• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif terhadap adiksi game online pada remaja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif terhadap adiksi game online pada remaja"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi Ini Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh :

Fidia Hanan Zahara 1110070000109

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum kecuali mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri

( QS. Ar- Rad 13:11 )

“If you are born poor, it's not your mistake but, if you die poor, it's your mistake"

(Bill Gates)

5 CM

Skripsi ini aku persembahkan untuk semua orang yang kusayangi,

Terutama untuk Ayahku, Ibuku dan Adikku

yang tak henti-hentinya selalu memberikan doa, dukungan, semangat,

waktu, tenaga dan nasihat yang sangat berharga.

Juga untuk Almamaterku,

(6)

vi C) Fidia Hanan Zahara

D) XIV + 96 Halaman + 13 Lampiran

E) Pengaruh Self Control, Komunikasi Interpersonal dan Pola Asuh Permisif Terhadap Adiksi Game Online pada Remaja

F) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin pesat menghasilkan salah satu produk teknologi yang memberikan manfaat hiburan yaitu game online. Namun, bermain game online dapat mengakibatkan efek berbahaya karena dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, menarik diri dari kehidupan sosial hingga menyebabkan adiksi game online.

G) Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif terhadap adiksi game online pada remaja. Sampel berjumlah 200 remaja dengan usia 12-19 tahun yang diambil dengan teknik non-probability sampling, yakni accidental sampling. Sampel diambil di daerah Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan.

Dalam penelitian ini, penulis memodifikasi instrument pengumpulan data, yaitu Game Addiction Scale (GAS), alat ukur self control yang digunakan mengacu pada dimensi-dimensi self control menurut Averill (1973), Interpersonal Communication Inventory (ICI) dan Parental Authority Questionnaire (PAQ). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif terhadap adiksi game online pada remaja dengan proporsi varians sebesar 21%. Selanjutnya, berdasarkan hasil uji hipotesis minor, hanya diperoleh empat dimensi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap adiksi game online, yaitu behavior control, decision control, ability dan emotion. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikaji kembali dan dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya. Misalnya dengan menambah variabel lain yang terkait dengan adiksi game online yang dapat dianalisis sebagai IV yang mungkin mempunyai pengaruh besar terhadap adiksi game online pada remaja.

(7)

vi

K) Fidia Hanan Zahara

L) XIV + 96 Pages + 13 Attachments

M)The Impact Self Control, Interpersonal Communication and Permissive Parenting Style Toward The Addiction of Game Online Over Teenager.

N) The development of knowledge and technology is rapidly advanced and it is generating the entertainment such as game online. Nevertheless, playing game online has bad impact since it is disturbing the daily life, pulling out from social community to addicting over game online.

O) The aim of this study is to examine the effect of self control, interpersonal communication and permissive parenting style toward the addiction of game online over teenager.Samples are 200 teenagers the age of 12-19 year with non-probability sampling, such as accidental sampling. Samples are selected at Jakarta Timur, Jakarta Selatan and Tangerang Selatan.

This study, the researcher modifies the datainstrument, such as Game Addiction Scale (GAS),the usingfor self control instrument referred to Averiil’s self control dimension (1973), Interpersonal Communication Inventory (ICI) and Parental Authority Questionnaire (PAQ). This study used quantitative method with multiple analysis regression.

The result shows those self control, interpersonal communication and permissive parenting style have significant impact toward addiction of game online over teenager with varians proportion is 21%. Afterward based on result is minor hypothesis, have 4 dimensions are significant effect towards game online addiction, such asbehavior control, decision control, ability and emotion.The based on this result have re-examine and developing for next research. Such as increasing other variable relating with game online and could be analyzes as IV will be have big impact toward addiction of game online over teenager.

P) Resources: 36, book: 8 + journal:13 + thesis: 6 + article: 9

(8)

vii

Alhamdulillah, segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat, keluarga, para pengikutnya, dan para penerus perjuangan beliau hingga akhir zaman.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini tentunya penulis dibantu oleh berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr.Abdul Mujib, M.Ag., M.Si., Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.

2. Ibu Dr. Risatianti Kolopaking, Psikolog selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya, mencurahkan pikiran dan tenaga dengan segenap kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan, dan sarannya kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(9)

viii

kalian berikan sehingga penulis dapat meneruskan perjuangan ini.

5. Orang-orang terdekat bagi penulis, tempat berbagi kisah persahabatan dalam suka dan duka sejak di bangku sekolah hingga kuliah yang selalu mendukung penulis hingga saat ini, Yunita, Widya Agustin, Widya Triana, Sunarti, Fany, Devi Marella, Aulya, Ais dan Devi Irma. Terimakasih atas dukungan, doa, nasihat, motivasi dan penyemangat bagi jiwa penulis.

6. Orang yang telah menjadi bagian penting dalam hidup penulis yang selalu siap mendengarkan keluh kesah dan membantu ketika penulis menghadapi masa kritis. Terimakasih Aufa Dzahabie yang telah menjadi motivator dan inspirator bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman-teman di DEMA UIN Jakarta 2013-2014, Naufal, Eko, Ulum, Bagja dan teman-teman di kosan “Pondok Najda”, Dhea, Widy, Dwiva, Ilma, Monna, Sinta, terimakasih telah menjadi keluarga baru penulis selama di bangku kuliah.

(10)

ix

Banyak sekali kenangan indah yang telah kita lewati bersama.

10.Seluruh responden yang telah membantu mengisi angket penelitian yang penulis berikan. Tanpa kalian semua, skripsi ini tidak akan pernah ada.

11.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini ada dari segala keterbatasan dan jauh dari sempurna, maka penulis mohon maaf apabila ada kekurangan. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat.

Jakarta, 8 Januari 2015 Penulis

(11)

x

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH………...……..iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

1.2.1.Pembatasan Masalah ... 7

1.2.2. Perumusan Masalah ... 9

1.4. Sistematika Penulisan ... 10

BAB 2. LANDASAN TEORI………...………12-37 2.1. Adiksi Game Online pada Remaja ... 12

2.1.1. Definisi Adiksi Game Online ... 12

2.1.2. Dimensi-dimensi Adiksi Game Online ... 13

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adiksi Game Online ... 15

2.1.4. Jenis-jenis Game Online ... 17

2.1.5 Pengukuran Adiksi Game Online……….………19

2.2. Self Control ... 19

2.2.1. Definisi Self Control... 19

2.2.2. Dimensi Self Control ... 20

2.2.3. Fungsi Self Control... 22

(12)

xi

2.3.4. Keterampilan dalam Komunikasi Interpersonal... 26

2.3.5. Pengukuran Komunikasi Interpersonal………...28

2.4. Pola Asuh Permisif ... 29

BAB 3. METODE PENELITIAN………...37-69 3.1. Populasi, Sampel, danTeknik Pengambilan Sampel ... 37

3.1.1. Populasi Penelitian ... 37

3.1.2. Sampel Penelitian ... 37

3.1.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 38

3.2. Variabel Penelitian ... 38

3.7.2. Instrumen Penelitian... 44

3.8.UJi Validitas Konstruk ... 44

3.8.1. Uji Validitas Konstruk Adiksi Game Online ... 47

3.8.2. Uji Validitas Konstruk Self Control ... 49

3.8.3. Uji Validitas Konstruk Komunikasi Interpersonal ... 55

3.8.4. Uji Validitas Konstruk Pola Asuh Permisif………...62

(13)

xii

4.2.1. Deskripsi Hasil Penelitian……….………72

4.3 Kategorisasi Skor…..………...74

4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian………..75

4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian……….75

4.4.2 Pengujian Proporsi Varians Masing-masing IV………80

BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN………...84-92 5.1.Kesimpulan ... 84

