PENGARUH PRIMORDIALISME TERHADAP KERUKUNAN MASYARAKAT
DI MALUKU
Oleh:
M. Fani .Ruktandi 0853033028
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan IPS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
Persaingan dominasi keagamaan diantara kelompok Islam dan Kristen yang berlangsung di Maluku. Dengan berlansungnya pemurnian agama tahun 1970 mengakibatkan melemanya hubungan persaudaraan antar kedua agama tersebut. Berlangsungnya pemurnian ajaran Kristen yang memusnahkan adat leluhur semakin mendorong giatnya pelaksanaan misi Kristenisasi terhadap saudara pela Muslim. Hal ini meninbulkan kecurigaan dan semakin jauhnya jarak sosial antar persaudaraan pela. Kini persaudaraan menguat berdasarkanj kesamaan agama. Kondisi ini semakin memperburuk segregasi sosial yang sudah ada sebelumnya yang berpengaruh terhadap kerukunan masyarakat Maluku.
DAFTAR ISI
C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian C.1. Tujuan Penelitian ... 8
C.2. Kegunaan Penelitian ... 8
C.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 12
A.1. Konsep Primordialisme... 12
A.1. Letak Geografis Maluku. ... 37
B.1. Munculnya Persaudaraan Berdasarkan Agama ... 62
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberagamaan orang Maluku, dapat dipahami melalui penelusuran sejarah
yang memberi arti penting bagi kehidupan bersama di Maluku.
Interaksi-interaksi keagamaan pada masyarakat Maluku telah terjadi pada zaman
agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang
beragam maupun zaman penyebaran agama-agama Islam dan Kristen yang
bersifat pendudukan wilayah, dan menunjukan kemajuan sampai tahap-tahap
dasar realitas kekerabatan antara agama Islam dan Kristen pada dasar- yang
menampilkan pola keberagamaan Salam-Sarane dalam bingkai hidup
beragama yang khas dari masyarakat Maluku.
Doktrin agama yang merupakan konsepsi tentang realitas harus berhadapan
dengan kenyataan atau perbedaan. Ketegangan antara doktrin teologis Islam
dan Kristen dengan realitas dan perkembangan sosial telah berlangsung lama.
Upaya untuk menjawab ketegangan teologis telah melahirkan gerakan
pemurnian dalam Islam dan Kristen.
Gerakan ini pada awalnya adalah upaya untuk membebaskan perilaku
Dalam hal ini pemurnian keagamaan berupaya untuk membersihkan ajaran
ajaran Islam dari segala sesuatu yang tidak memiliki sumber rujukan.
Gerakan pemurnian, menurut Fazlur Rahman lahir dari gerakan
pembaharuan di dunia Islam yang muncul pada abad ke 14. Diawali
kesadaran untuk melakukan transformasi secara mendasar untuk
mengatasi kejumudan dan kemunduran moral umat Islam” (Fazlur
Rahman. 1984 :109-112).
Kemunculan gerakan pemurnian agama di Maluku merupakan respon umat
Islam terhadap dua realitas, yaitu realitas budaya lokal yang kuat mengakar
dalam hidup keseharian dimasyarakat dan realitas masyarakat modern yang
terus berubah. Terhadap realitas pertama umat harus mengembangkan
pemahaman yang bebnar mengenai praktik keagamaan dan usaha yang
diarahkan pada pemurnian keyakinan dan ritual Islam dari pengaruh-pengaruh
yang menyimpang. Sedangkan terhadap realitas kedua pemahaman Islam harus
dikembangkan untuk menumbuhkan sebuah kepercayaan bahwa ajaran Islam
mengandung kemampuan beradaptasi dan berubah.
Di Maluku pada tahun 1970-an timbul semangat pembaharuan khususnya
terhadap gerakan pemurnian ajaran agama. Pemimpin agama Kristen dan Islam
berusaha untuk memurnikan agama untuk membebaskan perilaku keagamaan
yang bercampur dengan budaya dan berusaha untuk meninggalkan sistem
kekerabatan masyarakat tradisional, yang dianggap mengotori kemurniaan
Gerakan pemurnian ajaran Kristen di Maluku mengklaim bahwa
praktek-praktek adat adalah tidak sesuai dengan ajaran Kristen. Para pemimpin Kristen
lebih giat memberikan keyakinan kembali menyangkut ajaran-ajaran dalam
Kekristenan. Kekristenan diasosiasikan dengan budaya barat dan modern;
leluhur adalah momok masa lalu. Di dalam jemaat ditanamkan perasaan
bersalah yang hebat. MerekaMereka disebut bukan Kristen jika memuliakan
nenek moyang. Orang-orang Kristen yang lahir di kota telah kehilangan
sebagian besar adat dan selalu lebih menekankan kepercayaan Kristen mereka
(Bartels. 1978: 146).
Pemurnian kekristenan tidak dapat dilepaskan dari pewarisan historis dalam
sejarah awal dan berkembangnya gereja di Maluku khususnya sejarah
protestantisme. Dalam hal ini faktor yang turut berpengaruh terhadap
paradigma teologi gereja di Maluku, yakni paradigma misionaris dengan misi
pertama mentobatkan jiwa-jiwa, kedua mengajak orang non-Kristen masuk
Gereja, dan ketiga masuk agama Kristen.
Pemurnian juga terjadi di kalangan Muslim yang menekankan kemurnian Islam dengan meninggalkan kepercayaan adat tradisional. Dengan semakin lemahnya pengaruh para pemimpin Muslim Maluku yang lebih tua dan lebih tradisional,
mereka digantikan oleh pemimpin yang lebih muda, yang lebih terbuka dengan
kemurnian Islam dan ide-ide Islam yang lebih luas. Islam juga menjadi lebih
tertuju dengan kemodernan. Bagi kaum Muslim muda masa depan yang
mereka harapkan adalah Islam yang universal dari pada kepercayaan etnis
Para pemimpin Islam, lebih menekankan kepada kepada ukuwah islamiyah
Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan umat Islam, serta
berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Maluku. Sikap ke
Kristenan warisan teologi yang agresif yang melihat agama lain sebagai pihak
yang harus dikuasai dan diselamatkan bagi Kristus dengan meninggalkan
kepercayaan adat tradisional. Membersihkan ajaran ajaran Islam dari segala
sesuatu yang tidak memiliki sumber rujukan yang jelas dalam Islam.
salah satu faktor yang turut berpengaruh terhadap teologi gereja di Maluku,
yakni faktor kolonial. Dari faktor ini, tentunya harus diakui bahwa teologi
yang terdapat di Maluku sesungguhnya erat berkaitan dengan teologi yang
dibawa oleh para misionaris. Sikap ke Kristenan warisan teologi yang agresif
yang melihat agama lain sebagai pihak yang harus dikuasai dan diselamatkan
bagi Kristus. Dimana pola penyiaran agama yang diterapkan didasarkan pada
ajaran Marthen Luther, yaitu di mana ada Kristus, di situ ada gereja.
