• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PRIMORDIALISME TERHADAP KERUKUNAN MASYARAKAT DI MALUKU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PRIMORDIALISME TERHADAP KERUKUNAN MASYARAKAT DI MALUKU"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PRIMORDIALISME TERHADAP KERUKUNAN MASYARAKAT

DI MALUKU

Oleh:

M. Fani .Ruktandi 0853033028

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Sejarah

Jurusan Pendidikan IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

Persaingan dominasi keagamaan diantara kelompok Islam dan Kristen yang berlangsung di Maluku. Dengan berlansungnya pemurnian agama tahun 1970 mengakibatkan melemanya hubungan persaudaraan antar kedua agama tersebut. Berlangsungnya pemurnian ajaran Kristen yang memusnahkan adat leluhur semakin mendorong giatnya pelaksanaan misi Kristenisasi terhadap saudara pela Muslim. Hal ini meninbulkan kecurigaan dan semakin jauhnya jarak sosial antar persaudaraan pela. Kini persaudaraan menguat berdasarkanj kesamaan agama. Kondisi ini semakin memperburuk segregasi sosial yang sudah ada sebelumnya yang berpengaruh terhadap kerukunan masyarakat Maluku.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian C.1. Tujuan Penelitian ... 8

C.2. Kegunaan Penelitian ... 8

C.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 12

A.1. Konsep Primordialisme... 12

(7)

A.1. Letak Geografis Maluku. ... 37

B.1. Munculnya Persaudaraan Berdasarkan Agama ... 62

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah

yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku.

Interaksi-interaksi keagamaan pada masyarakat Maluku telah terjadi pada zaman

agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

beragam maupun zaman penyebaran agama-agama Islam dan Kristen yang

bersifat pendudukan wilayah, dan menunjukan kemajuan sampai tahap-tahap

dasar realitas kekerabatan antara agama Islam dan Kristen pada dasar- yang

menampilkan pola keberagamaan Salam-Sarane dalam bingkai hidup

beragama yang khas dari masyarakat Maluku.

Doktrin agama yang merupakan konsepsi tentang realitas harus berhadapan

dengan kenyataan atau perbedaan. Ketegangan antara doktrin teologis Islam

dan Kristen dengan realitas dan perkembangan sosial telah berlangsung lama.

Upaya untuk menjawab ketegangan teologis telah melahirkan gerakan

pemurnian dalam Islam dan Kristen.

Gerakan ini pada awalnya adalah upaya untuk membebaskan perilaku

(9)

Dalam hal ini pemurnian keagamaan berupaya untuk membersihkan ajaran

ajaran Islam dari segala sesuatu yang tidak memiliki sumber rujukan.

Gerakan pemurnian, menurut Fazlur Rahman lahir dari gerakan

pembaharuan di dunia Islam yang muncul pada abad ke 14. Diawali

kesadaran untuk melakukan transformasi secara mendasar untuk

mengatasi kejumudan dan kemunduran moral umat Islam” (Fazlur

Rahman. 1984 :109-112).

Kemunculan gerakan pemurnian agama di Maluku merupakan respon umat

Islam terhadap dua realitas, yaitu realitas budaya lokal yang kuat mengakar

dalam hidup keseharian dimasyarakat dan realitas masyarakat modern yang

terus berubah. Terhadap realitas pertama umat harus mengembangkan

pemahaman yang bebnar mengenai praktik keagamaan dan usaha yang

diarahkan pada pemurnian keyakinan dan ritual Islam dari pengaruh-pengaruh

yang menyimpang. Sedangkan terhadap realitas kedua pemahaman Islam harus

dikembangkan untuk menumbuhkan sebuah kepercayaan bahwa ajaran Islam

mengandung kemampuan beradaptasi dan berubah.

Di Maluku pada tahun 1970-an timbul semangat pembaharuan khususnya

terhadap gerakan pemurnian ajaran agama. Pemimpin agama Kristen dan Islam

berusaha untuk memurnikan agama untuk membebaskan perilaku keagamaan

yang bercampur dengan budaya dan berusaha untuk meninggalkan sistem

kekerabatan masyarakat tradisional, yang dianggap mengotori kemurniaan

(10)

Gerakan pemurnian ajaran Kristen di Maluku mengklaim bahwa

praktek-praktek adat adalah tidak sesuai dengan ajaran Kristen. Para pemimpin Kristen

lebih giat memberikan keyakinan kembali menyangkut ajaran-ajaran dalam

Kekristenan. Kekristenan diasosiasikan dengan budaya barat dan modern;

leluhur adalah momok masa lalu. Di dalam jemaat ditanamkan perasaan

bersalah yang hebat. MerekaMereka disebut bukan Kristen jika memuliakan

nenek moyang. Orang-orang Kristen yang lahir di kota telah kehilangan

sebagian besar adat dan selalu lebih menekankan kepercayaan Kristen mereka

(Bartels. 1978: 146).

Pemurnian kekristenan tidak dapat dilepaskan dari pewarisan historis dalam

sejarah awal dan berkembangnya gereja di Maluku khususnya sejarah

protestantisme. Dalam hal ini faktor yang turut berpengaruh terhadap

paradigma teologi gereja di Maluku, yakni paradigma misionaris dengan misi

pertama mentobatkan jiwa-jiwa, kedua mengajak orang non-Kristen masuk

Gereja, dan ketiga masuk agama Kristen.

Pemurnian juga terjadi di kalangan Muslim yang menekankan kemurnian Islam dengan meninggalkan kepercayaan adat tradisional. Dengan semakin lemahnya pengaruh para pemimpin Muslim Maluku yang lebih tua dan lebih tradisional,

mereka digantikan oleh pemimpin yang lebih muda, yang lebih terbuka dengan

kemurnian Islam dan ide-ide Islam yang lebih luas. Islam juga menjadi lebih

tertuju dengan kemodernan. Bagi kaum Muslim muda masa depan yang

mereka harapkan adalah Islam yang universal dari pada kepercayaan etnis

(11)

Para pemimpin Islam, lebih menekankan kepada kepada ukuwah islamiyah

Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan umat Islam, serta

berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Maluku. Sikap ke

Kristenan warisan teologi yang agresif yang melihat agama lain sebagai pihak

yang harus dikuasai dan diselamatkan bagi Kristus dengan meninggalkan

kepercayaan adat tradisional. Membersihkan ajaran ajaran Islam dari segala

sesuatu yang tidak memiliki sumber rujukan yang jelas dalam Islam.

salah satu faktor yang turut berpengaruh terhadap teologi gereja di Maluku,

yakni faktor kolonial. Dari faktor ini, tentunya harus diakui bahwa teologi

yang terdapat di Maluku sesungguhnya erat berkaitan dengan teologi yang

dibawa oleh para misionaris. Sikap ke Kristenan warisan teologi yang agresif

yang melihat agama lain sebagai pihak yang harus dikuasai dan diselamatkan

bagi Kristus. Dimana pola penyiaran agama yang diterapkan didasarkan pada

ajaran Marthen Luther, yaitu di mana ada Kristus, di situ ada gereja.

