GAMBARAN KEMANDIRIAN REMAJA DENGAN
POLA ASUH PERMISIF
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
RIDA MASNIARI NASUTION
061301071
FAKULTAS PSIKOLOGI
SKRIPSI
Gambaran Kemandirian Remaja dengan Pola Asuh Permisif
Dipersiapkan dan disusun oleh
RIDA MASNIARI NASUTION 061301071
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 31 Juli 2012
Mengesahkan Dekan Fakultas Psikologi
Prof. Dr. Irmawati, Psikolog
NIP. 195301311980032001
Tim Penguji
1. Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi Penguji I ____________
NIP. 198602032010122003 Merangkap pembimbing
2. Elvi Andriani, S. Psi, Psikolog Penguji II ____________
NIP. 196405232000032001
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya
yang berjudul:
Gambaran Kemandirian Remaja dengan Pola Asuh Permisif
Adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip
dari hasil karya orang lain telah ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Juli 2012
Gambaran Kemandirian Remaja dengan Pola Asuh Permisif Rida Masniari Nasution dan Rahmi Putri Rangkuti
ABSTRAK
Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah remaja tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya (Steinberg, 2002). Menurut Hurlock (1999) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian individu adalah pola asuh. Pola asuh merupakan interaksi antara orangtua dengan remaja yang meliputi proses mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan. Pola asuh permisif dimana orang tua hanya membuat sedikit perintah dan jarang menggunakan kekerasan dan kekuasaan untuk mencapai pengasuhan anak, pada umumnya remaja dengan pola asuh ini kurang mandiri, kurang bertanggungjawab dan suka menang sendiri (Baumrind dalam Santrock, 2003). Tujuan penelitian ini menggambarkan kemandirian remaja dengan pola asuh permisif.
Variabel dalam penelitian ini adalah kemandirian remaja. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja baik laki-laki maupun perempuan dan sampel diambil berdasarkan karakteristik populasi yaitu: berusia 18-21 tahun, tinggal bersama orangtua dan pola asuh permisif. Sampel diperoleh melalui teknik non probability secara purposive sampling dan berjumlah 100 orang. Alat ukur yang dipergunakan berbentuk skala Likert, yaitu skala kemandirian dan pola asuh permisif. Pengukuran reliabilitas menggunakan metode alpha cronbach dan content validity dengan professional judgement.
Hasil utama dari penelitian ini adalah gambaran kemandirian remaja dengan pola asuh permisif. Dari skor kemandirian dengan mean = 96, standar deviasi = 21 maka diperoleh hasil kemandirian remaja dengan pola asuh permisif yang tergolong dalam kategori rendah tidak ada, 7 orang (7%) tergolong dalam kategori sedang dan 93 orang (93%) tergolong dalam kategori tinggi. Secara umum remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif menunjukkan skor kemandirian yang tergolong tinggi.
Descriptive Autonomy of Adolescents with Permissive Parenting Rida Masniari Nasution dan Rahmi Putri Rangkuti
ABSTRACT
Autonomy of adolescents is an attempt adolescents to explain and do something as they wish after studying the circumstances surrounding the adolescent (Steinberg, 2002). According to Hurlock (1999) is one factor that may affect the independence of the individual is parenting. Parenting is an interaction between parents and adolescents that includes the process of educating, guiding, disciplining and protecting adolescents to reach maturity. Permissive parenting is parenting that few parents instruct and use the power or authority to care for children, in general adolescents with the style parenting are less independent, not responsible and selfish as (Baumrind in Santrock, 2003). The purpose of this study describes the independence of adolescents with permissive parenting.
The variables in this study is independence of adolescents. The population in this study were adolescents both male and female, and samples were taken based on the characteristics of the population: 18-21 years old, living with parents and permissive parenting. Samples obtained through the technique of non probability purposive sampling and totaled 100 people. Shaped measuring instrument used Likert scale, the scale independence and permissive parenting. Alpha reliability of measurement methods and content validity cronbach with professional judgment.
The main results of this study is the picture of adolescents independence with permissive parenting. Obtained a general overview of the minimum score, maximum score, mean score and standard deviation. Independence of the scores with mean = 96, standard deviation = 21, the results obtained independence permissive parenting teens that are in the low category did not exist, 7 people (7%) were classified in categories and 93 people (93%) fall into the category of high . In general, adolescents who are raised by permissive parenting showed a relatively high score of independence.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Gambaran Kemandirian Remaja dengan Pola Asuh Permisif” ini. Puji syukur
juga penulis panjatkan kepada Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kedua orangtua penulis sehingga mereka bisa terus-menerus
memberikan semangat, motivasi, dan doanya kepada penulis yang memudahkan
penulis dalam mengerjakan skripsi ini dan penulis bersyukur atas semua itu.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar
Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Tidak dapat
disangkal butuh usaha yang keras dan kesabaran untuk menyelesaikannya. Selama
proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala
bantuan yang diberikan dan sangat menghargai bantuan tersebut. Ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada :
1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. DR.
Irmawati, Psikolog.
2. Dosen pembimbing skripsi kak Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi dan kak
Silviana Realyta, M.Psi yang telah sabar memberikan ilmu, arahan,
kerelaannya untuk meluangkan waktu membimbing penulis dalam
mengerjakan skripsi ini dan segala kesabarannya.
3. Dosen penguji yang telah bersedia hadir untuk menguji hasil penelitian
4. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membantu memberi pengarahan dan bimbingan kepada penulis
selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi ini hingga selesai.
5. Ibu Etty Rahmawati, M.Si yang telah membantu memberi banyak
masukan dan membimbing pada penulis selama masa penulisan skripsi
hingga skripsi ini selesai. Kak Dina Nazriani, M.Psi, kak Liza Marini,
M.Psi, kak Debby Anggraini, M.Psi, Ibu Elvi Andriani, Psikolog yang
juga telah memberikan masukan kepada peneliti selama proses penulisan
skripsi dan seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara.
6. Pak Iskandar, Pak Aswan, Kak Ari, Kak Defi, bang Ronal yang telah
banyak membantu saya dalam keperluan bantuan administrasi dan izin –
izin lainnya selama masa penelitian hingga selesai.
7. Teman-teman yang telah banyak membantu dan memberi dukungan
kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini Wina, Dea, Kiki,
Febri, Raja, Siti, Rina Melati, Margaret, Agus, kak Endang, Maria, bang
Rayes, kak Mira, kak Kiki, kak Alya, kak Nita, kak Arum dan teman –
teman lain yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.
8. Rekan-rekan kerja di Exito Ipan, bang Ade, bang Mansur yang selalu
memberi dukungan dan semangat untuk penulis agar segera
9. Bang Toji, kak Rini, bang Bona, tulang Irul, tulang Godang dan seluruh
keluarga besar dari orangtua penulis yang telah memberikan semangat
pada penulis.
10.Seluruh Pihak yang telah membantu dan namanya mungkin tidak
tersebutkan, penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skiripsi ini.
Tanpa bantuan dan dukungan mereka semua mungkin skripsi ini tidak
akan pernah selesai dan semoga pengorbanan dan jasa baik yang diberikan kepada
penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Walaupun demikian semua kekurangan dan kesalahan pada penulisan
skripsi ini adalah karena kelalaian penulis sendiri, terutama kesalahan ketik.
Sekali lagi penulis mohon maaf. Semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya.
