• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 44-108)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

5.1.1 PT. Clinisindo Laboratories telah menerapkan setiap aspek Cara Uji Klinik Yang Baik (CUKB)/Good Clinical Practice (GCP) dan Good Laboratory Practice (GLP) dengan baik dalam tiap aspek dan pengujiannya yang meliputi aspek personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, dokumentasi, inspeksi diri, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), pengolahan limbah laboratorium, dokumentasi, serta kualifikasi dan validasi.

5.1.2 Kegiatan yang dilakukan PT. Clinisindo Laboratories dibagi menjadi dua bagian yaitu kegiatan bidang klinik dan bagian laboratorium/bioanalisis. Kegiatan di bidang klinik meliputi skrining subjek hingga proses sampling terlaksana, sedangkan bidang laboratorium/bioanalisis memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengembangan metode analisis, validasi metode bioanalisis, dan analisis sampel rutin.

5.1.3 Apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam laboratorium pengujian bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE), khususnya di PT. Clinisindo Laboratories, yaitu sebagai manajer teknis, manajer mutu, supervisor klinik, supervisor laboratorium, dan staf analisis. Fungsi apoteker adalah sebagai tenaga profesional yang ikut dalam pengujian dan penentuan bioekivalensi produk obat uji (copy) terhadap obat originator/inovatornya.

5.2 Saran

Penerapan aspek CUKB/GCP dan GLP di PT. Clinisindo Laboratories perlu dipertahankan dan terus ditingkatkan agar dapat menjamin keabsahan hasil pengujian.

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI. (2001). Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik di Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Badan POM RI. (2004). Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Badan POM RI. (2011). Obat Wajib Uji Ekivalensi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

World Health Organization. (2006). Additional Guidance for Organizations Performing in vivo bioequivalence studies. WHO Technical Report Series, No 937, 439-461.

Medicines Control Council. (2003). Biostudies. South Africa: Registration of Medicines Department of Health Republic of South Africa.

Tamboli, A.M., Todkar, P., Zope, P., Sayyad, F.J. (2010). An Overview on Bioequivalence: Regulatory Consideration for Generic Drug Products. Journal of Bioequivalence & Bioavailability, 2(4), 086-092.

37

Lampiran 1. Daftar obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi (Lanjutan)

39

Lampiran 3. Daftar obat copy yang mengandung zat aktif wajib uji bioekivalensi (Lanjutan)

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. CLINISINDO LABORATORIES

JL. ULUJAMI RAYA NO 12 JAKARTA SELATAN

PERIODE 12 MARET – 30 APRIL 2012

VALIDASI METODE ANALISIS PRAMIPEXOLE DALAM

PLASMA IN VITRO SECARA LC-MS/MS

LIANNE CYNTHIA CAROLINA LIE, S.Farm.

1106047070

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK JUNI 2012

ii Universitas Indonesia

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1 Pramipexole ... 3 2.2 Baku Dalam ... 5 2.3 Kromatografi Cair Detektor Spektrometer Massa (LC-MS/MS) .... 6 2.4 Validasi Metode Bioanalisis ... 9 BAB 3 METODOLOGI ... 18

3.1 Tempat dan Waktu ... 18 3.2 Alat dan Bahan ... 18 3.3 Cara Kerja ... 20 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26 4.1 Penyiapan Larutan ... 26 4.2 Ekstraksi Sampel ... 27 4.3 Optimasi Kondisi Analisis Pramipexole ... 28 4.4 Validasi Metode Bioanalisis ... 30 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 38 5.1 Kesimpulan ... 38 5.2 Saran ... 38 DAFTAR PUSTAKA ... 39

Gambar Halaman 2.1 Rumus struktur pramipexole ... 3 2.2 Rumus struktur propranolol ... 5 2.3 Contoh sistem gradien ... 8

iv Universitas Indonesia

Tabel Halaman 2.1 Rekomendasi laju aliran eluen berdasarkan diameter dalam kolom ... 7 4.1 Perhitungan konsentrasi larutan stok pramipexole ... 26 4.2 Parameter MS/MS ... 29 4.3 Parameter LC (Liquid Chromatography) ... 30

