• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Merujuk kepada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan terdahulu berdasarkan fenomena-fenomena esensial di lapangan, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut.

1. Pemahaman Tentang Pendidikan Inklusif

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa guru di Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru dan SD Negeri Inpres VIM I belum paham pendidikan inklusif. Hal itu ditunjukan dengan indikasi-indikasi dimana guru belum memahami konsep pendidikan inklusif, melaksanakan penetapan standar kompetensi dan kompetensi dasar, menyusun silabus, penetapan kelender pendidikan dan jam pelajaran, keterlibatan guru dalam kurikulum yang berjalan, seting pembelajaran, penjabaran kelender pendidikan, penyusunan program pembelajaran persemester, penyusunan rencana pembelajaran, penyusunan program kurikuler dan ekstrakurikuler, pelaksanaan penilain pembelajaran, pelaksanaan kenaikan kelas, laporan kemajuan belajar anak, program perbaikan dan pengayaan pelajaran, sarana prasarana yang ada di sekolah, manajemen pembiayaan, manajemen lingkungan dalam hal ini hubungan sekolah dengan masyarakat dalam penyelenggaraan, manajemen lingkungan yakni hubungan sekolah dengan Sekolah Luar Biasa dan Sekolah Dasar Luar Biasa belum terlaksana secara inklusi.

282

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Selain indikasi-indikasi di atas, ketersedian Guru Pembimbing Khusus sangat diharapkan untuk membantu guru di sekolah regular. Guru Pembimbing khusus di harapkan dapat menjadi inisiator, fasilitator, monitoring, motivator dan dapat memberikan kontribusi yang besar dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus. Namun, sampai saat ini pemerintah belum dapat memfasilitasi pengadaan Guru Pembimbing Khusus (GPK) di sekolah penyelenggara inklusi.

Selain guru orang tua juga belum memahami konsep pendidikan inklusif. Keterbatasan itu akibat minimya informasi yang diperoleh dari guru, kurangnya sosialisasi dan pelatihan dari pihak terkait. Sehingga hal itu berdampak terhadap pemahaman orang tua. Oleh karena itu diperlukan suatu pemahaman yang baik dan lebih mendalam dalam bentuk penataran, pelatihan dan sosialisasi tentang pendidikan inklusif di sekolah penyelenggara.

2. Pemahaman Tentang Anak Berkebutuhan Khusus

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa guru di Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru dan SD Negeri Inpres VIM I belum paham tentang anak berkebutuhan khusus. Hal tersebut ditunjukan dengan indikasi-indikasi kurangnya pemahaman tentang konsep, cara mengidentifikasi, jenis-jenis, dan karakteristik anak berkebutuhan khusus. Penafsiran tentang konsep anak berkebutuhan khusus di artikan secara sempit, lebih melihat kecacatan secara fisik. Namun itulah persepsi guru, sebab mereka memberikan

283

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pendapat berdasarkan apa yang dilihat, bukan karena apa yang diperoleh dan dipelajari dari pihak penanggungjawab.

Pemahaman konsep tentang anak berkebutuhan khusus belum dipahami orang tua dengan baik. Ketidakpahaman akibat kurang komunikasi antara orang tua dengan guru, profesional dan sebaliknya. Orang tua memandang bahwa semua anak yang ada di sekolah memiliki kemampuan dan kebutuhan yang sama, sehingga tidak ada usaha dalam mengembangkan kemampuan berkaitan dengan pemahaman anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu sangat dibutuhkan pemberian informasi dari mereka yang memiliki tanggungjawab dan kewenangan berkaitan dengan pemahaman konsep anak berkebutuhan khusus.

3. Penerimaan Terhadap Pendidikan Inklusif

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa guru di Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru dan SD Negeri Inpres VIM I belum menerima pendidikan inklusif. Dibutuhkan penanaman konsep yang lebih baik melalui kegiatan-kegiatan seperti; penataran, sosialisasi dan pelatihan berkaitan dengan pendidikan inklusif. Sehingga akan tumbuh dan tertanam suatu sikap berkaitan dengan penerimaan pendidikan inklusif di sekolah.

Penerimaan anak terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di ketiga sekolah penyelenggara, bahwa anak tidak menerima pendidikan inklusif. Ketidakadaan penerimaan disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap konsep pendidikan inklusif dan konsep anak berkebutuhan khusus. Selain itu tidak adanya informasi yang diperoleh dari guru dan orang tua dalam kaitan dengan hal tersebut di atas.