Gereja sangat berhasil melakukan Kristenisasi upacara-upacara pakta perjanjian pela, dalam kekerabatan yang hanya melibatkan desa-desa Kristen,

dengan cara-cara yang jauh mengurangi kepentingan leluhur. Secara tidak langsung, menurunnya peran adat di desa-desa Kristen juga menghapuskan

dasar umum interaksi dengan anggota pela dari kalangan Muslim yang mengarah pada semakin jauhnya jarak sosial antara Kristen dan Muslim

dalam kekerabatan antar kepercayaan. Gereja memusnahkan leluhur,

(12)

bersalah yang hebat. Mereka disebut bukan Kristen jika memuliakan nenek

moyang. Gereja juga AmembaptisA upacara-upacara adat (Bertle. 1978: 30).

Pemurnian juga terjadi di kalangan Muslim yang menekankan kemurnian Islam

dengan meninggalkan kepercayaan adat tradisional. Dengan semakin lemahnya pengaruh para pemimpin Muslim Maluku yang lebih tua dan lebih tradisional,

mereka digantikan oleh pemimpin yang lebih muda, yang lebih terbuka dengan

kemurnian Islam dan ide-ide Islam yang lebih luas. Islam juga menjadi lebih

tertuju dengan kemodernan. Bagi kaum Muslim muda masa depan yang

mereka harapkan adalah Islam yang universal dari pada kepercayaan etnis

(Bartels. 1978: 147).

Proses pemurnian melalui agama Kristen, dalam merubah sistem keyakinan

dan kepercayaan terhadap roh para leluhur yang berdasarkan kepercayaan

agama suku, yang kemudian di ubah dan diganti secara radikal dengan

dasar-dasar kepercayaan dan keyakinan yang kuat dalam agama Kristen. Religiusitas

dalam agama suku yang mengedepankan pensakralan terhadap roh-roh jahat

dan kuasa kegelapan, yang justru menjadi landasan yang kuat dalam sistem

kepercayaan primitif berpindah secara perlahan dan pasti ke religiusitas pada

agama-agama samawi.

Di Maluku pada tahun 1970 sampai akhir tahun 1979 secara signifikan terjadi

peningkatan jumlah pemeluk agama Kristen. Peningkatan ini menurut

disebabkan oleh usaha misi yang terus dilaksanakan oleh gereja. Para pendeta

Kristen selama ini memanfaatkan pela untuk menjerumuskan ummat Islam

(13)

konteks toleransi kekeluargaan. Timbulnya kecurigaan atas peningkatan

jumlah pemeluk agama Kristen maka pada tahun 1981 keluar Surat Keputusan

Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1979 yang berisi :

1. Menggunakan bujukan dengan atau tanpa pemberian barang, pakaian,

makanan, agar orang atau kelompok orang yang telah menganut agama

yang lain berpindah dan menganut agama yang disiarkan.

2. Menyebarkan famlet, majalah, bulletin, dan buku pada khalayak lain yang

beragama.

3. Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah yang telah memeluk agama

Keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri pada tahun 1979 yang mengatur pelaksanaan penyiaran agama.

Terbitnya SKB tersebut dapat dianggap sebagai sebuah respon terhadap

meningkatnya jumlah pemeluk agama Kristen dimana peningkatan itu dilihat

sebagai akibat dari gerakan misionaris Kristen yang didukung kekuatan dana

dari luar negeri. (Alwi Sihab,1998:177).

Bagi kalangan Kristen, kebijakan tersebut jelas‐jelas dianggap membatasi

misi Kristen dan memberi perlindungan terhadap Islam. Karena itu tak pelak

lagi, kalangan Kristen bereaksi keras terhadap aturan ini. Bagi kalangan Islam,

aturan itu merupakan suatu proteksi terhadap iman umat mereka. Kendati

mendapat reaksi keras kalangan Kristen, namun aturan ini tetap berlaku.

Berlangsungnya pemurnian agama di Maluku menimbulkan perubahan dalam

(14)

B.Analisis Masalah

B.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat

mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pengaruh Pemurnian Agama Terhadap Kerukunan Masyarakat di Maluku.

2. Pengaruh Lunturnya Adat Pelagandong Terhadap Kerukunan Masyarakat di

Maluku.

3. Pengaruh Menguatnya Identitas Kesukuan Terhadap Kerukunan Masyarakat

di Maluku.

B.2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah pada

nomor (1), yaitu : Pengaruh Pemurnian Agama Terhadap Kerukunan

Masyarakat di Maluku.

B.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi, dan pembatasan masalah di atas maka yang menjadi

rumusan masalah pada penelitian ini adalah, Bagaimanakah Pengaruh

Pemurnian Agama Terhadap Kerukunan Masyarakat di Maluku ?

C. Tujuaan dan Kegunaan Penelitian. C. 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Bagaimanakah Pengaruh

(15)

C. 2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka kegunaan penelitian

ini adalah:

1. Dapat memberikan pengetahuan serta wawasan khususnya dalam bidang

kesejarahan yakni mengenai Pengaruh Pemurnian Agama Terhadap

Kerukunan Masyarakat di Maluku

2. Sebagai bahan tambahan substansi materi tentang Sejarah Maluku.

3. Dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan Ilmu Sosial pada

umumnya dan Ilmu Sejarah pada khususnya tentang Pemurnian Agama di

Maluku

C.3. Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat masalah di atas cukup umum dalam penelitian untuk menghindari

kesalah pahaman, maka dalam hal ini peneliti memberikan kejelasan tentang

sasaran dan tujuan penelitian mencakup :

a. Objek penelitian

Objek penelitian adalah sifat keadaan dari sesuatu benda, orang, atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Sifat keadaan dimaksud

bisa berupa sifat, kuantitas, dan kualitas (benda, orang, dan lembaga), bisa

berupa perilaku, kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikap pro-kontra

atau simpati-antipati, keadaan batin, disebut (orang), bisa pula berupa proses

disebut lembaga. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup objek

(16)

b. Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya (“attribut”-nya) akan diteliti. Dengan kata

lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau

terkandung objek penelitian. Maka dalam penelitian ini yang menjadi subjek

penelitian adalah Primordialisme agama di Maluku.