Lampiran Halaman 1. Bagan pembuatan larutan stok dan larutan kerja standar kalibrasi

pramipexole ... 40 2. Bagan pembuatan larutan stok dan larutan kerja LLOQ dan sampel QC

pramipexole ... 41 3. Bagan ekstraksi sampel pramipexole ... 42 4. Kurva kalibrasi pramipexole ... 43 5. Batas kuantitasi terendah pramipexole (LLOQ) ... 44 6. Hasil uji selektivitas ... 45 7. Hasil presisi akurasi within day ... 46 8. Hasil presisi akurasi day to day... 47 9. Hasil uji recovery ... 48 10. Hasil uji carry over ... 49 11. Hasil uji matrix effect ... 50 12. Hasil uji stabilitas jangka pendek ... 51 13. Hasil uji stabilitas autosampler ... 52 14. Hasil uji stabilitas beku cair ... 53

1 Universitas Indonesia

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pramipexole (PPX) merupakan agonis dopamin non-ergolin yang biasa digunakan untuk terapi Parkinson dan restless legs syndrome (RLS). Mekanisme kerjanya diperkirakan seperti dopamin, substansi alami pada otak yang diperlukan untuk mengontrol pergerakan. Pramipexole bekerja dengan berikatan secara selektif pada reseptor dopamin D2. Dosis yang umum digunakan untuk pengobatan Parkinson adalah 0,375-1,5 mg/hari. Sedangkan untuk pengobatan RLS diperlukan dosis 0,125-0,5 mg/hari dan maksimum 4,5 mg/hari (Yadav et al, 2010).

Setelah pemberian per oral, pramipexole cepat diserap dari saluran cerna. Bioavailabilitas dari pramipexole diperkirakan lebih dari 90%. Meskipun bioavailabilitas pramipexole cukup baik tetapi karena dosis efektif pramipexole yang sangat rendah, maka diperlukan monitoring kadar pramipexole dalam tubuh. Tujuan dari monitoring ini adalah untuk memperoleh efek terapi yang optimum, meminimalkan resiko akumulasi, serta mengurangi efek yang tidak diinginkan. Oleh karena itu diperlukan suatu metode bioanalisis yang sensitif, tangguh, dan cepat untuk menentukan kadar pramipexole dalam cairan biologis (Yadav et al, 2010).

Beberapa metode telah dikembangkan untuk menganalisis pramipexole dalam plasma, diantaranya adalah dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan detektor UV, LC-MS, dan GC-MS. Kebanyakan dari metode-metode tersebut memerlukan prosedur ekstraksi yang panjang dan rumit, serta memerlukan jumlah cairan biologis dan pelarut yang banyak. Karena itu diperlukanlah suatu metode analisis yang lebih sederhana tetapi tetap dapat memberikan hasil yang cermat dan seksama (Uma, Manimala, Vasudevan, Karpagam, & Deecarman, 2012).

Analisis dengan LC-MS/MS memiliki banyak keuntungan, yaitu lebih unggul dalam hal kecepatan, sensitivitas, dan selektivitas. Selain itu, jumlah

cairan biologis serta pelarut yang diperlukan pun jauh lebih sedikit (Uma, Manimala, Vasudevan, Karpagam, & Deecarman, 2012).

Analisis pramipexole dalam plasma menggunakan LC-MS/MS pernah dilakukan sebelumnya menggunakan kolom hypersil gold, fase gerak asetonitril-ammonium format (65:35 v/v), dan quetiapine fumarat sebagai baku dalam. Ekstraksi pramipexole dari plasma dilakukan dengan menggunakan metode SPE (solid phase extraction). Metode ini menghasilkan kurva kalibrasi yang linear pada rentang 20-4000 pg/ml dan sensitifitas metode ini sekitar 20 pg/ml (Uma, Manimala, Vasudevan, Karpagam, & Deecarman, 2012). Penelitian lain dilakukan dengan menggunakan UPLC kolom C-18, fase gerak isokratik yang mengandung 10mM ammonium format (pH 7,5)-asetonitril (15:85 v/v) dan baku dalam ranitidin. Proses ekstraksi dilakukan menggunakan teknik ekstraksi cair-cair. Metode ini menghasilkan kurva kalibrasi yang linear pada rentang 20-4020 pg/ml dan sensitifitas sekitar 20 pg/ml (Yadav et al, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, maka dilakukan optimasi dan validasi metode analisis pramipexole dalam plasma menggunakan LC-MS/MS yang tersedia di PT. Clinisindo Laboratories.

