• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Sejumlah kesimpulan yang dapat dituangkan dalam rangka menjawab rumusan permasalahan kajian ini, adalah :

Bagaimana kecenderungan peran remitansi TKI-Purna terhadap peningkatan kesejahteraan TKI-Purna dan keluarganya?

1. Berdasarkan serangkaian data yang dikumpulkan selama kajian ini, maka dapat diketahui bahwa para TKI-Purna yang berpredikat dan/atau dapat disebut sebagai TKI yang relatif sukses, dengan masa juang/kerja sekurang-kurangnya selama 3 tahun, mereka dapat memenuhi kebutuhan primernya, bahkan juga kebutuhan sekundernya, baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya (baik yang hanya bisa dinikmati oleh keluarga batih maupun sampai ke keluarga inti/besar). Dalam perspektif ini dapat dipahami apabila kesuksesan TKI (yang sekarang telah menjadi TKI-Purna), dalam jangka pendek, atau yang sampai dengan saat ini dapat dirasakan, adalah

meningkatkan kesejahteraan TKI-Purna beserta keluarganya, yang ditandai oleh dapat terpenuhinya sejumlah kebutuhan (sekurang-kurangnya 3 kelompok kebutuhan dari 7 kelompok kebutuhan yang dapat diientifikasi) sebagaimna diuraikan pada beberapa tabel pada sub bab 5.2.

2. Berdasarkan tabulasi data dari jawaban responden yang dikemukakan secara verbal di sepanjang berlangsungnya wawancara terstruktur juga dapat diketahui bahwa tidak kurang dari 78 orang dari 90 orang (78,67%) menyatakan bahwa dirinya dan keluarganya mengalami peningkatan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bermuara pada meningkatnya kesejahteraan mereka. Maka Tim Peneliti membangun asumsi bahwa dalam jangka pendek (mulai menjadi TKI sampai dengan 5 tahun pasca menjadi Purna) terjadi peningkatan kesejahteraan pada diri TKI-Purna beserta keluarganya (catatan: bagi TKI-TKI-Purna yang sukses).

3. Asumsi ini dibangun di atas ketetapan metodologis kajian ini, bahwa yang menjadi populasi kajian ini adalah kelompok TKI-Purna yang dapat dikatakan

relatif sukses. Pada saat yang sama tentu Tim peneliti menyadari bahwa di samping ada kelompok TKI-Purna yang sukses (sebagaimana yang menjadi responden kajian ini), ada pula kelompok TKI-Purna yang tidak/kurang sukses yang ditandai oleh tidak diperolehnya penghasilan yang wajar dalam mekanisme pasar sebagai TKI; bahkan lebih dari itu tidak dapat dipungkiri bila ada kelompok TKI-Purna yang pulang tidak membawa apa-apa, justru pulang membawa petaka, bahkan ada yang pulang tinggal nama. Kelompok TKI-Purna yang demikian ini sedang tidak menjadi populasi kajian ini, mengingat topik kajian ini bersangkut-paut dengan upaya untuk menempatkan TKI-Purna sebagai agen perubahan dalam rangka pemberdayaan masyarakat miskin di lingkungan tempat tinggal mereka melalui program usaha ekonomi produktif yang dapat menciptakan penghasilan berkelanjutan yang bertumpu pada kekuatan modal dana, modal pengalaman kerja dan modal sosial yang telah mereka genggam.

4. Hampir semua (tidak kurang dari 80%) TKI-Purna menyatakan bahwa sebelum menjadi TKI, keluarga mereka mengalami persoalan kekurangan sumberdaya (baca = dana) untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Remitansi yang mereka kirim ke tanah air, karenanya, diakui sangat bermanfaat utuk memenuhi kebutuhan pokok untuk hidup layak.

5. Remitansi TKI-Purna menjadi instrumen peningkatan pemenuhan kebutuhan pokok, yang pada intinya ketika keluarga sudah mendapatkan pengiriman uang remitansi, pemenuhan kebutuhan keluarga TKI untuk makin menjadi lebih tinggi kualitasnya.

6. Berdasarkan rekapitulasi perkiraan alokasi dana remitansi TKI-Purna sebagaimana tersebut di depan, maka dapat diketahui bahwa dari ke tujuh jenis belanja TKI-Purna dan keluarganya dari sumber remitansi, peringkatnya sebagai berikut:

1) Renovasi Rumah (25,14%)

2) Konsumsi : makanan, pakaian, perkakas rumah, elektronik, kendaraan (20,41%)

3) Kesehatan dan Pendidikan (15,71%)

5) Tabungan dan Perhiasan (11,41)

6) Investasi : Unit Ekonomi Produktif yang mendatangkan penghasilan berkelanjutan (6,52%)

7) Membeli tanah (5,50%).