Medan , Juli 2012
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN
KATA PENGANTAR………. i
DAFTAR ISI……… iii
DAFTAR TABEL……… vi
DAFTAR GRAFIK………. viii
DAFTAR LAMPIRAN……… ix
ABSTRAKSI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG………. 1
B. RUMUSAN MASALAH………. 6
C. TUJUAN PENELITIAN……….. 6
D. MANFAAT PENELITIAN………. 6
1. Manfaat Teoritis……….... 6
2. Manfaat Praktis………. 6
E. SISTEMATIKA PENULISAN……… 7
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA……… 9
1. Definisi Kemandirian Remaja………... 9
2. Aspek – aspek Kemandirian………. 10
3. Faktor – faktor Kemandirian……… 11
B. POLA ASUH PERMISIF………. 14
1. Definisi Pola Asuh Permisif……… 14
2. Dimensi Pola Asuh……… 15
3. Dimensi Pola Asuh Permisif……… 17
C. REMAJA………. 17
1. Definisi Remaja………. 17
2. Ciri – ciri Remaja……… 18
3. Tugas Perkembangan Remaja……… 19
D. POLA ASUH PERMISIF DENGAN KEMANDIRIAN REMAJA……… 19
BAB III METODE PENELITIAN A. VARIABEL PENELITIAN………... 22
1. Identifikasi Variabel Penelitian……… 22
2. Definisi Operasional Penelitian……… 23
B. POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING……….. 24
1. Populasi……….. 24
2. Sampel dan Teknik Sampling……… 25
C. INSTRUMENT ALAT UKUR……… 26
1. Skala Kemandirian……… 27
2. Skala Pola Asuh Permisif ………. 29
D. TUJUAN, VALIDITAS, UJI DAYA BEDA DAN RELIABILITAS ALAT UKUR……….. 31
2. Uji Validitas Alat Ukur………. 31
3. Uji Daya Beda……… 32
4. Uji Reliabilitas Alat Ukur………. 32
E. UJICOBA ALAT UKUR………. 33
1. Hasil Ujicoba Alat Ukur……… 33
2. Revisi Alat Ukur……… 34
F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN……….. 35
G. METODE ANALISA DATA……….. 36
BAB IV INTERPRETASI DATA DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN……… 37
1. Pengelompokan Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin……… 37
2. Pengelompokan Berdasarkan Usia……… 38
3. Pengelompokan Berdasarkan Kedua Orangtua Masih Hidup……….. 39
B. HASIL PENELITIAN………. 39
1. Hasil Utama………... 39
2. Hasil Tambahan……… 41
C. PEMBAHASAN……… 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN……… 47
B. SARAN……… 47
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penggolongan Pola Asuh berdasarkanDimensi Pola Asuh……… 16 Tabel 2. Distribusi aitem Skala Kemandirian
Sebelum Ujicoba……… 27 Tabel 3. Cara Penilaian Skala Kemandirian... 27 Tabel 4. Distribusi aitem Skala Pola Asuh Sebelum Ujicoba………… 29 Tabel 5. Cara Penilaian Skala Pola Asuh Permisif... 30 Tabel 6. Distribusi aitem Skala Pola Asuh Setelah Ujicoba……… 34 Tabel 7. Distribusi aitem dalam Skala Pola Asuh
untuk penelitian……… 34 Tabel 8. Distribusi aitem Skala Kemandirian Setelah Ujicoba……….. 35 Tabel 9. Distribusi aitem dalam Skala Kemandirian
untuk penelitian……… 35 Tabel 10. Pengkategorisasian Pola Asuh Permisif………. 36 Tabel 11. Pengelompokan subjek berdasarkan jenis kelamin………….. 37 Tabel 12. Pengelompokan subjek berdasarkan usia………. 38 Tabel 13. Pengelompokan subjek berdasarkan
Tabel 17. Kemandirian Remaja ditinjau dari perbandingan
mean jenis kelamin……… 42 Tabel 18. Kemandirian ditinjau dari Perbandingan
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Skala Penelitian
LAMPIRAN 2. Reliabilitas Alat Ukur
Gambaran Kemandirian Remaja dengan Pola Asuh Permisif Rida Masniari Nasution dan Rahmi Putri Rangkuti
ABSTRAK
Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah remaja tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya (Steinberg, 2002). Menurut Hurlock (1999) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemandirian individu adalah pola asuh. Pola asuh merupakan interaksi antara orangtua dengan remaja yang meliputi proses mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan. Pola asuh permisif dimana orang tua hanya membuat sedikit perintah dan jarang menggunakan kekerasan dan kekuasaan untuk mencapai pengasuhan anak, pada umumnya remaja dengan pola asuh ini kurang mandiri, kurang bertanggungjawab dan suka menang sendiri (Baumrind dalam Santrock, 2003). Tujuan penelitian ini menggambarkan kemandirian remaja dengan pola asuh permisif.
Variabel dalam penelitian ini adalah kemandirian remaja. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja baik laki-laki maupun perempuan dan sampel diambil berdasarkan karakteristik populasi yaitu: berusia 18-21 tahun, tinggal bersama orangtua dan pola asuh permisif. Sampel diperoleh melalui teknik non probability secara purposive sampling dan berjumlah 100 orang. Alat ukur yang dipergunakan berbentuk skala Likert, yaitu skala kemandirian dan pola asuh permisif. Pengukuran reliabilitas menggunakan metode alpha cronbach dan content validity dengan professional judgement.
Hasil utama dari penelitian ini adalah gambaran kemandirian remaja dengan pola asuh permisif. Dari skor kemandirian dengan mean = 96, standar deviasi = 21 maka diperoleh hasil kemandirian remaja dengan pola asuh permisif yang tergolong dalam kategori rendah tidak ada, 7 orang (7%) tergolong dalam kategori sedang dan 93 orang (93%) tergolong dalam kategori tinggi. Secara umum remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif menunjukkan skor kemandirian yang tergolong tinggi.
Descriptive Autonomy of Adolescents with Permissive Parenting Rida Masniari Nasution dan Rahmi Putri Rangkuti
ABSTRACT
Autonomy of adolescents is an attempt adolescents to explain and do something as they wish after studying the circumstances surrounding the adolescent (Steinberg, 2002). According to Hurlock (1999) is one factor that may affect the independence of the individual is parenting. Parenting is an interaction between parents and adolescents that includes the process of educating, guiding, disciplining and protecting adolescents to reach maturity. Permissive parenting is parenting that few parents instruct and use the power or authority to care for children, in general adolescents with the style parenting are less independent, not responsible and selfish as (Baumrind in Santrock, 2003). The purpose of this study describes the independence of adolescents with permissive parenting.
The variables in this study is independence of adolescents. The population in this study were adolescents both male and female, and samples were taken based on the characteristics of the population: 18-21 years old, living with parents and permissive parenting. Samples obtained through the technique of non probability purposive sampling and totaled 100 people. Shaped measuring instrument used Likert scale, the scale independence and permissive parenting. Alpha reliability of measurement methods and content validity cronbach with professional judgment.
The main results of this study is the picture of adolescents independence with permissive parenting. Obtained a general overview of the minimum score, maximum score, mean score and standard deviation. Independence of the scores with mean = 96, standard deviation = 21, the results obtained independence permissive parenting teens that are in the low category did not exist, 7 people (7%) were classified in categories and 93 people (93%) fall into the category of high . In general, adolescents who are raised by permissive parenting showed a relatively high score of independence.
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara
berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial
(Piaget dalam Hurlock, 1980). Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik,
periode perubahan yang terjadi pada pola perilaku dan peran yang diharapkan
oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas.
Perubahan-perubahan tersebut bagi remaja kadang-kadang merupakan situasi yang tidak
menyenangkan dan sering menimbulkan masalah. Permasalahan-permasalahan
tersebut menuntut suatu penyelesaian agar tidak menjadi beban yang dapat
mengganggu perkembangan selanjutnya (Hurlock, 1980)
Havighurst (dalam Hurlock, 1980) mengatakan salah satu tugas
perkembangan remaja adalah mencapai kemandirian. Erikson (dalam Steinberg,
2002) menambahkan bahwa perkembangan kemandirian merupakan suatu isu
psikososial penting sepanjang rentang kehidupan dan paling menonjol terjadi
ketika masa remaja. Selama masa remaja, terjadi pergerakan dari ketergantungan
masa kanak-kanak menuju kemandirian masa dewasa. Kemandirian merupakan
kemampuan individu untuk bertingkah laku sesuai keinginannya, kemampuan
untuk dapat menjalani kehidupan tanpa adanya ketergantungan kepada orang lain,
dapat melakukan kegiatan sehari-hari, mengambil keputusan, serta mengatasi
Steinberg (2002) membagi kemandirian menjadi beberapa aspek penting
yaitu: kemandirian emosi, kemandirian perilaku dan kemandirian nilai.