1.2 Tujuan

Memperoleh metode yang optimum dan valid untuk analisis pramipexole dalam plasma secara LC-MS/MS.

3 Universitas Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pramipexole

2.1.1 Monografi (Smith, 2001; Galichet, 2005; U.S. National Library of Medicine, 2012)

Struktur molekul pramipexole dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut:

[Sumber: Galichet, 2005]

Gambar 2.1 Rumus struktur pramipexole Nama dagang : Mirapex®, Mirapexin®, Sifrol®

Rumus molekul : C10H17N3S Bobot molekul : 211,324 g/mol

Sinonim : (S)-2-Amino-4,5,6,7-tetrahydro-6-(propylamino)benzothiazole Nama CAS : (S)-4,5,6,7-Tetrahydro-N6-propy-2,6-benzothiazolediamine Nomor CAS : 104632-26-0

Derivat : pramipexole dihydrochloride monohydrate Rumus molekul : C10H17N3S.2HCl.H2O

Bobot molekul : 302,27 g/mol Nomor CAS : 191217-81-9

Pemerian : kristal berwarna putih

Kelarutan : larut dalam air (>20%), dalam metanol (8%); dalam etanol (0,5%); praktis tidak larut dalam diklorometan

Titik leleh : 296-301oC

Penyimpanan : simpan pada wadah tertutup rapat dan terhindar dari panas serta kelembaban Fungsi : antiparkinson N S H N H3C NH2

2.1.2 Aktivitas Farmakologi

Pramipexole (PPX) merupakan agonis dopamin non-ergolin yang biasa digunakan untuk terapi Parkinson dan restless legs syndrome (RLS). Parkinson adalah kelainan sistem saraf yang menyebabkan penderitanya kesulitan untuk bergerak, mengontrol gerakan otot, dan keseimbangan. Gejalanya berupa bergetarnya bagian tubuh tertentu, kekakuan, pergerakan yang lambat, dan adanya masalah dengan keseimbangan. Restless legs syndrome (RLS) adalah suatu kondisi yang menyebabkan ketidaknyamanan pada kaki dan kesulitan untuk menggerakan kaki, khususnya pada malam hari dan ketika duduk atau berbaring (Yadav et al, 2010; U.S. National Library of Medicine, 2012).

Mekanisme kerja pramipexole diperkirakan seperti dopamin, substansi alami pada otak yang diperlukan untuk mengontrol pergerakan. Pramipexole bekerja dengan berikatan secara selektif pada reseptor dopamin D2. Obat ini dapat mengontrol gejala Parkinson dan RLS, tetapi tidak menyembuhkan kondisi ini (Yadav et al, 2010; U.S. National Library of Medicine, 2012).

Pramipexole tersedia secara komersial dalam bentuk (S)-enantiomer, sedangkan bentuk (R)-enantiomer memiliki afinitas yang lebih rendah pada reseptor dopamin (Yadav et al, 2010).

Efek samping yang ditimbulkan akibat penggunaan pramipexole misalnya mual, lemah, pusing, mengantuk, sulit berkonsentrasi, kebingungan, pergerakan tubuh yang abnormal, heartburn, konstipasi, diare, anoreksia, kehilangan berat badan, mulut kering, nyeri sendi, sulit berkemih, bengkak pada tangan dan kaki, dan halusinasi (U.S. National Library of Medicine, 2012; Tarsy, 2012).

