A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis, temuan, dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa kesimpulan berikut. 1. a. Secara keseluruhan terdapat perbedaan rata-rata kemampuan koneksi
matematis ketiga kelompok pembelajaran (PPMG, PPMK, dan PB) dan masing-masing terjadi peningkatannya. Siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran PPMG memperoleh rata-rata kemampuan koneksi matematis sebesar 29,045sebelumnya9,375 (N-Gain KKM sebesar 0,326) sementara siswa yang telah mendapat pembelajaran PPMK memperoleh rata-rata kemampuan koneksi matematis sebesar 26,857 sebelumnya 11,519 (N-Gain KKM sebesar 0,260) dan siswa yang telah mendapat pembelajaran PB atau konvensional memperoleh rata-rata kemampuan koneksi matematis sebesar 24,782 sebelumnya 9,316 (N-Gain KKM sebesar 0,279) dengan skor ideal KKM adalah 70.
b. Kualitas peningkatan KKM siswa berdasarkan kategori Hake (1999:1),
yang mendapat pembelajaran PPMG termasuk dalam kategori sedang (0,3 < g ≤ 0,7) sementara peningkatan KKM siswa yang mendapat
pembelajaran PPMK dan pembelajaran PB termasuk dalam kategori rendah (g ≤ 0,3).
c. Uji signifikansi perbedaan peningkatan KKM siswa antara ketiga kelompok pembelajaran berdasarkan level sekolah terdapat perbedaan
270
rata-rata peningkatan KKM untuk siswa sekolah level tinggi. Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan rata-rata peningkatan KKM berdasarkan pembelajaran dilakukan uji Scheffe diperoleh tidak terdapat perbedaaan rata-rata peningkatan KKM antara pembelajaran PPMK dengan pembelajaran PB. Perbedaan terjadi pada rata-rata peningkatan KKM untuk pembelajaran PPMG dengan pembelajaran PPMK dan pembelajaran PPMG dengan pembelajaran PB. Selain itu untuk sekolah level sedang tidak ada perbedaan rata-rata peningkatan KKM siswa.
d. Uji signifikansi perbedaan peningkatan KKM siswa antara ketiga kelompok pembelajaran berdasarkan kategori KAM terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata peningkatan KKM siswa. Untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan rata-rata peningkatan KKM berdasarkan pembelajaran dilakukan uji Scheffe diperoleh tidak terdapat perbedaan rata-rata peningkatan KKM antara pembelajaran PPMK dan pembelajaran PPMG. Perbedaan terjadi pada rata-rata peningkatan KKM siswa untuk pendekatan pembelajaran PPMG dengan pembelajaran PB dan pembelajaran PPMK dengan pembelajaran PB.
2. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PPMG, PPMK, dan PB) dengan level sekolah (tinggi, dan sedang) terhadap peningkatan KKM siswa. Hal ini juga dapat diartikan bahwa interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan koneksi
271
matematis lebih disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran yang digunakan dan perbedaan level sekolah.
3. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PPMG, PPMK, dan PB) dengan kemampuan awal matematika (KAM baik, KAM cukup dan KAM kurang) terhadap peningkatan KKM siswa. Hal ini juga dapat diartikan bahwa interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan KAM tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap perbedaan peningkatan KKM siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran yang digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.
4. a. Secara keseluruhan terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kemandirian belajar siswa pada ketiga kelompok pembelajaran (PPMG, PPMK, dan PB)
dan masing-masing terjadi peningkatannya. Siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran PPMG memperoleh rata-rata kemandirian
belajar siswa (KBS) dalam matematika sebesar 137,94sebelumnya130,94 (N-Gain KBS sebesar 0,106) sementara siswa yang telah mendapat
pembelajaran PPMK memperoleh rata-rata KBS sebesar 133,72 sebelumnya 126,93 (N-Gain KBS sebesar 0,097) dan siswa yang telah mendapat pembelajaran PB atau konvensional memperoleh rata-rata KBS sebesar 126,90 sebelumnya 124,25 (N-Gain KBS sebesar 0,038) dengan skor ideal KBS adalah 195.
b. Kualitas peningkatan KBS berdasarkan kategori Hake (1999: 1), yang mendapat ketiga pembelajaran termasuk dalam kategori rendah (g ≤ 0,3).
