• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V : KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada BAB ini, peneliti akan menyimpulkan jawaban-jawaban dari permasalahan penelitian. Selanjutnya, kesimpulan didiskusikan berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya. Pada akhir BAB ini juga dikemukakan saran-saran praktis dan metodologi yang berguna bagi peneliti selanjutnya yang meneliti tema coping stres pada Wilayatul Hisbah yang ditempatkan di desa.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan interpretasi, maka diambil kesimpulan

bahwa:

1. Sumber stres pada Wilayatul Hisbah yang ditempatkan di desa pada penelitian ini adalah sumber stres yang berasal dari pekerjaan. Adapun dimensi dari pekerjaan yang menimbulkan stres adalah physical danger, decision making, responsibility and stress, work overload, role ambiguity, interpersonal stress, career development, organizational structure and development. Pada responden I, responden tidak menganggap dimensi role ambiguity sebagai sumber stres, namun responden menanggap keenam dimensi pekerjaan lainnya sebagai sumber stres. Pada responden II, responden tidak menganggap physical danger dan role ambiguity sebagai sumber stres, namun responden menganggap dimensi pekerjaan lainnya sebagai sumber stres. Pada

171

responden III, responden menanggap seluruh dimensi pekerjaan adalah sumber stres.

2. Untuk beberapa permasalahan, ketiga responden menggunakan emotion focused coping dan problem focused coping untuk menyelesaikan masalah, namun untuk beberapa permasalahan lainnya responden menggunakan emotion focused coping atau problem focused coping saja. Responden I menggunakan emotion focused coping dan problem focused coping pada sumber stres berupa decision making, responsibility and stress, work overload, dan interpersonal stres. Namun hanya menggunakan problem focused coping pada sumber stres berupa physical danger, career development, organizational structure and development. Responden II menggunakan emotion focused coping dan problem focused coping pada sumber stres berupa decision making, responsibility and stress, work overload, interpersonal stress, organizational structure and development. Namun responden hanya menggunakan emotion focused coping pada sumber stres berupa career development. Responden III menggunakan emotion focused coping dan problem focused coping pada sumber stres berupa physical danger, decision making, responsibility and stress, work overload, role ambiguity, interpersonal stress, career development, organizational structure and development, namun hanya menggunakan problem focused coping pada sumber stres physical danger, role ambiguity, dan career development.

172

3. Jika merasa tidak mampu melakukan apa-apa lagi, maka ketiga orang responden memilih untuk diam saja dan bersabar menghadapi kondisi yang ada. Namun perilaku diam dan sabar yang dilakukan oleh ketiga orang responden memiliki bentuk yang berbeda-beda. Responden I memilih untuk diam dengan mengikhlaskan semua yang terjadi dan menganggapnya sebagai amal yang akan mendatangkan pahala, sedangkan responden II memilih untuk diam dan menganggap bahwa yang penting responden telah berusaha melaksanakan tugas dengan maksimal. Responden III memilih untuk diam karena memang merasa tidak mampu melakukan apa-apa lagi dan menganggap bahwa keinginannya belum bisa tepenuhi.

4. Walaupun ketiga mengetahui adanya ancaman fisik terhadap WH, namun hanya responden I dan III saja yang menganggapnya sebagai sumber stres. Responden II tidak menganggapnya sebagai sumber stres karena responden II menganggap bahwa tindakan brutal yang dilakukan pelanggar yang dapat mengancam keselamatan WH hanya akan terjadi jika WH memberikan pengarahan dengan cara arogan yang biasanya dilakukan oleh WH laki-laki yang menangkap pelaku zina. Sementara responden II adalah seorang wanita yang berusaha untuk memberikan pengarahan dengan cara yang lemah lembut dan tidak menangani kasus zina, sehingga akan terhindar dari kekerasan. Berbeda hal nya dengan responden II, walaupun responden I juga menilai tindakan brutal akan dilakukan oleh masyarakat jika WH memberikan pengarahan dengan cara yang kasar dan arogan, responden I tetap memandang bahwa tindakan brutal tetap saja dapat dilakukan oleh pelanggar

173

jika pelanggar merasa kesenangannya di ganggu, walaupun WH memberikan pengarahan dengan cara yang lembut, sehingga hal ini tetap dinilai sebagai sumber stres oleh responden I. Begitu juga dengan responden III. Responden III menilai ancaman terhadap keselamatan fisik merupakan salah satu sumber stres karena responden menilai pelanggar yang terganggu kesenangannya akan marah dan akan melakukan tindakan balas dendam terhadap WH walaupun WH memberikan pengarahan dengan cara yang lembut.