2.1.3 Farmakokinetika (Yadav et al, 2010) 2.1.3.1 Absorpsi

Pramipexole diabsorpsi dengan baik pada pemberian secara per oral. Availabilitas (persentase dosis oral yang mencapai peredaran darah dalam bentuk aktif untuk dapat menimbulkan aksi farmakologi) dari pramipexole diperkirakan lebih dari 90%. Dosis yang umum digunakan untuk pengobatan Parkinson adalah 0,375-1,5 mg/hari, biasanya diberikan tiga kali sehari. Sedangkan untuk pengobatan RLS diberikan satu kali sehari dengan dosis 0,125-0,5 mg/hari dan maksimum 4,5 mg/hari.

Universitas Indonesia

2.1.3.2 Distribusi

Pramipexole berikatan dengan protein plasma +15%. Volume distribusi pramipexole sekitar 7,34 L/kg pada pria dan 7,01 L/kg pada wanita.

2.1.3.3 Eliminasi

Eliminasi pramipexole terutama terjadi melalui klirens ginjal. Akumulasi obat dapat terjadi pada pasien dengan disfungsi ginjal, oleh karena itu diperlukan penurunanan dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Waktu paruh pramipexole sekitar 8-12 jam, pria +11,6 jam sedangkan wanita +14,1 jam. Ekskresi terjadi melalui ginjal. Klirens total 500 mL/menit, dengan klirens ginjal sekitar 400 mL/menit (3 kali lebih tinggi dari laju filtrasi glomerulus) atau 5,5 mL/menit/kg. Klirens wanita 30% lebih rendah dibandingan dengan pria. Demikian juga klirens orang tua 30% lebih rendah dari orang muda dan klirens penderita Parkinson 30% lebih rendah dibandingkan dengan orang sehat. Pada pasien dengan kelainan ginjal klirens dapat menjadi 75% lebih rendah.

2.2 Baku Dalam

2.2.1 Propranolol (Smith, 2001; Galichet, 2005; USP, 2008)

Struktur molekul propranolol dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut:

[Sumber: Galichet, 2005]

Gambar 2.2 Rumus struktur propranolol Rumus molekul : C16H12NO2

Bobot molekul : 259,3 g/mol

Sinonim : 1-(isopropylamino)-3-(1-naphthyloxy)-2-propanol

Nama CAS : 1-[(1-Methylethyl)amino]-3-(1-naphtalenyloxy)-2-propranol) Nomor CAS : 525-66-6 Pemerian : kristal O N H OH CH3 CH3

Kelarutan : larut dalam air, larut dalam alkohol, sedikit larut dalam kloroform, dan praktis tidak larut dalam eter

Titik leleh : 96oC

Penyimpanan : simpan dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya

2.3 Kromatografi Cair Detektor Spektrometer Massa (LC-MS/MS) 2.3.1 Kromatografi Cair (Liquid Chromatography)

Kromatografi adalah suatu metode pemisahan campuran yang didasarkan pada perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Berdasarkan fase gerak yang digunakan, kromatografi dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu kromatografi gas dan kromatografi cair (McNair & Miller, 1998).

Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang mudah menguap, sementara kromatografi cair digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak mudah menguap. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Gandjar & Rohman, 2007).

Metode analisis dengan kromatografi cair memerlukan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, panjang dan diameter kolom, fase gerak, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom dan ukuran sampel (Gandjar & Rohman, 2007).

Kromatografi cair pada prinsipnya merupakan metode pemisahan menggunakan suatu kolom yang berisi partikel dengan tingkat kepolaran tertentu dan suatu sistem mengalir untuk memisahkan analit pada sampel cair berdasarkan tingkat kepolarannya. Adanya perbedaan afinitas analit terhadap partikel

Universitas Indonesia

penyusun kolom menyebabkan perbedaaan waktu retensi suatu analit di dalam kolom (Rahardja, 2010).

Komponen penting kromatografi cair adalah fase diam yaitu partikel penyusun kolom dan fase gerak yaitu eluen (pembawa analit). Fase gerak yang digunakan pada kromatografi cair biasanya terdiri atas campuran air dan pelarut organik dalam konsentrasi tertentu. Pemilihan fase gerak dilakukan berdasarkan prinsip like dissolve like, yaitu fase gerak yang polar akan lebih baik untuk membawa analit yang polar dan juga sebaliknya (Rahardja, 2010).