284

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tanggapan orang tua berkaitan dengan penerimaan tentang pendidikan inklusif, bahwa secara keseluruhan orang tidak menerima pendidikan inklusif di sekolah tempat anak-anak mereka menempuh pendidikan.

4. Penerimaan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa guru di Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru dan SD Negeri Inpres VIM I belum menerima anak berkebutuhan khusus sekolah di sekolah tersebut. Bahwa, anak berkebutuhan khusus memiliki sekolah sendiri yang dapat menampung mereka untuk belajar, bukan di sekolah regular. Penolakan terhadap anak di sebabkan karena keterbatasanya pengetahuan berkaitan dengan konsep anak berkebutuhan khusus. Guru melihat anak berdasarkan kecacatannya, bukan kebutuhan belajar mereka. Pengetahuan guru terhadap anak berkebutuhan khusus masih sangat kurang.

Anak sekolah regular belum menerima anak berkebutuhan khusus untuk sekolah di sekolah mereka. Anak tidak menerima dan tidak berkomitmen memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk sekolah bersama-sama mereka. Konsep mereka bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki sekolah khusus untuk belajar. Ketidaksetujuan anak disebabkan kurangnya pemahaman pengetahuan pendidikan inklusif dan anak berkebutuhan khusus. Selain itu tidak adanya pengaruh yang diberikan oleh guru dan orang tua dalam kaitan dengan keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah.

Tanggapan orang tua berkaitan dengan penerimaan anak berkebutuhan khusus di sekolah, bahwa hampir secara keseluruhan orang tidak menerima anak

285

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berkebutuhan khusus sekolah di sekolah tempat anak-anak mereka bersekolah. Sikap itu muncul karena ketidakpahaman orang tua tentang anak berkebutuhan khusus. Orang tua beranggapan bahwa anak tersebut tepatnya di sekolah khusus, yaitu Sekolah Luar Biasa dan Sekolah Dasar Luar Biasa. Karena di sekolah tersebut mereka dapat ditangani oleh guru yang khusus pula.

5. Pelayanan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa guru di Sekolah Dasar Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru dan SD Negeri Inpres VIM I belum memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus mengikuti pembelajaran seperti anak pada umumnya, tanpa ada usaha guru dalam memodifikasi dan mengakomodasi kebutuhan belajar anak. Jika pembelajaran bagi anak dilakukan seperti itu di sekolah, maka anak berkebutuhan khusus akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan pembelajaran yang ada di sekolah regular. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah pemahaman yang lebih mendalam berkaitan dengan pelayanan anak. Kegiatan tersebut dapat dilaksanakan melalui penataran, pelatihan dan sosialisasi layanan anak berkebutuhan khusus secara bertahap, sehingga masalah-masalah yang di hadapi di sekolah berkaitan dengan layanan anak dapat di tangani dengan baik, dan tujuan pendidikan untuk semua dapat terwujud.

Kaitan dengan anak di sekolah regular, pelayanan yang sudah diberikan kepada anak berkebutuhan khusus masih terbatas berupa layanan pembelajaran, orientasi, mobilitas dan interaksi sosial. Namun secara keseluruhan dari ketiga

286

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sekolah disimpulkan bahwa anak belum memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.

Dalam memberikan layanan terhadap anak berkebutuhan khusus belum nyata partisipasi dari orang tua, sehingga disimpulkan bahwa orang tua belum memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus. Kurangnya informasi dari pihak sekolah kepada orang tua tentang layanan anak berkebutuhan khusus berdampak terhadap kontribusi yang berikan kepada anak. Orang tua memandang anak berkebutuhan khusus sama dengan anak-anak pada umumnya tanpa memperimbangkan kekhususan yang di alami setiap anak.

6. Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Inklusif

Berdasarkan hasil penelitian, maka faktor-faktor penghambat implementasi pendidikan inklusif di SD Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru, dan SD Negeri Inpres VIM I Kota Jayapura yang ditemukan dilapangan diuraikan sebagai berikut.

a. Kepesertadidikan; proses asesmen sampai dengan penempatan anak di kelas belum terlaksana.

b. Kurikulum; modifikasi kurikulum belum terlaksana.

c. Tenaga Pendidik; sumber daya manusia (ketersedian Guru Pembimbing Khusus) belum ada. .

d. Kegiatan Pembelajaran dalam pelaksanaannya belum inklusi.

e. Manajemen sekolah menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian belum berjalan dengan baik. f. Penilaian dalam seting inklusi belum terlaksana.

