• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang penelitian serta hasil penelitian, diskusi tentang penelitian serta saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa data, serta pengujian hipotesa menggunakan perhitungan Pearson Correlation diatas didapatkan indeks signifikansi sebesar 0,660 (dimana 0,660>0,05) maka keputusannya adalah menerima hipotesis penelitian (Ho) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik.

Dan dari hasiluji t juga didapatkan hasil bahwa tidakterdapat perbedaan

self control dengan kecemasan berdasarkan jenis kelamin.

5.2 Diskusi

Hasil utama dalam penelitian ini didapatkan bahwa Hipotesis penelitian (Ho) diterima dikarenakan dari hasil penelitian menyatakan bahwa pasien gagal ginjal mengalami kecemasan yang tinggi dan juga memiliki self control yang tinggi pula. Hal ini tidak sesuai dengan teori dari Calhoun and Acocella (1990) yang menyebutkan bahwa tiga penyebab masalah yang dapat diatasi dengan self control yang salah satunya adalah kecemasan.

Begitu pula dalam Hurlock (1980) dijelaskan bahwa proses mengontrol emosi sendiri dapat dilakukan dengan self control karena self control sendiri

berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya.

Mengontrol emosi berarti mendekati suatu situasi dengan menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah munculnya reaksi yang berlebihan. Individu dengan kontrol diri yang tinggi cenderung berusaha untuk mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat.

Namun hasil penelitian yang dilakukan bertolak belakang dengan teori dan penelitian terdahulu yang dilakukan. Hal ini mungkin saja disebabkan karena yang diteliti dalam penelitian ini hanyalah dalam hal self control saja, seharusnya dapat juga dilihat dari segi sosial support yang diterima pasien untuk mengatasi kecemasan mereka. Banyak penelitian menyatakan bahwa orang yang memiliki banyak ikatan sosial (pasangan, kawan, kerabat, anggota kelompok) hidup lebih lama dan kurang rentan mengalami penyakit yang berhubungan dengan kecemasan dibandingkan dengan orang yang memiliki sedikit kontak sosial suportif (Cohen & Wills, 1985). Kawan-kawan dan keluarga dapat memberikan dukungan dalam banyak cara. Mereka dapat meningkatkan harga diri dengan mencintai kita apapun masalah kita. Mereka dapat memberikan informasi dan nasehat, dampingan untuk mengalihkan perhatian kita dari kecemasan, dan bantuan finansial atau material. Semua hal itu cenderung menghilangka perasaan tidak berdaya dan mengkatkan percaya diri kita tentang kemampuan kita mengatasi masalah (Atkinson, 1996).

Selain sosial support, teknik perilaku seperti latihan kombinasi biofeedback dengan latihan relaksasi juga terbukti efektif dalam menurunkan kecemasan bagi sebagian individu (Tarler-Benlolo, 1978).

Dari hasil uji t juga didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan self control dengan kecemasan berdasarkan jenis kelamin. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiebe dan McCallum (1986) bahwa pria yang memandang perubahan sebagai suatu tantangan lebih sedikit mengalami kecemasan dan mengubah situasi menjadi menyenangkan. Walaupun penelitian ini dilakukan terhadap pria saja, hasil yang serupa telah ditemukan dalam penelitian terhadap wanita.

Ketika dilakukan uji validitas untuk mengetahui koefisien validitas kembali pada hasil field test, ternyata didapatkan lebih sedikit item skala self control yang koefisiennya berada dibawah 0,3 yaitu hanya 3 item dibanding pada hasil try out. Begitu pula skala kecemasan hanya 2 item yang berada dibawah 0,3.

Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya mungkin saja dikarenakan subjek yang kurang memahami item yang diberikan oleh peneliti, ketika mengisi skala mungkin saja subjek sudah merasa lelah setelah dari pagi hingga siang hari melakukan cuci darah, sehingga bisa jadi selain dikarenakan merasa lelah, mereka juga sudah tidak konsentrasi lagi untuk mengisi skala yang diberikan oleh peneliti karena sudah ingin cepat-cepat untuk pulang ke rumah.

Selain itu mungkin saja dalam penyebaran kuesioner, peneliti merasa kurang maksimal dikarenakan waktu penelitian bersamaan dengan waktu subjek sedang melakukan proses cuci darah menyebabkan suasana kurang kondusif, sehingga bisa saja terjadi subjek dalam mengisi jawaban pernyataan dengan

asal-asalan dan sebagian subjek justru menunda pengembalian kuesioner setelah selesai melakukan cuci darah.

Pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia sebagai sampel di dalam penelitian ini terdiri atas 35 orang pasien dari jumlah keseluruhan pasien hemodialisa yaitu 126 orang. Peneliti mengambil sampel tersebut, dikarenakan peneliti menggunakan metode purposive sampling yang mengambil sampel sesuai dengan karakteristik sampel. Oleh karena itu untuk memperoleh sampelnya menjadi terbatas. Pada hasil klasifikasi skor skala self control dan skala kecemasan didapatkan subjek yang memiliki skor

self control tinggi sebanyak 14 responden, dan terendah 21 responden, untuk skor kecemasan tinggi sebanyak 18 responden, dan terendah 17 responden. Oleh karena itu mungkin saja hal ini juga yang menyebabkan hasil penelitian menjadi tidak ada hubungannya. Dapat dilihat juga dari tahapan yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik menurut teori Kubler&Ross,mungkin saja pada sampel yang peneliti ambil sudah memasuki tahapan penerimaan, maka mungkin saja hal ini juga menyebabkan hasil penelitian tidak ada hubungan. Pendekatan yang digunakan peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dikarenakan peneliti ingin melihat hubungan antara self control dengan kecemasan, oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan kualitatif agar dapat dilihat lebih dalam sejauh mana gambaran kecemasan dan self control pasien gagal ginjal kronik.

Namun peneliti berharap pada penelitian selanjutnya agar mengambil sampel yang berbeda dari yang pernah peneliti ambil, misalnya mengambil sampel pada masa dewasa awal, dimana pada masa dewasa awal ini dapat lebih

fokus dan lebih dapat memberikan banyak informasi seputar kondisi fisik dan psikologis mereka. Sehingga pada akhirnya bisa dilihat apakah ada perbedaan antara self control pasien yang tergolong dewasa madya dengan pasien yang tergolong dewasa awal. Peneliti juga berharap pada penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan pendekatan kualitatif juga, agar hasil yang diperoleh dapat terungkap lebih dalam. Dan peneliti juga berharap pada penelitian selanjutnya sebaiknya memberikan kuesioner kepada pasien saat menunggu giliran untuk melakukan cuci darah, atau mendatangi satu persatu rumah mereka, bukan pada saat mereka melakukan proses cuci darah. Serta peneliti juga menyarankan untuk mengambil sampel pasien gagal ginjal yang baru mengalami penyakit gagal ginjal kronik dan baru menjalani terapi cuci darah (hemodialisa).

5.3 Saran

Dari hasil kesimpulan dan diskusi hasil penelitian, maka penulis mengajukan saran teoritis dan saran praktis sebagai berikut :

5.3.1 Saran Teoritis

a. Sebaiknya pada penelitian yang di masa yang akan datang dalam mengambil subjek yang memiliki rentang usia lebih luas dan juga tahap perkembangan yang berbeda.

b. Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan untuk mengambil pendekatan penelitian tidak hanya kuantitatif saja, namun pendekatan kualitatif juga sehingga hasil yang diperoleh dapat terungkap lebih dalam.

c. Disarankan kepada peneliti selanjutnya, agar mencari waktu senggang ketika distribusi kuesioner dilakukan, seperti saat menunggu giliran untuk melakukan cuci darah, atau mendatangi rumah subjek satu persatu.

5.3.2 Saran Praktis

a. Bagi Pasien

Bagi pasien diharapkan untuk dapat meminimalisasi kecemasan yang terjadi dengan mencari berbagai alternatif lain seperti teknik perilaku seperti, relaksasi atau dengan sosial support dari kerabat terdekat, bisa juga dengan mencari informasi sebanyak mungkin tentang penyakit gagal ginjal kronik. b. Bagi keluarga dan masyarakat

Bagi keluarga untuk dapat lebih memotivasi pasien agar dapat mengurangi kecemasan yang dialami. Serta memberikan support kepada pasien.

Bagi masyarakat untuk dapat lebih peduli dengan keadaan yang dialami pasien gagal ginjal kronik, agar kecemasan pasien dapat diminimalisasi. c. Untuk pengelola Yayasan :

Bagi pengelola yayasan untuk membuat program latihan-latihan seperti, kelompok-kelompok kecil setiap minggunya untuk pasien dapat sharing dan berbagi informasi seputar penyakitnya kepada pasien lainnya, agar kecemasan mereka dapat berkurang. Serta memberikan hiburan kepada pasien saat sedang melakukan cuci darah agar pasien tidak merasa jenuh.

d. Untuk praktisi kesehatan :

Bagi praktisi kesehatan untuk memberikan perhatian yang khusus sebagai upaya memperkecil kecemasan pasien.

Dokumen terkait