• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitas remaja pengguna game online

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitas remaja pengguna game online"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh:

MEGATASYA KURNIA SERENA

NIM : 108070000160

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

The beautiful about learning is nobody can take it away from you

-B.B King-

“Life is like a camera.

FOCUS on what’s important, CAPTURE the good

times, DEVELOP from the negatives, love the result, and if you don’t

like the result leave it and take another SHOT “

PERSEMBAHAN

(6)

vi

(B) Oktober 2014

(C) MegatasyaKurnia Serena

(D) Halaman : XIII + 118Halaman + Lampiran.

(E) Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Self Control Terhadap Agresivitas Remaja Pengguna Game Online

(F) Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitas pada remaja pengguna game online. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melibatkan 200 responden remaja pengguna game online point blank. Teknik pengambilan sampel menggunakan non-probability sampling. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala agresivitas yang diadaptasi dari skala baku agresivitas yang dibuat oleh Buss &Perry (1992). Skala kecerdasan emosi yang diadaptasi dari skala baku kecerdasan emosi yang dibuat oleh Goleman (2006). Skala self control yang dibuat berdasarkan aspek-aspek self control Averill (1973). Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS versi 16. Berdasarkan hasil perhitungan regresi berganda didapatkan R square sebesar 0.097. Hal ini berarti 9,7% variabel agresivitas remaja pengguna game online dapat dijelaskan oleh variasi dari ke 8 variabel yaitu self awareness, self regulation, motivasi diri, empati, Interpersonal relationship, behavioral control, cognitive control, dan decisional control dengan indeks signifikansi sebesar 0,011 (p < 0,05), berarti hipotesis utama penelitian (Ha) yang menyatakan ada pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitas remaja pengguna game online. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti juga variabel-variabel lain yang cukup berpengaruh dengan agresivitas, selain itu juga menambahkan proporsi sampel yang lebih banyak.

(7)

vii

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat danhidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh tanggung jawab dan kerja keras. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menempuh studi di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini menjadi bentuk tanggung jawab yang harus diselesaikan oleh penulis, sehingga dalam masa pengerjaannya tidak terlepas adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si, Wakil Dekan I, serta seluruh jajaran dekanat lainnya.

2. Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi. dosen pembimbing skripsi I yang senantiasa membimbing, menjadi tempat berdiskusi dan memberi wawasan baru dalam proses penyusunan skripsi ini.

3. Zulfa Indira Wahyuni, M. Psi. Dosen pembimbing skripsi II yang senantiasa memberi nasihat, kritik dan semangat selama proses penyusunan skripsi. 4. Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi. Dosen Penguji I dan Ilmi Amalia, M.Psi,

(8)

viii

Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tua penulis Bapak Herry Iriansyah dan Ibu Widya Iswarintiwi yang yang selalu mencurahkan segala bentuk dukungan dan doa yang tak ternilai, serta menjadi pengingat dan penguat dikala lelah, sedih dan jenuh. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan kasih sayangNya kepada keluarga kami. Serta kepada kaka dan adikku Aldilase Irdiansyah, Fadilla Zuraida, dan Ikhsanda Raka Firmansyah terimakasih untuk semangat, perhatian dan dukungan yang kalian berikan, karena kalianlah penulis menjadi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kekasihku Agung Sekti Laksana, SH.Untuk kesabaran, dukungan, doa dan motivasinya kepada penulis yang membuat penulis selalu kuat dan merasa tidak kesepian dalam menghadapi kesulitan. Terimakasih untuk kebersamaannya selama 4 tahun ini. Semoga keberkahan selalu dilimpahkan oleh ALLAH.

(9)

ix

lelah. Untuk teman- teman kels D dan selurh angkatan 2008 fakultas psikologi yang memotivasi dan saling mendukung secara positif.

Semoga kalian semua selalu diberkahi Allah dan jazakumullah khairan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan.

Jakarta, November 2014

(10)

x

1.2.Pembatasan DanPerumusanMasalah……… 12

1.2.1. PembatasanMasalah………. 12

1.2.2. PerumusanMasalah……….. 14

1.3. TujuanPenelitianDan ManfaatPenelitian……… 14

1.3.1. TujuanPenelitian………... 14

1.3.2. ManfaatPenelitian……… 14

1.3.2.1. ManfaatTeoritis………... 14

1.3.2.2. ManfaatPraktis……… 15

1.4. SistematikaPenelitian……… 15

BAB 2 LandasanTeori... ... 17

2.1. Agresivitas……… 17

2.1.1. PengertianAgresivitas………... 17

2.1.2. Bentuk–bentukAgresivitas……….. 19

2.1.3. PengukuranAgresivitas……….. 20

2.1.4. Faktor yang MempengaruhiAgresivitas………. 22

2.2. KecerdasanEmosi……….. 26

2.2.1. PengertianKecerdasanEmosi……….. 26

2.2.2. Faktor-faktor yang MempengaruhiKecerdasanEmosi……. 27

2.2.3. PengukuranKecerdasanEmosi………... 30

2.2.4. Aspek-aspekKecerdasanEmosi………... 31

2.3. Self Control………... 33

(11)

xi

2.4.2. TugasPerkembanganRemaja………... 39

2.5. Game Online……….. 40

3.1. PopulasidanSampelPenelitian……….... 49

3.2. VariabelPenelitian……….. 49

3.7.1. UjiValiditasKonstrukAgresivitas………. 57

3.7.2. UjiValiditasKecerdasanEmos……….... 58

3.7.2.1. UjiValiditasSelf Awreness……… 61

3.7.2.2. UjiValiditasSelf Regulation……… 64

3.7.2.3. UjiValiditasMotivasi……… 67

3.7.2.4. UjiValiditasEmpati………. 70

3.7.2.5. UjiValiditasInterpersonal Relationship…….. 72

3.7.3. UjiValiditasSelf Control……….. 75

3.7.3.1. UjiValiditasBehaviour Control………... 75

3.7.3.2. UjiValiditasCognitive Control……….... 78

3.7.3.3. UjiValiditasDecisional Control……….... 80

3.8. TehnikAnalisis Data……….. 83

3.9. ProsedurPenelitian……….... 86

BAB 4 HasilPenelitian...……….……….………. 88

4.1. GambaranSubjekPenelitian……… 88

(12)

xii

4.3.3. KategorisasiSelf Regulation……….... 92

4.3.4. KategorisasiMotivasi……….... 93

4.3.5. KategorisasiEmpati………... 94

4.3.6. KategorisasiInterpersonal Relationship……….... 94

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran ... 104

5.1. Kesimpulan... 104

5.2. Diskusi... 105

5.3. Saran... 110

5.3.1. Saran Metodelogis... 110

5.3.2. Saran Praktis... 111 DaftarPustaka

(13)