Kromatografi cair terdiri dari dua macam yaitu kromatografi cair fase normal dan fase terbalik. Kromatografi cair fase normal menggunakan fase diam yang bersifat polar (misalnya silika) dan fase geraknya bersifat non polar (seperti heksana dan isopropanol). Kromatografi cair fase terbalik menggunakan fase diam yang bersifat non polar (misalnya kolom C18) dan fase gerak yang bersifat polar (seperti air dan asetonitril/metanol). Pada kromatografi fase terbalik senyawa-senyawa yang bersifat polar akan keluar terlebih dahulu karena afinitasnya kurang baik dengan partikel kolom, sedangkan senyawa non polar akan tertahan pada kolom sehingga keluar setelahnya (Rahardja, 2010).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih kolom yang kompatibel untuk spektrometer massa adalah:

a. Jenis partikel penyusun kolom (seperti C8, C18, HILIC, Phenyl) b. Ukuran partikel, biasanya berkisar 2-5 µm.

c. Panjang kolom, biasanya sekitaar 50-150 mm. d. Diameter dalam kolom.

Laju alir eluen besarnya dipengaruhi oleh diameter dalam kolom. Semakin besar diameter dalam kolom, maka semakin besar pula laju alir eluen yang diperlukan, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut (Rahardja, 2010).

Diameter dalam (mm) Rekomendasi laju aliran eluen

1,0 50 µL/menit

2,1 0,4 – 0,5 mL/menit

3,0 0,6 mL/menit

4,6 1 mL/menit

Laju aliran fase gerak yang umum digunakan adalah 0,2 – 0,6 mL/menit. Komposisi fase gerak (air dan pelarut organik) diatur berdasarkan waktu untuk memaksimalkan pemisahan analit di dalam kolom, yang disebut sebagai sistem gradien. Gradien yang baik harus memiliki 4 tahap, yaitu (Rahardja, 2010):

a. Tahap inisiasi (gradien awal, fase organik rendah). b. Menaikkan komposisi organik seiring waktu.

c. Menahan komposisi organik di suatu konsentrasi tertentu untuk memastikan analit yang diinginkan keluar dengan sempurna.

d. Re-ekuilibrasi akhir untuk memastikan semua sampel telah keluar dari kolom dan kolom siap menerima sampel berikutnya.

Contoh program gradien fase gerak dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut.

[Sumber: Rahardja, 2010]

Gambar 2.3 Contoh sistem gradien 2.3.2 Spektrometer Massa (Mass Spectrometry)

Spektrometer massa (MS) adalah sebuah instrumen yang dapat mendeteksi dan memisahkan ion-ion analit dalam suatu sampel berdasarkan rasio massa:muatan (m/z) (Rahardja, 2010).

Kelebihan LC-MS/MS dibandingkan dengan LC-UV adalah LC-MS/MS dapat meminimalkan kesalahan analisis akibat pengaruh matriks seperti kenaikan baseline dan pergeseran waktu retensi. Hal ini karena LC-MS/MS hanya memilih secara selektif ion-ion yang diinginkan. Selain itu, LC-MS/MS juga tidak hanya mendeteksi berdasarkan waktu retensi, sehingga dua analit dengan massa yang berbeda dapat muncul di waktu retensi yang sama atau overlap. LC-MS/MS melakukan konfirmasi berdasarkan massa ion produk, sehingga didapatkan puncak tunggal masing-masing zat meskipun waktu retensi overlap. Sedangkan

%B 80

20

Universitas Indonesia

pada LC-UV kuantitasi tidak dapat dilakukan apabila kedua zat overlap (Rahardja, 2010).

Perbedaan LC-MS/MS dangan LC-MS adalah pada LC-MS tidak terjadi fragmentasi sehingga deteksi hanya dilakukan pada massa ion prekursor saja. Single MS menggunakan medan listrik dengan besaran tertentu untuk transpor ion dan memfilter ion (quadrupoles). Tandem MS (MS/MS) menggunakan triple quadrupoles sehingga analisisnya lebih selektif dan lebih sensitif dibandingkan dengan single MS (Rahardja, 2010).