287

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

g. Pembiayaan dalam implementasi masih terbatas dan belum tranparansi. h. Pembiayaan yang diperuntukkan bagi SD Negeri Inpres Waena Permai dan

SD Negeri Inpres VIM I dalam operasional kegiatan pendidikan inklusif sudah dihentikan.

i. Sarana prasarana khusus untuk anak disabilitas belum memadai. j. Pemberdayaan lingkungan belum terlaksana dengan baik.

k. Belum tersedianya alat-alat khusus bagi anak berkebutuhan khusus.

l. Tidak tersedianya Sumber Daya Manusia berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah.

m. Aksesibilitas bagi anak berkebutuhan khusus masih sangat kurang.

n. Kurangnya dukungan pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah Kota Jayapura dan Provinsi Papua dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. 7. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Inklusif

Faktor-faktor pendudukung implementasi pendidikan inklusi di SD Negeri Inpres Waena Permai, SD YPK Yoka Baru, dan SD Negeri Inpres VIM I Kota Jayapura berdasarkan hasil penelitian adalah:

a. Sarana prasarana umum sudah baik.

b. Hubungan kerjasama antara guru, anak dan orang tua berjalan baik.

c. Kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan di sekolah sangat respon dan terbuka menerima kekurangan, berniat memperbaiki dan melanjutkan pendidikan inklusif di sekolah masing-masing.

288

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, kemudian disarankan kepada:

1. Sekolah Dasar

Sekolah menyelenggarakan pelatihan untuk kepentingan dilingkungan sekolah seperti pelatihan pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus, sikap penerimaan terhadap pendidikan inklusif, sikap penerimaan terhadap anak berkebutuhan khusus, dan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.

Usulan-usulan berkaitan dengan keikutsertaaan guru, orang tua dan anak dalam pelatihan seperti: kepesertadidikan; khususnya berkaitan dengan asesmen, modifikasi kurikulum, pengangkatan tenaga pendidik; khususnya Guru Pembimbing Khusus kepada pemerintah daerah setempat, pembelajaran inklusi, manajemen sekolah; menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian yang inklusi, penilaian dalam seting inklusi, bantuan rutin dan subsidi pembiayaan dalam implementasi pendidikan inklusif, sarana prasarana khusus untuk anak disabilitas, pemberdayaan lingkungan sekolah yang inklusi, alat-alat khusus bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah, pengadaan aksesibilitas dalam bentuk sarana prasarana bagi anak berkebutuhan khusus. Agar di kemudian hari penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat berjalan dengan baik, sehingga cita-cita pendidikan inklusif dapat tercapai di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

289

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Jayapura

Menyelenggarakan pelatihan dan mengikutsertakan guru, orang tua dan anak, dalam pelatihan seperti; pelatihan pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus, sikap penerimaan terhadap pendidikan inklusif, sikap penerimaan terhadap anak berkebutuhan khusus, dan pelayanan terhadap anak berkebuthan khusus.

Usulan-usulan berkaitan dengan: pelatihan pendidikan inklusif, pemahaman anak berkebutuhan khusus, penerimaan pendidikan inklusif, penerimaan anak berkebutuhan khusus, pelayanan anak berkebutuhan khusus, kepesertadidikan berkaitan dengan asesmen anak sampai dengan penempatan anak di dalam kelas, kurikulum dimodifikasi, pengangkatan tenaga pendidik di sekolah inklusi; seperti; Guru Pembimbing Khusus dan Guru Bimbingan konseling, pembelajaran dalam seting inklusi, manajemen sekolah menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian yang inklusi, penataran penilaian dalam seting inklusi, bantuan biaya tetap dan subsidi dalam implementasi pendidikan inklusif, pengadaan dan renovasi sarana prasarana dan aksesibilitas bagi anak berkebutuhan khusus, pemberdayaan lingkungan, pengadaan alat-alat khusus bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah.

3. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua

Menyelenggarakan dan mengikutsertakan guru, orang tua dan anak, dalam pelatihan seperti; pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus, sikap

290

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

penerimaan terhadap pendidikan inklusif, sikap penerimaan terhadap anak berkebutuhan khusus, dan pelayanan terhadap anak berkebuthan khusus.

