakukan rujukan dalam satu kabupaten, maka

diperbolehkan rujukan lintas kabupaten.

2.4Program Kesehatan Ibu dan Anak

2.4.1 Pengertian Program KIA

Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehatan yang

menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui,

bayi dan anak balita serta anak prasekolah.Pemberdayaan masyarakat bidang

KIAdalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinik terkait

kehamilan dan persalinan.

Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari,

(12)

komunikasi (telepon genggam, telepon rumah), pendanaan, pendonor darah,

pencatatan pemantauan dan informasi KB. Dalam pengertian ini tercakup pula

pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah

keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak

( Kemenkes, 2010).

2.4.2 Tujuan Program KIA

Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan

hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan

keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)

serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh

kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia

seutuhnya.

Tujuan khusus dari program ini adalah:

1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku), dalam

mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi

2. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara

mandiri di dalam linkgungan keluarga dan masyarakat.

3. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu

bersalin, ibu nifas dan ibu meneteki.

4. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu

(13)

5. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh

anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah,

tertama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.

2.4.3 Pelayanan dan Indikator Program KIA

2.4.3.1 Pelayanan Program KIA

Adapun pelayanan Program KIA meliputi:

1. Pelayanan antenatal:

Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa

kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal.

Standar minimal “5T” untuk pelayanan antenatal terdiri dari:

a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

b. Ukur tekanan darah

c. Pemberian imunisasi TT lengkap

d. Ukur tinggi fundus uteri

e. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan

dengan ketentuan waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali

pada triwulan kedua, dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

2. Pertolongan Persalinan

Jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat:

a. Tenaga professional: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan,

(14)

b. Dukun bayi Terlatih: ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan tenaga

kesehatan yang dinyatakan lulus. Tidak terlatih: ialah dukun bayi yang belum

pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan

belum dinyatakan lulus.

c. Deteksi dini ibu hamil berisiko: Faktor risiko pada ibu hamil diantaranya

adalah:

1) Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

2) Anak lebih dari empat

3) Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun atau lebih

dari 10 tahun

4) Tinggi badan kurang dari 145 cm

5) Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm

6) Riwayat keluarga menderita diabetes, hipertensi dan riwayat cacat

congenital

7) Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul

Resiko tinggi kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dan normal

yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.

a. Risiko tinggi pada kehamilan meliputi:

1) Hb kurang dari 8 gram %

2) Tekanan darah tinggi yaitu sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih dari

90 mmHg

3) Oedema yang nyata

(15)

5) Perdarahan Pervaginam

6) Ketuban pecah dini

7) Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu

8) Letak sungsang pada primigravida

9) Infeksi berat dan sepsis

10) Persalinan premature

11) Kehamilan ganda

12) Janin yang besar

13) Penyakit kronis pada ibu antara lain jantung, paru, ginjal

14) Riwayat obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan

b. Risiko tinggi pada nenonatal meliputi:

1) BBLR atau berat lahir kurang dari 2500 gram

2) Bayi dengan tetanus neonatorum

3) Bayi baru lahir dengan asfiksia

4) Bayi dengan ikterus neonatorum yaitu ikterus lebih dari 10 hari setelah lahir

5) Bayi baru lahir dengan sepsis

6) Bayi lahir dengan berat lebih dari 4000 gram

7) Bayi pre term dan post term

8) Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang

9) Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan

(16)

2.4.3.2 Indikator Pelayanan KIA

Terdapat 6 indikator kinerja penilaian standar pelayanan minimal atau

SPM untuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang wajib dilaksanakan yaitu

cakupan kunjungan ibu hamil K4.

a. Pengertian:

Kunjungan ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang kontak dengan petugas

kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ANC sesuai dengan standar 14T dengan

frekuensi kunjungan minimal 4 kali selama hamil, dengan syarat trimester 1

minimal 1 kali, trimester II minimal 1 kali dan trimester III minimal 2 kali.

Menurut badan litbangkes depkes RI (2004) Standar 14T yang dimaksud adalah:

1. Tanyakan dan menyapa ibu dengan ramah

2. Tinggi badan diukur dan berat badan ditimbang

3. Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah

4. Temukan kelainan/ periksa daerah muka leher, jari dan tungkai (edema),

lingkar lengan atas dan panggul.

5. Temu wicara konseling

6. Tekan/ palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara, tekan titik (accu

pressure) peningkatan ASI

7. Tinggi fundus uteri diukur

8. Tentukan posisi janin dan detak jantung janin

9. Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limpa

10. Tentukan kadar Hb

(17)

12. Terapi dan pencegahan anemia (tablet Fe)

13. Tingkatkan kesegaran jasamani dan senam hamil

14. Tingkatkan pengetahuan ibu hamil tentang gizi ibu hamil dan pengetahuan

tentang tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan.

b. Perbandingan antara jumlah ibu hamil yang telah memperoleh ANC sesuai

standar K1-K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dengan penduduk

sasaran ibu hamil.

c. Cara Perhitungan

Pembilang: jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai

dengan standar K1-K4 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

d. Sumber data:

1. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan ANC sesuai dengan

standar K1-K4

2. Perkiraan penduduk sasaran ibu hamil diperoleh dari Bada Pusat Statistik atau

BPS atau Propinsi

e. Kegunaan

1. Mengatur mutu pelayanan ibu hamil

2. Mengukur tingkat keberhasilan perlindungan ibu hamil melalui pelayanan

standard an paripurna. Jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan

ANC sesuai dengan standar K4 perkiraan penduduk

3. Mengukur kinerja petugas kesehatan dalam penyelenggaraan pelayanan ibu

(18)

2.5 Puskesmas

2.5.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,

dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya

( Permenkes, 2014).

