• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari kesimpulan, diskusi dan saran.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa “ada pengaruh yang signifikan

dari dimensi kecerdasan emosi dan dimensi self control terhadap agresivitas remaja pengguna game online”. Secara bersama – sama variabel - variabel tersebut memberikan sumbangan sebesar, 9,7 % terhadap agresivitas, sedangkan 90,3 % sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.

Dari delapan variabel yang diuji, terdapat satu variabel yang dinyatakan signifikan dan mempengaruhi agresivitas. Jadi ada satu hipotesis minor yang diterima yaitu, empati terhadap agresivitas remaja pengguna game online.

Dalam Penelitian ini varian yang memiliki sumbangan paling besar adalah variabel self-regulation dengan perolehan sebesar 3,1 %, dan empati dengan perolehan sebesar 3,2 %, secara signifikan.

5.2. Diskusi

Hasil pengujian hipotesis pengaruh seluruh independent variable yakni kecerdasan emosi danself control pada penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas remaja pengguna game online. Hasil ini sesuai teori yang diajukan oleh Baron, Branscombe & Byrne (2008) bahwa agresivitas dipengaruhi diantaranya kecerdasan emosi merupakan faktor personal, dan self control merupakan faktor personal. Hal ini sesuai dengan analisis regresi yang peneliti lakukan dimana seluruh variabel berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (dependent variable). Agresivitas yang muncul pada remaja pengguna game online dalam penelitian ini sebagian besar berada di rentang kategori sedang yaitu 56,5 %.. Berrdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti ketika pengambilan sample dilakukan, peneliti menemukan bahwa sebagian besar prilaku agresivitas yang muncul pada pengguna game online berbentuk agresivitas fisik (memukul, merusak), agresivitas verbal (mencaci, memaki berkata kasar) dan kemarahan. Hal ini mungkin disebabkan karena jenis game yang mereka gunakan berunsur peperangan yang memacu emosi mereka sehingga tidak terkontrol dan menimbulkan prilaku agresivitas tersebut.

Kemudian berdasarkan analisis yang dilakukan, peneliti menganalisis masing-masing variabel inti dengan menjadikan beberapa variabel dari tiap dimensinya.. Hasil dari variabel kecerdasan emosi yang diuji yaitu self-awareness, self-regulation, empati, motivasi diri, dan interpersonal

relationship.Ternyata hanya empati yang memiliki pengaruh signifikan terhadap agresivitas. Dengan arah negatif yang berarti bahwa semakin tinggi empati, maka semakin rendah agresivitas muncul. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aini & Azhar (2010) dimana variabel empati memiliki pengaruh terhadap agresivitas. Hal ini mungkin saja terjadi karena ketika seseorang mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri, maka ia mampu menjaga perasaan orang lain (Goleman, 2002).

Selanjutnya pada variabel self awareness danSelf Regulationdiketahui dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas, dengan arah pengaruh positif. Artinya, semakin tinggi self awareness danSelf Regulation seseorang maka semakin tinggi pula agresivitas. Self awareness yang tinggi akan berdampak pada agresivitas yang tinggi pula apabila seseorang tidak mampu dalam mencermati perasaan yang sesungguhnya, membuat diri individu berada dalam penguasaan pada perasaannya sendiri, sehingga individu tidak peka akan perasaannya yang akan berakibat buruk pada pengambilan keputusan (Goleman, 2006). Sedangkan self regulation yang tinggi akan berdampak pada agresivitas yang tinggi pula apabila seseorang tidak mampu menguasai dan menjaga perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, emosi yang berlebihan ini akan berdampak pada hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri (Goleman, 2002). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Theredia (2009) yang menunjukan bahwa kecerdasan emosi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap agresivitas pada remaja.

Namun, dari hasil penelitian sebelumnya dengan hasil penelitian ini memiliki arah pengaruh yang sama yaitu positif. Diketahui bahwa kategori subjek peneltian menunjukkan kecerdasan emosi yang tinggi dan memiliki agresivitas yang tinggi pula.

Pada variabel memotivasi diri diketahui dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas, dengan arah pengaruh positif. Artinya, semakin tinggi memotivasi diri seseorang maka semakin tinggi pula agresivitas. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Robby (2012) yang menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan memotivasi diri sendiri terhadap agresivitas supporter sepak bola. Hal ini dapat terjadi karena sampel yang digunakan tidak sama. Pada penelitian ini sampel menggunakan remaja pengguna game online sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan sampel supporter sepak bola. Hal ini bisa saja disebabkan karena kurangnya ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai motivasi yang positif untuk tidak melakukan agresivitas.

Pada variabel interpersonal relationship (membina hubungan dengan orang lain) diketahui dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Variabel membina hubungan dengan orang lain (interpersonal relationship) merupakan seni membangun hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Sehingga mungkin saja variabel ini tidak terlalu berpengaruh terhadap diri individu dalam bersikap agresif, tetapi

lebih kepada skill dalam bergaul dengan orang lain. Berdasarkan arah pengaruhnya, variabel interpersonal relationship memiiki arah negatif artinya semakin tinggi interpersonal relationship maka semakin rendah agresivitas itu muncul.

Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lusiana (2009) yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan variabel interpersonal relationship terhadap agresivitas remaja. Hal tersebut dapat terjadi karena sampel yang digunakan tidak sama. Pada penelitian ini peneliti menggunakan sampel remaja berusia 12 – 17 tahun, sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu remaja (siswa – siswi SMA). Berdasarkan perkembangan sosial remaja usia 12-17 tahun memiliki interpersonal relationship yang belum cukup matang karena mereka belum memahami benar tentang norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat (Hurlock, 1980).