Gereja sangat berhasil melakukan Kristenisasi upacara-upacara pakta perjanjian pela, dalam kekerabatan yang hanya melibatkan desa-desa Kristen,
dengan cara-cara yang jauh mengurangi kepentingan leluhur. Secara tidak langsung, menurunnya peran adat di desa-desa Kristen juga menghapuskan
dasar umum interaksi dengan anggota pela dari kalangan Muslim yang mengarah pada semakin jauhnya jarak sosial antara Kristen dan Muslim
dalam kekerabatan antar kepercayaan. Gereja memusnahkan leluhur,
bersalah yang hebat. Mereka disebut bukan Kristen jika memuliakan nenek
moyang. Gereja juga AmembaptisA upacara-upacara adat (Bertle. 1978: 30).
Pemurnian juga terjadi di kalangan Muslim yang menekankan kemurnian Islam
dengan meninggalkan kepercayaan adat tradisional. Dengan semakin lemahnya pengaruh para pemimpin Muslim Maluku yang lebih tua dan lebih tradisional,
mereka digantikan oleh pemimpin yang lebih muda, yang lebih terbuka dengan
kemurnian Islam dan ide-ide Islam yang lebih luas. Islam juga menjadi lebih
tertuju dengan kemodernan. Bagi kaum Muslim muda masa depan yang
mereka harapkan adalah Islam yang universal dari pada kepercayaan etnis
(Bartels. 1978: 147).
Proses pemurnian melalui agama Kristen, dalam merubah sistem keyakinan
dan kepercayaan terhadap roh para leluhur yang berdasarkan kepercayaan
agama suku, yang kemudian di ubah dan diganti secara radikal dengan
dasar-dasar kepercayaan dan keyakinan yang kuat dalam agama Kristen. Religiusitas
dalam agama suku yang mengedepankan pensakralan terhadap roh-roh jahat
dan kuasa kegelapan, yang justru menjadi landasan yang kuat dalam sistem
kepercayaan primitif berpindah secara perlahan dan pasti ke religiusitas pada
agama-agama samawi.
Di Maluku pada tahun 1970 sampai akhir tahun 1979 secara signifikan terjadi
peningkatan jumlah pemeluk agama Kristen. Peningkatan ini menurut
disebabkan oleh usaha misi yang terus dilaksanakan oleh gereja. Para pendeta
Kristen selama ini memanfaatkan pela untuk menjerumuskan ummat Islam
konteks toleransi kekeluargaan. Timbulnya kecurigaan atas peningkatan
jumlah pemeluk agama Kristen maka pada tahun 1981 keluar Surat Keputusan
Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1979 yang berisi :
1. Menggunakan bujukan dengan atau tanpa pemberian barang, pakaian,
makanan, agar orang atau kelompok orang yang telah menganut agama
yang lain berpindah dan menganut agama yang disiarkan.
2. Menyebarkan famlet, majalah, bulletin, dan buku pada khalayak lain yang
beragama.
3. Melakukan kunjungan dari rumah ke rumah yang telah memeluk agama
Keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri pada tahun 1979 yang mengatur pelaksanaan penyiaran agama.
Terbitnya SKB tersebut dapat dianggap sebagai sebuah respon terhadap
meningkatnya jumlah pemeluk agama Kristen dimana peningkatan itu dilihat
sebagai akibat dari gerakan misionaris Kristen yang didukung kekuatan dana
dari luar negeri. (Alwi Sihab,1998:177).
Bagi kalangan Kristen, kebijakan tersebut jelas‐jelas dianggap membatasi
misi Kristen dan memberi perlindungan terhadap Islam. Karena itu tak pelak
lagi, kalangan Kristen bereaksi keras terhadap aturan ini. Bagi kalangan Islam,
aturan itu merupakan suatu proteksi terhadap iman umat mereka. Kendati
mendapat reaksi keras kalangan Kristen, namun aturan ini tetap berlaku.
Berlangsungnya pemurnian agama di Maluku menimbulkan perubahan dalam
B.Analisis Masalah
B.1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat
mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Pengaruh Pemurnian Agama Terhadap Kerukunan Masyarakat di Maluku.
2. Pengaruh Lunturnya Adat Pelagandong Terhadap Kerukunan Masyarakat di
Maluku.
3. Pengaruh Menguatnya Identitas Kesukuan Terhadap Kerukunan Masyarakat
di Maluku.
B.2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah pada
nomor (1), yaitu : Pengaruh Pemurnian Agama Terhadap Kerukunan
Masyarakat di Maluku.
B.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi, dan pembatasan masalah di atas maka yang menjadi
rumusan masalah pada penelitian ini adalah, Bagaimanakah Pengaruh
Pemurnian Agama Terhadap Kerukunan Masyarakat di Maluku ?
C. Tujuaan dan Kegunaan Penelitian. C. 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui Bagaimanakah Pengaruh
C. 2. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka kegunaan penelitian
ini adalah:
1. Dapat memberikan pengetahuan serta wawasan khususnya dalam bidang
kesejarahan yakni mengenai Pengaruh Pemurnian Agama Terhadap
Kerukunan Masyarakat di Maluku
2. Sebagai bahan tambahan substansi materi tentang Sejarah Maluku.
3. Dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan Ilmu Sosial pada
umumnya dan Ilmu Sejarah pada khususnya tentang Pemurnian Agama di
Maluku
C.3. Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat masalah di atas cukup umum dalam penelitian untuk menghindari
kesalah pahaman, maka dalam hal ini peneliti memberikan kejelasan tentang
sasaran dan tujuan penelitian mencakup :
a. Objek penelitian
Objek penelitian adalah sifat keadaan dari sesuatu benda, orang, atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Sifat keadaan dimaksud
bisa berupa sifat, kuantitas, dan kualitas (benda, orang, dan lembaga), bisa
berupa perilaku, kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikap pro-kontra
atau simpati-antipati, keadaan batin, disebut (orang), bisa pula berupa proses
disebut lembaga. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup objek
b. Subjek penelitian
Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya (“attribut”-nya) akan diteliti. Dengan kata
lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau
terkandung objek penelitian. Maka dalam penelitian ini yang menjadi subjek
penelitian adalah Primordialisme agama di Maluku.