272
c. Berdasarkan uji signifikansi perbedaan peningkatan KBS antara ketiga kelompok pembelajaran berdasarkan level sekolah diperoleh hasil terdapat perbedaan rata-rata peningkatan KBS untuk siswa sekolah level tinggi dan siswa sekolah level sedang.
d. Sementara hasil uji signifikansi perbedaan peningkatan KBS antara ketiga kelompok pembelajaran berdasarkan kategori KAM diperoleh tidak terdapat perbedaan secara signifikan peningkatan KBS dalam matematika. 5. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PPMG, PPMK, dan PB)
dengan level sekolah (tinggi, dan sedang) terhadap peningkatan KBS. Hal ini juga dapat diartikan bahwa interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap perbedaan peningkatan KBS.
6. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran (PPMG, PPMK, dan PB) dengan KAM terhadap peningkatan KBS. Hal ini juga dapat diartikan bahwa interaksi pendekatan pembelajaran dengan KAM siswa tidak berpengaruh secara bersama-sama dalam peningkatan KBS. Perbedaan peningkatan KBS disebabkan oleh perbedaan pendekatan pembelajaran yang digunakan bukan karena KAM siswa.
7. Gambaran kinerja siswa secara umum dalam menyelesaikan soal adalah: kurang memahami atau kurang teliti pertanyaan dalam soal, sehingga jawaban siswa kurang lengkap; keliru dalam menginterpretasi suatu grafik garis lurus; masih lemah dalam mengubah soal cerita ke dalam bentuk model matematika; kekurang hati-hatian dalam menjawab soal sehingga salah dalam
273
perhitungan; dan kurang refleksi diri untuk memeriksa kembali apa yang telah dikerjakan. Pada kemampuan koneksi matematis siswa masih lemah dalam menentukan gradien dari grafik persamaan garis lurus yang diketahui dan masih kurang dalam menyelesaikan sistem persamaan linier dua variabel karena masih lemah dalam mengubah soal cerita ke dalam bentuk model matematika. Kekeliruan siswa pada masing-masing aspek seragam, yaitu kurang memahami penggunaan konsep menggambar grafik, menentukan gradien persamaan garis lurus, menentukan persamaan garis lurus dan membuat model matematika dan penyelesaiannya.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa pendekatan pembelajaran PPMG, telah berhasil meningkatkan KKM siswa secara signifikan dan lebih tinggi daripada pembelajaran PPMK dan pendekatan pembelajaran PB. Pendekatan pembelajaran PPMG, telah berhasil juga meningkatkan KKM siswa matematika secara signifikan dan lebih tinggi daripada pembelajaran PPMK dan pendekatan pembelajaran PPMK lebih tinggi peningkatan KKM dari pada pendekatan pembelajaran PB. Walaupun demikian, tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis, ditinjau dari interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah dan interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan KAM siswa. Hasil ini dapat ditinjau dari pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol, level sekolah, dan kategori KAM siswa. Berikut ini dikemukakan beberapa implikasi dari kesimpulan tersebut.
274
1. Dari empat aspek yang diukur, berdasarkan temuan di lapangan terlihat bahwa kemampuan menentukan persamaan garis lurus dengan N-gain KKM adalah 8,240 yang terendah masih kurang memuaskan untuk pembelajaran PPMG. Hal ini disebabkan siswa terbiasa dengan selalu memperoleh soal-soal yang langsung menerapkan rumus-rumus persamaan garis lurus yang ada dibuku, mendapatkan soal yang mirip atau bahkan sama dengan yang sudah disajikan oleh guru sebelumnya, sehingga ketika diminta untuk memunculkan ide mereka sendiri untuk menentukan persamaan garis lurus diketahui gambar dari garis lurus, maka sulit bagi siswa untuk menyelesaikannya sehingga diperoleh kesalahan interpretasi menentukan titik pada gambar dari garis lurus tersebut. Ditinjau ke indikator, indikator memahami hubungan representasi konsep grafik ke konsep titik dalam matematika yang masih kurang.