c. Wilayah / Tempat Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di perpustakaan umum dan perpustakaan

daerah. Wilayah tempat penelitian ini adalah Perpustakaan Unila dan

Perpustakaan Daerah Lampung.

d. Waktu Penelitian

Waktu adalah besaran yang menunjukkan lamanya suatu peristiwa

berlangsung. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah tahun 2013.

e. Bidang Ilmu

Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan,

dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam

alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang

pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya,

dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. dalam penelitian ini,

peneliti mengambil bidang ilmu sejarah. Karena disesuaikan dengan bidang

(17)

REFERENSI

Bartels, 1989. Moluccans in Exile. A Struggle for Ethnic Survival. Leiden: University of Leiden. Center for the Study of Social Conflict. Halaman: 31-46

Riaz Hassan 1985, Islam dari konservative sampai fundamentalis, Jakarta Pers halaman: 108

Fazlur Rahman, 1984,Gerakan Pembaharuan Islam, 109-112)

Bartels, 1978, Religious Syncretism, Semantic Depletion and Secondary

Interpretation in Ambonese Islam and Christianity in the Moluccas.

Halaman: 146

Bartels, 1978, Ibid Halaman 147

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Primordialisme

Primordialisme berasal dari kata primus yang artinya pertama dan ordiri yang

artinya ikatan. Sedangkan isme adalah suatu faham.

Primordialisme dapat terjadi karena:

1. Adanya sesuatu yang dianggap istimewa dalam suatu kelompok, seperti Agama, budaya, dan suku.

2. Adanya sesuatu sikap untuk mempertahankan keutuhan suatu kelompok dari ancaman luar.

3. Adanya nilai yang berkaitan dengan sistem keyakinan, seperti nilai-nilai agama. (wikipedia. Primordialisme. 67 halaman )

Menurut Riaz Hassan, pemurnian agama bila dikaitkan dengan modernisasi

dapat dimaknai dalam dua pengertian, umum dan khusus. Dalam arti umum

pemurnian agama pada dasarnya berlawanan dengan sinkretisme ini adalah

pembebasan unsur-unsur agama yang berasal dari tradisi agama lain selain

tradisi agamanya sendiri. Pemurnian berarti pembedaan tradisi-tradisi

beragama pada tingkat personal, sehingga gaya hidup keagamaan seseorang

mencerminkan satu tradisi tunggal. Menjadi modern berarti memahami secara

mendalam tentang struktur agamanya sendiri dan menjauhkan dari tradisi

agama lain. Dalam arti khusus, pemurnian berarti pembersihan ajaran agama

(19)

mempraktekan ajaran agama dengan pandangan-pandangan ilmiah dan rasional

tanpa di sertai dengan ajaran-ajaran megis.(Riaz Hassan 1985, 108)

Kemunculan gerakan pemurnian tersebut merupakan respon terhadap dua

realitas, yaitu realitas budaya lokal yang kuat mengakar dalam hidup

masyarakat dan realitas masyarakat modern yang terus berubah. Agama harus

mengembangkan pemahaman yang benar menenai praktek keagamaan dan

usaha yang diarahkan pada pemurnian keyakinan dan ritual agama samawi dari

pengaruh-pengaruh yang menyimpang.

Untuk memahami pandangan umat Islam di Maluku menyangkut hubungan

antar agama yang muncul sebagai reaksi terhadap pencampuran adat/budaya

dan Islam. Dalam hal ini Muhammadiyah berupaya untuk membersihkan

ajaranajaran Islam dari segala sesuatu yang tidak memiliki sumber rujukan

yang jelas dalam Al-Quran dan Hadits. Dengan sikap yang demikian maka

gerakan ini berupaya melakukan pemurnian ajaran dengan menggantungkan

sepenuhnya ajaran Islam tersebut pada dua sumber hukum tadi (Alwi

Sihab,1998:125 – 155; Deliar Noer,1994)

Pemurnian agama di Maluku pada umumnya berhadapan dengan tradisi atau

adat istiadat khususnya yang dilakukan oleh kalangan Islam tradisional atau

lokal yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Kecenderungan

pemurnian ajaran Islam sebenarnya tidaklah tunggal tetapi terentang dari yang

keras atau radikal hingga lunak atau moderat. Sebagai contoh, lahirnya gerakan

modernisme/reformisme Islam awal abad ke-20 yang sering disebut pula

(20)

ditunjukkan oleh Muhammadiyah menurut Deliar Noer untuk mengajak

“Kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah” dalam bentuk gerakan pembaruan

Islam atau Islam modern.

Menurut Bartels berlangsungnya gerakan pemurnian ajaran Kristen di Maluku

pada tahun 1970 Gereja mengklaim bahwa praktek-praktek adat adalah tidak

sesuai dengan ajaran Kristen. memberikan keyakinan kembali yang lebih

kokoh menyangkut ajaran-ajaran dalam Kekristenan. Dalam hal ini agama

harus dibersihkan dari unsur – unsur budaya yang dianggap mengotori

kemurniaan agama dan keyakinan. lembaga-lembaga keagamaan Islam dan

Kristen lebih berupaya untuk mencapai standar yang dapat diterima secara

universal dan meninggalkan sistem kekerabatan masyarakat tradisional Maluku

(Bartels. 1978: 146).

Ikatan primordialisme keagamaan menjadi salah satu alasan penting dari

masyarakat dalam menyikapi terhadap gerakan pemurnian agama untuk

kembali kedalam ajaran agama yang murni. Ikatan emosional tersebut telah

melahirkan gerakan-gerakan pemurnian dalam Islam dan Kristen dalam upaya

untuk membebaskan perilaku keagamaan yang bercampur dengan budaya atau

tradisi keagamaan yang lain. Hal tersebut terlihat pada komunitas masyarakat

di Maluku dalam kalangan Islam dan Kristen dengan menperkuat

simbol-simbol keagamaan seperti mesjid dan gereja sebagai pusat dakwah /missi. Pola

(21)

1. Konsep Agama

Kata agama dalam bahasa Indonesia sama dengan “diin” (dari bahasaArab)

dalam bahasa Eropa disebut “religi”, religion (bahasa Inggris), lareligion

(bahasa Perancis), the religie (bahasa Belanda), die religion, (bahasaJerman). Kata “diin” dalam bahasa Semit berarti undang-undang (hukum),sedang kata

diin dalam bahasa Arab berarti menguasi, menundukkan, patuh,hutang,

balasan, kebiasaan. Meskipun terdapat perbedaan makna secara etimologi

antara diin danagama, namun umumnya kata diin sebagai istilah teknis

diterjemahkan dalampengertian yang sama dengan “agama” ( Abdul Aziz

Dahlan. 1997: 63).