5.2.Diskusi ... 85

5.3. Saran ... 89

5.3.1. Saran Metodologis ... 90

5.3.2. Saran Praktis ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(14)

xiii

Tabel 3.2 Blue Print Skala Adiksi Game Online……….. 40

Tabel 3.3 Blue Print Skala Self Control... 41

Tabel 3.4 Blue Print Skala Komunikasi Interpersonal………... 43

Tabel 3.5 Blue Print Skala Pola Asuh Permisif………... 44

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Adiksi Game Online………... 49

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Behavior Control... 51

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Cognitive Control……… 52

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Decision Control………. 54

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Self Concept……… 56

Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Ability……….. 57

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Skill Experience……….. 59

Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Emotion……… 60

Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Self Disclosure……… 62

Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Memanjakan……… 64

Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Tidak Peduli………. 65

Tabel

Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian……….. 74

(15)

xiv

Gambar 3.1 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Adiksi Game Online...... 48

Gambar 3.2 Hasil Analisis Faktor Behavior Control………. 50

Gambar 3.3 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Cognitive Control… 52

Gambar 3.4 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Decision Control….. 53

Gambar 3.5 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Self Concept………. 55

Gambar 3.6 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Ability………... 57

Gambar 3.7 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Skill Experience…… 58

Gambar 3.8 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Emotion……… 60

Gambar 3.9 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Self Disclosure…….. 61

Gambar 3.10 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Memanjakan……….. 63

Gambar 3.11 Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Tidak

(16)

xv Lampiran B. Informed Consent

Lampiran C. Kuesioner

(17)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia memiliki banyak keragaman dalam hal seni dan budaya. Permainan tradisonal merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki Indonesia, dimana anak-anak dapat bermain bersama dengan bebas di alam terbuka. Namun, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang saat ini semakin pesat, diciptakanlah produk-produk teknologi canggih, dimana permainan anak-anak disulap menjadi permainan yang menarik dan dapat dimainkan melalui „kotak ajaib‟ yang dinamakan komputer. Pada zaman sekarang, permainan ini tidak hanya dapat diakses melalui komputer namun juga melalui gadget seperti smartphone, tab, playstation portable dan lain-lain. Permainan ini dapat dimainkan secara mudah oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Permainan ini dinamakan dengan game online.

(18)

bahkan menjadi superhero yang tentunya hal ini tidak mungkin terjadi di dalam dunia nyata. Beberapa alasan iniyang membuat beberapa pemain menjadi adiksi game online dan tidak mengetahui bahwa hal ini dapat mengakibatkan efek berbahaya.

Istilah kecanduan (addiction) awalnya digunakan terutama mengacu kepada penggunaan alkohol dan obat-obatan. Kecanduan adalah ketergantungan yang menetap dan kompulsif pada suatu perilaku atau zat. Kecanduan game online ditandai oleh sejauh mana seseorang bermain game secara berlebihan sehingga dapat mengganggu kehidupanya sehari-hari (Weinstein, 2010).

(19)

dihabiskan untuk bermain game online paling banyak 5-10 ribu dengan rata-rata uang saku terbanyak per harinya 3-10 ribu per hari.

Selanjutnya, berdasarkan hasil survey Seoul’s National Information Society Agency dan Korea’s Ministry of Gender Equality and Family, menunjukan bahwa 1 dari 10 remaja Korea beresiko tinggi terhadap adiksi internet dan 1 dari 20 telah teradiksi secara serius. Di Amerika 8,5% remajanya telah teradiksi game online. Adiksi game menyebabkan remaja mengalami orientasi buruk. Data ini sesuai dengan kasus di Jepang, seorang remaja 19 tahun menghabiskan hingga 1 juta Yen untuk bermain game online, menghabiskan uang dari orang tua, hasil kerja part time, hingga meminjam di bank. Dalam survey yang dilakukan oleh National Survey of Student Engagement, 2011 yang meneliti 27.000 pelajar menyebutkan bahwa dampak buruk pada remaja di Amerika adalah 1 dari 3 remaja laki-laki dan 1 dari 4 remaja wanita bermain game lebih dari 16 jam per minggu.Fenomena diatas menunjukkan bahwa rata-rata pengguna game online baik di luar negeri maupun dalam negeri adalah remaja.

(20)

dewasa.Remaja yang sedikit memiliki teman terpaksa memusatkan perhatiannya pada bentuk kegiatan rekreasi yang dapat dilakukan sendiri, seperti bemain game online.

Selanjutnya ada kasus serius yang terjadi di Indonesia pada seorang remaja bernama Dede Hendri, 18 tahun, yang meninggal karena bermain game online.Ia ditemukan tewas disebuah warnet pada tanggal 4 Desember 2011. Dede meninggal setelah semalam suntuk bermain game pada akhir pekan. Diduga ia mengalami gagal jantung karena kelelahan (Inilah.com, 2014).Fenomena tersebut sejalan dengan pernyataan Young (2009) yang mengatakan bahwa individuyang memiliki self control rendah akan kehilangan kontrol dalam penggunaan internet dan kehidupannya. Self control adalah kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku, mengelola infomasi yang tidak diinginkan dan memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini (Averiil, 1973). Individu yang memiliki self control rendah akan menghabiskan waktu berjam-jam bahkan secara ektrem berhari-hari berada di depan komputer untuk online. Kepuasan yang didapat oleh para remaja ketika bermain game merupakan pemenuhan kebutuhan untuk “melarikan” diri dari masalah, mendapatkan kesenangan dan sarana untuk

(21)

Individu yang tidak dapat mengontrol penggunaan game online-nya, memiliki perilaku negatif yang dapat dilihat secara sosial, yaitu ketidakmampuan mempertahankan interaksi positif dengan orang lain, menarik diri dari kontak sosial, hubungan dengan keluarga menjadi renggang karena waktu kebersamaan semakin berkurang, sangat tertutup, senang menyendiri bahkan sulit berhubungan dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Tangney (2004) bahwa self control yang tinggi dikorelasikan dengan keterampilan sosial yang baik. Sebaliknya remaja yang memiliki self controlrendah akan cenderung larut dan mengarahkan seluruh konsentrasinya dalam menggunakan fasilitas game online.

(22)

lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain game online dapat menghambat proses interaksinya dengan teman sebaya. Hal ini dapat membatasi kesempatan remaja untuk belajar dari lingkungan sosialnya dan belajar peran dari teman sebayanya dan hal ini merupakan efek negatif dari adiksi game online.

Selain itu, tuntutan hidup semakin tinggi yang terjadi di Indonesia menyebabkan orangtua harus bekerja lebih keras agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya sehingga harus meninggalkan anak-anaknya di rumah sendiri.Hal ini yang menyebabkan para remaja merasa kurang mendapat perhatian dari orangtuanya. Mereka hanya dibekali uang namun tidak mendapatkan arahan dan bimbingan yang baik dari orangtua. Hal ini yang mungkin mengakibatkan adanya peralihan dari kurangnya intensitas yang terjadi dalam hubungan orangtua dan anak yang menyebabkan si anak memilih game online sebagai salah satu sarana hiburan untuk dirinya. Namun tanpa disadari hal ini dapat menyebabkan adiksi game online bagi dirinya.