c. Wilayah / Tempat Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini dilakukan di perpustakaan umum dan perpustakaan
daerah. Wilayah tempat penelitian ini adalah Perpustakaan Unila dan
Perpustakaan Daerah Lampung.
d. Waktu Penelitian
Waktu adalah besaran yang menunjukkan lamanya suatu peristiwa
berlangsung. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah tahun 2013.
e. Bidang Ilmu
Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan,
dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya,
dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. dalam penelitian ini,
peneliti mengambil bidang ilmu sejarah. Karena disesuaikan dengan bidang
REFERENSI
Bartels, 1989. Moluccans in Exile. A Struggle for Ethnic Survival. Leiden: University of Leiden. Center for the Study of Social Conflict. Halaman: 31-46
Riaz Hassan 1985, Islam dari konservative sampai fundamentalis, Jakarta Pers halaman: 108
Fazlur Rahman, 1984,Gerakan Pembaharuan Islam, 109-112)
Bartels, 1978, Religious Syncretism, Semantic Depletion and Secondary
Interpretation in Ambonese Islam and Christianity in the Moluccas.
Halaman: 146
Bartels, 1978, Ibid Halaman 147
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Primordialisme
Primordialisme berasal dari kata primus yang artinya pertama dan ordiri yang
artinya ikatan. Sedangkan isme adalah suatu faham.
Primordialisme dapat terjadi karena:
1. Adanya sesuatu yang dianggap istimewa dalam suatu kelompok, seperti Agama, budaya, dan suku.
2. Adanya sesuatu sikap untuk mempertahankan keutuhan suatu kelompok dari ancaman luar.
3. Adanya nilai yang berkaitan dengan sistem keyakinan, seperti nilai-nilai agama. (wikipedia. Primordialisme. 67 halaman )
Menurut Riaz Hassan, pemurnian agama bila dikaitkan dengan modernisasi
dapat dimaknai dalam dua pengertian, umum dan khusus. Dalam arti umum
pemurnian agama pada dasarnya berlawanan dengan sinkretisme ini adalah
pembebasan unsur-unsur agama yang berasal dari tradisi agama lain selain
tradisi agamanya sendiri. Pemurnian berarti pembedaan tradisi-tradisi
beragama pada tingkat personal, sehingga gaya hidup keagamaan seseorang
mencerminkan satu tradisi tunggal. Menjadi modern berarti memahami secara
mendalam tentang struktur agamanya sendiri dan menjauhkan dari tradisi
agama lain. Dalam arti khusus, pemurnian berarti pembersihan ajaran agama
mempraktekan ajaran agama dengan pandangan-pandangan ilmiah dan rasional
tanpa di sertai dengan ajaran-ajaran megis.(Riaz Hassan 1985, 108)
Kemunculan gerakan pemurnian tersebut merupakan respon terhadap dua
realitas, yaitu realitas budaya lokal yang kuat mengakar dalam hidup
masyarakat dan realitas masyarakat modern yang terus berubah. Agama harus
mengembangkan pemahaman yang benar menenai praktek keagamaan dan
usaha yang diarahkan pada pemurnian keyakinan dan ritual agama samawi dari
pengaruh-pengaruh yang menyimpang.
Untuk memahami pandangan umat Islam di Maluku menyangkut hubungan
antar agama yang muncul sebagai reaksi terhadap pencampuran adat/budaya
dan Islam. Dalam hal ini Muhammadiyah berupaya untuk membersihkan
ajaranajaran Islam dari segala sesuatu yang tidak memiliki sumber rujukan
yang jelas dalam Al-Quran dan Hadits. Dengan sikap yang demikian maka
gerakan ini berupaya melakukan pemurnian ajaran dengan menggantungkan
sepenuhnya ajaran Islam tersebut pada dua sumber hukum tadi (Alwi
Sihab,1998:125 – 155; Deliar Noer,1994)
Pemurnian agama di Maluku pada umumnya berhadapan dengan tradisi atau
adat istiadat khususnya yang dilakukan oleh kalangan Islam tradisional atau
lokal yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Kecenderungan
pemurnian ajaran Islam sebenarnya tidaklah tunggal tetapi terentang dari yang
keras atau radikal hingga lunak atau moderat. Sebagai contoh, lahirnya gerakan
modernisme/reformisme Islam awal abad ke-20 yang sering disebut pula
ditunjukkan oleh Muhammadiyah menurut Deliar Noer untuk mengajak
“Kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah” dalam bentuk gerakan pembaruan
Islam atau Islam modern.
Menurut Bartels berlangsungnya gerakan pemurnian ajaran Kristen di Maluku
pada tahun 1970 Gereja mengklaim bahwa praktek-praktek adat adalah tidak
sesuai dengan ajaran Kristen. memberikan keyakinan kembali yang lebih
kokoh menyangkut ajaran-ajaran dalam Kekristenan. Dalam hal ini agama
harus dibersihkan dari unsur – unsur budaya yang dianggap mengotori
kemurniaan agama dan keyakinan. lembaga-lembaga keagamaan Islam dan
Kristen lebih berupaya untuk mencapai standar yang dapat diterima secara
universal dan meninggalkan sistem kekerabatan masyarakat tradisional Maluku
(Bartels. 1978: 146).
Ikatan primordialisme keagamaan menjadi salah satu alasan penting dari
masyarakat dalam menyikapi terhadap gerakan pemurnian agama untuk
kembali kedalam ajaran agama yang murni. Ikatan emosional tersebut telah
melahirkan gerakan-gerakan pemurnian dalam Islam dan Kristen dalam upaya
untuk membebaskan perilaku keagamaan yang bercampur dengan budaya atau
tradisi keagamaan yang lain. Hal tersebut terlihat pada komunitas masyarakat
di Maluku dalam kalangan Islam dan Kristen dengan menperkuat
simbol-simbol keagamaan seperti mesjid dan gereja sebagai pusat dakwah /missi. Pola
1. Konsep Agama
Kata agama dalam bahasa Indonesia sama dengan “diin” (dari bahasaArab)
dalam bahasa Eropa disebut “religi”, religion (bahasa Inggris), lareligion
(bahasa Perancis), the religie (bahasa Belanda), die religion, (bahasaJerman). Kata “diin” dalam bahasa Semit berarti undang-undang (hukum),sedang kata
diin dalam bahasa Arab berarti menguasi, menundukkan, patuh,hutang,
balasan, kebiasaan. Meskipun terdapat perbedaan makna secara etimologi
antara diin danagama, namun umumnya kata diin sebagai istilah teknis
diterjemahkan dalampengertian yang sama dengan “agama” ( Abdul Aziz
Dahlan. 1997: 63).
