• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pembahasan

B.1. Munculnya Persaudaraan Berdasarkan Agama

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

A.1. Munculnya persaudaraan berdasarkan keagamaan

Dengan berlangsungnya pemurnian Kristen di Maluku, Gereja sangat berhasil melakukan Kristenisasi upacara-upacara pakta perjanjian pela, dalam kekerabatan yang hanya melibatkan desa-desa Kristen, dengan cara-cara yang jauh mengurangi kepentingan leluhur. Secara tidak langsung, menurunnya peran adat di desa-desa Kristen juga menghapuskan dasar umum interaksi dengan anggota pela dari kalangan Muslim yang mengarah pada semakin jauhnya jarak sosial antara Kristen dan Muslim. Keyakinan Kristen yang berkembang dalam kelompok Kristen dalam melihat kebenaran sebagai kebenaran tunggal dan itu identik dengan menjadi Kristen. Di luar Kristen, entah Islam dan atau agama lainnya, dipandang sebagai pihak yang tidak memiliki kebenaran. Gagasan persaudaraan antar Muslim-Kristen pun menjadi lemah. Konsep ummat Islam tentang ukhuwah Islamiyah lebih menyebar ke seluruh Muslim di Maluku.

Pemurnian agama telah merubah struktur masyarakat dari dominasi budaya menjadi dominasi keagamaan. Sehingga menimbulkan persaingan agama yang semakin mempertajam konflik sosial dalam kehidupan masyarakat Maluku,

yang memang secara sosiologis telah hidup dalam konsep Salam-Serani. Konsep Salam-Serani yang bernuansa kultural berubah esensinya menjadi

Konsep Islam-Kristen yang bernuansa kepada menguatnya persaudaraan berdasarkan kesamaan agama yang di anut dalam masyarakat Maluku. Dalam kondisi seperti ini maka masing-masing komunitas Islam dan Kristen akan memiliki persepsi bahwa kelompoknya sendiri yang paling benar dan mengembangkan sikap penuh prasangka terhadap kelompok lainnya. Pola interaksi sosial yang terjadi antar kelompok agama di maluku adalah perilaku yang kompetitif, semangat “ Kami “ mengalahkan “ Kita “.

A.2. Melemahnya Budaya pelagandong

Pelaksanaan pemurnian agama membuat kekuasaan agama diatas adat pela. Pela gandong yang selama ini menjadi modal social-kultural bagi kehidupan bersama (ikatan hidup orang basudara) semakin ditinggalkan dengan alasan bahwa pela gandong hanyalah persaudaraan budaya—tidak berlandaskan agama. perubahan generasi pemangku adat. Pemurnian agama ini membuat pelagandong kehilangan pengaruh dalam masyarakat. Pemimpin adat tidak lagi mempunyai pengaruh dalam masyarakat Maluku. Pantangandan yang ditabukan dalam ber Pela kini dilanggar begitu saja oleh para pemuda, ternyata tak ada sedikit pun akibat buruk yang menimpanya. Pela ternyata hanya dihayati oleh para tetua sedangkan para remaja menganggapnya sebagai pesta kampung biasa.

Pelagandong sebagai adat leluhur di nilai banyak tidak sesuai dengan ajaran- ajaran agama. Kalaupun pelagandong dilaksanakan dianggap bukan urusan agama melainkan urusan budaya yang bersifat kedunian saja. Dengan menghilangkan pemujaan leluhur, sudah tidak ada lagi jembatan yang

menghubungkan Kristen dengan Muslim. Para kepala adat kehilangan statusnya dengan begitu tidak ada upacara panas pela dalam masyarakat untuk merekatkan pelagandong, sehingga tidak ada lagi yang menjembati hubungan Islam dan Kristen di Maluku. Pela, gandong, yang selama ini menjadi modal kesatuan masyarakat Maluku semakin ditinggalkan dengan dalih pela, gandong, hanyalah persaudaraan budaya yang tidak berlandaskan Agama.

B. Saran

1. Perlunya menghidupkan kembali hubungan antara kelompok-kelompok umat beragama melalui organisasi-organisasi yang mampu mewadahi aktivitas dan interaksi antara kelompok umat beragama yang berbeda-beda di Maluku.

2. Memulihkan rasa kepercayaan antar umat beragama secara individual dengan cara menghilangkan segregasi-segregasi dalam kehidupan sosial antar agama yang berbeda di Maluku.