2.5.2. Prinsip –prinsip Puskesmas

Prinsip –prinsip dari puskesmas meliputi :

1. Paradigma sehat, Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan

untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan

yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2. Pertanggungjawaban wilayah, Puskesmas menggerakkan dan bertanggung

jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya

3. Kemandirian masyarakat, Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat

bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

4. Pemerataan, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat

diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara

adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan

kepercayaan

5. Teknologi tepat, Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan

memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan,

(19)

6. Keterpaduan dan kesinambungan, guna Puskesmas mengintegrasikan dan

mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas

sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan

manajemen Puskesmas ( Permenkes, 2014)

2.5.3. Fungsi Puskesmas

Dalam melaksanakan tugasnya yaitu melaksanakan kebijakan

kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah

kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat, Puskesmas

menyelenggarakan fungsi :

1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, yaitu:

a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah

kesehatanmasyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan;

d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan

masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang

bekerjasama dengan sektor lain terkait;

e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya

kesehatan berbasis masyarakat;

f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas;

(20)

h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,mutu,

dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan

i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk

dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan

penyakit.

2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya, yaitu :

a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan dan bermutu;

b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya

promotif dan preventif;

c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat;

d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan

dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;

e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan

kerja sama inter dan antar profesi;

f. melaksanakan rekam medis;

g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan

akses Pelayanan Kesehatan;

h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;

i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan

(21)

j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem

Rujukan ( Permenkes, 2014)

2.5.4 Kegiatan Pokok Puskesmas

Kegiatan pokok Puskesmas itu adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan promosi kesehatan

2. Pelayanan kesehatan lingkungan

3. Pelayanan Kesehatan Ibu dan anak, serta Keluarga berencana

4. Pelayanan gizi

5. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit ( Permenkes, 2014)

2.6 Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan non

kesehatan. Jenis dan jumlah Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan

sebagaimana dimaksud dihitung berdasarkan analisisbeban kerja, dengan

mempertimbangkan jumlah pelayanan yangdiselenggarakan, jumlah penduduk

dan persebarannya, karakteristikwilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan

fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan

pembagian waktu kerja.

Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling

sedikit terdiri atas:

a. dokter atau dokter layanan primer;

b. dokter gigi;

c. perawat;

(22)

e. tenaga kesehatan masyarakat;

f. tenaga kesehatan lingkungan;

g. ahli teknologi laboratorium medik;

h. tenaga gizi; dan

i. tenaga kefarmasian ( Permenkes, 2014)

2.7 Fasilitas Kesehatan

Menurut Permenkes no 75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan

masyarakat, puskesmas harus memiliki fasilitas kesehatan dengan

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Standar mutu, keamanan, keselamatan;

2. Memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan;

dan

3. Diuji dan dikalibrasi berkala oleh institusi penguji dan pengkalibrasi

yang berwenang.

2.8 Kerangka pikir

Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian

ALUR RUJUKAN KIA :

- SUMBER DAYA MANUSIA - FASILITAS DAN SARANA

KESEHATAN

JUMLAH RUJUKAN KIA

Gambar

Gambar 1. Alur Pelayanan kesehatan
Gambar 2. Sistem Rujukan Berjenjang
Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Angka kredit diberikan untuk setiap laporan, yaitu : 0,018. 3) Menyusun rencana kerja pengawasan (sarana dan prasarana), lokasi pengawasan, budidaya, panen, pasca panen,

Mice were peritoneal infected with 10 6 Plasmodium berghei ANKA and divided into 5 treatment groups: negative control; positive control (artemisin of dose 4 mg/kgBW);

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan, yaitu dengan cara pengambilan sampel jenis bivalvia di zona intertidal Kecamatan Batudaa Pantai,

Gerakan tutup insang ke samping dan selaput tutup insang tetap menempel pada tubuh mengakibatkan rongga mulut bertambah besar, sebaliknya celah belakang insang tertutup.

[r]

Fasilitas kredit kepada bank lain yang belum ditarik 500a. Lainnya

One very recent precedent in South America refers to the inclusion of the transboundary Qhapaq Ñan - Vial Andean System, which is unique because of its specific

Pada lahan yang tidak mendapatkan pemupukan, unsur Fe berpengaruh positif terhadap produktivitas bawang daun, penambahan satu satuan pupuk Fe akan meningkatkan