xiii

Tabel 3.1 Blue Print Agresivitas... 51

Tabel 3.2 Blue Print KecerdasanEmosi... 52

Tabel 3.3 Blue Print self control... 53

Tabel 3.4 Bobotnilaiskala ...……….. 54

Tabel 3.5 MuatanItem UntukAgresivitas... ………... 59

Tabel 3.6 MuatanFaktor ItemAspekSelf Awarenes ... 63

Tabel 3.7MatriksSelf Awarenes... 64

Tabel 3.8 Muatan Item AspekSelf Regulation... 66

Tabel 3.9MatriksSelf Regulation... 67

Tabel 3.10 Muatan item AspekMotivasi………... 69

Tabel 3.11 Matriksvariabelmotivasi………... 70

Tabel 3.12 Muatan Item AspekEmpati……….... 71

Tabel 3.13 MatriksVariabelEmpati... 72

Tabel 3.14 Muatan Item AspekInterpersonal Relationship ... 74

Tabel 3.15 MatriksVariabelInterpersonal Relationship... 74

Tabel 3.16Muatan Item AspekBehaviour Control... 76

Tabel3.17MatriksVariabelBehaviour Control... 77

Tabel 3.18Muatan ItemAspekCognitive Control... 79

Tabel 3.19MatriksVariabelCognitive Control... 80

Tabel 3.20Muatan Item AspekDecisional Control... 82

Tabel 3.21MatriksVariabelDecisional Control... 82

Tabel 4.1JumlahSubjekBerdasarkanJenisKelamin... 88

Tabel 4.2DeskripsiStatistikVariabelPenelitian... 89

Tabel 4.3 Norma Skor Variabel... 91

Tabel 4.4Kategorisasi Agresivitas... 91

Tabel 4.5KategorisasiSelf Awarenes... 92

Tabel 4.6KategorisasiSelf Regulation... 92

Tabel 4.7Kategorisasi Motivasi... 93

Tabel 4.8Kategorisasi Empati... 94

Tabel 4.9KategorisasiInterpersonal Relationship... 94

Tabel 4.10KategorisasiBehaviour Control... 95

Tabel 4.11KategorisasiCognitive Control... 95

(14)
(15)

xv

Gambar3.1 AnalisisKonfirmatorik Dari Agresivitas... 52

Gambar 3.2 AnalisisKonfirmatorik Dari self awarenes... 62

Gambar 3.3 AnalisisKonfirmatorik Dari self regulation... 65

Gambar 3.4 AnalisisKonfirmatorik Dari Motivasi... 68

Gambar 3.5 AnalisisKonfirmatorik Dari Empati... 70

Gambar 3.6 AnalisisKonfirmatorik Dari Interpersonal Relationship... ... 73

Gambar 3.7 AnalisisKonfirmatorik Dari Behaviour Control... 76

Gambar 3.8 AnalisisKonfirmatorik Dari Cognitive Control... 78

(16)

1 1.1.Latar Belakang Masalah

Maraknya agresivitas akhir-akhir ini yang dilakukan oleh remaja merupakan sebuah kajian yang menarik untuk dibahas. Perkelahian antar pelajar sangat merugikan dan perlu upaya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini atau setidaknya mengurangi. Perkembangan teknologi yang pesat mempunyai korelasi yang erat dengan meningkatnya kecenderungan perilaku yang dilakukan oleh remaja. Perkembangan teknologi terutama didunia game membawa dampak negatif untuk para remaja dan mengakibatkan banyaknya tindakan agresivitas yang dilakukan oleh para remaja di indonesia (Dwi, 2012).

(17)

dalam game onlinetersebut juga ia merampok karena ingin membeli voucher permainan tersebut dalam jumlah yang besar (www.berita6.com)

Kemudian kejadian sangat memprihatinkan pada tanggal 18 januari 2010 yaitu seorang remaja rumania bernama Lonut Silvia nekat menghujani ibunya dengan tikaman pisau hanya karena sang ibu menolak membayar tagihan internet (detik.com).

Permusuhan, perkelahian, dan pebunuhan yang dilakukan oleh remaja, dimungkinkan karena adanya dorongan agresif pada diri mereka. Agresivitas merupakan suatu motif yang ada pada setiap manusia, dan hal tersebut banya di pengaruhi oleh bermacam – macam faktor di dalam perkembangannya. (Berkowitz,1995).Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi agresivitas remaja adalah faktor permainan pada game online ataupun tayangan televisi yag menampilkan adegan kekerasan. (Kusumadewi, 2010)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yudha (dalam Kusumadewi,2010) terhadap 100 orang remaja disalah satu kecamatan di wilayah Kota Sidoardjo menunjukan sebanyak 60 pelajar pernah berkelahi di sekolah dan merusak barang-barang yang ada bila sedang marah. Diketahui juga dari hasil penelitian tersebut 40 pelajar diantaranya senang bermain game online jenis kekerasan.

(18)

(dalam Lusiana, 2009), bahwa perilaku agresif didalam media berhubungan dengan agresivitas yang serius dikalangan remaja. Adapun dalam penelitian yang dilakukan pada 1558 remaja yang berada pada usia 15-18 tahun, hasil penelitiannya adalah responden yang pernah mengakses permainan yang menampilkan perkelahian, penembakan, dan pembunuhan maka akan berpotesi terlibat tindak kekerasan di dunia nyata daripada mereka yang tidak mengakses permainan tersebut.

(19)

Khusus di Indonesia, fenomena game online tidak kalah dengan luar negeri. Posisi game online ibarat seorang sahabat yang bisa mengusir kebosanan dan menghilangkan stress. Apalagi, lewat permainan ini, para garner bisa bertemu dengan orang baru yang menjadi lawan atau rekan main mereka. Jenis game online pun bermacam-macam. Ada yang mengusung strategi, role playing, atau bahkan sport game. Harus diakui, game online saat ini bukan hanya sebagai hiburan semata. Bermain game diyakini juga sebagai ajang mengasah otak. Para garner dapat mengasah kecepatan berpikir dan menciptakan strategi (Dwi, 2012).

Meningkatnya penggunaan komputer dan internet menjadi kebutuhan sehari-hari, mengakibatkan potensi penggunaan secara berlebihan dan bahkan dapat berubah menjadi ketergantungan (Funk, dalam Kusumadewi, 2010). Salah satu bentuk kecanduan yang ditimbulkan oleh penggunaan internet adalah internet game online/internet game atau biasa dikenal juga dengan online game. Menurut analisa pasar global, industri internet games telah mencapai US$ 28.5 miliar di tahun 2005(BusinessWire,dalam Kusumadewi, 2005). Internet juga telah membawa genre permainan baru seperti MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Game), Ragnarok, Seal, MMORTS (Massively Multiplayer Online Real Time Strategy), Point blankdan Lost Saga.

(20)

cerita sendiri sewaktu awal terbentuknya. Terbentuknya Free rebels diawali Semakin bertambahnya imigran yang tidak mendapatkan pekerjaan dan terusir dari masyarakat, sehingga untuk bertahan hidup para imigran kemudian melakukan berbagai macam tindak kriminal dari perampokan hingga pengedaran obat-obatan terlarang.Aksi kriminal ini berkembang menjadi gerakan yang teroganisir hingga terbentuk organisasi yang dinamakan Free rebels. Tujuannya tidak lain untuk menguasai seluruh perdagangan obat terlarang dan senjata di seluruh dunia serta menciptakan rasa takut bagi masyarakat. Sedangkan terbentuknya CT-FORCE, Akibat konflik dengan imigran yang semakin meluas, pemerintah memutuskan dibentuk suatu organisasi khusus untuk menghadapi para teroris.Sejak dibentuknya organisasi ini, mereka mulai mencari informasi dan keberadaan dari organisasi teroris yang dinamakan Free rebels.Sejalan dengan meningkatnya ancaman teroris tersebut, pemerintah kemudian mengirimkan bantuan pasukan terbaik yang pernah ada di pemerintahan yang kemudian datang dan bergabung serta berganti nama menjadi CT-FORCE (Counter Terrorist Force). (www.duniabaca.com/asal-usul-sejarah-game-online-point-blank.html ).