2. Terkait dengan kemandirian belajar siswa (KBS) terhadap matematika, sebagaian besar siswa masih terlihat belum berani untuk menyatakan pendapatnya dengan tegas, terlihat dari hasil temuan penelitian peningkatan N-Gain KBS termasuk dalam kategori rendah (g< 0,3). Padahal di pilihan jawaban dari pernyataan skala kemandirian belajar tidak ada pilihan yang netral. Hal ini setelah ditelusuri dengan wawancara, siswa belum terbiasa untuk mengemukakan pendapat yang terkait dengan budaya. Artinya selama ini siswa terbiasa dengan budaya hanya menurut apa yang diinginkan oleh guru atau orang yang lebih tua, mereka belum terbiasa diberi kebebasan dalam mengemukakan pendapat atau jalan pikiran mereka sendiri, sehingga memunculkan sifat ragu-ragu, tidak percaya diri dan selalu minta petunjuk
275
dalam menentukan sikap terhadap sesuatu. Perlu ditindaklanjuti indikator mencari sumber belajar yang relevan untuk ketiga pendekatan pembelajaran umumnya peningkatannya terendah. Perlu diperhatikan juga saat pemberian skala kemandirian belajar dari segi waktu dan kondisi hati siswa.
3. Pendekatan pembelajaran PPMG dan PPMK dapat diterapkan pada kedua level sekolah (tinggi dan sedang) dan pada ketiga kategori KAM (KAM baik, KAM cukup dan KAM kurang) untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis, dan kemandirian belajar siswa SMP.
C. Keterbatasan
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut.
1. Siswa belum terbiasa dengan pembelajaran PPMG grup dan PPMK klasikal sehingga efektivitas kerjasama dan efisiensi waktu yang digunakan pada awal pembelajaran belum tercapai sebagaimana yang diharapkan. Kondisi ini mengalami perbaikan seiring pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan PPMG dan PPMK.
2. Keterbatasan pembelajaran PPMG dan PPMK meskipun lebih efektif dari pembelajaran PB atau konvensional, hanya mampu meningkatkan KKM dan KBS dalam hal beberapa indikator saja, keterbatasan ini disebabkan penguasaan berbagai keterampilan yang melekat pada indikator tersebut memerlukan waktu dan latihan terus menerus, terutama bagi siswa kelas VIII SMP sebagai awal berpikir formal atau peralihan dari berpikir konkrit ke berpikir abstrak.
3. Siswa juga belum terbiasa menyelesaikan soal-soal yang disusun dalam bentuk cerita. Hal ini mendorong peneliti untuk lebih sering memberikan
276
intervensi dan scaffolding kepada siswa melalui pertanyaan-pertanyaan arahan pada awal pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran PPMG dan pembelajaran PPMK. Kendala yang juga muncul adalah rendahnya kemampuan siswa dalam menggunakan simbol/variabel untuk mengaitkan antara apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pada setiap masalah yang diberikan.
4. Materi matematika dalam penelitian ini adalah Persamaan Garis Lurus dan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Materi ini hanya dua dari sekian banyak materi matematika yang diajarkan pada semester ganjil di kelas VIII SMP. Hal ini memberi peluang untuk mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran PPMG dan pembelajaran PPMK untuk materi matematika lainnya.
D. Rekomendasi
Berdasarkan hasil-hasil dalam penelitian ini, peneliti mengemukakan beberapa rekomendasi, terdiri dari rekomendasi teoritis, rekomendasi praktis bagi guru, dan rekomendasi riset.
Rekomendasi Teoritis yaitu,
1. Berdasarkan hasil temuan di lapangan ternyata indikator mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur masih merupakan indikator yang memperoleh tingkat capaian terendah. Oleh karena itu perlu adanya suatu usaha latihan terencana dengan pemberdayaan potensi diri siswa agar dapat memunculkan ide atau mengemukakan pendapatnya sendiri. Untuk mengeplorasi ide siswa, hendaknya guru lebih sering memberi siswa soal yang
277
non rutin atau soal yang dapat mengaitkan konsep matematika dengan kalimat sederhana yang menuntut siswa untuk menggunakan caranya sendiri dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.
2. Mengigat karakteristik pendekatan pembelajaran PPMG atau PPMK yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan kemampuan matematika yang lain seperti kemampuan pemecahan masalah, kemampuan representasi, kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi matematik dan nilai-nilai afektif lainnya yang dapat dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran metakognitif.
Rekomendasi Praktis Bagi Guru yaitu,
3. Pembelajaran PPMG dan PPMK baik untuk sekolah level tinggi dan sedang dapat meningkatkan KKM siswa serta membentuk lebih lanjut KBS terhadap matematika. Oleh karena itu hendaknya pembelajaran ini terus dikembangkan di lapangan dan dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran matematika yang membuat siswa terlatih dalam memecahkan masalah melalui proses merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi hasil kerjanya selain guru sebagai fasilitator tetap memperhatikan KAM yang dimiliki siswa agar mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Peran guru sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan bertanya, kemampuan berdiskusi dan memandu kemadirian belajar di kelas dan di rumah, serta kemampuan dalam memberikan umpan balik dan menyimpulkan, di samping itu kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki guru.