Kata agama selain disebut dengan kata diin dapat juga disebut syara,

syari’at/millah. Terkadang syara itu dinamakan juga addiin/millah. Karena

hukum itu wajib dipatuhi, maka disebut addin dan karena hukum itu dicatat

serta dibukukan, dinamakan millah. Kemudian karena hukum itu wajib dijalankan, maka dinamakan syara (Taib Thahir Abdul Mu’in. 1992: 121).

Adapun masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal agama itu,

tegasnya masalah mengapakah manusia percaya kepada suatu kekuatan yang

dianggap lebih tinggi daripadanya, dan masalah mengapakah manusia

melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna untuk mencari

hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi obyek perhatian para

(22)

Menurut Harun Nasution intisari yang terkandung dalam istilah agama ialah

ikatan. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan

dipatuhi manusia. Ikatan tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap

kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang

lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan

pancaindra (Harun Nasution. 1979: 11 ).

Secara umum pengertian agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada

Tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia dengan selalu mengadakan

interaksi dengan-Nya. Pokok yang ada dalamnya adalaheksistensi Tuhan,

manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan sesama.

2. Konsep Fanatisme

Fanatik adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut suatu keyakinan

atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau yang negatip,

pandangan mana tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi

dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah.

Fanatisme dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok yang

dapat menimbulkan perilaku agresi. Individu yang fanatik akan cenderung

kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang

terkontrol dan tidak rasional. yang menjelek-jelekkan agama lain dan umatnya,

menghasut, membakar emosi umat untuk membenci bahkan menyerang umat

(23)

Fanatisme adalah kesombongan emosional yang terlalu kuat sehingga

meningkat menjadi keterikatan berlebihan terhadap dogma, individu, ataupun

kelompok. Fanatik itu sendiri awalnya berarti antusis keagamaan seseorang

yang menjadi termiliki. Fanatisme kemudian secara luas diartikan sebagai

pandangan bahwa hanya ada satu nilai kebenaran segala sesuatu dan semua

orang harus mengabdi kepada nilai yang satu itu (Andito . 1998, 29).

Berdasarkan konsep diatas bahwa fanatisme suatu keyakinan yang positif atau

yang negatip, yang tidak memiliki pijakan kenyataan, tetapi dianut secara

mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Nilai yang berkembang,

serta hidup dalam masyarakat yang mempengaruhi munculnya kelompok

sendiri yang memiliki jiwa untuk memandang anggotanya sendiri dan

memandang orang luar kelompok sebagai musuh bersama yang mengancam.

3. Konsep Masyarakat Maluku

Perekat sosial yang mengikat hubungan antara anak negeri serani dan anak

negeri salam yang paling menonjol adalah nilai – nilai adat budaya pela atau

gandong. Sebagai nilai dasar yang menjadi jati diri yakni nilai budaya yang di

miliki sejak leluhur. Pela sebagai suatu simbol persatuan dan kesatuan

masyarakat Maluku, secara berkala selalu dipupuk melalui kegiatan ritual

maupun serimonial antara warga masyarakat yang berpela itu. Upacara

tersebut lazim dikenal dengan sebutan “Panas Pela”.Panas pela merupakan

upacara yang bertujuan untuk mengingatkan dan menyadarkan masyarakat

akan hubungan persaudaraan di antara mereka, dan juga mereka diingatkan

(24)

telah dibentuk, dibina dan diletakkan dasar-dasarnya oleh para leluhur.

Hubungan pela merupakan hubungan yang sakral, dasar-dasar sakralisasi dari

pela diletakan oleh leluhur ketika dilakukan upacara “Sumpah Pela” pada saat

dibentuknya ikatan pela antara dua negeriatau lebih.

Pela sebagai sebuah tradisi Orang-orang Maluku sangat percaya kepada tiga

kekuatan, yakni gunung, tanah, tete nene moyang.Gunung mewakili unsur

langit (lakilaki), tanah mewakili unsur bumi (perempuan) dan tete nene

moyang mewakili roh leluhur. Perlindungan kepada manusia dapat terlaksana

dengan menjaga hubungan baik dan teratur dengan leluhur, termasuk

melaksanakan kebijakan-kebijakan adat yang diturunkan leh leluhur.

Hubungan tersebut dimaksudkan untuk menjaga keselarasan, keseimbangan

dan harmoni dalam kehidupan pribadi, sosial dan negeri.

Hubungan atau komunikasi dengan leluhur biasanya dilakukan di

tempat-tempat seperti di ruma tua, di batu pamali, tempat-tempat keramat, di baileu, di negeri

lama. Tempat tempat ini dianggap kudus atau suci, karenanya harus dipelihara

dan dijaga. Bila tidak dipelihara leluhur akan marah dan berakibat

keturunannya diganggu oleh leluhur. Dalam ruma tau terdapat orang-orang

(Maueng) yang mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan leluhur.

Kepercayaan ini akhirnya menjadi dasar persatuan dan identitas masyarakat

AmbonMuslim-Kristen, yang berkembang menjadi semacam agama etnis yang

dirayakan sebagai keunikan masyarakat Ambon, sementara pada saat yang

(25)

khusuk dalam kepercayaan masing-masing. Intisari agama masyarakat Maluku

ini, yang disebut sebagai Agama Nunusaku (Bartels1977: 316).

Konsekuensi logis dari pengangkatan pela tersebut, melahirkan beberapa

aturan berupa larangan dan anjuran yang harus diingat, dipatuhi dan tidak

boleh dilanggar oleh kedua negeri yang berpela. Larangan dan anjuran itu

meliputi beberapa hal antara lain :

a. Sesama pela dilarang untuk tidak saling melontarkan kata-kata tajam, berupa makian atau sejenisnya yang sifatnya menimbulkan perasaan tidak enak bagi pela yang lain.

b. Dilarang untuk tidak saling berkelahi, membunuh dan mengawini antar sesama pela.

c. Dianjurkan untuk sesama pela tetap saling melayani dalam waktu susah ataupun senang, tidak boleh saling menyembunyikan apa saja yangsifa tnya dimakan dari sesama pela.

Pelanggaran terhadap ketentuan ketentuan tersebut akan mendapat kutukan

dari Tuhan dan dari para leluhur yang menjurus pada penderitaan dan

kematian. Larangan dan anjuran yang sudah disepakati bersama, sifatnya

mengikat dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun ( Bartels, 1978, 31).

