• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 83-125)

iv Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Presentase Jenis Pelayanan yang diberikan di Apotek

Mitrasana PUP berdasarkan Jumlah Reseponden... 24 Gambar 4.2. Presentase Pemberian KIE berdasarkan Jumlah Responden

Keseluruhan ... 24 Gambar 4.3. Presentase Komponen KIE berdasarkan Jumlah Responden

yang Diberi KIE... 25 Gambar 4.4. Presentase Pemberi KIE berdasarkan Jumlah Responden

yang diberi KIE... 26 Gambar 4.5. Presentase Alasan Pelanggan Tidak diberi KIE ... 26

Lampiran 1. Cuplikan Hasil Survey Lokasi Apotek Mitrasana PUP... 38 Lampiran 2. Form Survey KIE Apotek Mitrasana PUP... 39

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan melalui pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, maka perlu dilakukan suatu upaya kesehatan dengan cara peningkatan kualitas tenaga kesehatan, adanya sistem pelayanan yang teroganisir dengan baik dan ditunjang oleh sarana kesehatan yang memadai. Salah satu sarana kesehatan untuk melaksanakan upaya kesehatan adalah Apotek.

Apotek merupakan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Adapun pekerjaan kefarmasian yang dilakukan di Apotek meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, serta pelayanan informasi obat dan konseling.

Pelayanan farmasi saat ini telah bergeser orientasinya yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan tersebut, Apoteker dan petugas Apotek dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut salah satunya adalah melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). KIE merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara farmasis dengan pasien/keluarga atau dengan tenaga kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman bagi pasien/keluarga dan tenaga kesehatan mengenai penggunaan obat yang benar dan rasional. Dalam melakukan KIE Apoteker dituntut untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini. KIE adalah bagian penting dalam pelayanan kesehatan dimana setiap profesi kesehatan dituntut tanggung jawabnya untuk

selalu mengefektifkan KIE sebagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu wujud pelayanan KIE di Apotek adalah pemberian informasi obat baik dalam pelayanan resep maupun pelayanan swamedikasi.

Banyak cara atau metode yang dapat digunakan oleh seorang Apoteker dalam pelaksanaan Komunikasi Informasi dan Edukasi di Apotek. Metode pelaksanaan KIE ini harus disesuaikan dengan Apotek tempat dilaksanakannya, karena berkaitan langsung dengan pelanggan di Apotek tersebut. Perilaku pelanggan pada suatu Apotek dapat dilihat dari profil pelanggan dilingkungan sekitar Apotek. Apotek Mitrasana Pondok Ungu Dua (PUP) merupakan outlet yang terletak di daerah perumahan padat penduduk yang mempunyai profil pelanggan yang berbeda dengan tempat-tempat lainnya, oleh karena itu perlu dibuat strategi khusus yang disesuaikan dengan profil pelanggan tersebut untuk mengoptimalkan KIE yang dilaksanakan di Mitrasana PUP.

1.2 Tujuan

a. Mengetahui kondisi pelaksanaan KIE yang berjalan di Apotek Mitrasana PUP . b. Mengembangkan metode KIE yang sesuai untuk Apotek Mitrasana PUP yang

3 Universitas Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993, Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas dasar resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi: a. Pelayanan Resep

1. Skrining resep

Seorang Apoteker pada saat menerima resep wajib melakukan skrining resep yang meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis, jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas; bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat; adanya tidaknya alergi, efek samping, interaksi, serta kesesuaian dosis, durasi, jumlah obat. Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya

dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

2. Penyiapan obat

Penyiapan obat dimulai dengan peracikan jika terdapat resep racikan. Meracik merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.

3. Penyerahan Obat

Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

b. Promosi dan Edukasi

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.

5

Universitas Indonesia

c. Pelayanan residensial (Home Care).

Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).

2.3 Komunikasi Informasi dan Edukasi

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di bidang kefarmasian merupakan rangkaian kegiatan interaksi positif antara Apoteker dengan pasien, keluarga pasien, atau dengan tenaga kesehatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan pasien, mendapatkan informasi dari pasien, memberikan instruksi pada pasien yang berkaitan dengan obat, serta untuk memberikan dukungan maupun semangat kepada pasien supaya penyakitnya cepat sembuh.

