• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sponsor dan Pendanaan Kompetisi Galatama

BAB III PERKEMBANGAN GALATAMA

C. Permasalahan Dalam Galatama

3. Sponsor dan Pendanaan Kompetisi Galatama

Beberapa klub di Galatama umumnya merupakan suatu perkumpulan sepak bola dibawah naungan dari perusahaan. Pendanaan untuk membiayai sebuah klub Galatama ditanggung oleh manajemen klub. Uang untuk membiayai klub Galatama bersumber pada alokasi dana yang diberikan oleh perusahaan atau badan yang menaunginya. Alternatif lain adalah donasi dan penjualan tiket. Cara memperoleh pendanaan sepenuhnya diserahkan pada masing-masing klub. Klub-klub Galatama tentu saja tidak memiliki kemampuan memperoleh pendanaan yang sama.

Selama kompetisi I sampai V ada beberapa klub yang mengundurkan diri dari Galatama disebabkan masalah finansial. Tingginya biaya untuk mengelola klub dalam kompetisi menjadi penyebab beberapa klub menarik diri dari Galatama. Pihak Liga menyadari sepenuhnya, jika tidak ada upaya pendanaan secara menyeluruh dalam Galatama, eksistensi klub akan semakin berkurang. Pada tahun 1985 upaya Galatama dalam mencari pendanaan menemui hasil positif. Piala Liga, kompetisi extra Galatama, berhasil memperoleh sponsor. Sebuah perusahaan susu dengan nama produk Milo, sanggup memberikan dana 75 juta rupiah untuk satu musim kompetisi Piala Liga. Keberhasilan dalam memperoleh sponsor ini berlanjut hingga kompetisi Piala Liga V.

xci

Kompetisi reguler Galatama baru mendapat bantuan dana dari sponsor pada kompetisi IX dan X. Kali ini sebuah perusahaan rokok asal kota Malang, PT. Bentoel bersedia menjadi sponsor. Andi Darussalam, sekretaris Liga, mengakui bahwa Galatama hampir tenggelam dan suntikan dana dari Bentoel memberi dukungan yang sangat berarti bagi Galatama. Dana yang dianggarkan Bentoel untuk menyokong Galatama cukup banyak . Jumlah alokasi dana dari Bentoel untuk Galatama tidak kurang dari 350 juta rupiah. Di tengah tren penonton yang menurun, upaya Bentoel mendanai Galatama ini terbilang nekat. Kris Bintoro, kepala bagian promosi Bentoel, mengatidakan bahwa perusahaan melihat sepak bola masih bisa diandalkan sebagai media promosi, selain juga ingin mengankat kembali semarak yang ada di Galatama89.

Upaya dari Bentoel ini tentunya diimbangi dengan timbal balik wajib dari Galatama. Klub Galatama yang menjadi tuan rumah dalam laga kompetisi harus memasang umbul-umbul, spanduk, dan alat-alat promosi lainnya yang bertuliskan Bentoel. Liga juga harus mengupayakan agar setidaknya delapan pertandingan diliput penuh dan masuk siaran TV. Galatama tidak hanya menjadi penerima dana sponsor saja dari pihak Bentoel, tapi juga secara aktif sebagai agen penjualan produk rokok. Setiap klub ditargetkan menjual 50.000 pak rokok kepada penonton. Pemilik klub tidak kurang akal tentunya dengan penjualan ini. Setiap rokok akan dijual satu paket dengan karcis tertentu90.

Terlepas dari penjualan rokok, setiap klub tentunya berupaya mendapatkan penonton sebanyak mungkin. Semakin banyak penonton berarti semakin banyak

89Majalah Tempo, 3 Desember 1988, hal 40 90Ibid

xcii

pendapatan klub. Untuk memikat penonton agar datang ke stadion, selain rokok, klub juga menyediakan semacam undian berhadiah. Salah satu klub yang getol untuk urusan undian adalah BPD Jateng, pendatang baru di Galatama. Selain rokok yang sudah satu paket dengan tiket, BPD Jateng juga memberikan rumah BTN tipe 21, sepeda motor, sepeda BMX dan lainnya sebagai hadiah undian. Tidak heran penonton tampak berjubel setiap kali BPD Jateng bermain di kandang91.

Kompetisi XI dan XII tidak lagi mendapat bantuan dari sponsor. Klub kembali mengandalkan pemasukan dari penonton. Kompetisi XIII, sponsor kembali lagi ke Galatama. Sebuah perusahaan besar Spectrum dengan produk bernama Kodak sanggup membantu Liga membiayai kompetisi dengan dana 1,25 milyar rupiah. Bantuan dana terbesar yang pernah diterima Galatama. Sebagai konsekuensi, Spectrum menginginkan upaya promosi yang besar pula lewat Galatama, sehingga pada kompetisi XIII digunakan sistem double round robin,

setiap klub bertemu dengan lawan yang sama sebanyak empat kali dalam satu wilayah dalam babak penyisihan92.

Pendanaan dalam mengelola klub Galatama ada yang dilakukan secara mandiri. Sebagai contoh adalah Pelita Jaya. Klub yang berada dibawah asuhan Bakrie Bersaudara itu mampu sedikit mendobrak kelesuan yang dalam dua musim sebelumnya melilit Galatama. Yaitu kurang ketatnya persaingan antar tim dan sedikitnya penonton. Stadion Menteng Jakarta, tidak kurang didatangi 10.000

91Ibid, halaman 41

xciii

penonton dalam kompetisi, sejak Pelita Jaya turun ke liga. Ini bisa dijadikan sebagai tolak ukur pasang naik bagi Galatama.

Bahkan Abu Rizal, berani mengatakan bahwa dengan sepinya penonton Pelita Jaya masih tetap untung. Tidak ada klub Galatama lain yang berani bicara seperti ini. Sudah banyak contoh klub Galatama gulung tikar karena masalah keuangan. Ucapan Abu Rizal ini tidak asal-asalan, bukan dengan didukung Bakrie Bersaudara lantas klub ini jauh dari merugi. Kunci utama pembiayaan Pelita Jaya terletak pada multi sponsor. Tidak kurang dari 21 sponsor yang mengontrak Pelita Jaya dengan total pemasukan 300 juta rupiah93.

Klub ini turun ke lapangan dengan peralatan lengkap. Ada beberapa ribu suporter datang menggunakan kaos bertuliskan nama klub di setiap laga kandang. Para sponsor selalu mengelilingi pemain saat berlaga di kandang, terserak di stadion, berjejer dalam berbagai bentuk papan iklan. Misalnya: Panin Bank, Garuda Indonesia Airways, British Petrolium dan Indo Milk. Khusus Indo Milk, kontraknya bernilai 150 juta rupiah setahun, sebagai timbal balik, nama perusahaan susu ini terpampang jelas di bagian depan kostum Pelita Jaya. Selama setahun pengeluaran klub mencapai sektar 150 juta rupiah dengan demikian baru kali ini ada klub Galatama mampu mendapatkan laba, dalam jumlah besar pula. Abu Rizal menyebutkan bahwa dalam mengelola klub bola harus bisa menggabungkan 3 aspek: olahraga, bisnis, dan hiburan. Prinsip itulah yang selalu dipegang Bakrie Bersaudara dalam mengelola Pelita Jaya94.

Dokumen terkait