(23)

tentunya reward tersebut dapat mereka gunakan sebagai sarana untuk beraktualisasi diri di hadapan teman-teman online-nya. Sikap orang tua cuek dan tidak memberikan batasan kontrol pada remaja, dapat membuat mereka jadi bersifat manja dan berbuat segala sesuatu seenaknya sendiri. Remaja yang memilih untuk bermain game online, tentu akan menghabiskan waktu dan uang mereka sepuas hati karena merasa tidak ada aturan dari orang tua.

Berdasarkan faktor-faktor yang telah dijabarkan, maka keadaan ini perlu dikaji, bagaimana pengaruh self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif dapat mempengaruhi remaja terhadap adiksi game online. Hal ini sangat penting agar lingkungan keluarga dapat mengambil langkah-langkah penting dalam memperbaiki pola asuh mereka, karena hal tersebut dapat menjadi titik awal menuju hal-hal lain yang akan mempengaruhi perkembangan dalam aspek psikososial dari seorang individu kedepannya.

Kondisi ini telah mendorong peneliti untuk meneliti adiksi game online yang terjadi pada remaja. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merasa perlu untuk mengambil penelitian dengan judul “Pengaruh Self Control, Komunikasi Interpersonal dan Pola Asuh Permisif Terhadap

Adiksi Game Onlinepada Remaja.”

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

(24)

1. Adiksi game online yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejauh mana seseorang bermain game secara berlebihan yang dapat berpengaruh negatif bagi pemain game tersebut.Terdiri dari tujuh dimensi, yaitu: salience, tolerance, mood modification, relapse, withdrawal, conflict dan problems (Lemmens, 2009).

2. Self Control yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan individu dalam memodifikasi perilaku, mengelola infomasi yang tidak diinginkan dan memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini. Terdiri dari tiga dimensi, yaitu: behavioral control, cognitive control, dan decisional control (Averiil, 1973).

3. Komunikasi Interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini sesuai dengan teori Treenholm dan Jensen (dalam Burleson, 2010)

yaitukomunikasi yang dyadic, terjadi antara dua individu yang berperan untuk saling memberi dan menerima informasi sehingga terjalin suatu hubungan yang dapat menciptakan makna. Terdiri dari lima dimensi, yaitu:self concept, ability, skill experience, emotion dan self disclosure (Bienvenue, 1976).

4. Pola Asuh Permisif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gaya pengasuhan orangtua yang memiliki karakteristik rendahnya tuntutan namun sangat responsif (Baumrind, 1971). Terdiri dari dua dimensi yaitu memanjakan dan tidak peduli.

(25)

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif terhadap adiksi game online pada remaja?

2. Berdasarkan variabel self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif, variabel apa saja yang paling besar pengaruhnya terhadap adiksi game online pada remaja?

3. Berapa besar kontribusi aspek self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif dalam mempengaruhi adiksi game online pada remaja.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian 1.3.1.1 Tujuan Umum

Untuk mengukur pengaruh self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif orang tua terhadap adiksi game online pada remaja.

1.3.1.2 Tujuan Khusus

Untuk mengukur pengaruh self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif orang tua terhadap adiksi game online pada remaja.

1.3.2 Manfaat Penelitian

(26)

1.3.2.1Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini berguna untuk memperkaya khazanah kajian psikologi, terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan dan psikologi klinis. b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal yang memotivasi

peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan.

c. Hasil penelitian ini berguna untuk bahan pertimbangan bagi orang tua dalam memahami faktor-faktor yang mempengaruhi adiksi game online. 1.3.2.2 Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan terhadap orang tua, agar lebih mengawasi dan mengarahkan anak dalam penggunaan game online.

b. Sebagai bahan masukan terhadap para remaja untuk lebih berhati-hati dalam bermain game online.

c. Secara umum dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para peneliti untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan APA (American Psychologycal Association)-style dan pedoman penyusunan dan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan ini dibagi menjadi beberapa bahasan seperti yang akan dijabarkan berikut ini:

(27)

BAB II. Landasan Teori: Pada bab ini, peneliti menguraikan tentang berbagai teori yang digunakan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

BAB III. Metodologi Penelitian: Pada bab ini, peneliti menguraikan mengenai populasi dan sampel penelitian, teknik pengambilan sampel, identifikasi variabel penelitian meliputi definisi konseptual dan operasional variabel, metode pengumpulan data meliputi instrumen dan prosedur pengumpulan data serta metode analisis data.

BAB IV. Analisa Hasil Penelitian: Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai gambaran subjek penelitian, variabel penelitian penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.

BAB V. Penutup: Di dalam bab ini peneliti akan merangkum mengenai keseluruhan isi penelitian dan menyimpulkan hasil dari penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.

(28)

12

Dalam bab ini akan dibahas tentang teori-teori dari adiksi game online, self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif. Selanjutnya akan dibahas juga mengenai kerangka berfikir untuk merumuskan hipotesis penelitian.

2.1Adiksi Game Online pada Remaja

2.1.1 DefinisiAdiksi Game Online

Menurut West & Hardy (dalam Rooij, 2011), istilah kecanduan (addiction) sebagai suatu sindrom di pusat otak yang mengalami gangguan dan kehilangan kontrol diri yang dapat menimbulkan efek negatif pada diri individu.

Menurut Hovart (dalam Kusumadewi, 2009) bahwa contoh adiksi bermacam-macam, bisa ditimbulkan akibat zat atau aktivitas tertentu seperti judi, overspending, shoplifting, aktivitas seksual, dan lain-lain. Salah satu perilaku yang termasuk didalamnya dalam ketergantungan video games. Menurut Dodes (dalam Kusumadewi, 2009) dalam bukunya yang berjudul “The heart of Addiction” ada

dua jenis adiksi, yaitu physical addiction, adalah jenis adiksi yang berhubungan dengan alkohol atau kokain, dan non-physical addiction adalah jenis adiksi yang tidak melibatkan dua hal diatas. Adiksi terhadap game online termasuk pada jenis non-physical addiction.

(29)

Menurut Weinstein (2010) mengenai adiksi game online atau computer adalah penggunaan yang berlebihan atau kompulsif dari game online dan komputer yang bisa mengganggu kehidupan sehari-hari karena pemain dapat menarik dirinya dari kontak sosial dan hanya terfokus pada pencapaian dalam game daripada kehidupan yang sebenarnya (Weinstein,2010). Adiksi video game adalah hilangnya suatu kontrol karena bermain game secara berlebihan sehingga menyebabkan kerugian yang signifikan (Rooij, 2011).

Kecanduan game online ditandai oleh sejauh mana seseorang bermain game secara berlebihan yang dapat berpengaruh negatif bagi pemain game tersebut. Artinya bagi seseorang seakan-akan tidak ada hal yang ingin dikerjakan selain bermain game, dan seolah-olah game ini adalah hidupnya. Hal semacam ini tentunya dapat berdampak buruk bagi perkembangan seseorang apalagi bagi remaja yang perjalanan hidupnya masih panjang.

2.1.2Dimensi-dimensi Adiksi Game Online

Lemmens (2009) telah mencantumkan tujuh dimensi untuk menentukan apakah individu sudah digolongkan sebagai pecandu game online yang terjadi kapan saja dalam tempo enam bulan, yaitu:

1. Salience (berpikir tentang bermain game online sepanjang hari).

(30)

2. Tolerance (waktu bermain game online yang semakin meningkat).

Proses dimana seseorang mulai untuk bermain game lebih sering sehingga secara bertahap mulai menghabiskan waktu untuk bermain game dan hal ini dilakukan sebagai proses pemenuhan dalam kadar tertentu untuk mendapatkan efek perubahan dari mood.