KIE yang diberikan berupa informasi mengenai efek samping, dosis, cara penggunaan, interaksi obat, harga obat, dan lain-lain. Seorang Apoteker harus dapat menyarankan pengobatan yang rasional dan dapat memberikan alternatif pengobatan lain yang lebih aman dan efektif. Latar belakang perlunya KIE adalah sebagai berikut:

a. Ketidakpatuhan pasien

Berbagai macam penyebab ketidakpatuhan antara lain status ekonomi pasien maupun adanya interaksi antara pasien dengan tenaga kesehatan yang kurang baik. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi dalam bentuk resep tidak ditebus oleh pasien, resep yang lama tidak ditebus kembali, atau dosis yang tidak efektif membuat pasien menggandakan dosis sendiri.

b. Penggunaan obat yang tidak rasional

Hal ini dapat berupa obat tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien, jenis obat, dosis, rute pemberian, waktu pemberian, durasi pemberian dan obat tidak terjangkau oleh pasien.

c. Penggunaan obat yang tidak benar

Hal ini lebih ditekankan pada teknik penggunaan obat oleh pasien. Terdapat beberapa bentuk sediaan obat yang memerlukan teknik khusus dalam

penggunaannya agar lebih efektif, antara lain obat asma yang menggunakan inhaler, suppositoria, dan obat tetes.

KIE dapat memberikan manfaat, baik bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, maupun Apoteker. Beberapa manfaat tersebut, antara lain :

a. Bagi pasien

1. Meminimalkan kesalahan 2. Meningkatkan pemahaman 3. Meningkatkan kepatuhan

4. Meminimalkan efek samping obat 5. Meningkatkan kualitas hidup 6. Menurunkan biaya pengobatan b. Bagi tenaga kesehatan

1. Meningkatkan pengetahuan tentang obat 2. Mendorong pemberian obat yang rasional 3. Meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien c. Bagi Apoteker

1. Meningkatkan kepuasan kerja 2. Meningkatkan citra profesi 3. Menarik pelanggan

4. Meningkatkan pendapatan

Komunikasi adalah pancaran ide dari satu pemikiran ke pemikiran lain melalui interaksi antara dua pihak yaitu komunikator dan penerima pesan melalui suatu proses sehingga terjadi pemindahan pesan secara sempurna. Komunikasi merupakan pembentukan pesan dari pemikiran, perasaan, perilaku pengirim (sender) atau, penyampaian pesan kepada penerima (receiver) atau, mengartikan pesan oleh penerima atau, reaksi penerima.

2.3.1 Klasifikasi Komunikasi

Komunikasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Komunikasi verbal adalah komunikasi secara lisan yang terjadi apabila dua orang atau lebih bertemu baik secara langsung atau tidak langsung.

7

Universitas Indonesia

b. Komunikasi non verbal adalah semua tingkah laku yang bukan lisan dan tidak secara tertulis. Penghubungnya antara lain ekspresi wajah, bunyi, anggota badan. Biasanya menggambarkan pesan perasaan, pikiran (disadari atau tidak), mengekspresikan wajah/gerakan, biasanya sulit dibuat-buat, dan lebih terpercaya.

2.3.2 Tahapan, Tipe dan Hambatan dalam Komunikasi

Tahapan dari komunikasi terhadap pendengar yaitu sebagai berikut : a. Tahap pengenalan : Mulai mengenal sambil mencari informasi

b. Tahap pembentukan sikap : Keinginan untuk berinteraksi antara komunikator dan komunikan.

c. Tahap perilaku : Adanya persiapan untuk memberi informasi tersebut. Berbagai tipe komunikasi diantaranya sebagi berikut :

a. Komunikasi dengan diri sendiri (Intrapersonal Communication) merupakan proses komunikasi dalam diri sendiri.

b. Komunikasi antar pribadi (Interpersonal Communication) merupakan komunikasi antara 2 orang atau lebih secara tatap muka.

c. Komunikasi publik (Public Communication) merupakan komunikasi yang disampaikan oleh pembicara dengan tatap muka di depan khalayak yang lebih besar.

d. Komunikasi massa (Mass Communication) merupakan komunikasi dimana pesan dikirim dari sumber yang melembaga bagi khalayak.