Bagaimanakah kecenderungan peran remitansi TKI-Purna terhadap terciptanya usaha ekonomi produktif yang dapat menciptakan mata pencaharian berkelanjutan bagi TKI-Purna dan keluarganya?

1. TKI dan TKI-Purna yang relatif sukses menjadi pihak yang berpeluang dapat menjadi aktor pembaharu dalam menciptakan usaha ekonomi produktif yang dapat membuka lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja yang ada di sekitarnya, dan itu dapat menjadi salah pilar pemberdayaan masyarakat miskin.

2. Kenyataan membuktikan bahwa bila hanya melalui mekanisme alamiah, atau tanpa adanya dorongan dan motivasi yang intensif dari pihak luar, maka potensi remitansi tersebut belum optimal dalam menumbuhkan semangat investasi/usaha di kalangan TKI-Purna (dalam kapasitasnya sebagai pemilik remitansi). Ini visa jadi disebabkan oleh relatif kecilnya atau nihilnya motivasi berwirausaha, bisa jadi juga tidak/belum adanya/kecilnya kemampuan untuk menjadi pelaku wirausaha.

3. Apabila TKI-Purna dan keluarganya memiliki motivasi dan kemampuan untuk berwirausaha, maka remitansi yang dimiliki berpeluang dapat menjadi modal yang andal dalam membangun kerajaan bisnis pada tingkat lokal, yang efek tetesan ke bawahnya dapat menciptakan lapangan kerja sekaligus bukan tidak mungkin dapat menciptakan nilai tambah yang dapat meningkatkan daya saing daerahnya.

4. Pendek kata, remitansi TKI-Purna perlu diperankan sebagai mutiara potensi ekonomi yang jika dikelola dengan baik, melalui perencanaan yang matang dan manajmen yang sinergis, serta memperhatikan potensi lokak yang ada; mka bukan tidak mungkin akan dapat menjadi daya ungkit yang dahsyat dalam upaya menciptakan penghasilan berkelanjutan bagi TKI-Purna dan keluaganya, sehingga pengalaman pahit yang terjadi dan menimpa sejumlah TKI-Purna

yang pernah sukses di kabuparen Gresik, yang pernah diteliti oleh Mufida (2004) yang ternyata kembali jatuh miskin setelah mereka menjadi TKI-Purna pada tahun ke 6-8; tidak akan terjadi pada para TKI-Purna yang lain, khususnya TKI-Purna yang berasal dari daerah yang menjadi lokasi kajian ini, dan TKI-Purna di seluruh Jawa Timur maupun TKI-Purna di seluruh Indonesia.

Kebijakan apa yang telah diambil oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kabupaten untuk melakukan optimalisasi peran TKI-Purna dalam rangka memberdayakan TKI-Purna dan keluarganya serta masyarakat miskin ? 1. Terdapat dua macam pembinaan terhadap TKI Purna : (1) Bimbingan Teknis,

(2) Edukasi Perbankan dan Kewirausahaan. Pelaksana kegiatan ini di tingkat provinsi adalah UPT P3 TKI dengan dukungan dana dari APBD Provinsi dan pada tingkat Kabupaten/Kota adalah Dinas Tenaga Kerja (atau nama lain yang sejenis) dengan dukungan dana dari APBD Kabupaten/Kota.

2. TKI Purna yang terjangkau oleh pembinaan yang diagendakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak lebih dari 2% dari jumlah TKI Purna pada tahun berjalan. Tentu jumlah ini merupakan kondisi yang belum ideal.

3. Tidak kurang dari 60% dari jumlah TKI Purna yang telah mendapatkan pembinaan, baik pembinan melalui Bimbingan Teknis maupun Edukasi Perbankan dan Kewirausahaan, sedang dan/atau telah memproses persiapan menciptakan unit usaha.

4. Tidak dapat dipungkiri, sejumlah besar TKI Purna mengalami persoalan tidak memiliki penghasilan berkelanjutan sebagai sumber pendapatan yang berlenjut. Akibatnya tidak sedikit TKI Purna yang pernah sukses kemudian kembali jatuh miskin.

Dokumen terkait