3. Mood Modification (bermain game online untuk melarikan diri dari masalah).

Pengalaman subjektif dimana orang memiliki ikatan dengan game. Dimensi awalnya adalah euphoria dari aktivitas serta munculnya perasaan menenangkan yang berhubungan dengan pelarian perasaan.

4. Relapse (kecenderungan untuk bermain game online kembali setelah lama tidak bermain).

Kekambuhan sebagai kegagalan disebabkan masalah emosi yang berhubungan dengan kecanduan tersebut belum mendapatkan penanganan. 5. Withdrawal Symptoms (merasa buruk jika tidak dapat bermain game

online).

Perasaan kurang menyenangkan yang muncul ketika tidak lagi bermain game. Hal ini dapat berpengaruh pada fisik seseorang, perasaan dan efek antara perasaan dan fisik (seperti pusing, insomnia) atau psikologisnya (misalnya, mudah marah atau moodiness).

6. Conflict

(31)

konflik yang terjadi antara pengguna game dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal) atau konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri (kondisi intrafisik atau merasa kurangnya control) yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu bermain game.

7. Problems (mengabaikan kegiatan lainnya sehingga menyebabkan permasalahan).

Hal ini terjadi karena terlalu banyak menghabiskan waktu dan sibuk dengan game online sehingga akhirnya menyebabkan seseorang mengabaikan kegiatan sosial serta tugas-tugas kehidupannya.

2.1.3Faktor yang Mempengaruhi Adiksi Game Online

Yee (2002) mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang kecanduan game online, yaitu: attraction factor (faktor atraksi) dan motivation factor (faktor motivasi).

A. Faktor Atraksi

Ada tiga faktor utama dalam faktor ini yang mendorong penggunaan waktu dan keterikatan pribadi terhadap game online. Hal-hal tersebut adalah:

(32)

2. Jaringan relasi pemain yang kian bertambah seiring game online dimainkan karena terakumulasi dari waktu ke waktu. Media chatting yang terdapat dalam game online memfasilitasi self-disclosure dan banyak pemain yang bercerita mengenai masalah pribadi atau rahasianya kepada teman-teman online yang mereka miliki. Tetapi mereka tidak pernah mengatakannya kepada teman-teman kehidupan nyata atau keluarganya. Situasi stres tinggi yang melekat dalam permainan juga membantu membangun kepercayaan dan ikatan antara pemain dengan sangat cepat. Tentu saja, alasan lain yang penting adalah bahwa permainan tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga para pemain harus membuat kelompok untuk mencapai gol terbanyak.

3. Immersion yaitu dimana lingkungan virtual dapat membuat pemain tenggelam di dalamnya. Faktor ini membuat karakter pemain melekat pada tokoh game yang mereka mainkan dan menjadi empati terhadap karakter mereka. Konten dalam game online dapat memikat para pemainnya dalam dunia fantasi dan membuat para pemain merasa bahwa mereka adalah bagian dari sesuatu yang besar dan luar biasa.

B. Faktor Motivasi

(33)

Hal tersebut membuat individu termotivasi untuk terus melakukan kompensasi tersebut di dalam dunia maya. Dengan cara ini, game online dapat memberdayakan pemainnya dengan mengurangi rasa kelemahan dan kerentanan mereka sehingga hal tersebut menjadi daya tarik bagi para penikmatnya.

2.1.4. Jenis-Jenis Game Online

Berdasarkan jenis permainannya, game online terbagi menjadi tujuh jenis:

a. Massively Multiplayer Online First-person shooter game (MMOFPS). Permainan ini mengambil pandangan orang pertama sehingga seolah-olah pemain berada dalam permainan tersebut dalam sudut pandang tokoh karakter yang dimainkan, dimana setiap tokoh memiliki kemampuan yang berbeda dalam tingkat akurasi, refleks, dan lainnya. Contoh permainan jenis ini antara lain Counter Strike, Call of Duty, Point Blank, Quake, Blood, dan Unreal.

b. Massively Multiplayer Online Real-time strategy games(MMORTS). Permainan jenis ini menekankan kepada kehebatan strategi pemainnya. Permainan ini memiliki ciri khas di mana pemain harus mengelola suatu dunia maya dan mengatur strategi dalam waktu apapun. Contoh permainan jenis ini antara lain Age of Empires, Warcraft, dan Star Wars.

(34)

dalam RPG, para pemain tergabung dalam satu kelompok. Contoh dari genre permainan ini adalah Ragnarok Online, The Lord of the Rings Online: Shadows of Angmar, Final Fantasy, dan DotA.

d. Cross-platform online play. Jenis permainan yang dapat dimainkan secara online dengan perangkat yang berbeda. Saat ini mesin permainan konsol (console games) mulai berkembang menjadi seperti komputer yang dilengkapi dengan jaringan sumber terbuka (open source networks), seperti Dreamcast, PlayStation 2, dan Xbox yang memiliki fungsi online. Contoh permainan jenis ini adalah Need for Speed Underground, yang dapat dimainkan secara online dari PC maupun Xbox 360.

e. Massively Multiplayer Online Browser Game. Permainan yang dimainkan pada aplikasi fitur yang berhubungan dengan jejaring internet seperti Mozilla Firefox, Opera, atau Internet Explorer. Sebuah permainan online sederhana dengan pemain tunggal dapat dimainkan melalui HTML dan teknologi scripting HTML (JavaScript, ASP, PHP, MySQL). Contoh dari permainan jenis ini adalah game Pac-Man.

f. Simulation games. Permainan jenis ini bertujuan untuk memberi pengalaman melalui simulasi. Ada beberapa jenis permainan simulasi, di antaranya life-simulation games, construction and management simulation games dan vehicle simulation. Contoh permainan jenis ini adalah Second Life dan The Sims.

(35)

berinteraksi langsung seperti halnya dunia nyata. MMOG muncul seiring dengan perkembangan akses internet broadband di negara maju, sehingga memungkinkan ratusan, bahkan ribuan pemain untuk bermain bersama-sama. MMOG sendiri memiliki banyak jenis seperti:

1) MMORPG (Massively Multiplayer Online Role-Playing Game) 2) MMORTS (Massively Multiplayer Online Real-Time Strategy) 3) MMOFPS (Massively Multiplayer Online First-Person Shooter) 4) MMOSG (Massively Multiplayer Online Social Game)

2.1.5 Pengukuran Adiksi Game Online

Skala adiksi ini dibuat untuk mengukur tingkat kecanduan dalam bermain game online. Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi skala yang dikembangkan oleh Lemmens pada tahun 2009 yaitu Game Addiction Scale (GAS) dengan tujuh dimensinya yaitu salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict, relapse dan problems. Skala ini memiliki 21 item pernyataan yang diukur dengan menggunakan 4 poin skala likert mulai dari 1 (tidak pernah), 2 (jarang), 3 (sering) sampai 4 (sangat sering). Adapun nilai realibilitasnya adalah 0.094.

2.2 Self Control (Pengendalian Diri)

2.2.1 Definisi Self Control

(36)

tidak diinginkan dan kemampuan individu untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang diyakini.