Dari pendapat diatas bahwa konsep masyarakat Maluku telah mempunyai nilai

budaya sendiri yang dikenal pela-gandong yang merupakan sebuah totalitas

kesatuan hidup masyarakat di Maluku. Budaya lokal adalah nilai-nilai yang

berlaku dalam suatu masyarakat, nilai-nilai tersebut di yakini kebenarannya

(26)

A. Kerangka Pikir

Pemurnian agama di Maluku pada umumnya berhadapan dengan tradisi atau

adat istiadat tradisional atau lokal yang dianggap bertentangan dengan ajaran

agama, proses pemurnian sistem kepercayaan tradisional masyarakat Maluku

ke dalam cara-cara yang dapat diterima secara Kristen dan Islam. Gerakan

pemurnian ajaran Kristen di Maluku pada tahun 1970 Gereja mengklaim

bahwa praktek-praktek adat adalah tidak sesuai dengan ajaran Kristen.

Dengan menghilangkan adat leluhur, menakibatkan tidak ada lagi jembatan

yang menghubungkan Kristen dengan Muslim. Sehingga ikatan persaudaraan

antara Islam dan Kristen berubah dari persaudaraan adat budaya menjadi

persaudaraan seagama. Dengan berlangsungnya pemurnian ajaran Kristen

semakin mendorong kuatnya penyiaran misi Kristen. Gereja semakin leluasa

melaksanakan misi Kristenisasi dengan membaptis upacara-upacara adat, dan mengharuskan mereka melakukan adat pela dengan doa-doa Kristen.

Berdasarkan kerangka pikir diatas pemurnian ajaran agama di Maluku

menyebabkan timbulnya perubahan pola hubungan antar kedua agama Islam

dan Kristen sehingga menimbulkan semakin jauhnya jarak sosial. Pengaruh

yang timbul antara lain menguatnya persaudaraan yang didasari oleh kesamaan

(27)

C. Paradigma

Primordialisme Agama

Pemurnian Agama di Maluku

Lunturnya Adat Pelagandong

Timbul Persaudaraan Seagama.

Keterangan

= Garis Langsung

(28)

REFERENSI

Clifford Geertz. 1981. The Interpretation of Cultures, Basic Book, Inc, New York, Halaman : 46

Issacs, Harold R. 1993. Pemujaan Terhadap Kelompok Etnik Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Halaman: 48

Abdurrahman Wahid. 1998. Perjuangan gerakan pemurnian agama Halaman: 36

Abidin Wakano. 2008, Identitas Kultural Maluku Staf Pengajar IAIN Ambon. Halaman : 5

Bartels. 1977. Religious Syncretism, Semantic Depletion and Secondary

Interpretation in Ambonese Islam and Christianity in the Moluccas.

Halaman:330

Romdhon, et. al, Agama-agama di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga , Press,1988, Halaman: 18-19.

Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Jakarta: Wijaya, 1992, Halaman:112.

Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru VanHoeve, 1997, Halaman: 63.

Joachim Wach 1992. Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta; Rajawali. Halaman : 9

Bustanuddin Agus, 2006. Agama dalam kehidupan manusia : Jakarta Raja Grafindo Persada, Halaman : 33

Mohammad Ali. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung 1985 Halaman :155

Frank L. Cooley, 1987.Mimbar dan Takhta, Jakarta: PSH, , Halaman :183.

(29)

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

A.1 Metode yang digunakan

Sebelum membuat suatu penulisan penelitian hendaknya sebagai peneliti

menentukan metode penelitian apakah yang akan dipakai dalam suatu

penulisan penelitian tersebut. Metode penelitian juga menentukan bagaimana

susunan cara atau urutan peneliti dalam meneliti suatu masalah. Menurut

peneliti sendiri Metode adalah suatu bentuk urutan atau cara yang

dipergunakan peneliti dalam memecahkan suatu masalah dengan menguji

secara benar dan berurutan.

Di dalam penelitian, metode merupakan faktor penting untuk memecahkan

masalah yang turut menentukan keberhasilan suatu penelitian. Metode adalah

cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk

menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta alat tertentu

(Winarno Surakhmad. 1982: 121).

Sedangkan menurut Husin Sayuti (1989, 32) menegaskan bahwa “metode

merupakan cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu

yang bersangkutan.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode adalah

(30)

Setelah menentukan metode yang tepat selanjutnya peneliti membuat

keputusan untuk menggunakan metode historis yang sesuai dengan masalah

yang akan di kaji oleh peneliti. Dalam menggunakan metode historis peneliti

mencari sumber-sumber, bukti-bukti yang telah dapat dipercaya kebenaran

ceritanya. Dalam proses metode historis ini peneliti mendapat sumber-sumber

serta bukti-bukti yang relevan yang di dapat melalui pencarian, penulisan,

perangkuman suatu cerita peristiwa yang peneliti peroleh dari Perpustakaan

Umum, Perpustakaan Universitas Lampung, dan Perpustakaan Daerah

Lampung (PUSDA). Demi memperoleh pemecahan terhadap masalah yang

akan peneliti teliti.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

metode historis, karena penelitian ini mengambil obyek dari

peristiwa-peristiwa pada masa lampau. Metode ialah suatu cara yang digunakan peneliti

untuk menyelesaikan suatu permasalahan didalam suatu penelitian. Metode

penelitian adalah suatu cara dan jalan untuk memperoleh pemecahan terhadap

sesuatu untuk memperoleh pemecahan terhadap suatu permasalahan.

Hadari Nawawi berpendapat bahwa: Metode historis adalah prosedur

pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau

peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang

berlangsung pada masa lalu, terlepas dari keadaan masa sekarang maupun

untuk memahami kejadian atau keadaan masa sekarang dalam hubungannya

(31)

dipergunakan untuk meramalkan kejadian atau keadaan masa yang akan datang

(Hadari Nawawi. 1993: 78-79).

Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa : Metode historis adalah proses

menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari masa lalu (Louis

Gottschalk. 1986: 32).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, metode historis adalah suatu cara

atau jalan penelitian yang menggunakan proses pengunpulan data,

penganalisaan data dari suatu peristiwa-peristiwa, yang perlu pemahaman yang

harus diinterprestasikan secara kritis agar bisa dijadikan bahan dalam penulisan

sejarah serta bisa merekonstruksi suatu fakta dan menarik kesimpulan dengan

benar. Dengan melalui kegiatan seperti :

1. Heuristik,

Adalah proses mencari untuk menemukan sumber sejarah. Dalam hal ini

peneliti mencari,mengkaji, serta menguji kebenaran suatu cerita atau peristiwa

yang kebenaran itu dapat di uji sesuai dengan masalah yang akan peneliti uji,

dalam pencarian sumber sejarah peneliti banyak mendapat sumber yang

relevan yang peneliti dapat dalam Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA)

Perpustakaan Universitas Lampung, dan Perpustakaan Umum lain nya. Yang

sumber atau bukti kebenaran masalah itu dapat diuji kebenaran nya oleh

peneliti.