(21)

pemain game online. Dengan kondisi pasar seperti itu, Indonesia menjadi pasar yang cukup potensial untuk industri permainan interaktif. Menurut detikinet.com, dengan adanya internet sebagai salah satu kebutuhan atau sarana yang memudahkan aktivitas, pola budaya dalam masyarakat Indonesia juga dapat mengalami banyak perubahan. Sangat memungkinkan anak-anak sampai anak remaja lebih kenal dengan budaya Warcraft dibanding tarian Aceh. Saat ini telah banyak warnet yang melengkapi fasilitas online game dalam tiap komputer yang mereka sediakan.

(22)

Saat ini perhatian media dan popularitas internet game yang dihubungkan dengan dampak-dampak buruk yang diakibatkan oleh Internet gametelah banyak dibicarakan, tetapi tetap saja penelitian mengenai topik tersebut masih sangat minim (Riki,2011). Penelitian-penelitian yang dilakukan saat ini telah menemukan banyak hubungan antara game online dengan ketergantungan dan perilaku mereka (Internet Paradox Study), penurunan tajam pada social involvement,peningkatan kesendirian dan depresi (Subrahmanyam, 2000; Kraut, et al., 1998 dalam Riki, 2011), serta mengalami high levels of emotional loneliness dan atau kesulitan berinteraksi dalam kehidupan nyata (AMA, 2008). Mereka cenderung tidak dapat mengontrol emosi dan menunjukan prilaku agresi (Brenner; Egger; Griffiths; Morahn-Martin; Thompson; Scherer; Young, dalam Young, 2009). Penelitian ini diperkuat dari hasil observai yang dilakukan peneliti di sebuah warnet khusus game online, peneliti menemukan beberapa anak - anak dan remaja sedang bermain game online Point Blank, ketika mereka mengalami kekalahan dalam bermain, sebagian diantara mereka menunjukan agresivitas seperti berteriak, berkata kasar terhadap gamer lain, membanting headphone dan menekan keyboard komputer dengan keras dan kasar.

(23)

mengajari seseorang untuk menggunakan kata-kata dan perilaku kasar, adegan yang terdapat dalam permainan tersebut 90% menunjukan perilaku agresi, seperti menembak, memukul, dan berkata kasar. Sehingga hal ini mengakibatkan gamer terbawa emosi ketika karakter yang dimainkannya mati atau mengalami kekalahan. Selain perilaku agresi yang muncul, tidak terkendalinya emosi juga mengakibatan para gamer sulit untuk mengontrol dirinya dan emosi menjadi tidak terkendali. (Inge.dkk, 2011)

Kecerdasan Emosi atau lebih dikenal dengan istilah Emotional Intelegence menurut Goleman (2002) didefinisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasaan diri, komitmen dan integritas seseorang serta kemampun seseorang dalam mengkomunikasikan, mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya. Dengan demikian seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu mengenali perasaannya sendiri an perasaan orang lain sehingga mampu memotivasi dirinya sendiri serta mampu mengelola emosinya secara baik dalam hubungannya dengan pihak lain.

(24)

keluarga, lingkungan kelompok sebaya, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa kategori subjek peneltian menunjukkan kecerdasan emosi yang tinggi dan memiliki agresivitas yang tinggi pula. (Merda, 2009).

Sistem self control merupakan kondisi tingkah laku yang sudah dibentuk berdasarkan pengaruh keadaan-keadaan yang menekan diri, dimana keadaan tersebut bisa berasal dari luar ataupun dari dalam. Self control seseorang bisa terbentuk juga karena adanya aturan-aturan atau hukum yang mengikat diri agar tingkah laku yang diwujudkan bisa dikendalikan.

(25)

menjalani treatment self control, tingkat agresi dari subjek dalam kelompok treatment pertama berkurang secara signifikan dari yang di awal periode.

Menurut penelitian tentang self control yang dilakukan oleh Ajzen dkk tahun 1982 (Jawahar, 2001: 876) menyebutkan bahwa orang dengan self control yang tinggi cakap dalam memecahkan isyarat-isyarat dalam lingkungan sosialnya dan juga pandai dalam menyelaraskan tingkah lakunya agar sesuai dengan konteks sosialnya. Sebaliknya, perilaku dengan self control yang rendah mereflekskan perasaan dan sikap mereka tanpa menghargai situasi atau konsekuensi interpersonal akibat perilakunya tersebut.Sementara itu Denson, Dewall, & Finkel dalampenelitian terbarunya menemukan bahwa self controlberkontribusi dalammengurangi bahaya sosial yang terkait dengan agresi yang tidak terkendali(Denson, Dewall, & Finkel, 2012).Penelitian diatas menunjukkan bahwa self controlmemiliki pengaruh yangcukup besar terhadap perilaku agresif, Dimana menurut Baumeister, dkk (1994)self controlsebagai kemampuan untuk mengabaikan respon tertentu untukmenyesuaikan dengan yang lain, yang terkait dengan berbagai hal yang positif(dalam Dewall, Finkel, & Denson, 2012). Sehingga ketika agresi mendesakmenjadi aktif, maka self controldapat membantu seseorang mengabaikankeinginan untuk berperilaku agresif (Dewall, Finkel, & Denson, 2012).

(26)

mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari (Orleans & Laney, 1997). Karena emosi mereka yang tidak terkontrol dengan melihat aksi atau fitur yang ada dalam game tersebut yang selalu dimainkan berulang-ulang. Melalui fitur dan aksi yang ada dalam game tersebut dan emosi yang tidak terkontrol oleh karena itu timbulah agresivitas dalam diri mereka. Penelitian ini merupakan penelitian awal mengenai fenomena meningkatnya penggunaan internet dan juga makin bertambahnya pemain internet games di Indonesia (Internet World Stats, 2008; Kompas.com). Penelitian mengenai internet game yang dihubungkan dengan kecerdasan emosi, self control dan agresivitas di Indonesia pun sepertinya masih sangat terbatas.

Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, hal tersebut dinilai penting oleh peneliti guna memberikan informasi mengenai pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitaspada penggunagame online.

1.2Batasan Masalah Dan Perumusan Masalah 1.2.1 Batasan Masalah

Untuk menghindari dan meluasnya penelitian mengenai kecerdasan emosidan self controlterhadap Agresivitas, perlu dilakukan pembatasan masalah.

Masalah penelitian dibatasi sebagai berikut :

(27)

percaya diri, penguasaan diri,komitmen dan integritas seseorang serta kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan,mempengaruhi melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya.

2. Agresivitas adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud menyakiti untuk menyakiti dan merugikan orang lain (Berkowitz,1995).

3. Self control merupakan kemampuan seseorang untuk membimbing,mengatur dan mengarahkan bentuk-bentuk perilaku melalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke arahkonsekuensi positif(Hurlock,1994).

4. Remaja adalah masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan baik fisik maupun psikis. Sample penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu remaja awal. Usia 12/13 sampai dengan 17/18 tahun

(28)

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.Apakah kecerdasan emosi (self awareness, Self Regulation, memotivasi diri, empati dan interpersonal relationship) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas?

2.Apakah self control (behavior control,cognitive control dan interpersonal relationship) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas?

3.Apakah kecerdasan emosi dan self control bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap agresivitas?

1.3. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi dan self control terhadap agresivitas pada remaja pengguna game online

1.3.2. Manfaat Penelitian 1. 3.2.1. Manfaat teoritis

(29)

dengan permainan komputer dengan menggunakan internet dari pandangan ilmu-ilmu psikologi.