Adapun menurut Rothbaum, Weisz, dan Snyder (dalam Tangney, 2004) mendefinisikan self control sebagai kemampuan individu dalam beradaptasi untuk menentukan perilakunya berdasarkan standar tertentu seperti moral, nilai, dan aturan di masyarakat agar mengarah pada perilaku positif.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dijelaskan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa self control (pengendalian diri) adalah kemampuan individu dalam mengendalikan tingkah laku, perasaan, emosi, keputusan, dan tindakan yang muncul karena adanya kemauan sehingga dapat membawa diri kearah yang positif.

2.2.2Dimensi Self Control

Menurut Averill (1973) terdapat tiga dimensi dalam kemampuan self control, yaitu:

1. Kemampuan Mengontrol Tingkah Laku (Behavioral Control)

Kemampuan dalam memodifikasi suatu kegiatan yang tidak menyenangkan. Aspek ini terperinci menjadi dua komponen, yaitu :

(37)

b. Kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modification): Kemampuan individu untuk menghadapi stimulus yang tidak diinginkan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu diantara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.

2. Kemampuan Mengontrol Kognisi (Cognitive Control)

Kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan menggunakan proses dan strategi yang sudah dipikirkan untuk mengubah pengaruh stressor. Ini dilakukan untuk mengurangi tekanan. Aspek ini terperinci menjadi dua komponen, yaitu :

a. Kemampuan memperoleh informasi (information gain): Informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, akan membuat individu dapat mengantisipasi keadaan melalui berbagai pertimbangan secara objektif.

b. Kemampuan melakukan penilaian (appraisal): Penilaian yang dilakukan individu merupakan suatu usaha untuk menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.

3. Kemampuan Mengontrol Keputusan (Decisional Control)

(38)

kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

2.2.3 Fungsi Self Control

Messina dan Messina (dalam Lilik, 2012) mengemukakan fungsi dari self controlsebagaimana tertuang dibawah ini, yaitu:

1. Membatasi perhatian individu kepada orang lain.

Dengan adanya pengendalian diri, individu akan memberikan perhatian pada kebutuhan pribadinya pula, tidak sekedar berfokus pada kebutuhan, kepentingan, atau keinginan orang lain di lingkungannya. Perhatian yang terlalu banyak pada kebutuhan, kepentingan, atau keinginan orang lain akan menyebabkan individu mengabaikan bahkan melupakan kebutuhan pribadinya.

2. Membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di lingkungannya.

Dengan adanya pengendalian diri, individu akan membatasi ruang bagi aspirasi dirinya dan memberikan ruang bagi aspirasi orang lain supaya terakomodasi secara bersama-sama.

3. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif.

Individu yang memiliki pengendalian diri akan terhindar dari berbagai tingkah laku negatif. Pengendalian diri memiliki arti sebagai kemampuan individu untuk menahan dorongan atau keinginan untuk bertingkah laku (negatif) yang tidak sesuai dengan norma sosial.

(39)

Individu yang memiliki pengendalian diri yang baik, akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam takaran yang sesuai dengan kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Dalam hal ini, pengendalian diri membantu individu untuk menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup.

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Self Control

Berbagai pelanggaran yang muncul karena rendahnya self control, sekaligus bersumber dari sikap orang tua yang salah. Rice (dalam Lilik, 2012)mengemukakan beberapa sikap orang tua yang kurang tepat yang mengangggu self control remaja adalah:

1. Pengabaian Fisik (physical neglect), yang meliputi kegagalan dalam memenuhi kebutuhan atas makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang memadai.

2. Pengabaian Emosional (emotional neglect), yang meliputi perhatian, perawatan, kasih sayang, dan afeksi yang tidak memadai dari orang tua, atau kegagalan untuk memenuhi kebutuhan remaja akan penerimaan, persetujuan, dan persahabatan.

3. Pengabaian Intelektual (intellectual neglect), termasuk di dalamnya kegagalan untuk memberikan pengalaman yang menstimulasi intelek remaja, membiarkan remaja membolos sekolah tanpa alasan apa pun, dan semacamnya.

(40)

kepada remaja mengenai bagaimana bergaul secara baik dengan orang lain.

5. Pengabaian Moral (moral neglect), kegagalan dalam memberikan contoh moral atau pendidikan moral yang positif.

2.2.5 Pengukuran Self Control

Self control dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu kepada aspek-aspek self control menurut Averill yang terdiri dari tiga dimensi yaitu: behavioral control, cognitive control, dan desicional control. Adapun skala tersebut terdiri atas 21 item pernyataanyang diukur dengan menggunakan 4 poin skala likert mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai 4 (sangat setuju).

2.3. Komunikasi Interpersonal

2.3.1Definisi Komunikasi Interpersonal

Definisi komunikasi interpersonal menurut Devito (1994) adalah suatu proses pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekelompok orang dengan efek umpan balik langsung.

(41)

umpan balik secara langsung dan dilakukan secara tatap muka dengan tujuan untuk memelihara hubungan.

Dari pengertian-pengertian tentang komunikasi antar pribadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi seorang individu (remaja) pada individu lainnya adalah komunikasi tatap muka antara seorang remaja dan teman/sahabatnya, baik secara verbal (ungkapan dengan kata-kata secara langsung) maupun non-verbal (ungkapan melalui simbol-simbol), dan dapat dilihat dari respon remaja tersebut atau remaja lainnya pada komunikasi tersebut dengan tujuan untuk mempererat jalinan komunikasi antara ikatan persahabatan seorang remaja dengan teman atau sahabatnya.

2.3.2 Dimensi Komunikasi Interpersonal

Menurut Bienvenu (1976) ada lima komponen komunikasi interpersonal yaitu : 1. Self Concept

Sebuah konsep diri, faktor yang paling penting yang mempengaruhi komunikasi dengan orang lain.

2. Ability

Kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik.

3. Skill Experience

Kemampuan individu dalam mengekspresikan pikiran dan ide-ide. 4. Emotion

Yang dimaksud emosi disini adalah individu dapat mengatasi emosinya, dengan cara yang konstruktif (berusaha memperbaiki kemarahan).

(42)

Keinginan untuk berkomunikasi kepada orang lain secara bebas dan terus terang. Dengan tujuan untuk menjaga hubungan interpersonal.

2.3.3 Tujuan dari Komunikasi Interpersonal

Adapun tujuan dari komunikasi interpersonal menurut Alfikalia dan Maharani (2009) adalah :

1. Sarana mempelajari dunia luar

2. Untuk berhubungan dengan orang lain

3. Untuk mempengaruhi orang lain

4. Sebagai sarana bermain

5. Untuk membantu/memberikan kemudahan bagi orang lain.

2.3.4. Keterampilan dalam Komunikasi Interpersonal

Untuk dapat melakukan tujuan-tujuan dari komunikasi interpersonal tersebut dibutuhkan keterampilan komunikasi interpersonal. Hartley (1993) mengemukakan beberapa keterampilan yang dibutuhkan dalam komunikasi interpersonal, yaitu:

a. Komunikasi non-verbal

Yaitu merupakan rentang sinyal-sinyal non-verbal yang dibawa dalam komunikasi, antara lain: ekspresi wajah, tatapan, postur, gestur, penampilan, kontak tubuh, dsb.

b. Reinforcement (Penguat)

(43)

c. Questioning (bertanya)

Pertanyaan terbuka mendorong untuk berbicara lebih banyak dan mengembangkan jawaban dibanding pertanyaan tertutup yang lebih mendorong jawaban pendek.

d. Reflecting (refleksi)

Yaitu merupakan usaha dari penanya untuk mengklarifikasi pertanyaan maupun apa yang dirasakan oleh penerima pesan.

e. Opening and closing (pembukaan dan penutup)

Yaitu merupakan strategi yang digunakan individu untuk membuka dan menutup pembicaraan.

f. Explanation (penjelasan)

g. Listening (mendengarkan)

Yaitu merupakan bagian penting dalam aktivitas komunikasi. Beberapa hambatan yang bisa mempengaruhi usaha kita dalam mendengarkan antara lain adalah :

1) Verbal battle, merupakan suatu situasi di mana seseorang tidak mendengarkan dan mencoba memahami pembicaraan orang lain, malah membuat argumen-argumen dalam pikiran sendiri sehingga memunculkan argumen-argumen yang mematahkan lawan bicara.