Kemandirian emosi berhubungan dengan kemampuan remaja untuk mulai
melepaskan diri secara emosi dengan orang tua mereka dan mengalihkannya pada
hubungan dengan teman sebaya tanpa memutuskan hubungan dengan orang tua.
Remaja yang mandiri secara emosi dapat melihat serta berinteraksi dengan orang
tua mereka sebagai orang-orang yang dapat mereka ajak untuk bertukar pikiran.
Kemandirian dalam berperilaku merupakan kemampuan remaja untuk bisa
mandiri dalam membuat keputusanya sendiri dan mengetahui kepada siapa dia
harus meminta nasehat dalam situasi yang berbeda-beda. Kemandirian nilai
berhubungan dengan kemampuan remaja berpikir secara abstrak. Artinya, remaja
akan berpikir tentang suatu masalah dalam beberapa sudut pandang untuk
menyatakan benar dan salah. Remaja yang mandiri secara nilai memiliki
keyakinan-keyakinan yang berhubungan dengan moral, politik dan agama.
Perkembangan aspek-aspek kemandirian di atas pada umumnya tidak
terjadi secara bersamaan. Kemandirian emosional berkembang lebih awal dan
menjadi dasar bagi perkembangan kemandirian perilaku dan nilai. Pada saat
remaja mengembangkan secara lebih matang kemandirian emosionalnya, secara
perlahan remaja mengambangkan kemandirian perilaku. Kemandirian nilai pada
remaja berkembang lebih akhir dalam rentang usia antara 18 sampai dengan 21
tahun, sedangkan kemandirian emosional dan perilaku berlangsung selama masa
Menurut Mappiare (1982) kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk
tidak selalu tergantung pada orang tua atau orang dewasa lainnya secara
emosional, mampu mengatur keuangannya sendiri dan dapat memilih serta
mempersiapkan dirinya ke arah pekerjaan. Seorang remaja yang mandiri dapat
menentukan pilihan tanpa menggantungkan diri pada orang-orang di sekitarnya
untuk menentukan pilihan yang akan diambilnya, termasuk dalam memenuhi
kebutuhannya. Steinberg (2002) menambahkan bahwa remaja yang mandiri
adalah remaja yang memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri secara
bertanggung jawab meskipun tidak ada pengawasan dari orangtuanya.
Pencapaian kemandirian sangat penting bagi remaja, karena hal itu sebagai
tanda kesiapannya untuk memasuki fase berikutnya dengan berbagai tuntutan
yang lebih beragam sebagai orang dewasa. Kegagalan dalam pencapaian
kemandirian dapat berdampak negatif pada diri remaja. Ketergantungan pada
orang lain menyebabkan seorang remaja selalu ragu-ragu dalam mengambil
keputusan sendiri, tidak percaya diri, mudah terpengaruh oleh orang lain
(Mappiare, 1982).
Yunita, dkk (2002) mengatakan selama masa remaja, tuntunan terhadap
kemandirian ini cukup besar. Kemandirian remaja secara spesifik menuntut suatu
kesiapan remaja baik secara fisik maupun emosional untuk mengatur, melakukan
aktivitas dan bertanggung jawab tanpa banyak tergantung pada orang lain.
Kurangnya pengalaman remaja dalam menghadapi berbagai masalahnya, akan
Menurut Hurlock (1999) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kemandirian individu adalah pola asuh. Baumrind (dalam Maccoby, 1982)
mendefinisikan pola asuh sebagai interaksi antara orang tua dengan remaja yang
meliputi proses mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi remaja
untuk mencapai kedewasaan yang sesuai dengan norma-norma yang ada pada
masyarakat. Suatu kegiatan yang selalu terjadi di dalam kehidupan manusia
dengan proses kompleks yang melibatkan kegiatan kelahiran, melindungi anak,
merawat anak serta membimbing anak (Colbert. 1997). Pola asuh merupakan
sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap tersebut meliputi
cara orangtua memberikan aturan-aturan dan memberikan perhatian (Gunarsa,
2002).
Baumrind (dalam Santrock, 2003) membagi pola asuh menjadi tiga tipe
yaitu otoriter, otoritatif dan permisif. Pola asuh otoriter merupakan bentuk pola
asuh orangtua yang pada umumnya sangat ketat dan kaku ketika berinteraksi
dengan anaknya. Remaja dengan pola asuh otoriter cenderung akan bergantung
pada orang tua tidak mampu membuat keputusan dan tidak bertanggung jawab
dengan apa yang dilakukannya. Pola asuh otoritatif merupakan bentuk pola asuh
anak dilibatkan dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan keluarga dan
kegiatan anak. Orangtua dengan pola asuh ini akan terlihat hangat namun tetap
tegas. Remaja dengan pola asuh ini akan memiliki rasa percaya diri dan
pengendalian diri yang baik mereka juga akan mandiri. Selanjutnya adalah pola
asuh permisif dimana orang tua hanya membuat sedikit perintah dan jarang
tua cenderung memperbolehkan anak remajanya bertingkah laku semaunya. Anak
lebih bebas berbuat sekehendaknya dan orang tua dianggap tidak perlu berkuasa
dan tidak mendorong anak untuk patuh. Orangtua dengan pola asuh permisif juga
kurang memonitor perilaku anaknya. Pada umumnya remaja dengan pola asuh ini
kurang mandiri, kurang bertanggungjawab dan suka menang sendiri.
Menurut Baumrind pola asuh otoritatif adalah pola asuh yang ideal. Pola
asuh yang mampu menghasilkan remaja yang mandiri sedangkan pola asuh
lainnya otoriter dan permisif akan menghasilkan remaja yang kurang mandiri.
Remaja yang mendapat pola asuh otoriter cenderung tidak mandiri, karena terlalu
banyaknya tuntutan dari orangtua dan kontrol yang sangat ketat sehingga remaja
tidak diberi kesempatan untuk menentukan apa yang diinginkannya dan tidak
mampu mengungkapkan apa yang dirasakannya. Hal berbeda dengan pola asuh
permisif, fenomena yang datang dari peneliti sendiri dan beberapa orang yang
mendapat pola asuh permisif dari orangtua ternyata dapat menjadi remaja yang
mandiri.
Pola asuh permisif yang saya dapat dari orangtua, memberi banyak
kebebasan pada saya untuk dapat melakukan banyak hal membuat saya menjadi
mandiri. Pelajaran yang didapat dari lingkungan membuat saya mampu
membedakan mana yang baik dan yang buruk. Menentukan pilihan sesuai
keinginan tanpa ada pengaruh dari orang lain. Dari hasil wawancara singkat dan
pengambilan data dengan kuisioner terhadap enam orang remaja yang mendapat
pola asuh permisif dari orangtuanya, keenam remaja ini rata-rata mandiri. Baik
mengalihkannya dengan teman sebaya, secara perilaku kemampuan dalam
penyelesaian masalah dan tanggungjawab. Secara nilai dapat membedakan hal-hal
yang baik dan yang buruk.
Fenomena di atas dikuatkan dengan teori pandangan liberal di Inggris,
juga menyarankan supaya anak sebaiknya diberikan kebebasan penuh untuk
melakukan apa yang menjadi keinginannya. Jika anak berbuat kesalahan, maka
orang tua tidak perlu ikut serta untuk memperbaikinya dan memberi kesempatan
pada anak untuk memperbaiki sendiri dirinya sendiri. Paham ini memandang
bahwa seorang anak secara alamiah telah memiliki suatu kemampuan untuk dapat
mengurus dan mengatur dirinya sendiri, sehingga orang lain tidak perlu ikut
campur tangan agar anak jadi mandiri (Neill dalam Basembun, 2008).