278
4. Agar dapat mengimplementasikan pembelajaran PPMG dan PPMK di kelas, guru perlu mempersiapkan bahan ajar yang mempetimbangkan karakteristik siswa serta membuat antisipasi dari dugaan-dugaan respon siswa yang mungkin muncul dari siswa, sehingga guru dapat memberikan scaffolding atau intervensi yang tepat dari segi waktu dan situasi untuk kondisi siswa. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang disusun hendaknya membuat indikator yang ingin dicapai serta hadirkan masalah yang menantang dan menarik bila perlu memunculkkan konflik kognitif dalam diri siswa, sehingga memotivasi siswa untuk memberdayakan potensi diri dan penyelidikan dalam memperoleh pengetahuan baru yang lebih bermakna.
5. Sehubungan dengan syarat yang harus dimiliki oleh guru di atas, agar pembelajaran di kelas menjadi kondusif juga dapat mendukung siswa berpikir efektif dan mempemperluas konsepsi mereka tentang berpikir koneksi matematis dalam pembelajaran perlu menggunakan peta konsep, dengan peta konsep hasil kerja akan terarah dan pembentukan pemikiran siswa dalam penanaman konsep mudah dibentuk.
Rekomendasi Riset yaitu,
6. Penerapan pendekatan pembelajaran, PPMG dan PPMK hendaknya memperhatikan faktor kategori level sekolah. Di sekolah kategori sedang, bahan ajar yang memuat langkah-langkah terstruktur seperti tahap diskusi awal, tahap kemandirian belajar dan tahap reflektif dan kesimpulan sangat diperlukan guru yang membantu proses belajar siswa. Sedangkan pada sekolah level tinggi, langkah-langkah tersebut di atas dapat disederhanakan
279
guna memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekplorasi strategi mereka sendiri agar berkembang. Andaikan bermaksud untuk sekolah level rendah tahap-tahap tersebut diberi petunjuk (Hint) dalam bentuk pertanyaan atau catatan penting agar siswa termotivasi. Hal ini dapat memudahkan guru untuk melakukan pembimbingan ketika siswa kurang memahami masalah dalam melaksanakan proses pemecahan masalah koneksi matematis tersebut. 7. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pembelajaran PPMG atau
pembelajaran PPMK berdampak positif bagi siswa kategori KAM baik, KAM cukup dan KAM kurang terhadap peningkatan KKM dan peningkatan KBS terhadap matematika. Bagaimana dengan peningkatan kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif dan belief serta korelasinya dengan KAM siswa sangat menarik untuk dikaji lebih dalam.
8. Peneliti selanjutnya hendaknya dapat menggali lebih jauh tentang peningkatan kemampuan berpikir koneksi matematis melalui kolaborasi antara pembelajaran PPMG, pembelajarn PPMK dan pembelajaran konvensional pada siswa sekolah level rendah dan tingkat kemampuan awal matematika rendah. Peneliti selanjutnya hendaknya juga dapat mengembangkan penelitian ini pada siswa level sekolah tinggi dan siswa level sekolah sedang dengan mengutamakan penyusunan bahan ajar yang sesuai dengan permasalahan dan indikator dengan menghadirkan soal-soal non rutin atau hadirkan soal dengan solusi membutuhkan keterkaitan antar konsep yang tidak langsung menggunakan rumus, dan lain sebagainya yang membutuhkan perhatian dan mewarnai kehidupan siswa dalam membentuk karakter siswa atau bangsa.
Daftar Pustaka
Arends, R.I. (1997). Classroom Instruction and Management. Boston: McGraw Hill.
Arikunto, S. (2005). Dasar-dasar Evakuasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
Arnawa, I.M (2006). Meningkatkan Kemampuan Pembuktian Mahasiswa dalam Aljabar Abstrak melalui Pembelajaran Berdasarkan Teori APOS. Desertasi pada PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Ausubel, D.P (1963). The Psychology of Meaningful Learning. New York : Grune and Stratton.
Azwar, S. (2007). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bandura, A. (1977). Self-efficacy: The exercise of control. New York: W. H. Freeman
& Company.