(32)

Adalah penyelidikan atas jejak-jejak sejarah yang asli, baik isi maupun

bentuknya. Dalam suatu peristiwa tentunya kita terlebih dahulu memahami,

mengerti, serta tahu kebenaran suatu peristiwa sejarah itu tentunya, bukan

hanya mendengar dan langsung percaya akan suatu peristiwa sejarah tersebut.

Melalui media surat kabar, perpustakaan, maupun berita yang pada intinya

peneliti berusaha memberikan suatu bentuk penulisan yang asli baik isi,

maupun bentuknya yang nantinya peneliti dapat menuliskan bentuk hasil

laporan penelitian yang dapat dipercaya kebenarannya.

3. Interpretasi

Yaitu menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang

diperoleh. Dalam hal ini peneliti membedakan,menguji suatu kebenaran

masalah dimana dalam pencarian suatu sumber sejarah, sebelum peneliti

menulis mengenai masalah yang akan diteliti terlebih dahulu peneliti menguji

mana yang benar-benar terjadi dan mana yang hanya fakta belaka.

4. Historiografi

Yaitu kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian. Setelah semua

sumber-sumber terkumpul, peneliti memahami, mengerti, dan menguji suatu

bentuk masalah tersebut peneliti membuat suatu laporan hasil penelitian yang

sesuai dengan kebenaran yang peneliti dapat dalam perjalanan penelitian yang

peneliti telah disesuaikan dengan standar bentuk laporan hasil penelitian yang

(33)

Berdasarkan langkah-langkah penelitian historis diatas, maka peneliti dapat

melakukan langkah-langkah kegiatan penelitian yang akan dilakukan peneliti

adalah :

1) Heuristik yaitu peneliti berusaha dan mencoba mencari mengumpulkan

data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan penelitian yang sedang

dilakukan.

2) Kegiatan heuristik akan dilakukan dan difokuskan pada literatur-literatur

yang berhubungan dengan pengaruh sentimen primordialisme keagamaan

terhadap masyarakat maluku.

3) Kritik yaitu setelah data didapat dan terkumpul maka peneliti akan

menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah itu asli atau palsu dan apakah dapat

digunakan atau sesuai dengan proses penelitian. Proses ini dilakukan

peneliti dengan memilah-milah dan menyesuaikan data yang peneliti

dapatkan dari heuristik dengan tema yang akan peneliti kaji, dan arsip atau

data yang diperoleh peneliti dalam penulisan telah diketahui keasliannya.

4) Interpretasi yaitu peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang

telah didapatkannya dan selanjutnya berusaha untuk melakukan analisis data

atau peneliti mulai melakukan pembentukan konsep dan generalisasi

sejarah.

5) Historiografi yaitu langkah terakhir yang dilakukan peneliti adalh kegiatan

penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian, dalam hal ini peneliti

membuat laporan hasil penelitian berupa penulisan skripsi,dari apa yang di

(34)

disusun dan ditulis berdasarkan metode penulisan karya ilmiah yang berlaku

di Universitas Lampung.

A.2. Variabel Penelitian

Dalam tahap penelitian terdapat variabel penelitian, variabel penelitian adalah

suatu bentuk konsep yang sangat bervariasi yang dapat dikelompokkan dalam

dua kelompok atau lebih. Dalam mencari dan mendapat konsep variabel

penelitian ini peneliti mendapatkan sumber yang relevan dari Perpustakaan

Daerah Lampung (PUSDA) dan Perpustakaan Universitas Lampung. “Menurut

pendapat S.Margono, Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai,

variabel juga dapat diartikan sebagai pengelompokkan yang logis dari dua atau

lebih atribut” (S. Margono. 1996 : 133).

Sedangkan menurut Pendapat Muhammad Ali, Variabel menunjukkan pada

gejala, karakteristik, atau yang kemunculannya berbeda-beda pada setiap

subyek (Muhammad Ali, 1992; 26). Menurut pendapat Suharsimi Arikunto,

“Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi inti perhatian suatu

penelitian” (Arikunto. 2002: 96).

Dari pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang

dimaksud variabel penelitian adalah suatu objek yang mempunyai nilai dan arti

yang menjadi pusat perhatian dalam sebuah penulisan penelitian. Dalam

penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel tunggal dengan fokus

penelitian tentang pengaruh fanatisme agama Islam – Kristen terhadap

(35)

A.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam tehnik pengumpulan data peneliti menggunakan tehnik kepustakaan dan

dokumentasi yang sesuai dengan cara yang benar yang telah diajarkan pada

saat perkuliahan pada Fakultas Pendidikan Sejarah, mendapatkan sumber

bahan yang mendukung dalam pemecahan masalah yang akan peneliti uji.

Sumber kepustakaan diperoleh dari Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA)

Perpustakaan Universitas Lampung, dan Perpustakaan Umum lain nya yang

mendukung peneliti mengumpulkan sumber pengumpulan data. Dalam tehnik

dokumentasi peneliti berusaha mengambil serta mengabadikan gambar-gambar

atau segala macam bentuk kejadian peristiwa yang sesuai dengan masalah yang

peneliti akan cari dengan mendokumentasikannya sebagai bukti yang dapat

dipercayai kebenarannya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu teknik

kepustakaan dan dokumentasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang

diinginkan lebih akurat. Teknik pendukung dalam pengumpulan data yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah :

A.3.1. Teknik Kepustakaan

Teknik kepustakaan adalah suatu cara mencari, membaca, memahami, dan

mengerti suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan buku-buku serta

bukti-bukti yang diperoleh melalui perjalanan pencarian pada Perpustakaan

Universitas Lampung, Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA), serta

(36)

Menurut pendapat Nawawi teknik studi kepustakaan dilaksanakan dengan

cara mendapatkan sumber-sumber data yang diperoleh dari perpustakaan

yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti (Nawawi. 1993: 133).

Menurut Koentjaraningrat, teknik kepustakaan merupakan cara

pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi

yang terdapat di perpustakaan, misalnya dalam bentuk koran, naskah,

catatan, kisah sejarah dokumen-dokumen dan sebagainya yang relevan

dengan penelitian (Koentjoroningrat. 1883: 133).