1. 3 2.1. Manfaat Praktis

1. Data dari hasil penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi orang tua dan pemerhati pendidikan dalam mendampingi para remaja pengguna game online untuk dapat menanamkan emotional quetiont dan self controlyang baik pada mereka.

2. Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan baru mengenai dampak yang dapat ditimbulkan, sehingga dapat dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai internet game online.

1.4. Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan

Meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab 2 Kajian Pustaka

Membahas mengenai teori perilaku Agresivitas, Kecerdasan Emosi, Self control,Remaja dan Game Online.

(30)

Meliputi Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian, Variabel Penelitian, Populasi, Sampel dan Tehnik Pengambilan Sample, Tehnik Pengumpulan Data, dan Metode Pengumpulan Data.

Bab 4 Hasil Penelitian

Meliputi Gambaran Umum Subjek dan Hasil pengumpulan data dari kuesioner.

Bab 5 Penutup

Berisi Kesimpulan, Diskusi, dan Saran. Daftar Pustaka

(31)

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1Agresivitas

2.1.1. Pengertian Agresivitas

Dalam psikologi sosial, agresi diartikan sebagai perilaku langsung yang mengarah kepada orang lain dan berusaha untuk menyakitinya (Anderson & Carnagey, 2004). Kata agresi digunakan untuk perilaku menyakiti tanpa menghiraukan niat atau maksud munculnya agresi maupun konten dari perilaku tersebut (Wiggins, dkk, 1994). Sedangkan Baron & Richardson mendefinisikan agresi sebagai segala perilaku untuk menyakiti orang lain yang tidak ingin disakiti (Bushman & Huesman, 2010; DeWall, Anderson & Bushman, 2011).

Agresi adalah setiapperilaku yangdiarahkan padaindividu lain secara langsung yang dilakukan denganmaksudmenyakiti.Selain itu, pelaku harus yakin bahwa perilaku tersebutakan merugikandantarget termotivasi untuk menghindariperilaku tersebut (Anderson & Bushman, 2002). DeWall, Anderson & Bushman (2011) menyatakan bahwa agresi memiliki tiga ciri utama. Pertama, agresi merupakan perilaku yang tampak. Agresi bukanlah emosi seperti kemarahan dan pikiran,

tetapi agresi adalah “tindakan melakukan sesuatu (by doing something)”. Kedua,

agresi merupakan “intentional” atau suatu kesengajaan, bukan ‘accidental’ atau kecelakaan tanpa disengaja. Tetapi agresi adalah suatu kesengajaan yang

(32)

bertujuan untuk menyakiti. Ketiga, korban dari agresi berusaha untuk menghindari ancaman atau perilaku agresi tersebut. Sears (2009) juga menyebutkan bahwa agresi merupakan perilaku fisik atau verbal yang bertujuan untuk menyakiti seseorang. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang disengaja baik fisik maupun verbal untuk menyakiti atau merusak, yang mungkin itu merupakan reaksi permusuhan (Sears, 2009).

Franzoi (2003) mendefinisikan agresi segala bentuk perilaku yang disengaja untuk menyakiti seseorang, beberapa orang, atau objek. Kemudian Buss (dalam Durkin, 1995) menyatakan bahwa agresi adalah respon yang menyampaikan stimulus berbahaya kepada orang lain, termasuk penyerangan fisik, menghina dan umpatan verbal.

Perilaku agresi adalah perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik (seperti menendang atau memukul) maupun psikis (seperti memaki atau mengancam). Jika menyakiti orang lain karena unsur ketidaksengajaan, maka perilaku tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perilaku agresi (Berkowitz, 1995).

(33)

menyakiti atau melukai mahluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perlakuan itu.

Dari definisi diatas dapat diimpulkan bahwa agresivitas adalah perilaku melukai baik fisik maupun mental dengan suatu tujuan tertentu. Maka tidak dapat dikatakan agresi apabila perilaku tersebut tidak dilakukan tanpa memiliki tujuan. 2.1.2 Bentuk-bentuk Agresivitas

Buss dan Perry (1992) mengelompokan kedalam empat bentuk, yaitu : agresi fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk marah dan kebencian. Bentuk-bantuk agresivitas ini yang akan dipakai sebagai alat ukur dalam penyusunan skala agresivitas.

a. Agresi fisik

Adalah merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain secara fisik. Misal menyerang, memukul, menendang, atau membakar.

b. Agresi Verbal

(34)

c. Rasa Marah

Merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan kesiapan psikologis untuk bersikap agresif.Misalkan, mudah kesal, hilangkan kesebaran.

d. Sikap Permusuhan

Sikap permusuhan merupakan perwakilan dari komponen perilaku kognitif seperti perasaan benci dan curiga pada orang lain, merasa kehidupan yang dialami tidak adil.

2.1.3 Pengukuran Agresivitas remaja

Pengukuran yang digunakan dalam mengukur agresivitasadalah (Leon, Peyes, Vila, dkk, 2002):

Aggression Questionnaire (AQ). Instrumen ini terdiri dari 29 pernyataan, pada standar psikometri menunjukan reliabilitas dan internal konsistensi yang adequat. Instrumen ini memililki konsistensi internal antara .72 dan .89 dan reliabilitas tes –rites antara .72 dan .80

(35)

Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dan mengadaptasi Aggression questionnairemilikBush & Perry (1992). Skala ini pernah diadaptasi pada penelitian Spanyol, dengan sampel pada studi satu terdiri dari 384 murid laki-laki dan perempuan dari University, dan studi dua dengan sampel 57 narapidana serta 93 mahasiswa. Skala ini terdiri dari item yang meliputi empat aspek, yaitu agresivitas fisik, agresivitas verbal, rasa marah, dan sikap permusuhan. Penulis mengadaptasi skala ini, dikarenakan konsep teori ini berkaitan dengan variabel penelitian yang akan diteliti.

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Agresivitas

Agresivitas sebagaimna tingkah laku lainnya tidaklah muncul secara kebetulan, melainkan muncul akibat dari faktor pencetus, baik factor dari dalam diri (internal) maupun faktor yang berasal dari luar (eksternal)(Lutfi dkk,2009).

Baron, Branscombe & Byrne (2008) menyatakan bahwa penyebab perilaku agresivitas dibagi menjadi empat kategori, yakni sosial, kebudayaan, personal dan faktor situasional.

1. Determinan sosial

(36)

1. Frustrasi

Kata frustrasi berarti hambatan dalam mencapai tujuan (Wiggins, dkk,1994). Menurut Dollard, dkk (1939) ada dua pernyataan penting pada hipotesis frustasi-agresi (frustassion- aggression hypothesis): i) frustrasi selalu memunculkan bentuk tertentu dari agresi, ii) agresi selalu muncul dari frustrasi. Teori dan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang frustasi selalu terlibat dalam tindak agresi. Merujuk pada teori, frustrasi dapat menghasilkan agresi; karena agresi tidak pernah terjadi tanpa frustrasi (Wiggins, dkk, 1994).

2. Provokasi langsung.

Penelitian menemukan indikasi bahwa provokasi fisik atau verbal dari orang lain merupakan salah satu penyebab kuat terjadinya agresi.