Kata agama selain disebut dengan kata diin dapat juga disebut syara,
syari’at/millah. Terkadang syara itu dinamakan juga addiin/millah. Karena
hukum itu wajib dipatuhi, maka disebut addin dan karena hukum itu dicatat
serta dibukukan, dinamakan millah. Kemudian karena hukum itu wajib dijalankan, maka dinamakan syara (Taib Thahir Abdul Mu’in. 1992: 121).
Adapun masalah asal mula dan inti dari suatu unsur universal agama itu,
tegasnya masalah mengapakah manusia percaya kepada suatu kekuatan yang
dianggap lebih tinggi daripadanya, dan masalah mengapakah manusia
melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beraneka warna untuk mencari
hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah menjadi obyek perhatian para
Menurut Harun Nasution intisari yang terkandung dalam istilah agama ialah
ikatan. Agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan
dipatuhi manusia. Ikatan tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap
kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang
lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan
pancaindra (Harun Nasution. 1979: 11 ).
Secara umum pengertian agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada
Tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia dengan selalu mengadakan
interaksi dengan-Nya. Pokok yang ada dalamnya adalaheksistensi Tuhan,
manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan sesama.
2. Konsep Fanatisme
Fanatik adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut suatu keyakinan
atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau yang negatip,
pandangan mana tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi
dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah.
Fanatisme dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok yang
dapat menimbulkan perilaku agresi. Individu yang fanatik akan cenderung
kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang
terkontrol dan tidak rasional. yang menjelek-jelekkan agama lain dan umatnya,
menghasut, membakar emosi umat untuk membenci bahkan menyerang umat
Fanatisme adalah kesombongan emosional yang terlalu kuat sehingga
meningkat menjadi keterikatan berlebihan terhadap dogma, individu, ataupun
kelompok. Fanatik itu sendiri awalnya berarti antusis keagamaan seseorang
yang menjadi termiliki. Fanatisme kemudian secara luas diartikan sebagai
pandangan bahwa hanya ada satu nilai kebenaran segala sesuatu dan semua
orang harus mengabdi kepada nilai yang satu itu (Andito . 1998, 29).
Berdasarkan konsep diatas bahwa fanatisme suatu keyakinan yang positif atau
yang negatip, yang tidak memiliki pijakan kenyataan, tetapi dianut secara
mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Nilai yang berkembang,
serta hidup dalam masyarakat yang mempengaruhi munculnya kelompok
sendiri yang memiliki jiwa untuk memandang anggotanya sendiri dan
memandang orang luar kelompok sebagai musuh bersama yang mengancam.
3. Konsep Masyarakat Maluku
Perekat sosial yang mengikat hubungan antara anak negeri serani dan anak
negeri salam yang paling menonjol adalah nilai – nilai adat budaya pela atau
gandong. Sebagai nilai dasar yang menjadi jati diri yakni nilai budaya yang di
miliki sejak leluhur. Pela sebagai suatu simbol persatuan dan kesatuan
masyarakat Maluku, secara berkala selalu dipupuk melalui kegiatan ritual
maupun serimonial antara warga masyarakat yang berpela itu. Upacara
tersebut lazim dikenal dengan sebutan “Panas Pela”.Panas pela merupakan
upacara yang bertujuan untuk mengingatkan dan menyadarkan masyarakat
akan hubungan persaudaraan di antara mereka, dan juga mereka diingatkan
telah dibentuk, dibina dan diletakkan dasar-dasarnya oleh para leluhur.
Hubungan pela merupakan hubungan yang sakral, dasar-dasar sakralisasi dari
pela diletakan oleh leluhur ketika dilakukan upacara “Sumpah Pela” pada saat
dibentuknya ikatan pela antara dua negeriatau lebih.
Pela sebagai sebuah tradisi Orang-orang Maluku sangat percaya kepada tiga
kekuatan, yakni gunung, tanah, tete nene moyang.Gunung mewakili unsur
langit (lakilaki), tanah mewakili unsur bumi (perempuan) dan tete nene
moyang mewakili roh leluhur. Perlindungan kepada manusia dapat terlaksana
dengan menjaga hubungan baik dan teratur dengan leluhur, termasuk
melaksanakan kebijakan-kebijakan adat yang diturunkan leh leluhur.
Hubungan tersebut dimaksudkan untuk menjaga keselarasan, keseimbangan
dan harmoni dalam kehidupan pribadi, sosial dan negeri.
Hubungan atau komunikasi dengan leluhur biasanya dilakukan di
tempat-tempat seperti di ruma tua, di batu pamali, tempat-tempat keramat, di baileu, di negeri
lama. Tempat tempat ini dianggap kudus atau suci, karenanya harus dipelihara
dan dijaga. Bila tidak dipelihara leluhur akan marah dan berakibat
keturunannya diganggu oleh leluhur. Dalam ruma tau terdapat orang-orang
(Maueng) yang mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan leluhur.
Kepercayaan ini akhirnya menjadi dasar persatuan dan identitas masyarakat
AmbonMuslim-Kristen, yang berkembang menjadi semacam agama etnis yang
dirayakan sebagai keunikan masyarakat Ambon, sementara pada saat yang
khusuk dalam kepercayaan masing-masing. Intisari agama masyarakat Maluku
ini, yang disebut sebagai Agama Nunusaku (Bartels1977: 316).
Konsekuensi logis dari pengangkatan pela tersebut, melahirkan beberapa
aturan berupa larangan dan anjuran yang harus diingat, dipatuhi dan tidak
boleh dilanggar oleh kedua negeri yang berpela. Larangan dan anjuran itu
meliputi beberapa hal antara lain :
a. Sesama pela dilarang untuk tidak saling melontarkan kata-kata tajam, berupa makian atau sejenisnya yang sifatnya menimbulkan perasaan tidak enak bagi pela yang lain.
b. Dilarang untuk tidak saling berkelahi, membunuh dan mengawini antar sesama pela.
c. Dianjurkan untuk sesama pela tetap saling melayani dalam waktu susah ataupun senang, tidak boleh saling menyembunyikan apa saja yangsifa tnya dimakan dari sesama pela.