Usulan-usulan dan keikutsertaaan dalam pelatihan seperti: pemahaman pendidikan inklusif, pemahaman anak berkebutuhan khusus, penerimaan pendidikan inklusif, penerimaan anak berkebutuhan khusus, pelayanan anak berkebutuhan khusus, kepesertadidikan berkaitan dengan asesmen anak sampai dengan penempatan anak di dalam kelas, kurikulum dimodifikasi, mengangkat tenaga pendidik dan di sekolah inklusi; seperti; Guru Pembimbing Khusus, pembelajaran dalam seting inklusi, manajemen sekolah menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian yang inklusi, pembelajaran seting inklusi, bantuan biaya rutin dan subsidi dalam implementasi pendidikan inklusif, pengadaan dan renovasi sarana prasarana dan aksesibilitas bagi anak berkebutuhan khusus, pemberdayaan lingkungan sekolah dalam konteks inklusi, pengadaan alat-alat khusus bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah, dan dukungan lain baik fisik maupun psihis dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.

4. Direktorat PK/LK Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

Sebagai alat evaluasi diri dalam mengambil kebijakan untuk memperbaiki dan mengembangkan penyelenggaran pendidikan inklusif di Provinsi Papua kearah yang lebih baik dan bijaksana. Hal-hal yang perlu dilakukan meliputi: menyelenggarakan pelatihan/penataran dan studi banding bagi guru dan orang tua serta usulan-usulan berkaitan dengan pemahaman pendidikan inklusif, pemahaman anak berkebutuhan khusus, penerimaan pendidikan inklusif,

291

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

penerimaan anak berkebutuhan khusus, pelayanan anak berkebutuhan khusus, kepesertadidikan berkaitan dengan asesmen anak sampai dengan penempatan anak di dalam kelas, kurikulum dimodifikasi, mengangkat tenaga pendidik dan di sekolah inklusi; seperti; Guru Pembimbing Khusus, pembelajaran dalam seting inklusi, manajemen sekolah menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, dan penilaian di sekolah inklusi, penilaian dalam seting inklusi, mengalokasikan bantuan dana rutin dan subsidi untuk pembiayaan implementasi pendidikan inklusif, pengadaan dan renovasi sarana prasarana untuk aksesibilitas anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi, pemberdayaan lingkungan, dan pengadaan alat-alat khusus bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi.

5. Peneliti Lain

Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Pendidikan Kebutuhan Khusus, kususnya yang berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif. Bahwa dalam penyelenggara pendidikan inklusi perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: pemahaman guru dan orang tua tentang pendidikan inklusif, pemahaman guru dan orang tua tentang anak berkebutuhan khusus, penerimaan guru, anak dan orang tua tentang pendidikan inklusif, penerimaan guru, anak dan orang tua tentang anak berkebutuhan khusus, pelayanan guru, anak dan orang tua tentang pendidikan inklusif, faktor pendukung implementasi pendidikan inklusif, dan faktor penghambat implementasi pendidikan inklusif. Sehingga penyelenggaraan pendidikan inklusif yang merupakan salah satu inovasi dalam bidang pendidikan di Indonesia dapat terlaksana dengan baik.

292

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (1996). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Bogdan C. Dan Biklen S.K. (1982). Qualitative Research for Education An

Introduktion To theory and method. Boston: Allinand bacon inc.

Creswell W. Jonh. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,

dan Mixed). Edisi Ketiga Cetakan I. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa. (2006b). Manajemen Sekolah Dalam

Pendidikan inklusif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Direktorat PSLB. (2009). Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

Echols John, M. & Shadily Hassan. (1996). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

Johsen, Berit H dan Miriam D. Skjorten. (2003). Pendidikan Kebutuhan Khusus

Sebuah Pengantar. Bandung: Unipub Forlag.

http://www.geogle.com/kelas inklusif.htm, diakses tanggal 12 Februari 2012. http://sutriyani.blogspot.com/2009/05/manajemen-strategik-dalam-peningkatan.

html /26 September 2011.

(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/19601015198710 1-ZULKIFLI_SIDIQ/PENDIDIKAN_INKLUSIF_SUATU_STRATEGI_ MENUJU_PENDIDIKAN_UNTUK_S.pdf/10 Mei 2012.

Iskandar. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kualitatif dan

Kuantitatif). Cetakan Kedua. Jakarta: Gaung Persada Prees.

Kurniaty. (2010). Implementasi Layanan Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar 9

Mutiara Bandung. Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu

293

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Lehmann Kay. (2010). Leamer Satisfaction in Online Learning by Traci Skog A

Research Paper Submitted in Pmiial Fulfillment of the Requirements for the Master of Science Degree In Education Approved. 2 Semester

CreditsThe Graduate School University of Wisconsin-Stout.