3. Deindividuasi

Deindividuasi adalah keadaan hilangnya kesadaran akan diri sendiri(self awareness) dalam situasi kelompok yang memungkinkan anonimitas dan pengalihan atau menjauhkan perhatian dari individu. Keadaan ini membawa individu kepada perilaku yang diluar batas-batas norma. 4. Pengaruh media massa

(37)

tingginya tingkat kekerasan di Negara-negara dimana materi-materi tersebut dilihat olehbesar orang.Untuk mendukung penelitian tersebut, dalam Bushman & Huesman (2001) memaparkan eksperimen laboratorium jangka pendek terhadap anak-anak dan orang dewasa untuk menonton film dan acara televisi yangmengandungkekerasan atau yang tidak mengandung kekerasan. Hasil yang diperoleh dari eksperimen tersebut mengungkapkan bahwa tingkat agresi lebih tinggi pada partisipan yang melihat film atau program kekerasan.

2. Faktor kebudayaan 1) Cultures of honor

Cultures of honor merupakan sebuah keyakinan, norma dan ekspektasi dari suatu kebudayaan. Faktor ini mengindikasikan dimana norma kebudayaan sangat kuat sebagai respon untuk menyakiti atau penghinaan kehormatan seseorang.

2) Kecemburuan seksual (sexual jealousy)

Faktor ini dimulai dari penelitian yang dilakukan oleh Vandello &

Cohen (1999; 2003), bahwasanya ada “sign” atau kode tentang

Psikologi sosial memberikan alasan bahwa terdapat tanda “male

(38)

seksual diperkirakan memunculkan reaksi kuat dari agresi di kebudayaan tersebut.

3. Kepribadian

Berikut ini adalah trait atau karakteristik yang memicu beberapa orang melakukan agresivitas:

1) Pola perilaku tipe A (type A behavior pattern).

(39)

4. Emosi

Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya perilaku agresif adalah kondisi emosi. Munculnya perilaku yang negatif, menurut Goleman (2000) merupakan gambaran adanya emosi-emosi yang tidak terkendali dan mencerminkan semakin meningkatnya ketidakseimbangan emosi.

Penelitian yang dilakukan oleh Dodge dan Coie (dalam Berkowitz, 1993) menunjukkan bahwa ada orang-orang yang cenderung melakukan agresi berdasarkan emosi. peneliti tersebut menemukan bahwa orang yang sering melakukan agresi berdasarkan emosi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Cenderung memberi atribusi bahwa orang lain menampilkan sikap permusuhan (hostility) meskipun orang lain belum tentu bersikap/bertindak demikian.

2. Cenderung percaya bahwa agresi merupakan respon yang tepat untuk sikap bermusuhan (seperti yang mereka persepsikan) tersebut.

5. Alkohol

(40)

2.2. Kecerdasan Emosi

2.2.1. Pengertian Kecerdasan Emosi

Dalam istilah latin emosi di jelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya

“jiwa yang menggerakan kita” (Goleman,2000). Kecerdasan emosi atau lebih di kenal dengan Emotional Intelligence menurutGoleman (2000) di definisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasan diri, komitmen dan ntegritas seseorang serta kemampuan seseorang dalam mengkomuikasikan, mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya. Dengan demikian seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu mengenali perasaannya sendiri dan perasaan orang lain sehingga mampu memotivasi dirinya sendiri serta mampu mengelola emosinya secara baik dalam hubungannya dengan pihak lain.

Goleman mengartikan emosi sebagai satu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi, merujuk pada suatu kadaan dalam diri seseorang yang memperlihatkan ciri-ciri kognisi tertentu, pengindraan, reaksi fisiologis dan pelampiasan dalam perilaku.

(41)

Setelah di sebutkan beberapa istilah emosi secara umum, dan kemudian di kaitkan dengan istilah kecerdasan, maka dapat dipersempit pembahasan ini, yaitu mengenai kecerdasan emosional, maka pengertian kecerdasan emosi menurut Goleman, kecerasan emosi adalah kemampuan-kemampuan unt mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, empati dan kemamuan untuk membina hubungan. (Goleman,2000).

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi

Goleman (2000) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang yaitu:

1. Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi dengan cara contoh-contoh ekspresi. Peristiwa emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan melekat dan menetap secara permanen hingga dewasa kehidupan emosional yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak dikemudian hari.

(42)

Dove (Goleman. 2002) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain:

a. Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu konteks (kadang kadang disebut juga neo konteks). Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbic, tetapi sesungguhnya antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang.

1. Konteks. Bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira kira 3 milimeter yang membungkus hemisfer serebral dalam otak. Konteks berperan penting dalam memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Konteks khusus lobus prefrontal, dapat bertindak sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat sesuatu.

(43)

tempat disimpannya emosi. Selain itu ada amygdala yang dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.

b. Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis.Secara fisik terletak dibagian otak yaitu konteks dan sistem limbic, secara psikis meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga.

2.2.3 Pengukuran kecerdasan emosi

Dalam Cherniss (2000) Pengukuran kecerdasan emosi yang pernah digunakan adalah Bar-On’s EQ-I (Bar-On, 1997). Instrument ini berbentuk self-repot

yang di desain untuk kualitas personal “emotional well-being” dan bebas

budaya. EQ-I telah digunakan untuk menilai ribuan individu dengan reliabilitas sebesar 6.21. Dan saat ini EQ-I dikenal dalam memperdiksi validitas di situasi kerja, salah satunya yang paling sukses dan sering digunakan pada pengrekrutan di U.S.Air Force.

(44)

untuk mengukur kemampuan seseorang dalam menerima, mengidentifikasi, memahami dan diskriminan validity, tetapi tidak meramalkan keabsahan (validity).

Kemudian pengukuran Mayer Salovey Caruso Emotional Intelligence Teset (MSCEIT) merupakan pengembangan dari MEIS dan salah satu pengukuran kecerdasan emosi yang unggul, karena instrument ini telah digunakan lebih dari 50 penelitian dan 5000 partisipan, instrument ini juga dapat digunakan dengan rentang umur 17 – 79 tahun dengan reliabilitas sebesar .91 (Papadogiannis, Logan & Sitarenios, 2009).

Namun pengukuran kecerdasan emosi dapat juga dilakukan sesuai dengan indikator-indikator yang diambil dalam teori. Dalam penelitian ini, pengukuran kecerdasan emosi pada penelitian ini berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosi menurut Goleman (2006), yakni kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial (kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain).

2.2.4 Aspek-aspek kecerdasan emosi

Salovey & Mayer (dalam Goleman, 2006) mengungkapkan lima karakteristik kecerdasan emosi bagi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan, yaitu:

1. Self awareness (mengenali emosi diri)

(45)

pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan masalah.

2. Self Regulation (Mengendalikan emosi atau kontrol diri)

Mengendalikan emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri. Mengendalikan emosi berhasil bila; mampu menghibur diri ketika ditimpa kesedihan, dapat melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan cepat dari semua itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal negative yang merugikan dirinya sendiri.

3. Memotivasi diri (motivation one-self ).

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, memotivasi diri dan menguasai diri sendiri. Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut:

(46)

b. Derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang

c. Kekuatan berfikir positif d. Optimis

e. Keadaan flow (mengikuti aliran), yaitu keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa yang terjadi, pekerjaannya hanya berfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya

4. Mengenali emosi orang lain ( emphaty)

Mengenali emosi orang lain atau empati dibangun berdasarkan kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca pikiran orang lain, begitu juga sebaliknya.