Pelanggaran terhadap ketentuan ketentuan tersebut akan mendapat kutukan
dari Tuhan dan dari para leluhur yang menjurus pada penderitaan dan
kematian. Larangan dan anjuran yang sudah disepakati bersama, sifatnya
mengikat dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun ( Bartels, 1978, 31).
Dari pendapat diatas bahwa konsep masyarakat Maluku telah mempunyai nilai
budaya sendiri yang dikenal pela-gandong yang merupakan sebuah totalitas
kesatuan hidup masyarakat di Maluku. Budaya lokal adalah nilai-nilai yang
berlaku dalam suatu masyarakat, nilai-nilai tersebut di yakini kebenarannya
A. Kerangka Pikir
Pemurnian agama di Maluku pada umumnya berhadapan dengan tradisi atau
adat istiadat tradisional atau lokal yang dianggap bertentangan dengan ajaran
agama, proses pemurnian sistem kepercayaan tradisional masyarakat Maluku
ke dalam cara-cara yang dapat diterima secara Kristen dan Islam. Gerakan
pemurnian ajaran Kristen di Maluku pada tahun 1970 Gereja mengklaim
bahwa praktek-praktek adat adalah tidak sesuai dengan ajaran Kristen.
Dengan menghilangkan adat leluhur, menakibatkan tidak ada lagi jembatan
yang menghubungkan Kristen dengan Muslim. Sehingga ikatan persaudaraan
antara Islam dan Kristen berubah dari persaudaraan adat budaya menjadi
persaudaraan seagama. Dengan berlangsungnya pemurnian ajaran Kristen
semakin mendorong kuatnya penyiaran misi Kristen. Gereja semakin leluasa
melaksanakan misi Kristenisasi dengan membaptis upacara-upacara adat, dan mengharuskan mereka melakukan adat pela dengan doa-doa Kristen.
Berdasarkan kerangka pikir diatas pemurnian ajaran agama di Maluku
menyebabkan timbulnya perubahan pola hubungan antar kedua agama Islam
dan Kristen sehingga menimbulkan semakin jauhnya jarak sosial. Pengaruh
yang timbul antara lain menguatnya persaudaraan yang didasari oleh kesamaan
C. Paradigma
Primordialisme Agama
Pemurnian Agama di Maluku
Lunturnya Adat Pelagandong
Timbul Persaudaraan Seagama.
Keterangan
= Garis Langsung
REFERENSI
Clifford Geertz. 1981. The Interpretation of Cultures, Basic Book, Inc, New York, Halaman : 46
Issacs, Harold R. 1993. Pemujaan Terhadap Kelompok Etnik Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Halaman: 48
Abdurrahman Wahid. 1998. Perjuangan gerakan pemurnian agama Halaman: 36
Abidin Wakano. 2008, Identitas Kultural Maluku Staf Pengajar IAIN Ambon. Halaman : 5
Bartels. 1977. Religious Syncretism, Semantic Depletion and Secondary
Interpretation in Ambonese Islam and Christianity in the Moluccas.
Halaman:330
Romdhon, et. al, Agama-agama di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga , Press,1988, Halaman: 18-19.
Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Jakarta: Wijaya, 1992, Halaman:112.
Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru VanHoeve, 1997, Halaman: 63.
Joachim Wach 1992. Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta; Rajawali. Halaman : 9
Bustanuddin Agus, 2006. Agama dalam kehidupan manusia : Jakarta Raja Grafindo Persada, Halaman : 33
Mohammad Ali. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung 1985 Halaman :155
Frank L. Cooley, 1987.Mimbar dan Takhta, Jakarta: PSH, , Halaman :183.
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
A.1 Metode yang digunakan
Sebelum membuat suatu penulisan penelitian hendaknya sebagai peneliti
menentukan metode penelitian apakah yang akan dipakai dalam suatu
penulisan penelitian tersebut. Metode penelitian juga menentukan bagaimana
susunan cara atau urutan peneliti dalam meneliti suatu masalah. Menurut
peneliti sendiri Metode adalah suatu bentuk urutan atau cara yang
dipergunakan peneliti dalam memecahkan suatu masalah dengan menguji
secara benar dan berurutan.
Di dalam penelitian, metode merupakan faktor penting untuk memecahkan
masalah yang turut menentukan keberhasilan suatu penelitian. Metode adalah
cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk
menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta alat tertentu
(Winarno Surakhmad. 1982: 121).
Sedangkan menurut Husin Sayuti (1989, 32) menegaskan bahwa “metode
merupakan cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu
yang bersangkutan.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode adalah
Setelah menentukan metode yang tepat selanjutnya peneliti membuat
keputusan untuk menggunakan metode historis yang sesuai dengan masalah
yang akan di kaji oleh peneliti. Dalam menggunakan metode historis peneliti
mencari sumber-sumber, bukti-bukti yang telah dapat dipercaya kebenaran
ceritanya. Dalam proses metode historis ini peneliti mendapat sumber-sumber
serta bukti-bukti yang relevan yang di dapat melalui pencarian, penulisan,
perangkuman suatu cerita peristiwa yang peneliti peroleh dari Perpustakaan
Umum, Perpustakaan Universitas Lampung, dan Perpustakaan Daerah
Lampung (PUSDA). Demi memperoleh pemecahan terhadap masalah yang
akan peneliti teliti.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode historis, karena penelitian ini mengambil obyek dari
peristiwa-peristiwa pada masa lampau. Metode ialah suatu cara yang digunakan peneliti
untuk menyelesaikan suatu permasalahan didalam suatu penelitian. Metode
penelitian adalah suatu cara dan jalan untuk memperoleh pemecahan terhadap
sesuatu untuk memperoleh pemecahan terhadap suatu permasalahan.
Hadari Nawawi berpendapat bahwa: Metode historis adalah prosedur
pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau
peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang
berlangsung pada masa lalu, terlepas dari keadaan masa sekarang maupun
untuk memahami kejadian atau keadaan masa sekarang dalam hubungannya
dipergunakan untuk meramalkan kejadian atau keadaan masa yang akan datang
(Hadari Nawawi. 1993: 78-79).
Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa : Metode historis adalah proses
menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari masa lalu (Louis
Gottschalk. 1986: 32).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, metode historis adalah suatu cara
atau jalan penelitian yang menggunakan proses pengunpulan data,
penganalisaan data dari suatu peristiwa-peristiwa, yang perlu pemahaman yang
harus diinterprestasikan secara kritis agar bisa dijadikan bahan dalam penulisan
sejarah serta bisa merekonstruksi suatu fakta dan menarik kesimpulan dengan
benar. Dengan melalui kegiatan seperti :
1. Heuristik,
Adalah proses mencari untuk menemukan sumber sejarah. Dalam hal ini
peneliti mencari,mengkaji, serta menguji kebenaran suatu cerita atau peristiwa
yang kebenaran itu dapat di uji sesuai dengan masalah yang akan peneliti uji,
dalam pencarian sumber sejarah peneliti banyak mendapat sumber yang
relevan yang peneliti dapat dalam Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA)
Perpustakaan Universitas Lampung, dan Perpustakaan Umum lain nya. Yang
sumber atau bukti kebenaran masalah itu dapat diuji kebenaran nya oleh
peneliti.
Adalah penyelidikan atas jejak-jejak sejarah yang asli, baik isi maupun
bentuknya. Dalam suatu peristiwa tentunya kita terlebih dahulu memahami,
mengerti, serta tahu kebenaran suatu peristiwa sejarah itu tentunya, bukan
hanya mendengar dan langsung percaya akan suatu peristiwa sejarah tersebut.
Melalui media surat kabar, perpustakaan, maupun berita yang pada intinya
peneliti berusaha memberikan suatu bentuk penulisan yang asli baik isi,
maupun bentuknya yang nantinya peneliti dapat menuliskan bentuk hasil
laporan penelitian yang dapat dipercaya kebenarannya.
3. Interpretasi
Yaitu menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta yang
diperoleh. Dalam hal ini peneliti membedakan,menguji suatu kebenaran
masalah dimana dalam pencarian suatu sumber sejarah, sebelum peneliti
menulis mengenai masalah yang akan diteliti terlebih dahulu peneliti menguji
mana yang benar-benar terjadi dan mana yang hanya fakta belaka.
4. Historiografi
Yaitu kegiatan penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian. Setelah semua
sumber-sumber terkumpul, peneliti memahami, mengerti, dan menguji suatu
bentuk masalah tersebut peneliti membuat suatu laporan hasil penelitian yang
sesuai dengan kebenaran yang peneliti dapat dalam perjalanan penelitian yang
peneliti telah disesuaikan dengan standar bentuk laporan hasil penelitian yang
Berdasarkan langkah-langkah penelitian historis diatas, maka peneliti dapat
melakukan langkah-langkah kegiatan penelitian yang akan dilakukan peneliti
adalah :
1) Heuristik yaitu peneliti berusaha dan mencoba mencari mengumpulkan
data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan penelitian yang sedang
dilakukan.
2) Kegiatan heuristik akan dilakukan dan difokuskan pada literatur-literatur
yang berhubungan dengan pengaruh sentimen primordialisme keagamaan
terhadap masyarakat maluku.
3) Kritik yaitu setelah data didapat dan terkumpul maka peneliti akan
menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah itu asli atau palsu dan apakah dapat
digunakan atau sesuai dengan proses penelitian. Proses ini dilakukan
peneliti dengan memilah-milah dan menyesuaikan data yang peneliti
dapatkan dari heuristik dengan tema yang akan peneliti kaji, dan arsip atau
data yang diperoleh peneliti dalam penulisan telah diketahui keasliannya.
4) Interpretasi yaitu peneliti melakukan penafsiran terhadap data-data yang
telah didapatkannya dan selanjutnya berusaha untuk melakukan analisis data
atau peneliti mulai melakukan pembentukan konsep dan generalisasi
sejarah.
5) Historiografi yaitu langkah terakhir yang dilakukan peneliti adalh kegiatan
penulisan dalam bentuk laporan hasil penelitian, dalam hal ini peneliti
membuat laporan hasil penelitian berupa penulisan skripsi,dari apa yang di
disusun dan ditulis berdasarkan metode penulisan karya ilmiah yang berlaku
di Universitas Lampung.
A.2. Variabel Penelitian
Dalam tahap penelitian terdapat variabel penelitian, variabel penelitian adalah
suatu bentuk konsep yang sangat bervariasi yang dapat dikelompokkan dalam
dua kelompok atau lebih. Dalam mencari dan mendapat konsep variabel
penelitian ini peneliti mendapatkan sumber yang relevan dari Perpustakaan
Daerah Lampung (PUSDA) dan Perpustakaan Universitas Lampung. “Menurut
pendapat S.Margono, Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai,
variabel juga dapat diartikan sebagai pengelompokkan yang logis dari dua atau
lebih atribut” (S. Margono. 1996 : 133).
Sedangkan menurut Pendapat Muhammad Ali, Variabel menunjukkan pada
gejala, karakteristik, atau yang kemunculannya berbeda-beda pada setiap
subyek (Muhammad Ali, 1992; 26). Menurut pendapat Suharsimi Arikunto,
“Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi inti perhatian suatu
penelitian” (Arikunto. 2002: 96).
Dari pendapat-pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud variabel penelitian adalah suatu objek yang mempunyai nilai dan arti
yang menjadi pusat perhatian dalam sebuah penulisan penelitian. Dalam
penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel tunggal dengan fokus
penelitian tentang pengaruh fanatisme agama Islam – Kristen terhadap
A.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam tehnik pengumpulan data peneliti menggunakan tehnik kepustakaan dan
dokumentasi yang sesuai dengan cara yang benar yang telah diajarkan pada
saat perkuliahan pada Fakultas Pendidikan Sejarah, mendapatkan sumber
bahan yang mendukung dalam pemecahan masalah yang akan peneliti uji.
Sumber kepustakaan diperoleh dari Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA)
Perpustakaan Universitas Lampung, dan Perpustakaan Umum lain nya yang
mendukung peneliti mengumpulkan sumber pengumpulan data. Dalam tehnik
dokumentasi peneliti berusaha mengambil serta mengabadikan gambar-gambar
atau segala macam bentuk kejadian peristiwa yang sesuai dengan masalah yang
peneliti akan cari dengan mendokumentasikannya sebagai bukti yang dapat
dipercayai kebenarannya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu teknik
kepustakaan dan dokumentasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang
diinginkan lebih akurat. Teknik pendukung dalam pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah :
A.3.1. Teknik Kepustakaan
Teknik kepustakaan adalah suatu cara mencari, membaca, memahami, dan
mengerti suatu kejadian atau peristiwa berdasarkan buku-buku serta
bukti-bukti yang diperoleh melalui perjalanan pencarian pada Perpustakaan
Universitas Lampung, Perpustakaan Daerah Lampung (PUSDA), serta
Menurut pendapat Nawawi teknik studi kepustakaan dilaksanakan dengan
cara mendapatkan sumber-sumber data yang diperoleh dari perpustakaan
yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti (Nawawi. 1993: 133).
