• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Hipotesis penelitian ini telah ditetapkan bahwa:

1. Seluruh item dalam setiap subtes TIM Sesi Performance mengukur konstruk yang dimaksud dimana masing-masing subtes fit (sesuai) dengan model satu faktor, dan setiap item dalam masing-masing subtes memberikan sumbangan signifikan

2. Lima subtes TIM Sesi Performance fit (sesuai) dengan model satu faktor, yaitu mengukur skor performance

Tabel 5.1

Perbandingan Model Sebelum Fit dan Sesudah Fit

Subtes Model

Awal Fit

Digit Symbol Chi-Square=40238.22 df=252 P-value=0.00000 RMSEA=0.239 Chi-Square=62.36 df=48 P-value=0.07963 RMSEA=0.010

Picture Completion Chi-Square=7727.36 df=275 P-value=0.00000 RMSEA=0.099 Chi-Square=189.32 df=159 P-value=0.05051 RMSEA=0.008 Spatial Chi-Square=118822.91 df=740 P-value=0.00000 RMSEA=0.240 Chi-Square=170.91 df=146 P-value=0.07769 RMSEA=0.008 Picture Arrangement Chi-Square=5444.72 df=170 P-value=0.00000 RMSEA=0.106 Chi-Square=88.35 df=70 P-value=0.06831 RMSEA=0.010

Object Assembly Chi-Square=8142.20 df=170 P-value=0.00000 RMSEA=0.130 Chi-Square=70.36 df=58 P-value=0.12808 RMSEA=0.009

Hasil pengujian menunjukkan bahwa hipotesis 1 diterima namun dengan catatan. Pada awalnya model satu faktor tidak dapat diterima. Namun setelah dilakukan beberapa modifikasi pada model pengukuran dengan cara membebaskan korelasi kesalahan antar item maka hipotesis 1 dapat. Hipotesis masih dapat diterima karena model fit satu faktor masih dapat tercapai dan item- item pada setiap subtes sebenarny memberikan kontrubusi yang signifikan terhadap faktor yang ingin diukur. Walaupun pada dasarnya item-item pada setiap subtes kurang baik karena juga secara signifikan mengukur hal selain faktor yang ingin diukur.

Hasil pengujian hipotesis 2 dengan catatan. Melalui analisis faktor dua tingkat (second order confirmatory analysis) ditemukan bahwa seluruh subtes secara signifikan mengukur skor performance. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jackson (2003). Setiap subtes terbukti secara signifikan berkontribusi terhadap skor performance. Namun kondisi ini terjadi setelah faktor kesalahan dihilangkan

5.2 Diskusi

Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh subtes dalam TIM tidak mengukur satu faktor (unidimensional) seperti yang diteorikan. Banyaknya kesalahan item yang saling berkorelasi ini menandakan bahwa sebenarnya item- item dalam TIM sesi performance ini bersifat multidimensional. Ini berarti bahwa item-item tersebut selain mengukur faktor pada subtes seharusnya, juga mengukur

faktor lain. Namun model fit satu faktor tetap dapat tercapai dengan catatan korelasi antar kesalahan item harus dibebaskan terlebih dahulu.

Dengan kondisi di atas, maka TIM sesi performance tidak layak digunakan. TIM bisa digunakan apabila scoring menggunakan true score atau skor murni dimana hasil tidak dipengaruhi oleh tingkat error. Beberapa item juga sebelumnya harus dikaji ulang, direvisi atau bahkan diganti karena beberapa diantaranya ternyata tidak memberikan kontribusi yang positif terhadap faktor yang seharusnya terukur.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan muldimensionalitas dalam setiap subtes ini antara lain:

1. Pada subtes DS, terjadi kerancuan antara bentuk power test (testi diuji berdasarkan kemampuan), dan speed test (testi diuji berdasarkan kecepatan). DS memang diteorikan mengukur memori dan kecepatan. Namun DS tidak dapat juga disebut sebagai speed test karena item DS terlalu sedikit sehingga hampir semua yang menempuh tes ini dapat menjawab dengan benar. Akibatnya subtes DS tidak dapat membedakan kemampuan antar indivdu. DS juga tidak dapat dikatakan sebagai power test karena tingkat kesukaran item DS terlalu rendah sehingga setiap orang dapat dipastikan bisa menjawab dengan benar asalkan waktu yang diberikan cukup. Sama sekali tidak ada kemampuan berfikir yang diperlukan dalam mengerjakan subtes DS. Ketidakjelasan sifat subtes DS

ini mengakibatkan subtes ini menjadi multidimensional. Tidak ada satu faktor yang terdifinisi dalam subtes ini.