Dalam berkomunikasi terdapat berbagai macam hambatan, yang diantaranya disebut dengan

a. Barrier fisik

1. Fisik pasien, contohnya gangguan pendengaran/penglihatan, keadaan sakit/lemah, kesukaran berbicara.

2. Ruangan, contohnya kurang leluasa, counter terlalu tinggi, terdapat penghalang kaca, suara berisik, gangguan telepon.

b. Barrier psikologis 1. Bias

3. Wawasan sempit 4. Takut / khawatir 5. Emosi

6. Tidak kompatibel

7. Tidak ada saluran komunikasi

c. Barrier non-verbal yaitu hambatan yang berupa kurang nya kontak mata antara komunikator dan komunikan.

d. Barrier waktu dan administrasi

1. Apoteker tidak dibayar untuk melakukan konsultasi 2. Pasien sudah lelah menunggu dokter

3. Segan berkomunikasi

2.4 Strategi Komunikasi yang Efektif

Berdasarkan empat unsur penentu efektivitas komunikasi, maka strategi komunikasi disusun berdasarkan keempat unsur tersebut. Ada tiga tujuan utama strategi komunikasi yang ingin dicapai, yaitu :

a. Memastikan bahwa penerima pesan memahami isi pesan yang diterimanya b. Memantapkan penerimaan pesan dalam diri penerima sasaran

c. Memotivasi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan implikasi pesan

Prinsip-prinsip strategi komunikasi terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut: 2.4.1 Merumuskan tujuan

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang kegiatan komunikasi adalah mengidentifikasi masalah, data dan fakta. Langkah ini menghasilkan rumusan tujuan kegiatan yang memuat informasi ;

a. Siapa sasaran komunikasi

b. Perubahan perilaku yang diharapkan terjadi c. Kualitas perubahan

d. Lokasi perubahan

2.4.2 Menetapkan dan mengenal target sasaran

9

Universitas Indonesia

dilakukan terkait dengan isi pesan, penentuan metode komunikasi dan pemilihan saluran pesan yang sesuai dengan isi pesan.

Pengenalan target sasaran akan tergantung pada tujuan komunikasi yang hendak dicapai, apakah sekedar membuat target mengetahui tentang sesuatu yang akan disampaikan atau dimaksudkan agar target melakukan tindakan tertentu sesuai pesan yang disampaikan padanya. Setelah target sasaran atau penerima komunikasi ditetapkan maka sumber komunikasi perlu mengetahui target sasaran dalam hal :

a. Ciri-ciri personal seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah keluarga

b. Mengenal sistem sosial budaya penerima pesan, meliputi bahasa yang digunakan, persepsi mereka tentang sesuatu yang dikomunikasikan, sikap mereka terhadap perubahan, ketergantungannya terhadap tokoh panutan, serta sistem pengambilan keputusan dalam keluarga.

c. Cara dan kebiasaan target berkomunikasi, lebih banyak menggunakan media atau komunikasi tatap muka / langsung.

d. Minat penerima terhadap perubahan e. Status penerima, mandiri atau kelompok

f. Tingkat pengetahuan penerima terhadap isi pesan.

Pemahaman tentang tingkat pengetahuan target sasaran mengenai materi yang akan dikomunikasikan akan memudahkan terjadinya penerimaan perubahan. Komunikasi tentang sesuatu yang relatif sudah pernah didengar akan lebih muda diterima dibanding sesuatu yang jarang didengar atau sama sekali asing bagi penerima. Perlu dipahami bahwa pengetahuan tidak selalu menyebabkan terjadinya perubahan perilaku. Ada beberapa persepsi individual yang dapat menghambat seseorang melakukan perilaku yang diharapkan yaitu :

1. Kognitif

1. Kepercayaan/keyakinan 2. Persepsi

3. Pendapat pribadi 4. Norma

2. Emosional

1. Kemampuan pribadi 2. Respon emosional 3. Interaksi sosial

1. Pengaruh sosial 2. Anjuran kepada teman

2.4.3 Mendesain Pesan

Disamping mengenal penerima komunikasi dengan baik, komunikator perlu mendisain pesan yang akan disampaikan sehingga mampu membangkitkan minat dan perhatian penerima terhadap pesan yang disampaikan. Ada empat syarat yang harus dipenuhi agar pesan yang disampaikan dapat diterima, yaitu :

a. Pesan disusun, direncanakan dan disampaikan secara menarik. Ketrampilan komunikator (sumber komunikasi) dalam merencanakan dan mengemas pesan sehingga menarik perhatian sangat diperlukan.

b. Pesan harus menggunakan simbol-simbol yang di dasarkan pada kesamaan pengalaman antara sumber dan penerima pesan dalam memahami simbol-simbol tersebut.

c. Pesan harus dapat membangkitkan kebutuhan pribadi penerima pesan dan mampu memberi saran tentang cara untuk mencapai kebutuhan dari pesan yang disampaikan.

d. Pesan harus dapat memberikan alternatif bagi penerima untuk memenuhi kebutuhan akan informasi secara layak, baik untuk kepentingan individu maupun kelompok.