3. Pembinaan kehidupan keagamaan harus dibina untuk memiliki sikap keagamaan terhadap hubungan sosial dengan pengetahuan agama yang di miliki. Umat harus dibina untuk beragama secara baik dengan tidak mengabaikan aturan dalam beragama.

Andito . 1998 . Hubungan agama dan negara. Pustaka Hidayah, Bandung, 261 Halaman

Agus, Bustanuddin. 2006. Agama dalam kehidupan manusia : Jakarta Raja Grafindo Persada, :255 Halaman

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Citra : Jakarta.:190 Halaman

Ali, Muhammad. 1985 . Melepas Belenggu Fanatisme Golongan. Penerbit: Pustaka Sidogiri:212 Halaman

Ali, Muhammad.. 1992. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa Bandung: 248 Halaman

Edwin, Paskalis. 2000, Agama dan Kekerasan. Malang: Widyasasana: 235 Halaman.

Eickelmen, Frank Dale. 1998. Politik muslim : wacana kekuasaan dan hegomoni dalam masyarakat muslim.Tiara Wacana Yogya,: 260 Halaman

Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures, Basic Book, Inc, New York, :470 Halaman

Hassan, Riaz. 1985. Islam dari konservative sampai fundamentalis, Jakarta Pers: 315 halaman

Koentjoroningrat. 1983. Metode Penelitian Sejarah. PT Gramedia : Jakarta.: 238 Halaman

Nazzaruddin, Syamsuddin. 1993. Dinamika Sistem Politik Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 245 Halaman

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Univercity Pers : Yogyakarta.:376 Halaman

Pieris, John. 2004, Tragedi Maluku : Sebuah Krisis Peradaban. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.: 336 Halaman

Surjantoro, Bagus. 2005. kesaksian misionaris. Yogyakarta : halaman: 232. Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung. Jakarta : 211

Halaman

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito Bandung. 338 Halaman

Selamet, Margono. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta. :237 Halaman

Triyono, Lambang. 2004. Keluar dari kemelut Maluku. Pustaka Pelajar Yokyakarta : 369 Halaman

Wach, Joachim. 1992. Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta; CV. Rajawali. 147 Halaman.

Watloly. 2005. Maluku Baru : Bangkitnya Mesin Eksistensi Anak Negeri. Yogyakarta: Kanisius, :168 Halaman

Wakano, Abidin. 2008, Identitas Kultural Maluku Staf Pengajar IAIN Ambon: 218 Halaman

PETA MALUKU

Massa merah (simbol pasukan Gereja) bersiap menyerang dengan senjata Parang, tombak dan panah dalam kerusuhan sentimen agama yang fanatik.

Sumber: http://farsijanaindonesia

Rasa fanatisme yang menimbulkan emosional dan ikatan solidaritas untuk membantu saudaranya di maluku

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di- maluku.html

Rasa fanatisme agama yang berlebihan yang saling menghancurkan simbol-simbol keagamaan.

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di- maluku.html

Rasa fanatisme agama yang berlebihan yang saling menghancurkan simbol-simbol keagamaan dalam kerusuhan antar agama di Ambon 1999

Sumber: http://farsijana Indonesia untuk

Akibat konflik masyarakat tersegregasi dalam wilayah masing-masing agama. Jalan setapak mendaki gunung menjadi pilihan masyarakat Maluku demi menjaga keselamatan diri.

Sumber: http://farsijana Indonesia untuk

Penggunaan simbol-simbol keagamaan yang menunjukan rasa fanatisme yang kuat di Maluku

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di- maluku.html

Terbakar semangat fanatisme, kedua komunitas agama di Ambon saling serang dan melakukan pembakaran dalam konflik 1999

.

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di- maluku.html

Lampiran.

Hilangnya rasa persaudaraan, yang menimbulkan sikap siapa

“kita” dan siapa’mereka’ . pemuda dari masyarakat Kristen menjaga daerahnya dari serangan penduduk beragama Islam (muslim) dengan membawa senapan di Maluku, 21 November

2000.

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di- maluku.html

Desa Batu Merah di Ambon yang hancur dan terbakar dalam konflik Ambon 1999

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di- maluku.html

Polisi Berusuha menenangkan Kerusahan warga Muslim dan Kristen di Maluku tahun 1999

Dokumen terkait