Pada variabel behavior control diketahui pengaruhnya tidak signifikan terhadap agresivitas, dengan arah pengaruh positif. Artinya, semakin tinggi behaviour control seseorang maka semakin tinggi pula agresivitas. Gunarsa (2009) menjelaskan, bahwa remaja yang kurang mengembangkan kontrol tingkah lakunya adalah remaja yang gagal mempelajari dua perbedaan dalam bertingkah laku, baik tingkah laku yang dapat diterima maupun tingkah laku yang tidak dapat diterima. Seperti contoh, remaja yang memukul ibunya agar ia mendapatkan uang untuk pergi bermain game online, walaupun sebenarnya ia

tahu bahwa perilakunya itu adalah perbuatan yang salah, namun ia tetap melakukannya karena ia ingin bisa bermain game online bersama temannya. Jelaslah, bahwa kemampuan mengontrol tingkah laku ini bisa tidak signifikan, jika seseorang gagal menggunakan perbedaan tingkah laku yang seharusnya dilakukan dengan tingkah laku yang tidak seharusnya dilakukan.

Pada variabel decisional control juga diketahui bahwa pengaruhnya tidak signifikan. Hasil ini dikarenakan individu kurang memiliki kontrol keputusan yang konsisten dalam mengambil tindakan. Penilaian baik dan buruk yang nantinya menjadi pedoman dalam pembentukan sistem kepercayaan bagi remaja dalam menjalani kehidupannya, sehingga remaja tidak mudah goyah dalam mengambil sebuah keputusan untuk menentukan tindakan yang akan diambil (Gunarsa, 2012). Teori di atas diperkuat dengan penjelasan Papalia et.al (dalam Gunarsa, 2009) yang mengatakan, bahwa individu yang kurang memegang nilai dari kepercayaan yang dibentuk, akan sulit mengendalikan dorongan untuk bertingkah laku dalam mengambil sebuah tindakan.

Pada variabel cognitive control diketahui pengaruhnya tidak signifikan terhadap agresivitas, dengan arah pengaruh positif. Artinya, semakin tinggi cognitive control prilaku seseorang maka semakin tinggi pula agresivitas. Hal ini berbanding terbalik dengan teori Averill (1973), ketika individu memperoleh informasi, kemudian ia mampu mengolah informasi yang didapat dengan baik, maka individu tersebut akan mampu mengantisipasi segala hal yang terjadi di

luar dirinya. Antisipasi ini tentunya dilakukan dengan cara yang objektif dan positif, sekalipun informasi yang diperoleh adalah sesuatu yang sifatnya negatif.

Hal ini mungkin disebabkan alat ukur yang digunakan juga mempengaruhi hasil akhir penelitian, dimana kemungkinan terdapat kesalahan dalam pengisian lembar kuesioner yang diajukan, akibat terbatasnya waktu pengisian dan kondisi tempat penelitian yang kurang mendukung.

Terbatasnya penelitian terdahulu dalam penelitian tentang adiksi game online juga menjadi kendala dalam penelitian ini, karena pada penelitian-penelitian sebelumnya hanya mencari gambaran atau hubungan antar IV dan DV sedangkan penelitian sebelumnya yang mecari pengaruh IV terhadap DV belum berhasil didapatkan oleh penulis dalam penelitian ini.

5.3 Saran

Peneliti menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti ingin memberikan saran teoritis dan saran praktis. Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan meneliti dengan dependent variable yang sama.

5.3.1Saran Teoritis

1. Dalam penelitian ini banyak variabel-variabel atau faktor-faktor lain yang terkait erat dengan agresivitas namun tidak diikutsertakan dalam analisis sebagai independent variable (IV), seperti: Tipe kepribadian, pola asuh, pemaparan kekerasan pada media, provokasi langsung dan faktor budaya.

2. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk memilih sampel yang sedang tidak bermain game online saat itu, hal ini dipertimbangkan agar mengurangi bias atau faking yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja oleh sampel, karena bisa saja sampel yang sedang bermain tersebut terburuburu atau tidak fokus dalam mengisi mengisi kuesioner.

3. Pemilihan subjek penelitian hendaknya lebih bervariasi karena agresivitas tidak hanya remaja, namun terdiri dari berbagai kalangan.

5.3.2 Saran Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan yang positif bagi orangtua, masyarakat pada umumnya, dan khususnya bagi remaja pengguna game online akan pentingnya kemampuan empati, agar mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri, sehingga ia mampu menjaga perasaan orang lain dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak baik dan berbahaya seperti perilaku agresi. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan empati sejak dini, dimulai dari hal kecil maka seseorang akan terbiasa memiliki kecakapan empati yang baik hingga dewasa.

2. Bagi remaja dapat lebih mengendaliakn emosi dan dapat mengkontrol diri mereka pada saat menyaksikan dan bermain game online yang cenderung berunsur agresivitas agar tidak menimbulkan prilaku agresivitas baik verbal maupun fisik. Untuk mengurangi perilaku agresif tersebut, dapat juga dilakukan dengan pelatihan kontrol diri.

3. Perlu diselenggarakan penyuluhan atau seminar yang membahas dampak buruk game online di sekolah-sekolah seperti SMP dan SMA, karena dari tingkat inilah kebanyakan remaja mengalami adiksi game online dan hal ini dapat memicu perilaku agresif pada remaja yang secara terus menerus menggunakan game online, khususnya game online yang berunsur agresivitas seperti point blank.

Dokumen terkait