• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR

DAFTAR LAMPIRAN

F. Verifikasi dan Validasi Model

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Lini produksi fillet ikan beku pada PT. Global Tropical Seafood terdiri dari 13 Stasiun kerja dengan 4 stasiun diantaranya merupakan stasiun bersama yang mengolah bahan baku ataupun produk dari lini produksi lainnya. Sistem antrian di lini produksi fillet ikan beku mengikuti pola antrian jalur pararel dengan beberapa tahapan produksi dan unit pelayanan pararel. Waktu pelayanan dan kedatangan bahan diambil berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya antrian pada sistem antrian produksi fillet ikan beku ialah adanya ketidakseimbangan proses produksi yang terjadi akibat perbedaan kecepatan pelayanan operator dengan kecepatan kedatangan bahan yang bersifat probabilistik. Sifat probabilistik dalam sistem antrian adalah faktor utama yang menyebabkan terjadinya antrian dalam sistem produksi fillet ikan beku. Walaupun nilai tengah antara kecepatan kedatangan bahan dengan kecepatan operator sama, sistem antrian lini produksi fillet ikan beku masih dapat mengalami antrian akibat ketidakpastian dalam interaksi antara kecepatan pelayanan operator dengan kecepatan kedatangan bahan.

Konfigurasi sistem antrian pada lini produksi fillet ikan beku yang dinamakan SAPFIB terdiri dari tiga buah model yakni model antrian sejak dari stasiun penerimaan hingga stasiunpanning dan stasiunafter curing (Model A), model antrian pada stasiunfreezing (Model B), dan model antrian pada stasiun packing (Model C). Selain model utama tersebut, juga terdapat empat buah sub model yang seluruhnya mendefinisikan sistem antrian pada kondisi nyata dalam sistem produksi produk fillet ikan beku. Pembuatan model simulasi sub model antrian dibuat untuk memahami perilaku sistem antrian secara lebih rinci pada suatu keadaan dimana bahan baku datang pada kondisi puncaknya.

Berdasarkan hasil simulasi model utama pada kondisi nyata selama 25200 detik (7 jam kerja) untuk model A, 24 jam kerja untuk model B dan 75600 detik (21 jam kerja) untuk model C, kinerja sistem antrian fillet ikan beku saat ini di perusahaan masih dapat dioptimalkan karena terdapat bahan

baku sebanyak 26,33 kg yang tidak terproses (balking) pada stasiun kerjaAfter Curing, tingkat utilitas operator secara keseluruhan pada model A sebesar 27,50 % yang berarti idle time operator tinggi, rata-rata waktu antrian bahan secara keseluruhan 141,75 detik, rata-rata waktu bahan mengalir secara keseluruhan 979,11 detik (16,3 menit), biaya tambahan penggunaan es akibat adanya antrian Rp.296.020,03/bulan. Selain itu terjadi antrian pada stasiun freezingmaksimal sebesar 7808,3 kg. Pada stasiunPacking tidak terjadi antrian namun tingkat utilitas operatornya relatif rendah yakni 13,49 %.

Hasil simulasi model antrian pada skenario tingkat kedatangan bahan baku sebesar 6482,047 kg/jam (3 kali lipat dari data tingkat kedatangan historis selama penelitian) pada stasiun Penerimaan, 129,44 kg/jam (0,75 kali lipat dari data tingkat kedatangan historis selama penelitian) pada stasiun After Curing, 18000 kg per hari di stasiun Freezing dan 15308,29 kg/jam (6 kali lipat dari data tingkat kedatangan historis selama penelitian) pada stasiun Packing merupakan skenario terbaik untuk peningkatan kinerja sistem antrian. Hasil simulasi menunjukkan skenario tersebut pada model A dapat menghilangkan bahan yang tidak terproses menjadi 0 kg, jumlah bahan yang terproses menjadi 3099 kg, serta meningkatkan tingkat utilitas operator secara keseluruhan menjadi 75,36 %. Pada model B antrian dapat dihilangkan. Pada model C jumlah bahan yang terproses menjadi 10118,67 kg dan tingkat utilitas operator menjadi 80,79 %

