• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan, diskusi, dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang didapatkan dari penelitian. Pada bagian pertama akan dijabarkan hasil penelitian yang dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian yang didapat dari sudut teori-teori maupun penelitian-penelitian yang ada. Pada bagian terakhir dikemukakan saran-saran praktis dan metodologis yang dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan tema serupa.

V. A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal, di antaranya:

1. Berdasarkan hasil penelitian melalui t-test, menunjukkan adanya perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang mengikuti program

homeschooling dengan siswa program reguler, dengan signifikan p < 0.05, dan jika dilihat dari mean juga terdapat perbedaan yang bermakna di mana siswa Homeschooling ( x = 157.450 ), lebih tinggi daripada siswa PR ( x = 148.850).

2. Tidak terdapat perbedaan keterampilan sosial jika ditinjau dari usia, baik itu pada siswa homeschooling maupun siswa program reguler. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F hitung < F tabel dan nilai p > 0,05.

3. Tidak terdapat perbedaan keterampilan sosial jika ditinjau dari jenis kelamin, baik itu pada siswa homeschooling maupun siswa program

reguler. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F hitung < F tabel dan nilai p > 0,05.

4. Siswa homeschooling yang memiliki skor keterampilan sosial rendah 5 orang, sedang 27 orang, dan tinggi 8 orang. Sedangkan siswa Program Reguler yang memiliki skor keterampilan sosial rendah 7 orang, sedang 28 orang, dan tinggi 5 orang.

V. B. Diskusi

Hasil-hasil yang telah dipaparkan di atas diperoleh dengan membandingkan varian dan mean. Metode statistik yang dipilih untuk membandingkannya adalah t-test untuk hasil utama dan Anova (Analysis of Varians) untuk hasil tambahan.

Dari hasil tersebut, maka hipotesa kerja yang diajukan pada penelitian ini diterima, bahwa terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang mengikuti program homeschooling dengan siswa program reguler. Siswa yang mengikuti program homeschooling lebih tinggi keterampilan sosialnya daripada siswa program reguler.

Hasil penelitian ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Yulfiansyah (2006) yang mengatakan bahwa anak homeschooling bersosialisasi dengan orang lain sehingga memiliki keterampilan sosial yang baik. Lines (2001) mengatakan pula bahwa siswa yang mengikuti program homeschooling jauh lebih aktif di kehidupan sosial daripada siswa program reguler. Demikian pula Sikkink dan Smith (dalam Lines, 2001) melaporkan hasil studi mereka, bahwa keluarga yang memilih homeschooling memiliki skor yang tinggi dalam hal partisipasi

mereka di setiap lingkungan sosial daripada keluarga yang memilih Program Reguler. Sumardiono (2007) menyatakan bahwa dengan model sosialisasi dalam keluarga, organisasi, kantor, dan masyarakat, siswa homeschooling biasanya lebih matang secara sosial karena mereka terbiasa berkomunikasi dan berinteraksi dengan dengan orang-orang dari beragam usia.

Gresham & Reschly (dalam Gimpel dan Merrell, 1998) mengidentifikasikan keterampilan sosial dengan beberapa ciri, yaitu di antaranya adalah: perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis dan keterampilan berkomunikasi. Dari hasil penelitian, siswa yang homeschooling

lebih bisa berkomunikasi dua arah dengan orang dewasa, anak-anak seusianya, dan juga anak-anak yang lebih kecil usianya (Saputra, 2007). Bersosialisasi berarti berinteraksi dan berkomunikasi dengan individu-individu lain dan tidak harus dengan mereka yang sebaya saja. Anak homeschooling berkomunikasi dengan siapa saja, baik teman sebaya, mereka yang lebih tua maupun yang jauh lebih muda sekali pun. Mereka diajar untuk bisa menempatkan diri di lingkungan mana pun, dengan siapa pun, dan menjalin hubungan atau interaksi bukan karena diharuskan atau dipaksakan, tetapi karena kesadaran bahwa hubungan antar manusia itu memiliki makna.

Dalam hal prestasi, berbagai studi menunjukkan bahwa siswa

homeschooling tidak kalah dibandingkan siswa program reguler. Hal ini dapat dipahami karena sistem pendidikan homeschooling lebih bersifat personal dan disesuaikan dengan kebutuhan / keadaan siswa. Pada tahun 1997, sebuah studi atas 5402 siswa homeschooling dari 1657 keluarga di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa siswa homeschooling berprestasi lebih baik daripada siswa

sekolah reguler (Sumardiono, 2007). Samuel (1995) mengatakan pula bahwa siswa homeschooling melaksanakan pembelajaran lebih baik dari siswa sekolah reguler. Hal ini dibuktikan ketika siswa homeschooling diberikan ‘standardized achievement test’, skor mereka melampaui siswa sekolah reguler. Hal ini dikarenakan rumah merupakan tempat yang baik untuk belajar daripada sekolah. Sistem pembelajaran ‘one-on-one’ di rumah sangat efektif daripada di dalam kelas.