Triple quadrupoles pada MS/MS terdiri dari Q1 (filter massa), Q2 (collision cell/LINAC, memecah ion prekursor yang diinginkan menjadi ion-ion produk), dan Q3 (filter massa). Sampel yang masuk ke dalam triple quadrupoles akan mengalami proses mulai dari produksi ion, transpor ion, filter ion, fragmentasi ion, filter ion, dan kemudian deteksi ion (Rahardja, 2010).

Tipe-tipe scan pada triple quadrupoles, terdiri dari (Rahardja, 2010): a. MS Scan Mode

Tipe ini hanya menggunakan satu Q saja (Q1 atau Q3). Tipe ini terdiri dari dua macam, yaitu full scan dan selected ion monitoring (SIM). Pada tipe full scan seluruh ion akan masuk dan mengalami proses scan di Q1 atau di Q3. Sedangkan pada tipe SIM ion-ion yang masuk akan difilter oleh Q1 sehingga hanya ion terpilih saja yang masuk ke detektor, sedangkan pada Q3 tidak terjadi proses seleksi (Q1 multiple scan), atau sebaliknya Q1 tidak melakukan seleksi sehingga seluruh ion akan masuk, kemudian seleksi akan dilakukan pada Q3 sehingga hanya ion terpilih saja yang sampai ke detektor (Q3 multiple scan). b. MS/MS Scan Mode

Tipe ini menggunakan Q1 untuk scan atau filter ion-ion prekursor, Q2 untuk fragmentasi, dan Q3 untuk scan atau filter ion-ion produk. Tipe ini terdiri dari empat macam yaitu product ion scan, precursor ion scan, neutral loss scan, dan MRM (multiple reaction monitoring).

2.4 Validasi Metode Bioanalisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2006). Validasi metode analisis yang dilakukan dalam matriks biologi (darah, serum, plasma, urin, saliva) disebut sebagai validasi metode bioanalisis.

Validasi metode bioanalisis ini digunakan pada studi farmakologi klinis, pengujian bioavailabilitas (BA) dan bioekuivalensi (BE), serta studi yang memerlukan evaluasi farmakokinetika. Metode analisis yang selektif dan sensitif untuk evaluasi obat dan metabolitnya (analit) secara kuantitatif sangat berpengaruh terhadap kesuksesan studi farmakologi pre-klinik dan klinik (FDA, 2001).

2.4.1 Tipe Validasi Metode Bioanalisis

Terdapat tiga tipe dan tingkatan validasi metode bioanalisis, yaitu (FDA, 2001):

2.4.1.1 Validasi Lengkap (Full Validation)

Validasi lengkap ini sangat penting apabila ingin mengembangkan dan mengimplementasikan metode bioanalisis untuk pertama kalinya. Validasi ini penting untuk obat baru dan untuk penentuan metabolitnya.

2.4.1.2 Validasi Parsial (Partial Validation)

Validasi parsial merupakan modifikasi dari metode bioanalisis yang sudah divalidasi. Pengujian yang dilakukan pada validasi parsial dapat berkisar dari penentuan akurasi dan presisi intra-assay saja atau mendekati validasi lengkap. Ada beberapa tipe metode analisis yang termasuk dalam validasi parsial antara lain :

a. Metode bioanalisis yang ditransfer antar laboratorium atau analisis

b. Adanya perubahan pada metode analisis (misalnya ada perubahan pada sistem deteksi)

c. Perubahan antikoagulan

d. Perubahan matriks pada spesies yang sama (misalnya plasma manusia diganti urin)

e. Perubahan prosedur saat preparasi sampel

f. Perubahan spesies pada matriks yang sama (misalnya plasma mencit diganti plasma tikus)

Universitas Indonesia

g. Perubahan rentang konsentrasi h. Perubahan instrumen atau software i. Volume sampel terbatas

2.4.1.3 Validasi Silang (Cross Validation)

Validasi silang dilakukan dengan membandingkan parameter-parameter validasi apabila digunakan dua atau lebih metode bioanalisis untuk mendapatkan data pada studi yang sama atau pada studi yang berbeda. Pada validasi ini digunakan metode validasi yang original sebagai reference dan metode bioanalisis lainnya sebagai comparator.