Perbedaan pandangan dan fenomena yang ada mengenai pola asuh
permisif terhadap kemandirian remaja, membuat peneliti tertarik untuk meneliti
gambaran kemandirian pada remaja dengan pola asuh permisif.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian, maka dalam penelitian
ini peneliti ingin melihat bagaimana gambaran kemandirian remaja yang diasuh
dengan pola asuh permisif. Bagaimana gambaran kemandirian remaja ditinjau dari
setiap aspek kemandirian. Adapaun pertanyaan lain dalam penelitian ini yang
akan peneliti pada hasil penelitian adalah gambaran kemandirian remaja ditinjau
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kemandirian remaja
dengan pola asuh permisif.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kemajuan atau pengembangan
ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan masa remaja. Selain itu, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori-teori mengenai kemandirian
remaja dan pola asuh permisif.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
a. Orang tua
Memberi masukan kepada orang tua yang menggunakan pola asuh
permisif mengenai baik atau buruknya pola asuh yang digunakannya dan seperti
apa nantinya kemandirian remaja tersebut.
b. Remaja
Memberi masukan serta penjelasan kepada remaja mengenai
perkembangan kemandirian yang dimilikinya dipengaruhi oleh interaksi antara
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
BAB I. Pendahuluan. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II. Landasan Teori. Pada bab ini akan diuraikan landasan teori tentang pola asuh permisif, kemandirian dan remaja.
BAB III. Metode Penelitian. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan. Di sini akan dijabarkan mengenai definisi
operasional penelitian, variabel penelitian, subjek penelitian, metode
pengumpulan data dan instrumen alat ukur yang digunakan.
BAB IV. Analisa Data dan Pembahasan. Bab ini berisikan uraian hasil penelitian, analisis data dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V. Kesimpulan dan Saran. Bab ini membahas mengenai kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk penyempurnaan penelitian atau bahan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja
Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan
melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah remaja
tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
merupakan bagian yang mempengaruhi perkembangan kemandirian. Perubahan
fisik yang terkait dengan pubertas mendorong remaja untuk tidak tergantung
secara emosi dengan orangtua tetapi mengarah kepada teman sebaya. Selanjutnya,
perubahan fisik mempengaruhi perubahan pada penampilan dan cara-cara
individu berperilaku yang membuat remaja terlihat lebih matang sehingga
orangtua mereka yakin untuk memberikan tanggungjawab pada mereka
(Steinberg, 2002).
Perubahan kognitif remaja menjadikan remaja tersebut mampu untuk
membuat sebuah keputusan. Keputusan yang dibuatnya sendiri setelah
mendengarkan pendapat dari orang-orang yang dianggap berkompeten untuk
memberikan pendapat. Remaja juga akan mampu memberikan alasan dengan
cara-cara yang lebih baik serta memprediksi akibat dari keputusannya. Perubahan
peranan dan aktivitas sosial remaja terkait dengan munculnya masalah yang
berhubungan dengan kebebasan. Untuk mencapai kebebasan yang remaja
membuat keputusan yang bebas dari pengaruh orang lain dan mengklarifikasi
nilai-nilai personal (Steinberg, 2002).
Kemandirian remaja adalah kemampuan remaja untuk mencapai sesuatu
yang diinginkannya setelah remaja mengaksplorasi sekelilingnya. Hal ini
mendorong remaja untuk tidak tergantung kepada orangtua secara emosi dan
mengalihkannya pada teman sebaya, mampu membuat keputusan,
bertanggungjawab dan tidak mudah dipengaruhi orang lain.
2. Aspek-aspek Kemandirian
Steinberg (2002), mengemukakan bahwa aspek-aspek kemandirian
meliputi :
a. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)
Aspek emosional mengarah pada kemampuan remaja untuk mulai
melepaskan diri secara emosi dengan orangtua dan mengalihkannya pada
hubungan dengan teman sebaya. Tetapi bukan memutuskan hubungan dengan
orangtua. Remaja yang mandiri secara emosional tidak membebankan pikiran
orangtua meski dalam masalah. Remaja yang mandiri secara emosional tidak
melihat orangtua mereka sebagai orang yang tahu atau menguasai segalanya.
Remaja yang mandiri secara emosi dapat melihat serta berinteraksi dengan
orangtua mereka sebagai orang-orang yang dapat mereka ajak untuk bertukar
b. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)
Aspek kemandirian perilaku merupakan kemampuan remaja untuk mandiri
dalam membuat keputusanya sendiri dengan mempertimbangkan berbagai sudut
pandang. Mereka mengatahui kepada siapa harus meminta nasehat dalam situasi
yang berbeda-beda. Remaja mandiri tidak mudah dipengaruhi dan mampu
mempertimbangkan terlebih dahulu nasehat yang diterima. Remaja yang mandiri
secara perilaku akan terlihat lebih percaya diri dan memiliki harga diri yang lebih
baik. Mereka yang mandiri secara perilaku tidak akan menunjukkan perilaku yang
buruk atau semena-mena yang dapat menjatuhkan harga diri mereka.
c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy)
Remaja yang mandiri dalam nilai akan mampu berpikir lebih abstrak
mengenai masalah yang terkait dengan isu moral, politik, dan agama untuk
menyatakan benar atau salah berdasarkan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya.
Remaja dapat memberi penilaian benar atau salah berdasarkan keyakinannya dan
tidak dipengaruhi aturan yang ada pada masyarakat. Remaja yang mandiri dalam
nilai akan lebih berprinsip. Prinsip yang terkait dengan hak seseorang dalam
kebebasan untuk berpendapat atau persamaan sosial.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian
Kemandirian remaja tidak terbentuk begitu saja akan tetapi berkembang
karena pengaruh dari beberapa faktor. Menurut Hurlock (1999), faktor-faktor
a. Pola asuh orangtua
Orangtua yang memiliki nilai budaya yang terbaik dalam memperlakukan
anaknya adalah dengan cara yang demokratis, karena pola ini orang tua memiliki
peran sebagai pembimbing yang memperhatikan setiap aktivitas dan kebutuhan
anaknya, terutama sekali yang berhubungan dengan studi dan pergaulan, baik itu
dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sekolah.
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin membedakan antara anak laki-laki dan perempuan, dimana
perbedaan ini mengunggulkan pria karena pria dituntut untuk berkepribadian
maskulin, dominan, agresif dan aktif. Dibandingkan pada anak perempuan yang
memiliki ciri kepribadian yang khs yaitu pola kepribadian yang feminis, pasif dan
kepatuhan serta ketergantungan.
c. Urutan kelahiran dalam keluarga
Anak sulung biasanya lebih berorientasi pada orang dewasa, pandai
mengendalikan diri, cemas takut gagal dan pasif jika dibandingkan dengan
saudaranya, anak tengah lebih ekstrovert dan kurang mempunyai dorongan, akan
tetapi mereka memiliki pendirian, sedang anak bungsu adalah anak yang sangat di
sayang orangtua.
d. Ukuran keluarga
Pada setiap keluarga dapat dijumpai ukuran keluarga yang berbeda-beda.
Ada keluarga besar dengan jumlah anak lebih dari enam orang, keluarga ukuran
sedang dengan jumlah anak empat sampai lima orang dan keluarga kecil dengan
keluarga ini dapat memberikan dampak yang positif maupun negatif pada
hubungan anak dengan orangtua maupun hubungan anak dengan saudaranya.
Biasanya dampak negatif paling banyak dirasakan oleh keluarga yang mempunyai
ukuran besar karena dengan keluarga yang besar berarti orangtua harus membagi
perhatiannya pada setiap anak degan adil yang terkadang anak sering terabaikan.