Banihashemi, S.S.A.(2003). “Connection of Old and New Mathematics on Works of Islamic Mathematician with a Look to Role of History of Mathematics on Education of Mathematics.” [Online]. Informing Science. Tersedia:
http://proceedings.informingscience.org/IS2003Proceedings/docs/009Banih. pdf [2 April 2009].
Bell, F.H. (1993). Teaching and Learning Mathematics. IOWA : WCB.
Bergeson, T. (2000). Teaching and Learning Mathematics: Using Research to Shift From the “Yesterday” Mind to the “Tommorow” Mind. [Online]. Tersedia: www.k12.wa.us. [20 April 2009].
Blosser, P.E. (1990). Research matters to the Science Teacher No.9001. Using Question In Science Classrooms. Columbus, OH: Professor of Science Education, Ohio State University.
Bruner, J, Alison, J and Kathy, S (1976). Its Role in Development and Evaluation. New York : Basic Books.
Campbell, L, et al. (1996). Teaching and Learning Through Multiple Intelligences. Massachussets : Alyn and Bacon
Carr, R.A. (1981). Theory and Practice of Peer Counceling. Ottawa : Canada Employment and Immigration Commission.
Carr, W and Kemmis, S. (1989). Being Critical : Education, Knowledge, and Action Reseach. London : Falmen Press.
281
Cardelle, M.E. (1995). Effect of Teaching Metacognitive Skills to Student with low Mathematics Ability. In M.J. Dunkin & N.L. Gage (Eds), Teaching and Teacher Education : An International Journal of Reseach and Studies 8, 109-111. Oxford : Pergamon Press.
Carter, T.D. (2005). Peer Counseling: Roles, Functions, Boundaries. ILRU Program. [Online]. Tersedia: http://www.peercounseling.com. [28 Mei 2010].
Cowie,H, and Wallace, P (2000). Peer Support in Action: From Bystanding to Standing By. London : Sage Publications.
Coxford, A.F. (1991).Geometry from Multiple Perspectives. Curriculum and Evaluation Standart for Scholl Mathemaics Addenda Series. Grades 9-12, edited by Cristian R. Hirsh. reston, Va : NCTM.
Coxford, A.F. (1995). “The Case for Connections”, dalam Connecting Mathematics across the Curriculum. Editor: House, P.A. dan Coxford, A.F. Reston, Virginia: NCTM.
Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitative & Quantitative Approaches. California: Sage Publications, Inc.
Cuoco, A.A., Goldenberg, E.P., Mark, J. (1995). Connecting Geometry with the Rest of Mathematics, dalam Connecting Mathematics across the Curriculum. Editor: House, P.A. dan Coxford, A.F. Reston, Virginia: NCTM.
Dahar, R.W (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. of How Children Learn Mathematics: Journal for Research in Mathematics Education, Vol.27, No.1, January 1996, 100-106.
Davis (1996). One Very Complete View (Though Only One)
De Bock, D.,Verschaffel, l., and Janssens.(1998). The Predominance of The Linier Model in Secondary Schoo Student’s Solution of Word Problem Involving Length and Area of Similar Plane Figures, Educational Studies in Mathematics, 35, 65-83.
De Corte, E., and Somers, R.(1982). Estimating The Outcome of a Task as a Heuristic Strategy in Arithmetic Problem Solving: A Teaching Experiment with Sixth graders, Human learning, 1, 105-121.
282
De Corte, E., Verschaffel, L., Van Coillie, V. (1988). Influence of Number Size, Problem Structure and Response Mode on Children’s Solution of Multipli-cation Word Problems, Journal of Mathematical Behavior, 7, 197-216. De Corte, E., Greer, B., and Verschaffel, L.(1996). Psychology of Mathematics
Teaching and Learning, in D.C Berliner & R.C. Calfee (Eds.), Hand Book of Educational Psychology (pp. 491-549). New York: Macmillan.
De Lange (1987). Mathematics Insight and Meaning. OW. & OC. Utrecht.
Dixon, Wilfrid J., Massey, Jr Frank J.(1983). Introduction to Statistical Analysis. Fourth Edition. Los Angeles: Mc. Graw-Hill, Inc. All Right reserved.
Eggen, P.D and Kauchak, D (1996). Education Psychology: Classroom Connections. New York: Macmillan Publishing Company.
Ernest, P.(1991). The Philosopy of Mathematics Education. London: The Falmer Press.