(47)

2.3Self control

2.3.1. PengertianSelf control

Menurut Ghufron (2010) kontrol diri (self control) merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya, selain itu juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, dan menutupi perasaannya.

(48)

mampu mengendalikan perilakunya dengan baik maka seseorang tersebut akan dapat menjalani kehidupan dengan baik.

Menurut Hurlock (1994) self control adalah kemampuan seseorang untuk membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk-bentuk perilaku melalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke arah konsekuensi positif.Kemampuan mengontrol diri berkaitan dengan bagaimana seseorang mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya.Chaplin (2002) menyatakan bahwa self control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri adalah kemampuan yang dimiliki oleh tiap individu untuk selalu mengarahkan, mengendalikan, mengatur, dan mengubah perilakunya kearah yang lebih positif.

2.3.2 Pengukuran Self control

(49)

bedasarkan enam komponen, yaitu impulsif, tugas-tugas sederhana, mencari resiko, aktifitas fisik, pusat diri dan kemarahan.

Selanjutnya, The Brief Self control Scale (BSCS) yang dikembangkan oleh Tangney et.al (2004), yang terdiri dari 13 item. Skala self control ini dikembangkan untuk mengukur self control dalam komunitas mahasiswa, berdasarkan lima komponen yaitu mengendalikan pikiran, mengendalikan emosi, mengendalikan impuls, mengatur perilaku dan kebiasaan. Dalam penelitian ini, penulis mengadaptasi skala milik Hani Inayati (2013) berdasarkan konsep teori Averil (1973). Skala ini terdiri dari item yang meliputi tiga aspek, yaitu kemampuan mengontrol tingkah laku, kemampuan mengontrol kognisi dan kemampuan mengontrol keputusan.

(50)

2. 3.3 Jenis dan Aspek-aspek Self control

Berdasarkan Konsep Averill (1973), terdapat 3 jenis kemampuan mengontroldiri yang meliputi 3 aspek. Averill (1973) menyebut self control dengan sebutankontrol personal, yaitu kontrol perilaku (behavior control), Kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decisional control).

a. Behavioral control

Merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsungmempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitumengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasistimulus (stimulus modifiability).

(51)

berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunyaberakhir, dan membatasi intensitasnya.

b. Cognitive control

Merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidakdiinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatukejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untukmengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperolehinformasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidakmenyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut denganberbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilaidan dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikansegi-segi positif secara subjektif.

c. Decisional control

(52)

menahan dirinya. Kemampan memilih tindakan dalam menentukan pilihan atau keputusan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan pada diri individu untuk memlih berbagai kemungkinan tindakan.

Alasan penggunaan konsep dari Averill dalam mengukur tingkat kontrol diriyang dimiliki oleh individu yaitu dapat diketahui mengenai jenis kontrol diri yangdigunakan oleh individu lebih jelas dan lebih rinci.Hal ini disebabkan pada konsep inidapat diketahui mengenai aspek-aspek yang digunakan oleh individu dalammelakukan proses pengontrolan diri.

2.4 REMAJA

2.4.1. Pengertian Remaja

Menurut Piaget, pengertian remaja secara psikologis adalah masa dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa,usia dimana anak tidak lagi merasa dibawa h tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama. (Hurlock,1980)

(53)

Masa remaja, menurut Mappiare (Moh.Ali & Moh. Astori, 2004), berlangsung antara umur 12 sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 12 sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Usia 12/13 sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal. 2. Usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir.

Berdasarkan dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, dimana umur mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak dan belum juga dapat digolongkan kedalam dewasa.

2.4.2. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (1980), adalah :

1. Mampu menerima keadaan fisiknya.

2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

4. Mencapai kemandirian emosional. 5. Mencapai kemandirian ekonomi.

(54)

7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orangtua.

8. Mengembangkan prilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki usia dewasa.

9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

10. Memberi dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

2.5Game Online

2.5.1. Pengertian Game Online

Game online adalah komputer yang dapat dimainkan oleh multipemain melalui internet. Biasanya disediakan sebagai tambahan layanan dari perusahaan penyedia jasa online atau dapat diakses langsung (mengunjungi halaman web yang bersangkutan) atau melalui sistem yang disediakan dari perusahan yang menyediakan permainan tersebut(Kusumadewi,2010).

2.5.2. Jenis-jenis Game Online

(55)

Multiplayer Online First Person Shooter(MMOFPS), dan lain-lain (Kusumadewi, 2010).

a. MMORPG (Massively Multiplayer Online Role Playing Games) Definisi MMORPG adalah salah satu jenis game online dimana pemain bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan pemain yang lain. Kemampuan tertentu yang dimiliki oleh karakter diperoleh melalui pengalaman (experience), dan biasanya berhubungan dengan kemampuannya bertempur dan atau untuk melawanmusuh. Dalam permainan lebih ditekankan pada aspek kolaborasidan sosial, bukan kompetisi. Interaksi sosial dalam permainanjenis ini sangat diperlukan, karena pemain harus berkolaborasidengan pemain lain untuk mencapai tujuan yang lebih

(56)

Perfect World, Seal Online, RanOnline, Audition Ayo Dance, Risk Your Life (RYL), Tantra,Gunbound, Getamped, dan masih banyak lagi. b. MMORTS (MassivelyMultiplayer Online Real Time Strategy)

Definsi MMORTS adalah salah satu jenis game online yang didalamnya terdapat kegiatan mendirikan gedung, pengembangan teknologi, konstruksi bangunan serta pengolahan sumber dayaalam.MMORTS merupakan kategori dari game online yang menggabungkan real-time strategy (RTS) dengan banyak pemain secara bersamaan di internet. Gameyang popular dari jenis ini adalah WarCraft (1994), Command and Conqueror (1995), Total Annihilation (1997), StarCraft (1998), SimCity (1999), dan lain-lain.

(57)

pada internet. Contoh gamedari MMOFPS ini adalah World War II Online (2001), Point Blank dan PlanetSide (2003). Di Indonesia, contoh yang terkenal dari jenis ini adalah Counter Strike. Menurut sumber yang sama, gameini sangat disukai oleh anak-anak dan remaja laki-laki, karena gameini mengandalkan skil kecepatan, memompa adrenalin dan membutuhkan ketepatan menembak. Dalam penelitian ini jenis game yang digunakan yaitu Point blank.

2.6 Kerangka Berfikir

(58)

maka hal yang ditimbulkan adalah meningkatnya agresivitas sehingga menurunnya kecerdasan emosi dan kontrol diri para pengguna game online.

(59)

didukung dengan penelitian Slaby dan Guera menunjukan bahwa individu dengan tingkat agresivitas yang tinggi berhubungan dengan kemampuan mereka dalam mengontrol prilaku dan emosinya yang rendah.

(60)

Gambar 2.1

Diagram Kerangka Berfikir

2.7 Hipotesis

2.7.1 Hipotesis Mayor:

Ha: Ada pengaruh yang signifikan Kecerdasan Emosi(Mengenali emosi diri, Mengelola emosi diri, Memotivasi diri, Empati, Membina hubungan) dan Self lf Self control

1. Kontrol Perilaku (Behavior Control) 2. Kontrol Kognitif (Cognitive Control) 3. Mengontrol Keputusan (Decesional

Control).

Kecerdasan Emosi 1.Mengenali emosi diri 2.Mengelola emosi diri 3.Memotivasi diri 4.Empati

5.Membuna hubungan

(61)

control(Behavior Control, Cognitive Control, Decesional Control) terhadap Agresivitas Remaja Pengguna Game Online.