4. Perkembangan Kemandirian Remaja
Menjadi individu yang mandiri merupakan salah satu tugas perkembangan
yang fundamental pada tahun-tahun perkembangan masa remaja. Dikatakan
fundamental karena pencapaian kemandirian pada masa remaja sangat penting
sebagai kerangka menjadi individu dewasa. Oleh sebab itu, tuntutan remaja
terhadap kemandirian sangat penting (Steinberg, 2002).
Selama masa remaja, terjadi pergerakan dari ketergantungan masa
kanak-kanak menuju kemandirian masa dewasa. Perkembangan aspek-aspek
kemandirian yang meliputi kemandirian emosional, kemandirian perilaku, dan
kemandirian nilai pada umumnya tidak terjadi secara bersamaan. Kemandirian
emosional berkembang lebih awal dan menjadi dasar bagi perkembangan
kemandirian perilaku dan nilai. Pada saat remaja mengembangkan secara lebih
matang kemandirian emosionalnya, secara perlahan remaja mengambangkan
kemandirian perilaku. Perkembangan kemandirian emosional dan perilaku
menjadi dasar bagi perkembangan nilai (Steinberg, 2002).
Kemandirian nilai pada remaja berkembang lebih akhir dalam rentang usia
perilaku berlangsung selama masa remaja awal dan pertengahan. Idealnya setelah
kemandirian emosional dan kemandirian perilaku berkembang dengan baik
(Steinberg, 2002).
B. POLA ASUH PERMISIF 1. Definisi Pola Asuh Permisif
Menurut Baumrind (dalam Maccoby, 1982) pola asuh adalah interaksi
antara orangtua dengan remaja yang meliputi proses mendidik, membimbing,
mendisiplinkan dan melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan yang sesuai
dengan norma-norma yang ada pada masyarakat. Pola asuh dianggap sebagai
pengalaman yang sangat penting yang dapat merubah individu secara emosional,
sosial dan intelektual. Sebuah kegiatan yang selalu terjadi di dalam kehidupan
manusia dengan proses kompleks yang melibatkan kegiatan kelahiran,
melindungi anak, merawat anak serta membimbing anak (Colbert. 1997).
Baumrind membagi pola asuh dalam tiga tipe yaitu otoriter, otoritatif dan permisif
lalu Maccoby dan Martin menambahkan satu pola asuh yaitu uninvolved (Berk,
2000).
Menurut Baumrind (dalam Berk, 2000) pola asuh permisif adalah cara
membesarkan anak dengan menuruti permintaan anak tetapi tidak membuat
banyak tuntutan atau menerapkan kontrol. Orangtua permisif membiarkan
anak-anak untuk membuat banyak keputusan sendiri pada usia ketika mereka belum
mampu melakukannya. Orangtua terlibat dengan anak tetapi tidak menetapkan
menghormati orang lain. Mereka bisa makan dan pergi tidur atau menonton
televisi sebanyak yang mereka inginkan ketika mereka merasa ingin
melakukannya. Orangtua permisif benar-benar percaya bahwa pendekatan ini
adalah yang terbaik, banyak orang lain kurang percaya diri dengan kemampuan
mereka untuk mendidik anak mereka yang tidak teratur.
Anak dengan pola asuh permisif sulit mengontrol diri mereka, tidak
mandiri, tidak taat dan memberontak ketika diminta untuk melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan keinginan mereka. Mereka juga terlalu menuntut dan
tergantung pada orang dewasa dan mereka menunjukkan kurang mampu
menyelesaikan tugas di sekolah. Pada masa remaja, remaja akan memiliki kontrol
diri yang buruk. Remaja dengan pola asuh permisif kurang terlibat dalam
pembelajaran sekolah dan sering menggunakan obat-obatan (Berk, 2000).
2. Dimensi Pola Asuh
Baumrind (dalam Hetherington & Parke, 1999) mengemukakan dua
dimensi pola asuh yaitu:
a. Emosional
Dimensi emosional adalah dimensi pola asuh yang menunjukkan sikap
hangat dari orangtua pada anaknya. Orangtua dengan kehangatan yang tinggi akan
terlibat dalam kehidupan anak dan peduli terhadap kesejahteraan anak. Sedangkan
orangtua dengan kehangatan yang rendah akan menunjukkan perilaku menolak
pada anak atau tidak mau terlibat dengan anak-anak mereka dan lebih fokus pada
b. Kontrol
Dimensi kontrol adalah dimensi pola asuh yang menunjukkan adanya
suatu tuntutan dari orangtua terhadap anak untuk membatasi perilaku anak atau
memberi kebebasan terhadap anak. Orangtua dengan kontrol yang tinggi akan
memiliki suatu tuntutan terhadap anak dan membatasi secara jelas perilaku anak.
Sedangkan orangtua dengan kontrol yang rendah tidak memiliki tuntutan dan
memberi kebebasan terhadap perilaku anak. Dari kedua dimensi pola asuh, maka
terbagilah empat tipe pola asuh seperti pada tabel dibawah ini:
Tabel 1.
Penggolongan Pola Asuh berdasarkan Dimensi Pola Asuh Emosional
3. Dimensi Pola Asuh Permisif
Baumrind (dalam Hetherington & Parke, 1999) menjelaskan rincian dua
dimensi pola asuh pada pola asuh permisif yaitu:
a. Emosional
Dimensi emosional adalah dimensi yang menunjukkan sikap hangat yang
diberikan orangtua terhadap anak. Pada pola asuh permisif orangtua menunjukkan
sikap hangat yang tinggi terhadap anak. Orangtua dengan kehangatan yang tinggi
akan terlibat dalam kehidupan anak dan peduli terhadap kebutuhan anak.
b. Kontrol
Dimensi kontrol adalah dimensi yang menunjukkan ada atau tidak tuntutan
orangtua terhadap anak. Pada pola asuh permisif orangtua menunjukkan tuntutan
yang rendah terhadap anak. Orangtua tidak memiliki tuntutan dan serba
memperbolehkan permintaan anak
C. REMAJA 1. Definisi Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari kata Adolescere (kata benda dari
Adolescentia) yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence yang
digunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental,
emosi, sosial dan fisik (Hurlock, 1980). Hal ini dikuatkan oleh Piaget (dalam
Hurlock, 1980) bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu
berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak merasa lagi di
kurang lebih sama, berhubungan dengan masa puber, perubahan intelektual yang
mencolok, transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja dalam
mencapai integrasi dalam hubungan sosial.
Santrock (2003) mendefinisikan masa remaja sebagai masa perkembangan
transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognitif, dan sosio-emosional. Menurut Thornburg (dalam Dariyo, 2004), remaja
digolongkan dalam tiga tahap, yaitu remaja awal dalam rentang usia 12-14 tahun,
remaja tengah dalam rentang usia 15-17 tahun dan remaja akhir dalam rentang
usia 18-21 tahun.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa
dimana anak mengalami masa perubahan fisik dan psikis untuk terbentuknya
suatu kepribadian yang berbeda dari sebelumnya yang dapat memenuhi kebutuhan
dalam dirinya. Masa remaja dimulai dari usia 12-21 tahun.
2. Ciri – ciri Remaja
Menurut Hurlock (1980) ada beberapa ciri remaja, yaitu:
a. Emosi yang tidak stabil
b. Masa perubahan fisik
c. Mencari identitas
d. Berada pada ambang masa dewasa
3. Tugas Perkembangan Remaja
Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980) ada beberapa tugas
perkembangan pada masa remaja, yaitu:
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik
laki-laki maupun perempuan.
b. Mencapai peran sosial laki-laki dan perempuan.
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab.
e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa
lainnya.
f. Mempersiapkan karier ekonomi.
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku mengembangkan ideologi.