2. Pada subtes PC, bentuk pilihan jawaban dapat menyebabkan multitafsir. Bentuk jawabannya yang hanya terdiri dari huruf depan dari benda yang dihilangkan. Bentuk jawaban seperti ini beresiko menyebabkan terjadinya multikonotasi sehingga dapat menyebabkan multitafsir. Huruf yang sama bisa dipahami berbeda oleh orang yang berbeda.

3. Pada subtes SPA, alokasi waktu terlalu singkat sehingga banyak testi cenderung menjawab secara random karena kehabisan waktu. Waktu yang disediakan pada subtes ini terlalu sempit sedangkan item yang harus dikerjakan cukup banyak padahal setiap item memerlukan waktu untuk mengidentifikasi jawaban. Kurangnya waktu ini membuat peserta tes akhirnya menjawab secara random karena kepanikan dan kemungkinan besar faktor waktu ini juga yang menyebabkan item 41-50 tidak ada yang menjawab dengan benar sesuai dengan kunci jawaban. Maka untuk memperbaiki tes ini sebaiknya dilakukan pengujian kembali mengenai alokasi waktu.

4. Pada subtes PA dan OA, bentuk soal berubah dari gambar nyata menjadi pilihan ganda. terjadinya multidimensionalitas pada item OA dan PA adalah cara pengerjaan tes yang berubah dari bentuk benda nyata yang langsung dilihat, dapat diraba, dan dapat digerak-gerakkan dengan mudah pada tes WAIS menjadi bentuk gambar statis yang tidak dapat digerakkan dan dicoba sehingga menyebabkan cara pengerjaannya lebih sulit.

Hasil pengujian menggunakan CFA menunjukkan banyaknya korelasi antar measurement error pada item-item subtes TIM (Tabel 5.2). Ini berarti bahwa banyak item tes TIM yang juga mengukur hal lain selain aspek yang hendak diukur (multidimensional). Pada subtes DS terdapat 204 buah korelasi antar kesalahan pengukuran pada satu item dengan kesalahan pengukuran pada item lainnya dalam subtes tersebut. Pada subtes PC terdapat 116 korelasi sejenis, pada subtes SPA terdapat 556 korelasi, pada subtes PA terdapat 82 korelasi, pada subtes OA terdapat 112 korelasi. TIM sesi performance tidak layak digunakan karena sifatnya multidimensional sehingga terlalu banyak faktor yang terukur .

Melalui analisis faktor dua tingkat (second order confirmatory analysis) ditemukan bahwa seluruh subtes secara signifikan mengukur skor performance. Namun perlu juga diperhatikan bahwa dalam analisis ini yang digunakan adalah skor faktor (true score). Skor faktor diambil karena subtes dalam TIM seluruhnya bersifat multidimensional. Terdapat banyak korelasi kesalahan anatar item. Maka pada penelitian ini muatan error pada setiap item harus disingkarkan terlebih dahulu untuk mendapatkan skor faktor yang murni. Dalam analisis ini item-item yang berkoefisien negatif dan tidak signifikan pada setiap subtes juga telah disingkirkan terlebih dahulu karena hanya akan mengganggu hasil perhitungan. Hasil perhitungan menunjukan bahwa setiap subtes secara signifikan memberikan kontribusi kepada skor performance.

TIM memang belum pernah diuji validitasnya, namun alat tes yang diterjemahkanya, yaitu MAB, sudah pernah diteliti. Jackson (2003) menghitung iterkorelasi antara raw score dari 10 subtes dalam MAB (Tabel 5.3). Sample yang digunakan sebanyak 3121 siswa dan siswi SMA dengan kisaran usia antara 16-19 tahun. Dari penelitian ini dapat terlihat bahwa subtes pada sesi verbal cenderung berkorelasi lebih tinggi dengan subtes sesi verbal lainya, begitu pula subtes pada sesi performance.

Tabel 5.3 Matriks Interkorelasi

Sumber : Jackson (2003), Hlm 42

Setelah menghitung interkorelasi antar raw score, Jackson juga melakukan analisis faktor dengan sample yang sama. Hasil analisis faktor ini menunjukan bahwa setiap subtes berkorelasi tinggi dengan faktor General Intelligence (G) dan setiap subtes dalam sesi verbal berkorelasi tinggi terhadap skor verbal dan subtes sesi performance juga berkorelasi tinggi dengan skor performance.

Tabel 5.4 Muatan Faktor

Sumber : Jackson (2003), Hlm 42

Analisis faktor yang dilakukan oleh Jackson ini sejalan dengan hasil penelitian, yaitu bahwa setiap subtes dalam TIM sesi perfomance memang memberikan informasi yang signifikan terhadap skor performance. Namun perlu

digaris bawahi bahwa hasil ini diperoleh dengan cara menghilangkan muatan error pada setiap item terlebih dahulu. Jackson juga belum pernah meneliti validitas MAB dengan menggunakan CFA sehingga belum ada penelitian yang membuktikan bahwa data yang diperoleh dilapangan sesuai dengan model pengukuran yang diteorikan. Belum ada pengujian mengani kontribusi per item terhadap faktor dari per subtes.