Ditinjau dari segi usia, hasil penelitian memperlihatkan tidak terdapat perbedaan keterampilan sosial yang nyata di lapangan. Usia dapat mempengaruhi keterampilan sosial seseorang. Keterampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting dan krusial pada saat anak sudah menginjak masa remaja (Mu’tadin, 2002). Namun pada penelitian ini subjek memiliki usia yang hampir sama, dalam arti berada pada tahap usia remaja dengan rentang usia 15 – 17 tahun, sehingga tidak ada perbedaan keterampilan sosialnya.

Jika ditinjau berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian memperlihatkan tidak terdapat perbedaan keterampilan sosial yang nyata antara pria dan wanita di lapangan, baik untuk siswa homeschooling maupun siswa program reguler. Jenis kelamin seseorang mempengaruhi keterampilan sosialnya dilihat dari segi pasangannya dalam berinteraksi, di mana pengaruhnya akan berbeda pada masing-masing aspek. Dukungan emosional wanita lebih baik daripada pria, namun aspek keterbukaan, inisiatif, dan asertif tidak ada beda antara kedua jenis kelamin (Buhmster dkk, 1988). Baik siswa homeschooling maupun siswa program reguler sama-sama dapat berinteraksi dengan teman-teman sekolah maupun komunitasnya, yang jumlah antara pria dan wanitanya adalah tidak jauh berbeda.

V. C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan diskusi dari hasil penelitian ini, maka penulis mencoba untuk memberikan beberapa saran. Saran-saran berikut ini diharapkan berguna bagi perkembangan studi ilmiah tentang keterampilan sosial.

V. C. 1. Saran bagi Kelanjutan Studi Ilmiah

1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih mendalam maka kiranya perlu diadakan suatu penelitian yang sama dengan menggunakan metode kualitatif. Diharapkan dengan metode tersebut dapat kita lihat dinamika keterampilan sosial, sehingga hasil penelitian dapat dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis.

2. Melakukan penelitian sejenis dengan variabel bebas yang berbeda, sehingga dapat memperkaya pengetahuan tentang keterampilan sosial.

V. C. 2. Saran bagi Siswa

1. Perkembangan zaman saat ini membawa dampak yang luas terutama dalam hal teknologi dan informasi. Diharapkan bagi siswa, baik siswa

Homeschooling maupun siswa program Reguler, siswa bersosialisasi secara positif dengan teman-teman sekolah maupun di lingkungannya. Siswa diharapkan dapat berkomunikasi secara efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

2. Para siswa diharapkan dapat mengisi waktu luang yang dimilikinya dengan melakukan hal-hal yang bersifat positif dan berguna, seperti mengisi waktu luang dengan melakukan hobi,

3. Siswa diharapkan dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain, karena dengan hubungan yang baik dapat membantu individu dalam mengatasi stress dengan memberikan perhatian, informasi, dan feedback. Dengan demikian keterampilan social siswa dapat terbina dengan biaik.

V. C. 2. Saran bagi Orang Tua dan Guru.

1. Orang tua diharapkan memiliki peran yang penting dan bertanggung jawab terhadap kebutuhan riil dimensi edukatif anak-anaknya. Orang tua hendaknya tidak memperlakukan sekolah sebagai institusi pendidikan yang paling bertanggung jawab mewakili tugasnya sebagai orang tua atau keluarga.

2. Pada sekolah reguler jadwal belajar telah ditentukan dan seragam untuk seluruh siswa. Hal inilah yang kadang-kadang menjadikan siswa menjadi suatu objek, bukan sebagai subjek pendidikan. Siswa dituntut mengikuti seluruh jadwal pelajaran dan dijejali dengan tugas-tugas, yang hingga akhirnya menjadikan sekolah menjadi tidak menyenangkan lagi. Diharapkan sekolah dapat menjadikan sekolah sebagai wahana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa layaknya homeschooling. 3. Orang tua hendaknya menciptakan suasana yang demokratis di dalam

keluarga, sehingga remaja dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua maupun saudara-saudaranya. Dengan adanya komunikasi timbal

balik antara anak dan orang tua, maka segala konflik yang timbul akan mudah diatasi.

Dokumen terkait