D. POLA ASUH PERMISIF DENGAN KEMANDIRIAN REMAJA
Remaja yang mandiri adalah remaja yang memiliki kemampuan untuk
mengatur dirinya sendiri secara bertanggung jawab meskipun tidak ada
pengawasan dari orangtuanya (Steinberg, 2002). Kemandirian adalah salah satu
aspek penting dalam kehidupan remaja dan merupakan bagian dari tugas-tugas
perkembangan yang harus dicapainya sebagai persiapan untuk memasuki masa
dewasa. Perkembangan kemandirian yang menonjol terjadi selama masa remaja,
perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan sosial terjadi pada periode ini (Steinberg,
mendasar dan patut mendapat perhatian agar mereka dengan mantap dapat
memasuki dunianya yang baru, yaitu masa dewasa tanpa mengalami hambatan.
Kemandirian yang menjadi tugas perkembangan pada masa remaja
dipengaruhi beberapa faktor eksternal yang dimulai dari lingkungan keluarga
melalui pola pengasuhan orangtua sehari-hari, kondisi pekerjaan orangtua, tingkat
pendidikan orangtua, dan banyaknya anggota keluarga (Steinberg, 2002).
Baumrind (dalam Santrock, 2003) mengatakan pola asuh permisif merupakan pola
perlakuan orangtua terhadap anaknya dengan memberikan kelonggaran atau
kebebasan kepada anaknya tanpa kontrol atau pengawasan yang ketat. Orangtua
yang permisifakan memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk bertindak
sesuai dengan keinginan anaknya. Ketika anak-anaknya melanggar suatu
peraturan di dalam keluarga, orangtua yang permisif jarang menghukum
anak-anaknya, bahkan cenderung berusaha untuk mencari pembenaran terhadap tingkah
laku anaknya yang melanggar suatu peraturan tersebut. Orangtua yang seperti
demikian umumnya membiarkan anaknya terutama anak remajanya untuk
menentukan tingkahlakunya sendiri, mereka tidak menggunakan kekuasaan atau
wewenangnya sebagai orangtua dengan tegas saat mengasuh dan membesarkan
anak remajanya.
Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2003), remaja yang berada dalam
pengasuhan orangtua yang permisif tidak mandiri. Mereka sulit mengendalikan
diri, tidak patuh, dan menentang apabila diminta untuk mengerjakan sesuatu yang
bertentangan dengan keinginan-keinginan sesaatnya. Mereka juga terlalu
tugas-tugas, tidak tekun dalam belajar di sekolah. Tingkah laku sosial remaja ini
kurang matang, kadang-kadang menunjukkan tingkahlaku agresif, pengendalian
dirinya amat jelek, dan tidak mampu mengarahkan diri dan tidak bertanggung
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut
cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan
keputusan hasil penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian meliputi
identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, prosedur
penelitian dan metode analisis (Hadi, 2000).
Sesuai dengan permasalahan penelitian yang tertulis di Bab Pendahuluan,
peneliti ingin mendapatkan gambaran kemandirian remaja dengan pola asuh
permisif. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan pendekatan deskriptif.
Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena yang terjadi,
tanpa bermaksud mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum
(Hadi, 2000). Metode deskriptif merupakan metode yang menggambarkan dengan
sistematik dan akurat, fakta dengan tidak bermaksud menjelaskan, menguji
hipotesis, membuat prediksi maupun implikasi (Azwar, 2000).
A. VARIABEL PENELITIAN 1. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah kemandirian remaja
a. Kemandirian remaja
Kemandirian remaja adalah kemampuan remaja untuk mencapai sesuatu
yang diinginkannya setelah remaja mempelajari lingkungan sekelilingnya. Hal ini
mendorong remaja untuk tidak tergantung secara emosi kepada orangtua dan
mengalihkannya kepada teman sebaya dengan membagi cerita tentang apa yang
sedang remaja rasakan seperti perasaan sedih, bahagia, perasaan marah dan lain
sebagainya. Remaja mandiri diharapkan mampu membuat keputusan,
bertanggungjawab dan tidak mudah dipengaruhi orang lain.
Kemandirian diukur dengan menggunakan skala yang disusun peneliti
berdasarkan aspek-aspek kemandirian Steinberg (2002) yaitu: kemandirian
emosional, kemandirian perilaku dan kemandirian nilai. Semakin tinggi skor
kemandirian yang dimiliki remaja maka remaja akan semakin mandiri dan
sebaliknya semakin rendah skor kemandiriannya maka remaja semakin kurang
mandiri .
b. Pola asuh permisif
Pola asuh permisif merupakan pola asuh dimana orangtua memberikan
perhatian yang baik pada anak, serta memperbolehkan semua permintaan anak
tanpa banyak tuntutan dan kontrol terhadap anak. Orangtua dengan pola asuh ini
memberikan kebebasan kepada anak untuk membuat keputusan sendiri.
Pola asuh permisif diukur dengan menggunakan skala yang disusun
peneliti berdasarkan dimensi pola asuh Baumrind (dalam Hetherington & Parke,
dimiliki subjek maka semakin permisif pola asuh yang didapat subjek dari
orangtua dan sebaliknya semakin rendah skor pola asuh permisif subjek maka
semakin tidak permisif pola asuh yang didapat subjek dari orangtua.
B. POPULASI, SAMPEL DAN TEKNIK SAMPLING
1. Populasi
Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki.
Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang setidaknya
mempunyai sifat sama (Hadi, 2000). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi
adalah remaja baik laki-laki maupun perempuan. Adapun karakteristik populasi
yang digunakan adalah :
- Rentang usia 18-21 tahun
- Tinggal bersama orangtua
- Pola asuh permisif
Alasan peneliti mengambil populasi tersebut dengan karakteristik rentang
usia 18-21 tahun karena usia tersebut adalah usia remaja akhir. Karakteristik ini
disesuaikan dengan teori kemandirian yang dikemukanan oleh Steinberg (2002)
yang mengatakan aspek-aspek kemandirian meliputi kemandirian emosional,
kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai pada umumnya tidak terjadi secara
bersamaan. Aspek kemandirian nilai berkembang ketika remaja memasuki masa
remaja akhir.
Menurut Hadi (2000) sampel adalah sebagian dari populasi yang
digunakan untuk menentukan sifat-sifat serta ciri-ciri yang dikendalikan dari
populasi dan teknik sampling adalah cara atau metode yang digunakan untuk
mengambil sampel. Adapun teknik sampling digunakan untuk mengambil sampel
dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai,
dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel
yang benar-benar mewakili populasi. Pada penelitian ini responden diperoleh
melalui teknik non probability secara purposive sampling, dimana pemilihan
kelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang
mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).
Menurut Hadi (2000), sebenarnya tidaklah ada suatu ketetapan yang
mutlak berapa persen suatu sampel harus diambil dari populasi. Peneliti
menetapkan sendiri atau memilih sampling mana yang akan dijadikan sebagai
sampel dengan bertolak pada asumsi bahwa sampel yang diambil memiliki
karakteristik tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini peneliti
memilih mahasiswa Fakultas Ekonomi USU sebagai sampel penelitian dengan
jumlah sampel 100 orang. Alasan peneliti mengambil sampel tersebut karena
mahasiswa di Fakultas Ekonomi USU memiliki ciri yang dapat mewakili
C. INSTRUMENT ALAT UKUR
Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data
adalah kuisioner. Menurut Hadi (2000) kuisioner adalah suatu daftar yang berisi
sejumlah pernyataan atau pertanyaan yang diberikan kepada subjek penelitian
dengan tujuan untuk mengungkapkan kondisi-kondisi dalam diri subjek yang
ingin diketahui.
Alasan penelitian menggunakan kuisioner adalah sebagaimana yang
dikemukan oleh Hadi (2000) bahwa :
1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya.
2. Hal-hal yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan
dapat dipercaya.
3. Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
Alat yang digunakan adalah kuesioner berbentuk skala. Skala ini terdiri
dari item-item berupa pernyataan yang disusun berdasarkan teori kemandirian dan
pola asuh permisif. Alat ukur kemandirian disusun berdasarkan aspek
kemandirian yang dikemukakan oleh Steinberg. Sedangkan alat ukur pola asuh
permisif yang dalam penelitian ini digunakan sebagai alat ukur screening untuk
mendapatkan subjek yang sesuai dengan penelitian, disusun berdasarkan dimensi
1. Kemandirian
Skala kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh
peneliti berdasarkan aspek-aspek kemandirian sebagai berikut :
1. Kemandirian emosi
2. Kemadirian perilaku
3. Kemandirian nilai
Tabel 2.
Distribusi aitem Skala Kemandirian Sebelum Ujicoba
NO ASPEK F UF JUMLA
Masing-masing indikator perilaku memiliki sebagian pernyataan
mendukung (favorable) dan sebagian tidak mendukung (unfavorable). Jumlah
keseluruhan item dalam skala adalah 60 item, yang terdiri dari 33 item favorable
dan 27 item unfavorable.
Alat ukur ini menggunakan skala model Likert, yang mana setiap butir
item memiliki empat kemungkinan jawaban yang bergerak dari “Sangat Sesuai”
dan unfavorable. Untuk item favorable jawaban “Sangat Sesuai” akan di beri
skor 5 demikian seterusnya sampai jawaban “Sangat Tidak Sesuai” diberi skor 1.
Untuk jawaban unfavorable, jawaban “Sangat Tidak Sesuai” diberi skor 5 dan
seterusnya sampai jawaban “Sangat Sesuai” diberi skor 1 (Azwar, 1997).
Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala kemandirian yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 3.
Cara Penilaian Skala Kemandirian Bentuk
Pernyataan
Skor
1 2 3 4 5
Favorable STS TS N S SS
Unfavorable SS S N TS STS
Skor total merupakan petunjuk tinggi rendahnya kemandirian pada remaja.
Semakin tinggi skor yang dicapai maka semakin mandiri remaja. Begitu juga
sebaliknya, semakin rendah skor yang dicapai maka semakin tidak mandiri
remaja. Pengklasifikasian tinggi rendahnya kemandirian yang dilakukan subjek
pada penelitian ini dilakukan dengan mencari skor rata-rata dan standar deviasi
dengan metode SPSS 17.0 for Windows dan kemudian dibuat rentang sebanyak
tiga klasifikasi, yaitu tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan rumus:
(µ + 1,0 SD) ≤ X tinggi
(µ - 1,0 SD) ≤ X < (µ+ 1,0 SD) sedang
2. Skala Pola Asuh Permisif
Skala pola asuh permisif digunakan untuk melihat seberapa permisif
orangtua terhadap subjek. Pada penelitian ini skala disusun berdasarkan dimensi
pola asuh berikut:
1. Emosional
2. Kontrol
Tabel 4.
Distribusi aitem Skala Pola Asuh Sebelum Ujicoba
NO DIMENSI F UF JUMLAH %
2 Kontrol 3,7,15,22,25,4, 8,16,23,26
31,33,38,18,10, 32,36,37,17,9
20 50%
JUMLAH 40 100%
Masing-masing indikator perilaku memiliki sebagian pernyataan
mendukung (favorable) dan sebagian tidak mendukung (unfavorable). Jumlah
keseluruhan item dalam skala adalah 40 item, yang terdiri dari 20 item favorable
dan 20 item unfavorable.
Alat ukur ini menggunakan skala model Likert, yang mana setiap butir
item memiliki empat kemungkinan jawaban yang bergerak dari “Sangat Sesuai”
hingga “Sangat Tidak Sesuai”. Item-item disusun berdasarkan yang favorable
dan unfavorable. Untuk item favorable jawaban “Sangat Sesuai” akan di beri
skor 5 demikian seterusnya sampai jawaban “Sangat Tidak Sesuai” diberi skor 1.
Untuk jawaban unfavorable, jawaban “Sangat Tidak Sesuai” diberi skor 4 dan
Untuk lebih jelasnya, cara penilaian skala pola asuh permisif yang
digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 5.
Cara Penilaian Skala Pola Asuh Permisif Bentuk
Pernyataan
Skor
1 2 3 4 5
Favorable STS TS N S SS
Unfavorable SS S N TS STS
Skor total merupakan petunjuk tinggi atau rendahnya pola asuh permisif
yang diberikan orangtua terhadap remaja. Semakin tinggi skor yang dicapai maka
semakin permisif pola asuh orangtua terhadap remaja. Begitu juga sebaliknya,
semakin rendah skor yang dicapai maka semakin tidak permisif pola asuh
orangtua terhadap remaja. Pengklasifikasian tinggi rendahnya pola asuh permisif
yang diberikan orangtua pada remaja pada penelitian ini dilakukan dengan
mencari skor rata-ratadan standar deviasi dengan metode SPSS 17.0 for Windows
dan kemudian dibuat rentang sebanyak tiga klasifikasi, yaitu tinggi, sedang, dan
rendah berdasarkan rumus:
(µ + 1,0 SD) ≤ X tinggi
(µ - 1,0 SD) ≤ X < (µ+ 1,0 SD) sedang
D. TUJUAN, VALIDITAS, UJI DAYA BEDA DAN RELIABILITAS ALAT UKUR
1. Tujuan
Skala kemandirian dan pola asuh permisif yang telah selesai dibuat,
diujicobakan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam penelitian yang
sesungguhnya. Tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk :
1. Melihat seberapa jauh alat ukur skala kemandirian dan pola asuh permisif
dapat mengungkap dengan tepat kemandiri remaja dan pola asuh permisif.
2. Seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran
atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan sebenarnya.
Kedua hal ini merupakan syarat harus dipenuhi oleh suatu alat ukur
(Azwar, 2000).
2. Uji Validitas Alat Ukur
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Validitas suatu alat ukur dalam suatu penelitian sangat diperlukan karena
melalui pengujian validitas dapat diketahui seberapa cermat suatu alat ukur
melakukan fungsinya. Validitas skala kemandirian dan pola asuh permisif dicapai
dengan cara validitas isi (content validity). Validitas isi menunjukkan sejauh mana
aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur.
Penegertian mencakup keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes tersebut
dari batasan tujuan pengukuran. Pengujian validitas isi ini dilakukan dengan
analisa rasional atau professional judgement.
3. Uji Daya Beda
Uji daya beda aitem adalah sejauh mana aitem mampu membedakan
antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut
yang diukur. Prinsip kerja yang dijadikan dasar untuk melakukan seleksi aitem
dalam hal ini adalah memilih aitem-aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai
dengan fungsi ukur tes sebagaimana yang dikehendaki oleh penyusunnya (Azwar,
2000).
Untuk menguji daya beda dari aitem-aitem dalam skala gambaran, peneliti
menggunakan formula koefesien korelasi Pearson Product Moment. Prosedur
pengujian ini menghasilkan koefesien korelasi aitem total yang dikenal dengan
indeks daya beda aitem (Azwar, 2000). Berdasarkan pengolahan data yang
dilakukan dengan SPSS versi 17.0 for window akan diperoleh item-item yang
memenuhi persyaratan.
4. Uji Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas
merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam menjalankan
fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya
mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung
menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila
diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Pada
penelitian ini estimasi reliabilitas dilihat dengan menggunakan koefisien alpha
cronbach (Azwar, 2000).
E. UJICOBA ALAT UKUR 1. Hasil Ujicoba Alat Ukur
Ujicoba alat ukur pertama dilakukan terhadap 250 orang subjek penelitian
di Fakultas Psikologi USU dan Fakultas Hukum UISU. Dari 250 eksemplar skala
yang disebarkannya, kembali 220. Peneliti menggunakan r ≥ 0,275. Hasil uji coba
alat ukur diperoleh reliabilitas sebesar 0,835 untuk alat ukur pola asuh permisif,
dari 40 aitem yang diujicobakan 14 aitem memenuhi. Alat ukur kemandirian
dengan r ≥ 0,275 diperoleh reliabilitas sebesar 0,888. Dari 60 aitem yang
diujicobakan 32 aitem memenuhi.