Dengan demikian dalam melakukan teknik pengumpulan data yang

dilakukan peneliti ini dilakukan dengan membaca-baca serta mempelajari

buku dengan tujuan memperoleh teori-teori ataupun argument yang

dikemukakan oleh para ahli terkait dengan masalah yang diteliti.

A.3.2. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah segala macam usaha peneliti dalam upaya

mengambil serta mengabadikan gambar-gambar atau segala macam bentuk

kejadian peristiwa yang sesuai dengan masalah yang peneliti akan cari

dengan mendokumentasikannya sebagai bukti yang dapat dipercayai

kebenarannya.

Menurut Nawawi, Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data

(37)

buku-buku, teori, dalil-dalil atau hukum-hukum dan lain-lain, yang berhubungan

dengan masalah yang akan di teliti(Nawawi. 1993: 134).

Berdasarkan pendapat diatas peneliti akan melakukan penelitian dengan

teknik dokumentasi, peneliti akan berusaha mencari dan mengumpulan

buku-buku, surat kabar,artikel, film, arsip bersejarah tentang

primordialisme keagamaan masyarakat maluku.

A.4. Teknik Analisis Data

Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data kualitatif dengan demikian

teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis

data kualitatif yaitu data yang berupa fenomena- fenomena yang terjadi yang

dikumpulkan dalam bentuk laporan dan karangan para sejarahawan sehingga

memerlukan pemikiran dalam menyelesaikan masalah penelitian.

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh di lapangan kemudian dituangkan dalam bentuk laporan,

selanjutnya adalah proses mengubah rekaman data kedalam pola, kategori dan

disusun secara sistematis. Proses pemilihan, pemusatan perhatian,

pengabstrakan dan transpormasi data dari lapangan. Proses ini berlangsung

selama penelitian berlangsung. Fungsi dari reduksi data ini adalah untuk

menajamkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir

sehingga interpretasi bisa ditarik. Data yang direduksi akan memberikan

gambaran mengenai hasil pengamatan yang mempermudah peneliti dalam

(38)

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah penampilan sekumpulan data yang memberi

kemungkinan untuk menarik kesimpulan dari pengambilan tindakan. Bentuk

penyajiannya antara lain dengan cara memasukkan data ke dalam sejumlah

matrik, grafik, dan bagan yang diinginkan atau bisa juga hanya dalam bentuk

naratif saja.

3. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi

Setelah data direduksi, dimasukan ke dalam bentuk bagan, matrik, dan grafik,

maka tindak lanjut peneliti adalah mencari konfigurasi yang mungkin

menjelaskan alur sebab akibat dan sebagainya. Setelah data direduksi,

dimasukan ke dalam bentuk bagan, matrik, dan grafik, maka tindak lanjut

peneliti adalah mencari konfigurasi yang mungkin menjelaskan alur sebab

akibat dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama penelitian

berlangsung.

Langkah–langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil kesimpulan

adalah :

1. Mencari data-data yang relevan dengan penelitian .

2. Menyusun data-data dan menyeleksi data - data yang diperoleh dari

sumber yang didapat di lapangan.

3. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan

(39)

REFERENSI

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito :Bandung. Halaman 121

Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung. Jakarta.Halaman 32

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Univercity Pers : Yogyakarta. Halaman 78-79

Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah : Pengantar Metode Sejarah. Yayasan Penerbit UI : Jakarta. Halaman 32

Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta. Halaman 133

Ali, Muhammad. 1992 . Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa : Bandung. Halaman 26

Koentjoroningrat . 1983. Metode-Metode Penelitian Sejarah. PT Gramedia : Jakarta. Halaman 133

(40)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

A.1. Munculnya persaudaraan berdasarkan keagamaan

Dengan berlangsungnya pemurnian Kristen di Maluku, Gereja sangat berhasil

melakukan Kristenisasi upacara-upacara pakta perjanjian pela, dalam

kekerabatan yang hanya melibatkan desa-desa Kristen, dengan cara-cara yang

jauh mengurangi kepentingan leluhur. Secara tidak langsung, menurunnya

peran adat di desa-desa Kristen juga menghapuskan dasar umum interaksi

dengan anggota pela dari kalangan Muslim yang mengarah pada semakin jauhnya jarak sosial antara Kristen dan Muslim. Keyakinan Kristen yang

berkembang dalam kelompok Kristen dalam melihat kebenaran sebagai

kebenaran tunggal dan itu identik dengan menjadi Kristen. Di luar Kristen,

entah Islam dan atau agama lainnya, dipandang sebagai pihak yang tidak

memiliki kebenaran. Gagasan persaudaraan antar Muslim-Kristen pun menjadi

lemah. Konsep ummat Islam tentang ukhuwah Islamiyah lebih menyebar ke

seluruh Muslim di Maluku.

Pemurnian agama telah merubah struktur masyarakat dari dominasi budaya

menjadi dominasi keagamaan. Sehingga menimbulkan persaingan agama yang

semakin mempertajam konflik sosial dalam kehidupan masyarakat Maluku,

yang memang secara sosiologis telah hidup dalam konsep Salam-Serani.

(41)

Konsep Islam-Kristen yang bernuansa kepada menguatnya persaudaraan

berdasarkan kesamaan agama yang di anut dalam masyarakat Maluku. Dalam

kondisi seperti ini maka masing-masing komunitas Islam dan Kristen akan

memiliki persepsi bahwa kelompoknya sendiri yang paling benar dan

mengembangkan sikap penuh prasangka terhadap kelompok lainnya. Pola

interaksi sosial yang terjadi antar kelompok agama di maluku adalah perilaku

yang kompetitif, semangat “ Kami “ mengalahkan “ Kita “.

A.2. Melemahnya Budaya pelagandong

Pelaksanaan pemurnian agama membuat kekuasaan agama diatas adat pela.

Pela gandong yang selama ini menjadi modal social-kultural bagi kehidupan

bersama (ikatan hidup orang basudara) semakin ditinggalkan dengan alasan

bahwa pela gandong hanyalah persaudaraan budaya—tidak berlandaskan

agama. perubahan generasi pemangku adat. Pemurnian agama ini membuat pelagandong kehilangan pengaruh dalam masyarakat. Pemimpin adat tidak lagi

mempunyai pengaruh dalam masyarakat Maluku. Pantangandan yang

ditabukan dalam ber Pela kini dilanggar begitu saja oleh para pemuda, ternyata

tak ada sedikit pun akibat buruk yang menimpanya. Pela ternyata hanya

dihayati oleh para tetua sedangkan para remaja menganggapnya sebagai pesta

kampung biasa.

