• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam dokumen LaporanAwal Recomndasi PMB ITB REV2 (Halaman 34-37)

1.

Dengan memperhatikan cukup banyaknya kerusakan akibat gempa pada bangunan dan masalah-masalah geoteknik dan kegempaan lainnya, maka diperlukan langkah-langkah terhadap beberapa hal berikut ini:

Menyiapkan dan menyusun masukan teknis kepada Pemerintah Jawa Barat untuk memperkuat peraturan bangunan dan pedoman-pedoman praktis desain dan konstruksi bangunan tahan gempa.

Memberikan sosialisasi dan pelatihan kepada tim teknis Dinas Bangunan, Konsultan dan Kontraktor mengenai peraturan, disain, dan konstruksi bangunan tahan gempa.

Tinjauan ulang terhadap proses pemberian ijin bangunan di Jawa Barat, kaitannya dengan ketahanan bangunan terhadap gempabumi.

2.

Permasalahan geoteknik yang terjadi adalah kelongsoran lereng karena kondisi topografi yang sangat bervariasi dan lapisan tanah permukaan yang merupakan lempung atau lanau dengan kosistensi cendrung lunak sampai sedang. Hasil survey ke kawasan kawah Galunggung menunjukkan bahwa retakan yang terjadi sifatnya lokal dan dinilai tidak membahayakan. Beberapa potensi kelongsoran diperkirakan dapat terjadi pada waktu musim hujan akibat adanya lereng-lereng yang mengalami keretakan pada saat gempa 2 September 2009 terjadi.

3.

Hasil penelitian awal terhadap semburan lumpur di Sukahening menunjukkan semburan lumpur terjadi akibat adanya keretakan pada lapisan bawah permukaan yang berbatasan dengan sumber tekanan air pada suatu lapisan akuifer. Akibat keretakan yang terjadi dan akibat tekanan air tersebut, lumpur tertekan ke luar permukaan tanah. Belum dapat diberikan penjelasan lebih jauh karena diperlukan suatu investigasi yang lebih mendalam. Dalam survey awal ini diambil 1 liter sample lumpur untuk dibawa ke laboratorium Teknik Lingkungan di ITB. Temuan awal berdasarkan hasil test laboratorium lingkungan dengan katalis organisme menunjukkan bahwa sampel lumpur yang diambil dari semburan lumpur Sukahening tidak toxic (tidak mengandung unsur-unsur yang berbahaya). Namun demikian, penelitian laboratorium lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk sampel dalam skala yang lebih besar berupa test toksisitas, uji TCLP, dan test uji kualitas air. Tergantung dari kondisi semburan lumpur selanjutnya (apakah akan membesar atau mengecil), maka jika masih diperlukan suatu investigasi geologi dan geoteknik lapangan mungkin diperlukan untuk merekomendasikan langkah-langkah mitigasi yang diperlukan untuk mengamankan masyarakat.

4. Setelah memperhatikan seluruh persoalan yang diamati terhadap berbagai jenis kerusakan

bangunan maupun masalah geologi, geoteknik, dan kegempaan yang ada, maka berikut disampaikan beberapa usulan yang menyangkut penanganan persoalan yang dijumpai saat ini dan keperluan rekonstruksi bangunan dan infrastruktur ke depan, yaitu :

Perlu dilakukannya survey rapid damage assessment lebih lanjut untuk menilai banyak bangunan bangunan yang mengalami keruskan untuk membangu pemeringah daearah dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi.

Untuk bangunan-bangunan engineered tertentu yang dipertimbangkan memerlukan evaluasi kerusakan, maka perlu investigasi secara menyeluruh dapat/tidaknya bangunan-bangunan yang mengalami kerusakan struktural untuk difungsikan kembali.

5.

Perlunya sosialisasi kepada warga tentang pembangunan rumah/gedung tahan gempa, selain penanganan rumah/bangunan miliknya pasca bencana agar tidak salah di dalam mengambil keputusan terhadap persoalan teknis yang ada. Apakah rumah/bangunan tersebut masih aman tetapi memerlukan perbaikan/rehabilitasi, atau sudah tidak aman lagi dan harus diruntuhkan.