(44)

3) self-disclosure (membuka diri), merupakan usaha yang dilakukan oleh individu untuk menampilkan dirinya secara jujur. Keterbukaan penting jika seseorang ingin mengembangkan hubungan jangka panjang.

Untuk membangun komunikasi interpersonal yang baik, individu harus mempunyai konsep dalam komunikasi, yaitu bagaimana mengkonsepkan diri dan membentuk komunikasi dua arah untuk menciptakan komunikasi yang baik, lalu menjadi pendengar yang baik. Kemudian individu dapat mengatur perasaan dan emosinya, terutama dalam mengekspresikan kemarahan dan konstruktif dan yang terakhir adanya keinginan untuk berkomunikasi kepada orang lain secara bebas dan terus terang dengan tujuan untuk menjaga hubungan interpersonal.

2.3.5 Pengukuran Komunikasi Interpersonal

(45)

2.4 Pola Asuh Permisif

2.4.1 Definisi Pola Asuh Permisif

Baumrind (1971) menyebutkan bahwa pola asuh permisif adalah gaya pengasuhan orangtua yang memiliki karakteristik rendahnya tuntutan namun sangat responsif. Orang tua terlalu permisif terhadap kebutuhan anak namun tidak memberikan struktur dan batasan-batasan yang tepat bagi anak-anak mereka.

2.4.2 Dimensi Pola Asuh Permisif

Menurut Maccoby dan Martin (dalam Marini dan Andriani, 2005) ada dua dimensi pola asuh permisif yaitu :

1. Pola Asuh Permisif Memanjakan (Permissive Indulgent Pattern)

Pola asuh ini mengandung undemanding dan responsive. Dicirikan dengan orangtua yang terlalu membebaskan anak dalam segala hal tanpa adanya tuntutan maupun kontrol. Anak dibolehkan untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Orang tua permisif memanjakan ini biasanya bersikap hangat, bersifat ngemong, dan responsif, tetapi mereka menggunakan sedikit sekali struktur dan bimbingan. Karena orang tua dengan tipe ini cenderung mempercayai bahwa ekspresi bebas dari keinginan hati dan harapan sangatlah penting bagi perkembangan psikologis.

(46)

menikmati kegiatan yang mengandung tanggung jawab.Mereka bisa menjadi senang dan bersikap baik selama segala sesuatu berjalan sesuai dengan keinginan mereka, tetapi mudah frustasi jika keinginan mereka tidak terpenuhi.

Karakteristik pola asuh yang bersifat permisif memanjakan:  Tidak ada aturan ataupun batasan yang pasti.

 Anak diberikan kelonggaran seluas-luasnya untuk mengatur

dirinya sendiri.

 Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, orangtua juga tidak

memberikan bimbingan pada anaknya.

 Hampir tidak pernah memberikan hukuman pada anak. Semua

yang dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu mendapat teguran, arahan, atau bimbingan. Orang tua beranggapan bahwa anak akan belajar dari kesalahannya.

 Orang tua tidak memberikan hadiah, karena penghargaan

merupakan hadiah yang dianggap memuaskan

 Orang tua bersikap hangat namun tidak membatasi dan

mengawasi.

2. Pola Asuh Permisif Tidak Peduli (Permissive Indifferent Pattern)

(47)

sangat tidak ikut campur atau tidak mau terlibat dalam kehidupan anaknya.Pola pengasuhan ini menjauh (bersifat memusuhi) dan sangat permisif (terlalu membolehkan). Pola asuh ini berkaitan dengan perilaku sosial anak yang tidak cakap, terutama kurangnya pengendalian diri.

Orang tua semacam ini gagal memberikan bimbingan dan dukungan emosional yang cukup bagi anak-anak mereka. Orang tua yang tidak peduli bisa saja memulai dengan mencintai dan tegas, tetapi dalam perjalanannya mereka menjadi kewalahan menghadapi seringnya respons negatif dari anak mereka. Mereka mencoba menghindari konflik dengan bertahap menarik diri dari kehidupan emosional anak mereka.

Karakteristik pola asuh yang bersifat permisif tidak peduli ini antara lain:  Melepaskan perasaan terhadap anak

 Menarik diri dari kehidupan anak  Komunikasi rendah

 Tidak ada peraturan yang membatasi

Tingkah laku dan sikap orang tua dipengaruhi oleh anak. Orang tua yang memberikan dukungan dan dapat menerima sikap tergantung anak usia pra sekolah dari pada anak.

2.4.3 Pengukuran Pola Asuh Permisif

(48)

permisif. PAQ terdiri atas 30 item. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan 10 item yang sesuai dengan aspek pola asuh permisif yang diukur dengan menggunakan 4 poin skala likert mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai 4 (sangat setuju). Adapun nilai realibilitas skala ini adalah 0.092.

2.5 Kerangka Berpikir

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini semakin pesat menghasilkan produk-produk teknologi yang memberikan manfaat dan kemudahan bagi manusia, mulai dari manfaat ilmu pengetahuan, pendidikan dan hiburan. Salah satu produk teknologi yang memberikan manfaat hiburan yaitu game online. Game online tidak hanya memberikan hiburan tetapi juga memberikan tantangan yang menarik untuk diselesaikan sehingga individu bermain game online tanpa memperhitungkan waktu demi mencapai kepuasan. Hal ini menjadikan gamer tidak hanya menjadi penikmat game online tetapi juga dapat menjadi pecandu game online. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Hexavianto (dalam Triwulan, 2013) menjelaskan bahwa rata-rata penggunagame online di Indonesia adalah remaja berusia antara 12 tahun hingga 20 tahun.

(49)
(50)

Game online merupakan produk teknologi yang sangat menarik dan memberikan banyak manfaat hiburan karena sangat mudah diakses kapan saja dan dimana saja oleh siapapun karena tersambung secara online via internet. Di dalam fitur game online, para pengguna dapat membangun relasi di dunia virtual secara mudah dan cepat. Selain itu, adanya siklus reward di dalam permainan dan kompetisi yang ketat antar pemain dalam meningkatkan level permainan mereka, maka hal tersebut dapat menyebabkan para penggunanya menjadi adiksi game online. Bagi remaja yang memiliki banyak waktu luang namun merasa jenuh dengan tuntutan sekolah, tidak dapat bergaul dengan teman-teman di dunia nyata, dan tidak pernah mendapatkan reward yang positif dari orangtuanya, mereka membutuhkan ruang untuk beraktualisasi diri dari dunia nyata, dan pada akhirnya memilihgame online sebagai salah satu tempat untuk “melarikan diri” dari masalah dan sebagai sarana untuk mengekspresikan diri serta menunjukkan kemampuannya yang tidak dapat tersalurkan di dunia nyata. Remaja yang teradiksi game online, tidak mampu mengatur keinginan untuk mulai bermain game sehingga perhatiannya selalu tertuju hanya pada internet. Mereka berharap untuk segera online atau selalu memikirkan aktifitas online seperti ketika bermain game. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermain game online hingga melupakan bagian lain dari kehidupannya seperti waktu belajar, bekerja dan bersosialisasi dengan orang lain dan hal ini tentu saja dapat memiliki pengaruh negatif bagi kehidupannya.