Menurut Koentjaraningrat, teknik kepustakaan merupakan cara
pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi
yang terdapat di perpustakaan, misalnya dalam bentuk koran, naskah,
catatan, kisah sejarah dokumen-dokumen dan sebagainya yang relevan
dengan penelitian (Koentjoroningrat. 1883: 133).
Dengan demikian dalam melakukan teknik pengumpulan data yang
dilakukan peneliti ini dilakukan dengan membaca-baca serta mempelajari
buku dengan tujuan memperoleh teori-teori ataupun argument yang
dikemukakan oleh para ahli terkait dengan masalah yang diteliti.
A.3.2. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah segala macam usaha peneliti dalam upaya
mengambil serta mengabadikan gambar-gambar atau segala macam bentuk
kejadian peristiwa yang sesuai dengan masalah yang peneliti akan cari
dengan mendokumentasikannya sebagai bukti yang dapat dipercayai
kebenarannya.
Menurut Nawawi, Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data
buku-buku, teori, dalil-dalil atau hukum-hukum dan lain-lain, yang berhubungan
dengan masalah yang akan di teliti(Nawawi. 1993: 134).
Berdasarkan pendapat diatas peneliti akan melakukan penelitian dengan
teknik dokumentasi, peneliti akan berusaha mencari dan mengumpulan
buku-buku, surat kabar,artikel, film, arsip bersejarah tentang
primordialisme keagamaan masyarakat maluku.
A.4. Teknik Analisis Data
Data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data kualitatif dengan demikian
teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
data kualitatif yaitu data yang berupa fenomena- fenomena yang terjadi yang
dikumpulkan dalam bentuk laporan dan karangan para sejarahawan sehingga
memerlukan pemikiran dalam menyelesaikan masalah penelitian.
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan kemudian dituangkan dalam bentuk laporan,
selanjutnya adalah proses mengubah rekaman data kedalam pola, kategori dan
disusun secara sistematis. Proses pemilihan, pemusatan perhatian,
pengabstrakan dan transpormasi data dari lapangan. Proses ini berlangsung
selama penelitian berlangsung. Fungsi dari reduksi data ini adalah untuk
menajamkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir
sehingga interpretasi bisa ditarik. Data yang direduksi akan memberikan
gambaran mengenai hasil pengamatan yang mempermudah peneliti dalam
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah penampilan sekumpulan data yang memberi
kemungkinan untuk menarik kesimpulan dari pengambilan tindakan. Bentuk
penyajiannya antara lain dengan cara memasukkan data ke dalam sejumlah
matrik, grafik, dan bagan yang diinginkan atau bisa juga hanya dalam bentuk
naratif saja.
3. Pengambilan kesimpulan dan verifikasi
Setelah data direduksi, dimasukan ke dalam bentuk bagan, matrik, dan grafik,
maka tindak lanjut peneliti adalah mencari konfigurasi yang mungkin
menjelaskan alur sebab akibat dan sebagainya. Setelah data direduksi,
dimasukan ke dalam bentuk bagan, matrik, dan grafik, maka tindak lanjut
peneliti adalah mencari konfigurasi yang mungkin menjelaskan alur sebab
akibat dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama penelitian
berlangsung.
Langkah–langkah yang akan dilakukan peneliti dalam mengambil kesimpulan
adalah :
1. Mencari data-data yang relevan dengan penelitian .
2. Menyusun data-data dan menyeleksi data - data yang diperoleh dari
sumber yang didapat di lapangan.
3. Setelah semua data diseleksi barulah ditarik kesimpulan dan
REFERENSI
Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito :Bandung. Halaman 121
Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung. Jakarta.Halaman 32
Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Univercity Pers : Yogyakarta. Halaman 78-79
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah : Pengantar Metode Sejarah. Yayasan Penerbit UI : Jakarta. Halaman 32
Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta. Halaman 133
Ali, Muhammad. 1992 . Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa : Bandung. Halaman 26
Koentjoroningrat . 1983. Metode-Metode Penelitian Sejarah. PT Gramedia : Jakarta. Halaman 133
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
A.1. Munculnya persaudaraan berdasarkan keagamaan
Dengan berlangsungnya pemurnian Kristen di Maluku, Gereja sangat berhasil
melakukan Kristenisasi upacara-upacara pakta perjanjian pela, dalam
kekerabatan yang hanya melibatkan desa-desa Kristen, dengan cara-cara yang
jauh mengurangi kepentingan leluhur. Secara tidak langsung, menurunnya
peran adat di desa-desa Kristen juga menghapuskan dasar umum interaksi
dengan anggota pela dari kalangan Muslim yang mengarah pada semakin jauhnya jarak sosial antara Kristen dan Muslim. Keyakinan Kristen yang
berkembang dalam kelompok Kristen dalam melihat kebenaran sebagai
kebenaran tunggal dan itu identik dengan menjadi Kristen. Di luar Kristen,
entah Islam dan atau agama lainnya, dipandang sebagai pihak yang tidak
memiliki kebenaran. Gagasan persaudaraan antar Muslim-Kristen pun menjadi
lemah. Konsep ummat Islam tentang ukhuwah Islamiyah lebih menyebar ke
seluruh Muslim di Maluku.
Pemurnian agama telah merubah struktur masyarakat dari dominasi budaya
menjadi dominasi keagamaan. Sehingga menimbulkan persaingan agama yang
semakin mempertajam konflik sosial dalam kehidupan masyarakat Maluku,
yang memang secara sosiologis telah hidup dalam konsep Salam-Serani.
Konsep Islam-Kristen yang bernuansa kepada menguatnya persaudaraan
berdasarkan kesamaan agama yang di anut dalam masyarakat Maluku. Dalam
kondisi seperti ini maka masing-masing komunitas Islam dan Kristen akan
memiliki persepsi bahwa kelompoknya sendiri yang paling benar dan
mengembangkan sikap penuh prasangka terhadap kelompok lainnya. Pola
interaksi sosial yang terjadi antar kelompok agama di maluku adalah perilaku
yang kompetitif, semangat “ Kami “ mengalahkan “ Kita “.