2.4.4 Menetapkan Metode

Metode komunikasi dapat dibagi dua yaitu ; a. Menurut cara pelaksanaannya

1. Metode redudancy: cara mempengaruhi target sasaran dengan jalan mengulang-ulang pesan yang sama. Penyampaian pesan dilakukan secara kontinyu, tidak hanya sekali atau dua kali aja. Cara penyampaian pesan

11

Universitas Indonesia

pesan berulang-ulang antara lain target sasaran akan lebih memperhatikan pesan, tidak mudah lupa dan sumber dapat memperbaiki diri dalam cara penyampaian pesan.

2. Metode canalizing: cara mengubah pengetahuan, pemikiran, pendapat dan sikap mental target sasaran ke arah yang dikehendaki secara perlahan-lahan karena pada dasarnya pengetahuan, pemikiran, pendapat dan sikap seseorang dipengaruhi oleh kerangka referensi dan pengalaman yang telah mengkristal selama bertahun-tahun.

b. Menurut bentuk isi pesannya

1. Informatif: kegiatan mempengaruhi target sasaran melalui kegiatan penerangan. Penerangan adalah menyampaikan sesuatu apa adanya berdasarkan fakta dan data-data yang benar. Penerangan dilakukan untuk mengisi pengetahuan target sasaran tentang sesuatu yang belum diketahui tanpa upaya mempengaruhi persepsinya, misalnya siaran berita di radio & TV.

2. Persuasif: metode komunikasi yang difokuskan pada perubahan kesadaran atau sikap mental seseorang. Pada metode informatif pengetahuan target sasaran yang ingin diubah sedang pada metode persuasif yang lebih difokuskan adalah pada target sasaran yang telah tersugesti terlebih dahulu tentang sesuatu inovasi yang akan disampaikan. Contohnya, penyuluhan keamanan pangan dilakukan di kantor Dinas Kesehatan yang telah banyak ditempeli poster-poster tentang manfaat pangan yang aman. Pada kondisi demikian, target sasaran tersugesti untuk mengikuti program keamanan pangan karena dua hal yaitu, keberadaannya di lokasi penyuluhan, yaitu di kantor Dinas Kesehatan yang memang berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan dan poster-poster tentang keamanan pangan di kantor Dinas

Kesehatan secara psikologis telah ”membujuk” target sasaran untuk

mengikuti program komunikasi keamanan pangan. Pada metode persuasif pesan yang disampaikan selain berupa fakta, data dan pendapat orang lain juga dapat berupa non fakta.

3. Edukatif: metode komunikasi yang bertujuan mengubah perilaku target sasaran secara sengaja, teratur dan terencana. Isi komunikasi dengan metode

edukatif adalah berupa pendapat, fakta, data dan pengalaman seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Proses komunikasi dengan metode ini biasanya berlangsung lebih lama dibanding metode persuasif akan tetapi hasil metode edukatif dalam mengubah perilaku seseorang juga akan berlangsung lebih lama.

4. Kursif: metode komunikasi yang mempengaruhi target sasaran dengan cara memaksa. Pesan yang disampaikan biasanya berisi pendapat dan ancaman, misalnya peraturan-peraturan, perintah dan intimidasi.

2.4.5 Menseleksi dan Menetapkan Media

Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab sehubungan dengan kegiatan penseleksian media komunikasi antara lain adalah :

a. Saluran komunikasi mana yang paling banyak penerimanya tetapi murah biayanya?

b. Saluran komunikasi mana yang paling besar dampaknya?

c. Saluran komunikasi mana yang paling cocok dengan tujuan komunikasi dan target sasaran?

d. Saluran mana yang paling cocok dengan isi pesan?

e. Saluran komunikasi mana yang paling sesuai dengan ketersediaan dana dan kemampuan mengoperasionalkannya?

2.5 Strategi Informasi dan Edukasi

Edukasi adalah proses untuk belajar mengajar yang sangat perlu diberikan kepada produsen, konsumen dan pengambil kebijakan agar dapat mengubah perilakunya untuk menjadi lebih baik. Perilaku sebagai tujuan belajar diartikan sebagai segala tindak tanduk seseorang yang dapat diamati, didengar dan dirasakan oleh orang lain. Perilaku sebagai tujuan pendidikan terdiri dari tiga kawasan, yaitu :

a. Kawasan kognisi

Tujuan pengubahan perilaku pada kawasan kognisi mencakup perubahan perilaku yang berkaitan dengan aspek intelektualitas dan pengetahuan seseorang. Pengetahuan belajar pada kawasan kognisi ini terdiri dari enam unsur yang

13

Universitas Indonesia

1. Pengetahuan (knowledge) meliputi memori tentang fakta, kaidah, prinsip yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan orang yang belajar.