(51)

Self Control

Komunikasi Interpersonal

Pola Asuh Permisif

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.6 Hipotesis Penelitian

2.6.1 Hipotesis Mayor

Ha: Ada pengaruh yang signifikan antara self control, komunikasi interpersonal dan pola asuh permisif terhadap adiksi game online pada remaja.

Behavior Control

Cognitive Control

Decision Control

Self Concept

Adiksi

Game

Online

Ability

Skill Experience

Emotion

Self Disclosure

Memanjakan

(52)

2.6.2 Hipotesis Minor

Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan behavioral control terhadap adiksi game

online pada remaja.

Ha2 :Ada pengaruh yang signifikan cognitive control terhadap adiksi game

online pada remaja.

Ha3 :Ada pengaruh yang signifikan desicional control terhadap adiksi game

online pada remaja.

Ha4 :Ada pengaruh yang signifikan self concept terhadap adiksi game online pada remaja.

Ha5 :Ada pengaruh yang signifikan ability terhadap adiksi game online pada remaja.

Ha6 :Ada pengaruh yang signifikan skill experience terhadap adiksi game online pada remaja.

Ha7 :Ada pengaruh yang signifikan emotion terhadap adiksi game online pada remaja.

Ha8 :Ada pengaruh yang signifikan self disclosure terhadap adiksi game online pada remaja.

Ha9 :Ada pengaruh yang signifikan memanjakan terhadap adiksi game online pada remaja.

(53)

37

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel, variabel penelitian, pengumpulan data, uji alat ukur, prosedur penelitian, serta analisis data.

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

3.1.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja usia 12-19 tahun yang memainkan game online dan tinggal di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan.

3.1.2 Sampel Penelitian

Besar sampel penelitian yang peneliti gunakan sebanyak 200 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemain game online yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Remaja

2. Berusia 12-19 tahun.

3. Minimal lulus SD (Sekolah Dasar).

(54)

3.1.3 Teknik Pengambilan Sampel

Metode dalam penelitan ini adalah non probability sampling. Teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel dan yang kebetulan ditemui cocok dengan sumber data (Sugiyono,2009). Sampel penelitian ini diambil dari area Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan.

3.2 Variabel Penelitian

(55)

Tabel 3.1. Identifikasi Variabel Penelitian

No. VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL FAKTOR-FAKTOR ALAT UKUR 1. Adiksi Game

Online

Perilaku adiktif (aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara terus menerus tanpa menyadari efek berbahaya) individu terhadap

2. Self-Control Kemampuan individu dalam

mengontrol tingkah laku, mengelola informasi yang tidak diinginkan dan memilih suatu keputusan berdasarkan apa yang individu tersebut yakini.

Komunikasi tatap muka (secara verbal maupun non verbal) antara

Sikap pengasuhan orangtua yang memanjakan anak (sangat responsif) namun tidak peduli (acuh) pada

(56)

3.3.2 Alat Ukur

Skala adiksi game ini dibuat untuk mengukur tingkat kecanduan dalam bermain game online. Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi skala yang dikembangkan oleh Lemmens pada tahun 2009 yaitu Game Addiction Scale (GAS) yang memiliki tujuh dimensi yaitu salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict, relapse dan problems.

Tabel 3.2. Blue Print Skala Adiksi Game Online

No. Dimensi Indikator Item Jumlah

1 Salience Suatu aktivitas yaitu bermain game online

dijadikan hal yang paling penting dalam kehidupan

1,8,15 3

2 Tolerance Kebutuhan untuk meningkatkan waktu bermain

game online yang mencolok untuk mencapai dari keterlibatan bermain game online

2,9,16 3

4 Relapse Adanya upaya yang tidak berhasil dalam

mengendalikan penggunaan game online

6,13,20 3

5 Withdrawal Perasaan tidak menyenangkan atau efek fisik yang

terjadi ketika aktivitas tertentu (bermain game

online) dihentikan atau tiba-tiba dikurangi.

4,11,18 3

6 Conflicts Permasalahan antar pribadi, pekerjaan, kehidupan

sosial, hobi atau diri sendiri yang timbul karena adanya aktivitas bermain game online.

5,12,19 3

7 Problems Mengabaikan aktivitas sosial dan tugas-tugas lain

sehingga menyebabkan permasalahan karena waktunya habis untuk bermain game online.

7,14,21 3

Jumlah 21

(57)

3.4 Self Control

3.4.1 Definisi Operasional

Self control adalah kemampuan individu dalam mengontrol tingkah laku, mengelola informasi yang tidak diinginkan dan memilih suatu keputusan berdasarkan apa yang individu tersebut yakini.

3.4.2 Alat Ukur

Self control diukur dengan menggunakan pengukuran self control yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu kepada aspek-aspek self control menurut Averill.

Tabel 3.3. Blue Print Skala Self Control

No Dimensi Indikator

Pernyataan

Favorable Unfavorable

1 Behavioral Control a. Tindakan konkrit untuk mengurangi

dampak stressor

4, 7, 10 1, 13, 16, 19 b. Mengatur pelaksanaan untuk

mengendalikan situasi/keadaan dirinya sendiri/di luar dirinya

c. Memodifikasi stimulus dengan cara mencegah/ menjauhi stimulus, serta membatasi intensitasnya

2 Cognitive Control a. Menggunakan strategi untuk mengubah

pengaruh stressor

2, 8, 14, 17, 20 5, 11 b. Mengalihkan hal-hal negatif ke hal-hal

positif/ menyenangkan

c. Memperoleh informasi untuk mengantisipasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan

d. Menilai dan menafsirkan suatukeadaan/peristiwa yang terjadi dari segi positif

3. Decisional Control a. Mampu mengambil keputusan 3, 6, 12, 18 9, 15, 21

(58)

Adapun skala tersebut terdiri atas 21 item pernyataan yang diukur dengan menggunakan 4 poin skala likert mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai 4 (sangat setuju).

3.5 Komunikasi Interpersonal

3.5.1 Definisi Operasional

Komunikasi interpersonal adalah komunikasi tatap muka (secara verbal maupun non verbal) antara individu dengan lingkungan sosialnya.

3.5.2 Alat Ukur

(59)

Tabel 3.4. Blue Print Skala Komunikasi Interpersonal

No Dimensi Indikator Pernyataan

Favorable Unfavorable

1. Self Concept

Konsep diri, faktor yang paling penting dalam mempengaruhi komunikasi dengan

orang lain.

4 6, 11, 18

2. Ability Kemampuan menjadi pendengar yang baik. 5, 16 15, 17

3. Skill Experience

orang lain secara bebas dan terus terang. 12, 19, 20 14

JUMLAH 20

Adapun skala tersebut terdiri atas 20 item pernyataan yang diukur dengan menggunakan 4 poin skala likert mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai 4 (sangat setuju).