2.4.2 Standar Acuan (Reference Standard)

Analisis obat dan metabolitnya dalam matriks biologi memerlukan standar acuan (reference standard) dan sampel yang digunakan sebagai Quality Control (QC). Kemurnian standar acuan yang dipakai dapat mempengaruhi data yang diperoleh. Standar acuan yang digunakan sebaiknya identik dengan analit. Bila tidak memungkinkan, maka dapat digunakan basa bebas atau asamnya dan bentuk garam atau ester dengan kemurnian yang diketahui. Ada tiga macam standar acuan, antara lain (FDA, 2001):

a. Standar acuan yang mempunyai sertifikat (misalnya standar USP).

b. Standar acuan yang dijual secara komersil dari sumber yang dapat dipercaya. c. Standar acuan yang disintesis oleh laboratorium analisis atau institusi non

komersial lainnya.

2.4.3 Parameter Validasi Bionalisis (FDA, 2001; EMEA, 2011)

Parameter penting untuk validasi metode bioanalisis meliputi selektifitas, sensitifitas, akurasi, presisi, reprodusibilitas, dan stabilitas.

2.4.3.1 Selektifitas (Selectivity)

Selektifitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode analisis untuk membedakan dan mengukur kadar analit dengan adanya komponen-komponen lain dalam sampel (matriks biologis). Uji selektifitas dilakukan menggunakan 6 blanko plasma manusia dari sumber yang berbeda, yang masing-masing akan dianalisa dan dievaluasi terhadap adanya gangguan.

Respon gangguan diizinkan bila kurang dari 20% respon analit pada konsentrasi lower limit of quantification (LLOQ) dan untuk baku dalam kurang dari 5% respon baku dalam.

2.4.3.2 Carry over

Carry over dilakukan dengan menyuntikan sampel blanko setelah penyuntikan sampel konsentrasi tinggi atau setelah penyuntikan kurva kalibrasi standar pada konsentrasi tertinggi (upper limit). Carry over sebaiknya tidak lebih dari 20% respon analit pada konsentrasi LLOQ dan untuk baku dalam tidak lebih dari 5% respon baku dalam.

Jika carry over tidak dapat dihindari maka pengujian sampel tidak dapat dilakukan secara acak. Pengukuran yang spesifik harus dipertimbangkan selama validasi dan juga selama pengujian sampel agar tidak mempengaruhi akurasi dan presisi.

2.4.3.3 Batas Kuantitasi Terendah (Lower Limit of Quantification/LLOQ)

Batas kuantitasi terendah (LLOQ) adalah konsentrasi analit terendah yang masih dapat ditentukan secara cermat dan seksama. Batas kuantitasi menunjukkan sensitifitas dari suatu metode. Konsentrasi LLOQ harus sesuai dengan konsentrasi pengukuran sampel. Untuk pengujian bioekivalensi LLOQ harus tidak lebih besar dari 5% Cmax.

Konsentrasi kurva kalibrasi terendah dapat diterima sebagai batas kuantitasi (LLOQ) bila memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Respon analit pada konsentrasi LLOQ harus sedikitnya lima kali dari respon sampel blanko

b. Puncak analit dapat diidentifikasi, terpisah, dan reprodusibel dengan presisi 20% dan akurasi 80-120%.

2.4.3.4 Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi merupakan hubungan antara respon instrumen dengan konsentrasi analit yang diketahui. Pembuatan kurva kalibrasi harus disesuaikan dengan konsentrasi analit pada sampel. Kurva kalibrasi dibuat dengan melakukan spiking pada blanko matriks biologis dengan konsentrasi analit yang diketahui dan

Universitas Indonesia

kemudian diperlakukan sama seperti pada sampel. Diperlukan satu kurva kalibrasi untuk setiap pengujian analit pada validasi metode dan untuk setiap kali analisis.

Kurva kalibrasi harus terdiri dari 1 sampel blanko (matriks tanpa baku dalam), 1 sampel zero (matriks dengan baku dalam), dan 6-8 sampel yang

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 44-108)

Dokumen terkait