2. Komprehensi (comprehension) meliputi kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari materi pembelajaran yang telah dipelajari.

3. Aplikasi (application) meliputi kemampuan seseorang menggunakan materi belajar dalam situasi baru untuk memecahkan masalah-masalah kongkrit yang dihadapi.

4. Analisis (analysis) meliputi kemampuan seseorang untuk menjelaskan sesuatu yang pernah diajarkan dan dialami dengan rinci.

5. Sintesa (synthetic) merupakan kemampuan untuk menghubung-hubungkan segala sesuatu yang diajarkan dan dialami atau dilakukan sehingga mewujudkan suatu pengertian baru.

6. Penilaiaan (evaluation) merupakan kemampuan untuk menilai. b. Kawasan afeksi

Kawasan afeksi (sikap mental) menyangkut emosi dan perasaan seseorang seperti rasa senang-tidak senang, rasa suka-tidak suka. Ada lima unsur kawasan afeksi yaitu: 1. Menerima 2. Menanggapi 3. Menilai 4. Organisasi 5. Penghayatan c. Kawasan psikometrik

Perubahan perilaku dalam kawasan psikomotorik adalah perubahan ketrampilan seseorang mengerjakan sesuatu. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketrampilan seseorang adalah kekuatan, kecepatan, ketepatan, keseimbangan dan kecermatan. Setiap kawasan perubahan perilaku membawa konsekuensi yang berbeda-beda pada pengalaman belajar yang diberikan atau lebih tepatnya pada proses pendidikan yang dilaksanakan.

Informasi dan edukasi dapat dilaksanakan melalui tiga jenis jalur pendidikan menurut sifat pelaksanaannya, yaitu pendidikan formal, pendidikan non-formal dan pendidikan in-formal. Pembedaan ketiga sifat pendidikan tersebut ada pada

tidaknya proses belajar mengajarnya, mencakup kurikulum, materi, standarisasi warga belajar, kelengkapan sarana dan sebagainya. Pendidikan non formal adalah pendidikan luar sekolah yang memiliki aturan dan kurikulum yang luwes. Jika dalam pendidikan formal target sasaran sebagai obyek, maka pada pendidikan non-formal, target sasaran berperan sebagai pemain utama atau subyek pendidikan. Materi, metode, dan media pendidikan yang digunakan harus berdasarkan kebutuhan dan karakteristik target sasaran. Contoh pendidikan non-formal antara lain adalah penyuluhan keamanan makanan jajanan, penyuluhan pengawasan bahan berbahaya, pelatihan penerapan HACCP, pelatihan sertifikasi halal, kursus-kursus penanganan pangan aman dan sebagainya. Sementara itu pendidikan in-formal adalah pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga, meliputi pendidikan nilai-nilai pergaulan, etika kehidupan sehari-hari seperti etika makan, etika masuk rumah, etika menggunakan berbagai fasilitas, etika kesusilaan dan sebagainya. Contoh pendidikan in-formal dikeluarga adalah orang tua yang mengajarkan anaknya agar tidak jajan sembarangan misalnya diwarung makanan yang berlokasi persis samping tempat pembuangan sampah, mengajarkan anak agar tidak membiarkan makanan dalam keadaan terbuka, mengambil makanan dengan sendok atau penjepit makanan, membuang sampah pada tempatnya dan sebagainya.

2.5.1 Pesan

Ada lima cara perlakuan pesan yaitu : a. Susunan pesan menarik

b. Simbol pesan sama-sama dipahami oleh narasumber dan sasaran. c. Pesan mampu membangkitkan kebutuhan pribadi penerima

d. Pesan dapat memberikan alternatif bagi penerima untuk memenuhi kebutuhan secara layak

e. Isi pesan mudah diimplementasikan

2.5.2 Sasaran

15

Universitas Indonesia

a. Sasaran yang langsung menggunakan perubahan perilaku untuk dirinya sendiri, sebagai contoh adalah produsen atau penjaja pangan dan para konsumen misalnya masyarakat umum, murid sekolah, pasien.

b. Sasaran yang selain dapat menggunakan perubahan perilakunya untuk diri sendiri, berpotensi atau berperan mengubah perilaku target sasaran lain.

Pada konsumen langsung karena sifatnya massal, kegiatan informasi dan

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 83-125)

Dokumen terkait