Pelagandong sebagai adat leluhur di nilai banyak tidak sesuai dengan

ajaran-ajaran agama. Kalaupun pelagandong dilaksanakan dianggap bukan urusan

agama melainkan urusan budaya yang bersifat kedunian saja. Dengan

(42)

menghubungkan Kristen dengan Muslim. Para kepala adat kehilangan

statusnya dengan begitu tidak ada upacara panas pela dalam masyarakat untuk

merekatkan pelagandong, sehingga tidak ada lagi yang menjembati hubungan

Islam dan Kristen di Maluku. Pela, gandong, yang selama ini menjadi modal

kesatuan masyarakat Maluku semakin ditinggalkan dengan dalih pela,

gandong, hanyalah persaudaraan budaya yang tidak berlandaskan Agama.

B. Saran

1. Perlunya menghidupkan kembali hubungan antara kelompok-kelompok

umat beragama melalui organisasi-organisasi yang mampu mewadahi

aktivitas dan interaksi antara kelompok umat beragama yang berbeda-beda

di Maluku.

2. Memulihkan rasa kepercayaan antar umat beragama secara individual

dengan cara menghilangkan segregasi-segregasi dalam kehidupan sosial

antar agama yang berbeda di Maluku.

3. Pembinaan kehidupan keagamaan harus dibina untuk memiliki sikap

keagamaan terhadap hubungan sosial dengan pengetahuan agama yang di

miliki. Umat harus dibina untuk beragama secara baik dengan tidak

(43)

Andito . 1998 . Hubungan agama dan negara. Pustaka Hidayah, Bandung, 261 Halaman

Agus, Bustanuddin. 2006. Agama dalam kehidupan manusia : Jakarta Raja Grafindo Persada, :255 Halaman

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Citra : Jakarta.:190 Halaman

Ali, Muhammad. 1985 . Melepas Belenggu Fanatisme Golongan. Penerbit: Pustaka Sidogiri:212 Halaman

Ali, Muhammad.. 1992. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa Bandung: 248 Halaman

Edwin, Paskalis. 2000, Agama dan Kekerasan. Malang: Widyasasana: 235 Halaman.

Eickelmen, Frank Dale. 1998. Politik muslim : wacana kekuasaan dan hegomoni dalam masyarakat muslim.Tiara Wacana Yogya,: 260 Halaman

Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures, Basic Book, Inc, New York, :470 Halaman

Hassan, Riaz. 1985. Islam dari konservative sampai fundamentalis, Jakarta Pers: 315 halaman

Koentjoroningrat. 1983. Metode Penelitian Sejarah. PT Gramedia : Jakarta.: 238 Halaman

Nazzaruddin, Syamsuddin. 1993. Dinamika Sistem Politik Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 245 Halaman

Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Univercity Pers : Yogyakarta.:376 Halaman

Pieris, John. 2004, Tragedi Maluku : Sebuah Krisis Peradaban. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.: 336 Halaman

(44)

Surjantoro, Bagus. 2005. kesaksian misionaris. Yogyakarta : halaman: 232. Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung. Jakarta : 211

Halaman

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito Bandung. 338 Halaman

Selamet, Margono. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta. :237 Halaman

Triyono, Lambang. 2004. Keluar dari kemelut Maluku. Pustaka Pelajar Yokyakarta : 369 Halaman

Wach, Joachim. 1992. Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta; CV. Rajawali. 147 Halaman.

Watloly. 2005. Maluku Baru : Bangkitnya Mesin Eksistensi Anak Negeri. Yogyakarta: Kanisius, :168 Halaman

(45)

PETA MALUKU

(46)

Massa merah (simbol pasukan Gereja) bersiap menyerang dengan senjata Parang, tombak dan panah dalam kerusuhan sentimen agama yang fanatik.

Sumber: http://farsijanaindonesia

(47)

Rasa fanatisme yang menimbulkan emosional dan ikatan solidaritas untuk membantu saudaranya di maluku

(48)

Rasa fanatisme agama yang berlebihan yang saling menghancurkan simbol-simbol keagamaan.

(49)

Rasa fanatisme agama yang berlebihan yang saling menghancurkan simbol-simbol keagamaan dalam kerusuhan antar agama di Ambon 1999

Sumber: http://farsijana Indonesia untuk

(50)

Akibat konflik masyarakat tersegregasi dalam wilayah masing-masing agama. Jalan setapak mendaki gunung menjadi pilihan masyarakat Maluku demi menjaga keselamatan diri.

Sumber: http://farsijana Indonesia untuk

(51)

Penggunaan simbol-simbol keagamaan yang menunjukan rasa fanatisme yang kuat di Maluku

(52)

Terbakar semangat fanatisme, kedua komunitas agama di Ambon saling serang dan melakukan pembakaran dalam konflik 1999

.

Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html

Lampiran.

Hilangnya rasa persaudaraan, yang menimbulkan sikap siapa

“kita” dan siapa’mereka’ . pemuda dari masyarakat Kristen menjaga daerahnya dari serangan penduduk beragama Islam (muslim) dengan membawa senapan di Maluku, 21 November

2000.

(53)

Desa Batu Merah di Ambon yang hancur dan terbakar dalam konflik Ambon 1999

(54)

Polisi Berusuha menenangkan Kerusahan warga Muslim dan Kristen di Maluku tahun 1999

Gambar

GAMBAR

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dapat diketahui bahwa pupuk cair amina dapat digunakan sebagai pengganti pupuk urea yang selama ini menjadi bahan pendukung utama dalam budidaya ikan di kolam

Kandungan lignin dari gel Aloe vera memiliki kemampuan penyerapan ke dalam kulit yang tinggi sehingga memudahkan peresapan gel ke kulit dan mampu menahan hilangnya

daya manusia. Persentase efisiensi sumber daya biaya dapat dihitung dengan rumus :.. Dengan rumus efisiensi diatas, diperoleh persentase efisiensi biaya pada level program

Tabel 4.31 Distribusi Status Gizi Balita Menurut BB/U Pada Ibu Yang Menikah Di Usia Dini Di Desa Pulau Mungkur Kecamatan Gunung Toar Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah library research (studi kepustakaan). Hasil penelitian sebagai berikut; latarbelakang pengiriman surat sebagai media

Bedhaya, ditilik dari asal mulanya memiliki ciri khas yang berbeda dengan jenis tari yang lain, hal tersebut dikarenakan adanya unsur mistik dalam setiap proses

Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang

Karena terdapat kebebasan untuk masuk ke dan keluar dari pasar, maka pasar dapat menciptakan harga yang kompetitif karena perusahaan yang tidak efisien akan keluar dan digantikan