5.3 Saran

1. Bagi pengembang alat tes sebaiknya berhati-hati bila ingin melakukan adaptasi terhadap suatu tes. Dalam penelitian ini ternyata dengan merubah setting WAIS yang pada dasarnya adalah tes individual menjadi TIM yang dirancang klasikal ternyata belum valid untuk digunakan sebagai alat tes. Ada kemungkinan faktor-faktor yang tadinya terukur oleh WAIS menjadi berkurang, bertambah, atau bahkan berubah. Ada baiknya di masa mendatang dilakukan penelitian dengan menggunakan data orang yang pernah mengikuti tes WAIS dan juga pernah mengikuti tes TIM. Dari hasil data tersebut dapat dilakukan penelitian dengan membandingkan faktor yang diukur oleh WAIS dengan faktor yang diukur TIM. Dengan begini dapat diketahui apakah TIM sebenarnya berhasil atau gagal dalam mengadaptasi WAIS.

2. Dalam menetapkan alokasi waktu tes, sebaiknya dilakukan penelitian terlebih dahulu. Waktu yang telalu lama atau terlalu cepat dapat mempengaruhi hasil tes. Seperti yang terjadi pada subtes SPA. Alokasi

waktu pada tes ini terlalu singkat sehingga banyak testi yang menjawab secara random. Jawaban random ini menyebabkan terjadinya multidimensionalitas pada subtes SPA.

3. Perlu kecermatan dalam membuat bentuk soal. Tes intelligensi pada dasarnya adalah tes untuk mengukur kemampuan seseorang atau dapat disebut sebagai power test. Namun karena bentuk soal yang kurang tepat, maka kemampuan sama sekali tidak terukur dan berubah menjadi tes yang hanya mengukur kecepatan atau disebut sebagai speed test. Hal ini terjadi pada subtes DS. Tingkat kesukaran pada subtes DS terlalu mudah sehingga sama sekali tidak mengukur kemampuan seseorang. Yang terukur menjadi kecepatan dan kecermatan seseorang. Setiap oang bila diberikan waktu lebih panjang, pasti dapat menyelesaikanya dengan mudah.

4. Sebaiknya jangan memberitahukan batas waktu pengerjaan tes pada testi karena testi akan cenderung memikirkan waktu pengerjaan dan akibatnya beberapa testi akan menimbulkan kepanikan.

5. Dalam pemberian nama alat tes juga sebaiknya diperhatian. Nama Tes Intelligensi Multidimensional sebenarnya kurang cocok. Tes intelligensi, apalagi tes yang berbentuk pilihan ganda seperti TIM harus bersifat unidimensi bukan multidimensional seperti yang terdapat dalam nama TIM.

6. Semua item dalam TIM sesi performance bersifat multidimensional. Hal ini mungkin berkaitan dengan kerangka berpikir/landasan teori TIM

dimana setiap subtes sebenarnya masih terdiri dari beberapa subfaktor, yang seharusnya dapat diwujudkan dalam bentuk faktor tersendiri yang berbeda tingkatan (analisis faktor tiga tingkat). Jadi, akan lebih baik, bila analisis faktor dilakukan 3 tingkat (third order CFA). Namun demikian, perlu diidentifikasi lebih dahulu mana item yang mengukur subfaktor di dalam masing-masing subtes tersebut.

7. Karena item-item dalam TIM bersifat multidimensional maka perlu berhati-hati dalam melakukan scoring. Scoring tidak boleh hanya dijumlahkan seperti pada tes pilihan berganda biasa melainkan dengan skor faktor (true score). Hal ini diperlukan untuk mendapatkan hasil murni.

8. Karena hasil analisis menunjukkan bahwa setiap subtes dalam TIM sama sekali tidak mengukur satu faktor. Maka sebaiknya perlu dilakukan penelitian lanjutan mengeni berapa dan faktor apa sebenarnya yang diukur oleh setiap subtes. Hal ini diperlukan untuk ketepatan tujuan penggunaan atau bila akan melakukan revisi pada alat tes TIM.

9. Bagi institusi yang menggunakan tes inteligensi sebaiknya berhati-hati dalam memilih alat tes. Sebelum menggunakan suatu alat tes, harus dicari dulu informasi terkait tes tersebut. Setelah itu, harus benar-benar diuji terlebih dahulu validitasnya sebelum digunakan. Hal ini terutama untuk menghindari jangan sampai banyak pihak yang dirugikan.

Dokumen terkait