2.6.2 Hipotesis Minor:

Ha1:Ada pengaruh yang signifikan mengenali emosi diri terhadap agresivitas Remaja

Pengguna Game Online

Ha2:Ada pengaruh yang signifikan mengelola emosi diri terhadap agresivitas Remaja

Pengguna Game Online

Ha3:Ada pengaruh yang signifikan memotivasi diri terhadapagresivitas Remaja

Pengguna Game Online

Ha4:Ada pengaruh yang sinifikan empati terhadap agresivitas Remaja Pengguna Game

Online

Ha5:Ada pengaruh yang signifikan membina hubungan terhadap agresivitas Remaja

Pengguna Game Online

Ha6:Adapengaruh yang signifikan behavior controlterhadap agresivitas Remaja

Pengguna Game Online

Ha7:Ada pengaruh yang signifikancognitive controlterhadap agresivitas Remaja

Pengguna Game Online

Ha8 :Ada pengaruh yang signifikan decesionalterhadap agresivitas Remaja Pengguna

Game Online

(62)

berbunyi “tidak ada pengaruh yang signifikan Kecerdasan Emosi dan Self

(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini dijelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari enam sub bab, yaitu populasi dan sampel, variabel penelitian, metode pengumpulan data, uji validitas konstruk, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.

3.1 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja dengan usia 12-17 tahun pengguna Game Onlne Point Blank. Dikarenakan jumlah populasi tidak dapat dketahui jumlah populasinya. Oleh karena itu peneliti menggunakan subjek penelitian sebanyak 200 orang. Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling.Nonprobability sampling digunakan ketika peneliti tidak mengetahui peluang terpilihnya seseorang karena tidak mengetahui jumlah suatu populasi atau tidak dapat memiliki daftar anggota dari suatu populasi yang dapat menggambarkan karakteristik populasi tersebut.. 3.2 Variabel Penelitian

Variabel terikat atau dependent variable dalam peelitian ini adalah agresivitas, sedangkan variabel bebas atau independent variable yaitu kecerdasan emosi dan self control.

(64)

3.3 Definisi Operasional

Setelah menentukan variable mana yang menjadi variabel terikat dan variabel bebas, maka selanjutnya peneliti menentukan definisi operasional dari veriabel-variabel penelitian yang kemudian akan digunakan dalam penelitian ini.

Adapun penjelasan definisi operasional variabel adalah sebagai berikut : 1. Agresivitas

Agresivitas adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud menyakiti untuk menyakiti dan merugikan orang lain. Agresivitas diukur melalui bentuk agresivitas fisik, verbal, anger, dan hostility.

2. Kecerdasan Emosi

Kecerdasan Emosi adalah kemampuan mengatur kehidupan emosi dengan menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui kemampuan untuk mengenali emosi (self awareness), mengendalikan emosi (Self Regulation), motivasi diri,empati dan membina hubungan dengan orang lain (interpersonal relationship).

3. Self control

(65)

3.4 Instrumen Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan instrument berupa skala dan kuesioner yang terdiri dari :

1. Isian biodata subjek penelitian, Angket ini berisi pertanyaan mengenai biodata responden, seperti inisial, dan usia.

(66)

Skala kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada dimensi kecerdasan emosi dari Solovey dan Moyer (dalam Goleman,2006). Adapun blue print skala kecerdasan emosi.

Table 3.2

Blue print Skala Kecerdasan Emosi

No Dimensi Indikator Favo Unfav Jumlah

3 Motivasi diri Mengendalikan dorongan hati, antusiasme, gairah, optimis

15,17,19 23,30,31 8 21, 25

(67)

Table 3.3

Blue print Skala Kecerdasan Emosi

No Dimensi Indikator Favo (F) Unfav

3 Decisional Control Mengantisipasi peristiwa, mampu memilih tindakan

5, 9, 10 6, 7,8 6

Jumlah 18

Pilihan jawaban untuk skala agresivitas, kecerdasan emosi dan self control terdiri dari empat macam, yaitu :

1. SS, apabila subjek merasa sangat setuju atas pernyataan yang di berikan. 2. S, apabila subjek merasa setuju atas pernyataan yang di berikan.

3. TS, apabila subjek merasa tidak setuju atas pernyataan yang di berikan.

4. STS, apabila subjek merasa sangat tidak setuju atas pernyataan yang di berikan.

Pada tiap jawaban, peneliti memberikan nilai atau bobot tertentu sebagaimana yang ditujukan di table 3.4

(68)

Table 3.4

Skala Favorable Unvaforable

(SS) 4 1

(S) 3 2

(TS) 2 3

(STS) 1 4

3.5 Uji Validitas Instrumen

Setelah mendapatkan data yang diinginkan peneliti kemudian menguji validitas konstruk maupun reliabilitas masing-masing alat ukur.

Dalam pengujian validitas, digunakan CFA (confirmatory Factor Analysis) dengan metode ini dapat diketahui apakah seluruh item mengukur apa yang hendak diukur dan apakah masing-masing tem signifikan dalam mengukur hal tersebut. Dilakukan dengan cara membandingkan sejauh mana matriks korelasi hasil estimasi menggunakan teori dengan matriks korelasi yang diperoleh dari data. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan teori adalah konsep bahwa seluruh item mengukur satu hal yang sama (undimensional) yaitu konstruk yang hendak di ukur.

(69)

masing-masing alat ukur (misalnya, conbach alpha) karena true score itu reliabilitasnya sama dengan satu (100%).

3.6 Uji Validitas Konstruk

Teknik analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah “analisis

faktor konfirmatori (CFA)" dengan bantuan lisrel 8.7. Adapun logika dasar; kriteria item yang baik pada CFA adalah sebagai berikut:

1. Sebuah konsep atau trait berupa kemampuan didefinisikan secara operasional dan menyusun pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor. Pengukuran terhadap faktor dilakukan melaluli analisis terhadap respon (jawaban) atas item-itemnya.

2. Diteorikan bahwa setiap item hanya mengukur atau memberi informasi tentang faktor tersebut saja.

(70)

4. Pernyataan matematik inilah yang dijadikan hipotesis nihil (Ho) yang akan dianalisis menggunakan CFA. Dalam hal ini, dilakukan uji signifikansi dengan menggunakan Chi Square. Jika Chi Square yang dihasilkan tidak signifikan (nilai p>0,05), maka dapat disimpulkan, bahwa hipotesis nihil yang

menyatakan: “tidak ada perbedaan antara matriks S dan Σ” tidak ditolak. Artinya teori unidimensional dapat diterima, bahwa item atau subtes yang di ukur hanya mengukur satu faktor saja. Dengan kata lain, analisis faktor konfirmatori dalam hal ini adalah pengujian terhadap hipotesis nihil (H0): S -

Σ = 0. Artinya tidak ada perbedaan antar matriks korelasi yang diharapkan oleh teori dengan matriks korelasi yang diperoleh dari hasil observasi.

5. Jika teori diterima (model fit), langkah selanjutnya, adalah menguji hipotesis tentang signifikan tidaknya masing-masing item dalam mengukur apa yang hendak diukur (misalnya mengenali emosi diri). Uji hipotesis ini dilakukan dengan t-test. Jika nilai t signifikan ( > 1,96), berarti item yang bersangkutan signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur. Dengan cara seperti ini, dapat dinilai butir item mana yang valid dan yang tidak valid dalam konteks validitas konstruk.