Hasil simulasi model antrian pada skenario perubahan jumlah operator pada stasiun Penerimaan dari 5 orang menjadi 4 orang, stasiun Arahan Produksi dari 3 orang menjadi 1 orang, stasiunFilleting dari 5 orang menjadi 3 orang, stasiun Penyisikan 7 orang menjadi 2 orang, stasiun Trimming dari 16 orang menjadi 10 orang, stasiunWashing dari 2 orang menjadi 1 orang, stasiun After Curing dari 5 orang menjadi 7 orang, stasiunFreezing dari 3 unit menjadi 5 unit serta stasiun Packing dari 24 orang menjadi 12 orang, dan dengan jumlah operator pada stasiun lainnya tetap memberikan kinerja yang lebih baik pada sistem antrian. Hasil simulasi dengan skenario tersebut pada model A dapat menghilangkan bahan yang tidak terproses menjadi 0 kg, jumlah bahan yang terproses menjadi 1991,67 kg, mempercepat rata-rata waktu bahan

menjadi 275,33 detik (4,59 menit), meminimasi rata-rata waktu antrian bahan secara keseluruhan menjadi 4,42 detik serta meningkatkan tingkat utilitas menjadi 42,75 %, selain itu biaya tambahan penggunaan es akibat antrian menjadi Rp.40.651,86 /bulan. Pada model B pengembangan secara internal maupun eksternal memberikan hasil berupa tidak adanya antrian dalam stasiun Freezing. Pada model C hasil analisis simulasi memperlihatkan tingkat utilitas operator meningkat menjadi 26,48 %.

Hasil uji kesamaan nilai tengah waktu pelayanan antara dua populasi yakni dari data hasil simulasi dengan data historis selama penelitian memberikan hasil berupa tidak terdapat perbedaan signifikan antara kedua data tersebut. Hal tersebut membuktikan hasil simulasi valid untuk digunakan sebagai model dari kondisi yang ada.

B. Saran

Jika perusahaan tetap mempertahankan jumlah operator pada komposisi yang tetap mengikuti kondisi pada saat penelitian, sistem produksi akan lebih efektif dan efisien jika jumlah kedatangan bahan baku diupayakan pada tingkat kedatangan rata-rata perharinya 6482,047 kg/jam pada stasiun penerimaan, 129,44 kg/jam pada stasiun after curing dan 15308,29 kg/jam pada stasiun Packingdengan pola kedatangan sesuai dengan kondisi penelitian.

Jika tingkat kedatangan bahan baku pada perusahaan berada pada tingkat kedatangan rata-rata perharinya 2160,68 kg/jam sesuai kondisi penelitian, maka agar sistem produksi berjalan secara efektif dan efisien maka jumlah operator pada stasiun Penerimaan dapat dikurangi dari 5 orang menjadi 4 orang, stasiun Arahan Produksi dari 3 orang menjadi 1 orang, stasiun Filleting dari 5 orang menjadi 3 orang, stasiun Penyisikan 7 orang menjadi 2 orang, stasiun Trimming dari 16 orang menjadi 10 orang, stasiun Washing dari 2 orang menjadi 1 orang, stasiun After Curing dari 5 orang menjadi 7 orang, stasiunFreezing dari 3 unit menjadi 5 unit serta stasiun Packing dari 24 orang menjadi 12 orang, jumlah operator pada stasiun lainnya tetap.

Perlu diadakan kajian lebih lanjut dengan menggunakan parameter biaya agar dampak pemilihan skenario model antrian dapat diketahui kondisi yang paling optimalnya untuk diterapkan.

Pihak manajemen dapat melakukan kajian serupa mengenai analisis antrian pada lini produksi lainnya sehingga dapat meningkatkan kinerja sistem produksi perusahaan secara keseluruhan.

Pihak manajemen perusahaan dapat melakukan kajian dan pelatihan mengenai metode kerja yang efektif untuk karyawan sehingga tercapai efisiensi gerakan kerja serta keseragaman kemampuan pelayanan setiap operator pada setiap stasiun kerja.

Pihak manajemen dapat melakukan kajian sistem penjadwalan untuk perbaikan kinerja sistem antrian pada stasiun freezing.