5. Walaupun ketiga orang responden memiliki tupoksi yang sama, hanya responden III yang menganggap bahwa tupoksi WH belum jelas sehingga menyebabkan timbulnya stres, sementara responden I dan II menganggap bahwa tupoksi WH telah jelas sehingga tidak menganggapnya sebagai sumber stres. Responden III menganggap tupoksi WH sebagai sumber stres karena responden menilai Qanun yang mengatur WH belum jelas, masih setengah-setengah, antara iya dan tidak, sehingga responden III seringkali merasa ketakutan jika akan melaksanakan tugas, responden III merasa takut jika ternyata apa yang dilakukannya sebenarnya bukanlah tupoksi WH. Berbeda hal nya dengan responden III, responden I dan II merasa bahwa tupoksi WH telah jelas, sehingga tidak menganggapnya sebagai sumber stres.

B. Diskusi

1. Dalam bukunya Personal Psychology for Life, Rita (1983) menyatakan bahwa pimpinan yang baru berarti orang yang berbeda, dan hubungan yang baru terhadap pimpinan yang baru selalu membutuhkan penyesuaian. Hal ini bisa

174

menjadi suatu kesulitan untuk di terima dan membutuhkan perubahan terhadap penerimaan orang lain. Perubahan atau penggantian pimpinan dalam sebuah instansi dapat menjadi penyebab timbulnya stres bagi karyawan. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami ketiga responden. Pada awalnya ketiga responden merasa dapat melakukan kerja sama yang baik dengan atasannya yaitu Dinas Syariat Islam, namun ketika atasan mereka diganti menjadi Satpol PP yang dinilai bertolak belakang dengan WH, ketiga responden merasa kurang nyaman dan merasa sulit untuk bekerja sama dengan baik.

2. Ketiga responden umumnya memilih menggunakan strategi problem focused coping untuk menyelesaikan masalah di awal timbulnya stressor. Namun saat usaha tersebut tidak berhasil, akhirnya masing-masing responden menggunakan emotion focused coping. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (1984) bahwa saat suatu kondisi dinilai dapat dirubah, individu cenderung melakukan problem focused coping, namun saat seseorang menilai bahwa tidak ada yang dapat dilakukan untuk merubah kerusakan, ancaman, atau kondisi lingkungan, individu akan cenderung menggunakan emotion focused coping.

3. Pada ketiga orang responden, responden wanita menggunakan emotional focus coping lebih sering dari pada responden pria. Hal ini sesuai dengan penelitian Billings dan Moos dalam Sarafino (2006) yang menemukan bahwa walaupun wanita dan laki-laki sama-sama menggunakan problem focus coping dan emotional focus coping, ternyata wanita lebih sering menggunakan emotional focus coping dibandingkan dengan laki-laki.

175

4. Dari ketiga orang responden, responden I dan II yang merupakan WH wanita menilai tupoksi WH sudah jelas dan tidak ambigu, sementara responden III yang merupakan WH laki-laki menganggap tupoksi WH belum jelas, masih setengah-setengah, antara iya dan tidak. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan French dkk (dalam Greenberg, 2004) yang menyatakan bahwa wanita cenderung untuk mempersepsikan suatu tugas tersebut ambigu dibandingkan dengan laki-laki.

C. Saran

1. Saran Praktis

a. Bagi para WH yang ditempatkan di desa, diperlukan pembekalan diri dengan pengetahuan yang cukup mengenai coping stres dan mempersiapkan diri baik secara mental maupun material agar dapat tetap menjalankan tugas dengan maksimal.

b. Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan perlakuan yang lebih baik terhadap WH agar beban berupa perlakuan buruk yang diberikan masyarakat terhadap WH tidak lagi menjadi kendala bagi WH dalam menjalankan tugas, sehingga kedepannya WH dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal, agar syariat Islam benar-benar dapat ditegakkan di NAD.

c. Bagi Satpol PP, diharapkan agar dapat memberikan pola kepemimpinan yang sesuai pada WH dan memberikan dukungan yang penuh terhadap WH.

d. Bagi pemerintah, diharapkan agar meninjau kembali kebijakan mengenai hak dan kewajiban WH dan mensosialisasikannya kepada masyarakat.

176

2. Saran penelitian lanjutan

Agar penelitian selanjutnya yang menggunakan tema yang sama memiliki hasil yang lebih komprehensif, diharapkan agar:

a. Penelitian selanjutnya menggunakan metode observasi sebagai alat pengumpul data.

b. Peneliti mengambil data tambahan yang diperoleh dari orang-orang yang signifikan dengan responden dalam bentuk heteroanamnesa, yaitu mengumpulkan informasi dari pihak-pihak lain yang terkait, seperti keluarga, teman, serta dokumentasi pribadi seperti surat-surat ataupun catatan harian responden.

177

Dokumen terkait