Emilia, E. (2008). Menulis Tesis dan Disertasi. Alpabeta : Bandung
Fauzi, A, Suryadi, D (2010). Pedagogogical Content Knowledge (PCK) melalui Peran Guru dan Konteks dalam Antisipasi Didaktis dan Pedagogik (ADP) Menuju Matematika Abstrak. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional, tanggal 27 Novmber 2010 di Yogyakarta.
Fauzi, A, dan Sabandar, J (2010). Pembentukan Lanjut Kemandirian Belajar dalam Mengembangkan Kebiasaan Berpikir Siswa SMP dengan Pendekatan Metakognitif. Pedagogik : Jurnal Ilmu Kependidikan Kopertis Wilayah I Sumatera Utara; ISSN N0. 1907-4077 : Kopertis Wilayah I NAD-Sumatera Utara.
Fisher, K.W. and Danies (1980). A Theory of Cognitive Development : The Control and Construction of Hieracies of Skill, Psycology Review, 447-531.
Flavell, J. (1976). Metacognitive Aspects of Problem Solving. In L. Resnick, (Ed.), The nature of intelligence (pp. 231-235). Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Freudenthal, Hans (1973). Mathematics as an Education Task. Dordrecht : D.Reidel Publishing Co.
Garrison, D.R, Anderson, T, and Archer, W (2001). Critical Thingking and Computer Conferencing : A Model and Tool to Assec Cognitive Presence. [Online]. Tersedia: http://communitiesofinquiry.com/documents/ CogPres Final.pdF [20 Maret 2010].
283
Glading, S.T. (1995). Group Work: A Counseling Specialty. Englewood Cliffs: Prentice-Hall.
Goldin, G.A. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem Solving. Dalam L.D English (Ed). Handbook of International Research in Mathematics Education (IRME). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Goos, M. and Geiger, V (1995). Metacognitive Activity and Collaborative
Interaction in The Mathematics Education Research Group of Australia, Darwin, July 7-10-1995.
Goos, M. (1995). Metacognitive Knowledge, Belief, and Classroom Mathematics. Eighteen Annual Conference of The Mathematics Education Research Group of Australasia, Darwin, July 7-10 1995.
Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Woodland Hills: Dept. of Physics, Indiana University. [Online]. Tersedia: http://www.physics. ndiana.du/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [3 Januari 2011].
Hodgson, T.(1995). “Connections as Problem-Solving Tools”, dalam Connecting Mathematics across the Curriculum. Editor: House, P.A. dan Coxford, A.F. Reston, Virginia: NCTM.
Hudojo, H. (2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI, Edisi Khusus.
Israel, Susan et al. (2005). Metacognition in Literacy Learning. Theory, Assesment, Instruction and Professional development.Lawrence Erlbaum Associates, Publishers : London.
Ito-Hino, K. (1995). Students’ Reasoning and Mathematical Connections in the Japanese Classroom, dalam Connecting Mathematics across the Curriculum. Editor: House, P.A. dan Coxford, A.F. Reston, Virginia: NCTM.
Izsak, A. and Sherin, M.G. (2003). Exploring the Use of New Representations as Resources for Teacher Learning. School Science and Mathematics, 1, 103. Jacob, C. (2000). Belajar Bagaimana untuk Belajar Matematika: Suatu Telaah
Strategi Belajar Efektif_Prosiding_Seminar Nasional Matematika: Peran Matematika Memasuki Millenium III. ISBN: 979-96152-0-8; 443-447. Jurusan Matematika FMIPA ITS Surabaya, 2 November 2000.
Joyce, B. and Weil, M. (2000) Models of Teaching. New Yersey: Prentice Hall Inc.
284
Jendriadi. (2009). Keefektifan Pembelajaran Membaca melalui Strategi Bertanya (Question Only strategy) bagi Peningkatan Kemampuan Pemahaman Wacana dan Berpikir Kritis Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Tesis pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Johnson, D.W and Johnson, R (1981). Effect of Cooperative Competitive and Individualistic Goal Structures on Achievenment : A Meta Analysis Pshchological Bulletin, 89, (47-62).
Johnson, K.M. and Litynsky, C.L. (1995). Breathing Life into Mathematics, dalam Connecting Mathematics across the Curriculum. Editor: House, P.A. dan Coxford, A.F. Reston, Virginia: NCTM.
Kadir, (2010). Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Komunikasi Matematik, dan Keteramilan Sosial Sisw SMP. Disertasi pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.