Mahmud M. (2004). Layanan Bimbingan Bagi Anak berkebuthan Khusus di

Sekolah dasar. Pedagogoa Jurnal Ilmu Pendidikan. (2) Nomor 1, April

2004, (ISSN 1693-5276), 33-45.

Maleong L. J. (1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Debdikbut Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kerja Kependidikan.

Munir Mahmud & Novia Windy. (2006). Kamus Lengkap Inggris-Indonesia

Indonesia-Inggris. Surabaya: Kashiko.

Nasir Moh. (2009). Metode Penelitian. Cetakan Ketujuh. Bandung: Ghalia Indonesia.

Nasution, S. (2003). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Nomor 17 tahun 2010 Tentang

Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Jakarta: PPRI.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. (2009) Nomor 70 tahun 2009 Tentang Pendidikan inklusif bagi peserta didik yang Memiliki

kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

Jakarta: Permendiknas.

Permendiknas . (2009). No 70 Tahun 2009. Tentang Pendidikan inklusif Bagi

Anak Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan atau Bakat Khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Salamanca. (1994). Pernyataan salamanca dan Kerangka aksi Mengenai

Pendidikan kebutuhan khusus Konferensi dunia Tentang pendidikan kebutuhan khusus: Akses dan kualitas. (diterjemahkan oleh Didi Tarsidi).

Spanyol, 7-10 juni 1994.

Semiawan, C. (1978). Lingkungan belajar yang mengundang suatu pendekatan

bermakna dalam meningkatkan perkembangan anak retardasi mental.

Disertasi. Jakarta: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Soedijarto. (2000). Pendidikan nasional sebagai wahana mencerdaskan

kehidupan bangsa dan membangun peradaban negara-bangsa (Sebuah

294

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Smith, J. David (Editor ahli : M. Sugiarmin dan Mif Baihaqi). (2006). Inklusi

Sekolah Ramah Untuk Semua. Bandung :Seri Pencerdasan.

Somad, P dan Hemawati, T. (1996). Ortopedagogik Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud Dikti.

Sudjana D. (2007). Sitem dan Manajemen Pelatihan Teori dan Aplikasi. Bandung: Penerbit Falah.

Sudjana. (2002). Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.

Sugiono. b. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sujana Nana. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Jakarta :PT Remaja Rosda Karya.

Sunanto Juang. (2012). Media Dunia Disabilitas (diffa). Nomor 14-Februai 2012. Tim Redaksi Fokusmedia. (2003). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional

(No. 20 Tahun 2003). Bandung: Fokusmedia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. (2003). Sistem

Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik

Indonesia.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

295

Irwanto Paerunan, 2012

Implementasi Pendidikan Inklusif Di Sekolah Dasar X, Y, Dan Z Kota Jayapura Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

RIWAYAT HIDUP

IRWANTO PAERUNAN, anak sulung dari delapan bersaudara yang dilahirkan di Ambon, pada tanggal 25 Agustus 1970. Anak dari pasangan Soediro dan Yohana Nurnianingsih (almarhum). Menamatkan pendidikan pertamanya di TK Benteng Kota Ambon, kemudian melanjutkan pendidikan di SD V Kota Madya Ambon sampai kelas dua, ketika naik kelas tiga pindah ke SD Negeri 146 Pangli dan lulus pada tahun 1984. Tamat dari SD melanjutkan ke SMP Negeri Bori dan selesai pada tahun 1987, kemudian melanjutkan ke SPG Kristen Rantepao dan selesai pada tahun 1990. Tahun 1990 kuliah di SGPLB Negeri Bulurokeng Ujung Pandang, dan tahun 1991 melanjutkan ke IKIP Ujung Pandang dan selesai pada tahun 1996. Melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2010 dengan konsentrasi pendidikan Jurusan Pendidikan Kebutuhan Khusus (PKKh).

Sejak sekolah hingga sekarang penulis aktif dikegiatan OSIS, Pramuka, HMJ PLB Ujung Pandang, PMKO, FKM Sekolah Pascasarjana UPI, dan terlibat dalam lomba karya inovasi produktif. Tahun 1996 mendapat juara II tingkat Nasional LKIP pada PIMNAS ke-9 di UTS Surabaya. Sementara ini bekerja di SLB Negeri Pembina Tingkat Provinsi Papua mulai tahun 1999 sampai sekarang.

Dokumen terkait