Hasil ujicoba alat ukur ini telah diperiksa oleh profesional judgement dan
mendapat saran untuk mencoba mengestimasi ulang alat ukur pola asuh dengan
menggunakan SPSS 17.0 for windows dengan menurunkaan r ≥ 0,2 dengan alasan
total aitem yang tersisa dari ujicoba sebelumnya kurang mewakili satu dimensi
yang digunakan dalam penelitian. Setalah dilakukan uji daya beda dengan r ≥ 0,2
maka jumlah aitem pola asuh bertambah 8 aitem dari yang sebelumnya hanya 14
2. Revisi Alat Ukur
Setelah diketahui aitem-aitem yang memenuhi validitas, peneliti lalu
memeperbaiki beberapa kalimat pada aitem penelitian dan menyusun kembali
aitem-aitem tersebut ke dalam alat ukur yang digunakan untuk mengambil data
penelitian. Total aitem pola asuh permisif yang digunakan dalam penelitian 22
aitem dan total aitem kemandirian yang digunakan dalam penelitian 32 aitem.
Tabel 6.
Distribusi aitem Skala Pola Asuh Setelah Ujicoba
NO DIMENSI F UF JUMLAH %
Distribusi aitem dalam Skala Pola Asuh untuk penelitian
Tabel 8.
Distribusi aitem Skala Kemandirian Setelah Ujicoba
NO ASPEK F UF JUMLAH %
Distribusi aitem dalam Skala Kemandirian untuk penelitian
NO ASPEK F UF JUMLAH %
Lokasi penelitian adalah di Fakultas Ekonomi USU. Jumlah mahasiswa
yang mendapat skala penelitian 282 orang. Penentuan sampel dilakukan dengan
teknik non probability secara purposive sampling, dimana pemilihan subjek
didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai
sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Hadi, 2000). Dari 282 orang dilakukan screening pola asuh permisif.
yang mendapat skala, 100 orang tergolong mendapat pola asuh permisif yang
tinggi, 118 orang tergolong sedang dan 64 orang tidak memenuhi karakteristik
subjek sehingga data tidak dimasukkan.
Tabel 10.
Pengkategorisasian Pola Asuh Permisif Skor Kategori Pola Asuh Permisif
≤ 51 Rendah
52-79 Sedang
80 ≥ Tinggi
G. METODE ANALISA DATA
Azwar (2000) menyatakan bahwa pengolahan data penelitian yang sudah
diperoleh dimaksudkan sebagai suatu cara mengorganisasikan data sedemikian
rupa sehingga dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan. Data yang diperoleh akan
diolah dengan analisis statistik. Alasan yang mendasari digunakannya analisis
statistik adalah karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan atau generalisasi
penelitian (Hadi, 2000).
Dalam penelitian ini, analisis statistik yang digunakan adalah statistik
deskriptif yang bertujuan untuk melihat gambaran atau memberikan deskripsi
mengenai subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh untuk
kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.
Data yang diperoleh akan diolah dengan metode statistik. lebih jelasnya
pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan bantuan komputer
BAB IV
ANALISA DATA DAN INTERPRETASI
Bab ini menguraikan bagaimana gambaran umum subjek penelitian dan
hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis terhadap data penelitian.
A. GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi USU yang
tergolong mendapat pengasuhan permisif dari orangtuanya dan berusia antara
18-21 tahun. Dari 100 orang yang disajikan sebagai subjek penelitian, dapat
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia, memiliki orangtua lengkap dan
skor kemandirian.
1.Pengelompokan Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian dikelompokkan menjadi dua
yaitu laki-laki dan perempuan. Penyebaran subjek terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 11.
Pengelompokan subjek berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah Subjek Persen
Laki-Laki 40 40%
Perempuan 60 60%
Berdasarkan tabel di atas, tergambar bahwa jumlah subjek laki-laki
sebanyak 40 orang dan subjek perempuan 60 orang. Subjek laki-laki 40% dari
jumlah keseluruhan jumlah subjek penelitian, sedangkan subjek perempuan 60%
dari keseluruhan jumlah subjek penelitian.
2. Pengelompokan berdasarkan Usia
Berdasarkan usia subjek, maka penyebaran subjek dikelompokkan seperti
yang terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 12.
Pengelompokan subjek berdasarkan usia Usia Jumlah Subjek Persen
18 19 19%
19 21 21%
20 24 24%
21 36 36%
Total 100 100%
Berdasarkan tabel di atas tergambar bahwa jumlah subjek yang berusia 18
tahun 19 orang, usia 19 tahun 21 orang, usia 20 tahun 24 orang dan usia 21 tahun
36 orang. Subjek yang berusia 18 tahun 19% dari keseluruhan jumlah subjek
penelitian, usia 19 tahun 21% dari keseluruhan jumlah subjek penelitian, usia 20
tahun 24% dari keseluruhan jumlah subjek dan usia 21 tahun 36% dari
3. Pengelompokan berdasarkan kedua orangtua masih hidup
Berdasarkan kelengkapan orangtua, maka penyebaran subjek
dikelompokkan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 13.
Pengelompokan subjek berdasarkan kelengkapan orangtua Kedua orangtua
masih hidup
Jumlah Subjek Persen
Ibu 2 2%
Ayah 2 2%
Ayah dan Ibu 96 96%
Total 100 100%
Berdasarkan tabel di atas tergambar bahwa jumlah subjek yang hanya
memiliki ibu 2 orang, yang hanya memiliki ayah 2 orang dan yang memiliki
orangtua lengkap 96 orang. Subjek yang hanya memiliki ibu 2% dari keseluruhan
jumlah subjek penelitian, yang hanya memiliki ayah 2% dari keseluruhan jumlah
subjek penelitian dan yang memiliki orangtua lengkap 96% dari keseluruhan
jumlah subjek penelitian.
B. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Utama
Hasil dari penelitian ini diperoleh gambaran kemandirian remaja dengan
pola asuh permisif. Gambaran diperoleh secara umum yang terdiri dari skor
Tabel 14.
Gambaran umum skor kemandirian
Variabel N Min Maks Mean SD
Kemadirian 100 32 160 96 21
Berdasarkan tabel di atas untuk gambaran umum skor kemandirian dengan
mean = 96, standar deviasi = 21, maka diperoleh pengkategorisasian kemandirian
dengan perhitungan sebagai berikut:
Tabel 15.
Kemandirian ditinjau dari pola asuh Variabel Rentang
Nilai
Kategori Skor
Jumlah Persentase
Kemandirian ≤ 74 Rendah 0 0%
75-116 Sedang 7 7%
117 ≥ Tinggi 93 93%
Total 100 100%
Dilihat pada tabel di atas, kemandirian remaja dengan pola asuh permisif
yang tergolong dalam kategori rendah tidak ada, 7 orang (7%) tergolong dalam
kategori sedang dan 93 orang (93%) tergolong dalam kategori tinggi. Secara
umum remaja yang diasuh dengan pola asuh permisif menunjukkan skor
kemandirian yang tergolong tinggi. Dimana remaja yang tergolong dalam kategori
skor tinggi adalah remaja yang mandiri. Remaja yang tidak tergantung secara
emosi dengan orang tua, mampu membuat keputusan dan bertanggungjawab.
Grafik gambaran kategorisasi kemandirian
Hasil tambahan dari penelitian ini maka diperoleh gambaran kemandirian
remaja yang ditinjau dari jenis kelamin dan usia.
a. Gambaran Kemandirian ditinjau dari Jenis Kelamin
Hasil penelitian ini jika ditinjau dari jenis kelamin maka diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 16.
Kemandirian ditanjau dari perbedaan jenis kelamin Jenis Kelamin
Dilihat pada tabel di atas, kemandirian remaja ditinjau dari jenis kelamin
laki-laki dengan total subjek 40 orang, yang tergolong dalam kategori rendah