(71)

7. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran pada sebuah item berkorelasi terlalu banyak dengan kesalahan pengukuran pada item lainnya, maka item tersebut juga perlu di drop. Sebab, item yang demikian selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain.

3.7.Uji Validitas Konstruk 3.7.1. Uji Validitas Agresivitas

(72)

Gambar 3.1 Analisis konfirmatorik dari Agresivitas

(73)

saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing.Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.

Tabel 3.5 Muatan faktor item Agresivitas

Keterangan : tanda V = signifikan (t>1.96) ; X = tidak signifikan

(74)

Berdasarkan tabel 3.5, dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 24, 25, 26, 27, 28 dan 29 tidak signifikan karena t < 1.96. Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan di drop adalah item nomor 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 24, 25, 26, 27, 28 dan 29, yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor. Sedangkan item yang signifikan dalam arti item yang valid dengan koefisien muatan faktor tinggi dan nilai t yang lebih besar dari 1.96 adalah item nomor 1, 22 dan 23.

Saat model telah fit, tidak ditemukan item yang memiliki kesalahan pengukuran artinya tidak ada item yg akan di drop karena Item ini rata-rata berkorelasi dengan item lain tidak lebih dari empat, sehingga peneliti memutuskan. Tujuan dari menghitung skor faktor yaitu menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Pada penghitungan skor faktor ini ialah menghitung true score dari masing-masing skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang bermuatan positif dan signifikan, adapun rumus T-Score nya yaitu:

Tscore = (10 x skor faktor) + 50

(75)

Proses ini dilakukan pula untuk variabel lainnya, yang menjadi variabel dalam penelitian ini.

3.7.2Uji Validitas Kecerdasan Emosi

3.7.2.1Validitas Self Awarness (Mengenali Emosi Diri)

Dalam subbab ini peneliti menguji apakah 7 item yang ada bersifat undimensional dapat mengukur self awarness pada sample. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square=91.86, df=14, P-value=0.00000, RMSEA=0.167.

Sehingga peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit seperti gambar 3.2.

(76)

Setelah dilakukan modifikasi, terlihat dari model fit tersebut bahwa diketahui nilai Chi-square= 11.54 df= 10 P-value=0.31715 RMSEA=0.028. Nilai Chi-square menghasilkan P-value > 0.05, yang artinya model hanya satu faktor dapat diterima, yang berarti seluruh item mengukur satu hal saja yaitu self awareness. Namun, terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing.

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.6.

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Self Awarness

(77)

13. Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan di drop adalah item nomor 3, 5 dan 13, yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor. Sedangkan item yang signifikan dalam arti item yang valid dengan koefisien muatan faktor tinggi dan nilai t yang lebih besar dari 1.96 adalah item nomor 1, 7, 9 dan 11.

Tabel 3.7

Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran item self awareness

1 3 5 7 9 11 13

1 1

3 V 1

5 1

7 V 1

9 1

11 V V 1

13 1

(78)

3.7.2.2 Variabel Konstruk Self Regulation (Mengelola Emosi Diri)

Dalam hal ini peneliti menguji apakah 8 item yang ada bersifat undimensional dalam mengukur Self Regulation (mengelol emosi diri). Dari hasil yang diperoleh dari variabel minat, model satu faktor (undimensional) adalah tidak fit, dengan Chi-Square=91.00, df=20, P-value=0.00000, RMSEA=0.134.

Namun setelah dilakukan modifikasi terhadap model satu faktor, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya hingga diperoleh model fit dengan Chi-square= 21.60 df= 13 P-value=0.6192 RMSEA=0.058.

(79)

Terlihat dari model fit tersebut bahwa nilai Chi-square menghasilkan P>0.05 (tidak signifikan). Dengan demikian model hanya satu faktor yang diterima, yang berarti seluruh item terbukti mengukur satu hal saja yaitu minat. Hanya saja pada model pengukuran ini terhadap kesalahan pengukuran pada beberapa item saling berkorelasi, sehingga disimpulkan bahwa beberapa item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing.

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.8.

Tabel 3.8

Muatan faktor untuk item Self Regulation (mengelola emosi diri)

(80)

faktornya negatif. Artinya hanya item nomor 29 yang akan didrop dan tidak diikut sertakan dalam analisis uji hipotesis.

Table 3.9

Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran item Self Regulation

2 6 8 10 12 14 28 29

2 1

6 V 1

8 1

10 V 1

12 1

14 V 1

28 1

29 V V V V 1

Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item

Berdasarkan table 3.9 terdapat empat item yang memiliki kesalahan pengukuran karena berkorelasi dengan item lainnya, yaitu item nomor 6, 10 dan 14 hanya berkorelasi pada satu item, sedangkan item nomor 29 berkorelasi pada empat item. Artinya item tidak memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lainnya, maka item tersebut hanya mengukur apa yang hendak diukur. Dengan demikian secara keseluruhan tidak ada item yang akan didrop, yang artinya semua item akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.

3.7.2.3 Validitas Konstruk Motivasi

(81)

satu faktor adalah tidak fit dengan Chi-Square=67.38, df=20, P-value=0.00000, RMSEA=0.109.

Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa modelnya tidak fit dengan data (signifikan) karena P-value menunjukan hasil lebih kecil dari 0.05. Selanjutnya dilakukan modifikasi terhadap model, sehingga menghasilkan model satu faktor yang fit.

Namun setelah dilakukan modifikasi terhadap model satu faktor, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya hingga diperoleh model fit dengan Chi-square= 26.25 df= 17 P-value=0.7000 RMSEA=0.052.

Gambar 3.4 analisis faktor konfirmatorik dari motivasi

(82)

diterima yang berarti bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja, yaitu motivasi. Hanya saja pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing.

Selanjutnya, kualitas item juga dapat dilihat dari signifikan tidaknya item tersebut menghasilkan informasi tentang apa yang hendak diukur melalui koefisien muatan faktor dengan cara melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti gambar berikut ini:

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Kerangka Berfikir
Tabel 3.1
Table 3.2 Blue print Skala Kecerdasan Emosi
Table 3.4  Skala
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PARENT ATTACHMENT , EMOTIONAL REGULATION DAN SELF-ESTEEM TERHADAP. PERILAKU SELF INJURY

Hal ini berarti bahwa 23,9% variabel orientasi masa depan dalam area pekerjaan pada remaja dapat dijelaskan oleh variasi dari ke 8 variabel yaitu, dukungan emosi,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kontrol diri terhadap agresivitas remaja yang menghadapi konflik sebaya , mengetahui perbedaan kontrol diri dan

STUDI KUANTITATIF TENTANG MOTIVASI BELAJAR PADA REMAJA PENGGUNA GAME ONLINE DI KECAMATAN PADAMARA..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepribadian introvert dan regulasi emosi dengan self-disclosure pada remaja akhir pengguna facebook.. Penelitian

Selanjutnya nilai koefisien regresi bagi variabel Iklim Sekolah (X2) adalah sebesar -0,247 juga bernilai negatif, sehingga dapat dikatakan terdapat hubungan yang

SIMPULAN Secara garis besar hasil yang telah diperoleh dalam penelitian tentang kontribusi self esteem terhadap self presentation yang telah dilakukan pada 40 orang remaja pengguna

Hubungan antara penggunaan game online terhadap perilaku agresif remaja Judul Metode Hasil Effects Of Violent Video Games On Players And Observers Aggressive Cognitions And