6.

Disarankan untuk melakukan kajian ulang terhadap Standar Nasional Indonesia (SNI-03-1726 Tahun 2002) mengenai besarnya percepatan gempa di Jawa Barat pasca gempa 2 September 2009. Selain itu, perlu pula dikaji kriteria disain seismik bangunan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi Tasik berdasarkan karakteristik gerakan tanah baik akibat gempa subduksi, maupun pertimbangan terhadap gempa-gempa yang bersumber dari patahan dangkal di kawasan Jawa Barat, seperti misalnya patahan Lembang, patahan Cimandiri, patahan Baribis, dan sebagainya.

7.

Penataan ruang memerlukan peta-peta yang lebih rinci seperti Peta Microzonasi Gempa, Peta Jalur Patahan dan potensinya, Peta MMI, Peta Hazard Gempa dan Hazard lainnya yang sangat site-specific sehingga dapat dihasilkan suatu dasta yang lengkap yang terdiri dari:

 Struktur ruang  Pola ruang  Zonasi  Action plan

 Arahan untuk Zoning Regulation  Arahan untuk Building Codes

Selain dari rekomendasi untuk melakukan suatu kajian bahaya gempa yang lebih detail untuk mengembangkan peta-peta bahaya serta melakukan kajian resiko bencana gempa dalam upaya menyusun atau menyempurnakan Rencana Induk Pengurangan Risiko Bencana Gempa Jawa Barat, maka sebagai tindak lanjut dari survey awal dan kajian awal ini, perlu dilakukan suatu program jangka pendek, menengah dan panjang antara lain:

Program Jangka Pendek:

1. Survey/pengecekan lebih lanjut beberapa bangunan dan infrastruktur,

2. Surveyu lanjutan rapid damage assessment terhadap tempat ibadah, rumah sakit/puskesmas, rumah tinggal, bangunan sekolah, dan bangunan serta infrastruktur lainnya.

3. Rekomendasi Teknis untuk Rekonstruksi Rumah Tinggal dan infrastruktur:

 Peta preliminary microzonation seismic map (Dari segi geologi, geoteknik, seismik)  Sosialisasi Pedoman Pembangunan Rumah Tinggal Tahan Gempa

Program Jangka Menengah dan Panjang

1. Kaji ulang seismotektonik Jawa Barat dan seismic hazard mapping, serta pengembangan atau penyempurnaan peta zonasi dan mikrozonasi gempa.

2. Training bangunan tahan gempa dan peraturan bangunan kepada pihak-pihak terkait: Dinas Bangunan, Penyedia jasa konstruksi (konsultan, kontraktor, dan tukang-tukang local) 3. Kegiatan-kegiatan community based earthquake risk reduction

4. Investigasi detail kerusakan bangunan dan rekomendasi retrofitting bangunan-bangunan yang rusak.

REFERENSI

1) Indonesian Seismic Building Codes, SNI-1726, 2002, Department of Public Work.

2) Kertapati, E, K. (1999), “Probabilistic Estimates of the Seismic Ground Motion Hazard in Indonesia”, Proceeding of National Conference on Earthquake Engineering, Bandung. 3) Sengara, IW., Munaf, Y., Aswandi, and Susila, IG.M., (2000), “Seismic Hazard and Site

Response Analysis for City of Bandung-Indonesia”, Proceeding of Geotechnical Earthquake Engineering Conference, San Diego, March, 2001.

4) USGS, earthquake information.

5) SNI 03-1726-2002, (2002), “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Banguan Gedung”, Badan Standarisasi Nasional – Indonesia.

6) Youngs, R. R., Chiou, S. J., Silva, W. J., Humphrey, J. R., (1997), “Strong Ground Motion Attenuation Relationship for Subduction Zone Earthquake”, Bulletin of Seismological Society of America Vol. 68, No. 1.

Dalam dokumen LaporanAwal Recomndasi PMB ITB REV2 (Halaman 34-37)

Dokumen terkait