3.6 Pola Asuh Permisif

3.6.1 Definisi Operasional

Pola asuh permisif adalah sikap pengasuhan orangtua yang memanjakan anak (sangat responsif) namun tidak peduli (acuh) pada kebutuhan anak.

3.6.2 Alat Ukur

(60)

Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan 10 item yang sesuai dengan aspek pola asuh permisif.

Tabel 3.5 Blue Print Skala Pola Asuh Permisif

No. Dimensi Indikator Pernyataan

Favorable Unfavorable

1 Pola Asuh Permisif Memanjakan 2, 5, 7, 9 1, 3

Tidak Peduli 4, 6, 8, 10 -

JUMLAH 10

Skala ini menggunakan empat poin format Likert mulai dari 1 = “sangat setuju” sampai 4 = “sangat tidak setuju”

3.7 Pengumpulan Data

3.7.1 Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang ditulis dan jawaban yang didapat berasal dari responden.

3.7.2 Instrumen Penelitian

Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga skala berbentuk skala model Likert yaitu, skala adiksi game online, skala self control, skala komunikasi interpersonal dan skala PAQ (hanya dimensi pola asuh permisif).

3.8 Uji Validitas Konstruk

(61)

8.70. Adapun langkah-langkah untuk melakukan pengujian item dengan CFA adalah sebagai berikut (Umar, 2011):

1. Dibuat atau disusun suatu definisi operasional tentang konsep atau trait yang hendak diukur. Untuk mengukur trait atau faktor tersebut diperlukan item (stimulus) sebagai indikatornya.

2. Disusun hipotesis/teori bahwa seluruh item yang disusun (dibuat) adalah valid mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain diteorikan (hipotesis) bahwa hanya ada 1 faktor yang diukur yaitu konstruk yang didefinisikan (model unidimensional).

3. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar item, yang disebut matriks S.

4. Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi yang seharusnya terjadi menurut teori/model yang ditetapkan. Jika teori/hipotesis pada butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item hanya mengukur satu faktor saja (unidimensional).

5. Adapun langkah-langkahnya adalah:

a. Dihitung (diestimasi) parameter dari model/teori yang diuji yang dalam halini terdiri dari dari koefisien muatan faktor dan varian kesalahan pengukuran (residual).

(62)

6. Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S=Σ atau dapat

dituliskan Ho : S - Σ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan menggunakan uji chi square, dimana jika chi square tidak signifikan (p > 0.05) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (Ho) tidak ditolak. Artinya, teori yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu konstruk saja terbukti sesuai (fit) dengan data. 7. Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data maka dapat dilakukan seleksi terhadap item dengan menggunakan 3 kriteria, yaitu:

a. Item yang koefisien muatan faktornya tidak signifikan di drop karena tidak memberikan informasi yang secara statistik bermakna.

b. Item yang memiliki koefisien muatan faktor negatif juga didrop karena mengukur hal yang berlawanan dengan konsep yang didefinisikan. Namun demikian, harus diperiksa dahulu apakah item yang pernyataannya unfavorable atau negatif sudah disesuaikan (di reverse) skornya sehingga menjadi positif. Hal ini berlaku khusus untuk item dimana tidak ada jawaban yang benar ataupun salah (misalnya, alat ukur self control, komunikasi interpersonal, pola asuh permisif dan sebagainya).

c. Item dapat juga di drop jika residualnya (kesalahan pengukuran) berkorelasi dengan banyak residual item yang lainnya, karena ini berarti bahwa item tersebut mengukur juga hal lain selain konstruk yang hendak diukur.

(63)

diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan demikian perbedaan kemampuan masing-masing item dalam mengukur apa yang hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (true score). True score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini.

Untuk kemudahan didalam penafsiran hasil analisis maka penulis mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi T score yang memiliki mean = 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak ada responden yang mendapat skor negatif. Adapun rumus T score adalah:

T score = (10 x skor faktor) + 50

Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software LISREL 8.70. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan dalam sub bab berikut.

3.8.1 Uji Validitas Konstruk Adiksi Game Online

Pada skala adiksi game online ini terdapat 21 item yang terdapat dalam tujuh dimensi yaitu salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict, relapse dan problems, dengan penjelasan uji validitas sebagai berikut:

(64)

terhadap model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-square = 167.28 df=141, p-value = 0.06472, RMSEA=0.031. Nilai Chi–Square menghasilkan P-value > 0,05 ( tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item mengukur satu faktor aja yaitu adiksi game online. Seperti pada gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Adiksi Game Online

(65)

Tabel 3.6. Muatan Faktor Item Adiksi Game Online

ITEM Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan

1 0.35 0.07 5.09 √

Keterangan: tanda √ = signifikan (nilai t > 1.96), × = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 20 item yang signifikan (t> 1.96) dan 1 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 9. Dengan demikian, item nomor 9 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan ada 20 item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.

3.8.2 Uji Validitas Konstruk Self Control

(66)

a. Dimensi Behavior Control

Peneliti menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu faktor yaitu behavior control.Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan chi-square=28.52, df=14, p-value = 0.01212, RMSEA=0.072. Oleh sebab itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak 3 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-square = 15.52,df=12, p-value = 0.21443, RMSEA=0.038. Artinya,model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu behavior control.Seperti pada gambar 3.2 berikut :

Gambar 3.2. Hasil Analisis Faktor Behavior Control

(67)

Tabel 3.7. Muatan Faktor Item Behavior Control

ITEM Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 1 0.57 0.08 7.41 √ 4 0.25 0.08 3.04 7 0.06 0.08 0.67 X 10 0.37 0.08 4.65 13 0.66 0.07 8.84 16 0.63 0.08 8.37 19 0.67 0.07 8.94

Keterangan: tanda √ = signifikan (nilai t > 1.96), × = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 6 item yang signifikan (t > 1.96) dan 1 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 7. Dengan demikian, item nomor 7 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan ada 6 item yang bobot nilainya akan diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.

b. Dimensi Cognitive Control

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel 3.1. Identifikasi Variabel Penelitian
Tabel 3.2. Blue Print Skala Adiksi Game Online
Tabel 3.3. Blue Print Skala Self Control
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari skor kemandirian dengan mean = 96, standar deviasi = 21 maka diperoleh hasil kemandirian remaja dengan pola asuh permisif yang tergolong dalam kategori rendah tidak ada, 7

ANTISOSIAL DENGAN ADIKSI ONLINE GAME PADA REMAJA. PENGUNJUNG GAME CENTRE

Hubungan antara Pola Asuh Otoriter Orangtua Dengan Perilaku Bermain Game Online Pada Remaja ... Metode Penelitian Yang

menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara pola asuh permisif dengan kemandirian dalam pengambilan keputusan dengan meningkatkan self improvement pada

POLA KOMUNIKASI ANTAR PARA PECANDU GAME ONLINE DI SURAKARTA (Studi Kasus Pola Komunikasi Pecandu Game Online Dragon Nest di Game Center NOL di Surakarta).

Menurut Kartono (dalam Kayanti dkk, 2019) yaitu pada pola asuh permisif orang tua memberikan kebebasan sepenuhnya pada anak dan diijinkan untuk membuat

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dkk (2012), terdapat hubungan negatif yang signifikan antara keterampilan sosial dengan perilaku adiksi game

Berdasarkan hal tersebut, peneliti menduga bahwa keterkaitan antara POGU dan tipe pola asuh authoritative adalah karena jenis game online MMORPG menyediakan ruang yang cukup