A.2. Melemahnya Budaya pelagandong
Pelaksanaan pemurnian agama membuat kekuasaan agama diatas adat pela.
Pela gandong yang selama ini menjadi modal social-kultural bagi kehidupan
bersama (ikatan hidup orang basudara) semakin ditinggalkan dengan alasan
bahwa pela gandong hanyalah persaudaraan budaya—tidak berlandaskan
agama. perubahan generasi pemangku adat. Pemurnian agama ini membuat pelagandong kehilangan pengaruh dalam masyarakat. Pemimpin adat tidak lagi
mempunyai pengaruh dalam masyarakat Maluku. Pantangandan yang
ditabukan dalam ber Pela kini dilanggar begitu saja oleh para pemuda, ternyata
tak ada sedikit pun akibat buruk yang menimpanya. Pela ternyata hanya
dihayati oleh para tetua sedangkan para remaja menganggapnya sebagai pesta
kampung biasa.
Pelagandong sebagai adat leluhur di nilai banyak tidak sesuai dengan
ajaran-ajaran agama. Kalaupun pelagandong dilaksanakan dianggap bukan urusan
agama melainkan urusan budaya yang bersifat kedunian saja. Dengan
menghubungkan Kristen dengan Muslim. Para kepala adat kehilangan
statusnya dengan begitu tidak ada upacara panas pela dalam masyarakat untuk
merekatkan pelagandong, sehingga tidak ada lagi yang menjembati hubungan
Islam dan Kristen di Maluku. Pela, gandong, yang selama ini menjadi modal
kesatuan masyarakat Maluku semakin ditinggalkan dengan dalih pela,
gandong, hanyalah persaudaraan budaya yang tidak berlandaskan Agama.
B. Saran
1. Perlunya menghidupkan kembali hubungan antara kelompok-kelompok
umat beragama melalui organisasi-organisasi yang mampu mewadahi
aktivitas dan interaksi antara kelompok umat beragama yang berbeda-beda
di Maluku.
2. Memulihkan rasa kepercayaan antar umat beragama secara individual
dengan cara menghilangkan segregasi-segregasi dalam kehidupan sosial
antar agama yang berbeda di Maluku.
3. Pembinaan kehidupan keagamaan harus dibina untuk memiliki sikap
keagamaan terhadap hubungan sosial dengan pengetahuan agama yang di
miliki. Umat harus dibina untuk beragama secara baik dengan tidak
Andito . 1998 . Hubungan agama dan negara. Pustaka Hidayah, Bandung, 261 Halaman
Agus, Bustanuddin. 2006. Agama dalam kehidupan manusia : Jakarta Raja Grafindo Persada, :255 Halaman
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Citra : Jakarta.:190 Halaman
Ali, Muhammad. 1985 . Melepas Belenggu Fanatisme Golongan. Penerbit: Pustaka Sidogiri:212 Halaman
Ali, Muhammad.. 1992. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa Bandung: 248 Halaman
Edwin, Paskalis. 2000, Agama dan Kekerasan. Malang: Widyasasana: 235 Halaman.
Eickelmen, Frank Dale. 1998. Politik muslim : wacana kekuasaan dan hegomoni dalam masyarakat muslim.Tiara Wacana Yogya,: 260 Halaman
Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures, Basic Book, Inc, New York, :470 Halaman
Hassan, Riaz. 1985. Islam dari konservative sampai fundamentalis, Jakarta Pers: 315 halaman
Koentjoroningrat. 1983. Metode Penelitian Sejarah. PT Gramedia : Jakarta.: 238 Halaman
Nazzaruddin, Syamsuddin. 1993. Dinamika Sistem Politik Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 245 Halaman
Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada Univercity Pers : Yogyakarta.:376 Halaman
Pieris, John. 2004, Tragedi Maluku : Sebuah Krisis Peradaban. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.: 336 Halaman
Surjantoro, Bagus. 2005. kesaksian misionaris. Yogyakarta : halaman: 232. Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodologi Riset. Fajar Agung. Jakarta : 211
Halaman
Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito Bandung. 338 Halaman
Selamet, Margono. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta : Jakarta. :237 Halaman
Triyono, Lambang. 2004. Keluar dari kemelut Maluku. Pustaka Pelajar Yokyakarta : 369 Halaman
Wach, Joachim. 1992. Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta; CV. Rajawali. 147 Halaman.
Watloly. 2005. Maluku Baru : Bangkitnya Mesin Eksistensi Anak Negeri. Yogyakarta: Kanisius, :168 Halaman
PETA MALUKU
Massa merah (simbol pasukan Gereja) bersiap menyerang dengan senjata Parang, tombak dan panah dalam kerusuhan sentimen agama yang fanatik.
Sumber: http://farsijanaindonesia
Rasa fanatisme yang menimbulkan emosional dan ikatan solidaritas untuk membantu saudaranya di maluku
Rasa fanatisme agama yang berlebihan yang saling menghancurkan simbol-simbol keagamaan.
Rasa fanatisme agama yang berlebihan yang saling menghancurkan simbol-simbol keagamaan dalam kerusuhan antar agama di Ambon 1999
Sumber: http://farsijana Indonesia untuk
Akibat konflik masyarakat tersegregasi dalam wilayah masing-masing agama. Jalan setapak mendaki gunung menjadi pilihan masyarakat Maluku demi menjaga keselamatan diri.
Sumber: http://farsijana Indonesia untuk
Penggunaan simbol-simbol keagamaan yang menunjukan rasa fanatisme yang kuat di Maluku
Terbakar semangat fanatisme, kedua komunitas agama di Ambon saling serang dan melakukan pembakaran dalam konflik 1999
.
Sumber: http://www.ibnuhasyim.com/2011/08/solusi-perang-agama-di-maluku.html
Lampiran.
Hilangnya rasa persaudaraan, yang menimbulkan sikap siapa
“kita” dan siapa’mereka’ . pemuda dari masyarakat Kristen menjaga daerahnya dari serangan penduduk beragama Islam (muslim) dengan membawa senapan di Maluku, 21 November
2000.
Desa Batu Merah di Ambon yang hancur dan terbakar dalam konflik Ambon 1999
Polisi Berusuha menenangkan Kerusahan warga Muslim dan Kristen di Maluku tahun 1999