• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguji III : Drs. Riza Sultoni, M. M., Apt. (

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Tabel 2.1. Tarif Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 16 Tabel 2.2. Tarif Non Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional ... 17 Tabel 2.3. Perbandingan antar Masing-Masing Asuransi di Negara Jepang ... 20 Tabel 2.4. Manfaat Asuransi Kesehatan Nasional dan Asuransi Kesehatan ... 23

1.1. Latar Belakang

Sebagai salah satu unsur utama dalam setiap kehidupan seseorang, kesehatan sangat menunjang dalam setiap aktivitas manusia. Pembangunan kesehatan dalam kehidupan berbangsa sangat besar nilai investasinya terutama terhadap sumber daya manusia. Dengan adanya penduduk suatu bangsa yang terjaga kesehatannya dengan baik, bangsa tersebut akan memiliki sumber daya yang manusia yang lebih optimal dalam pembangunan. Dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia bertanggungjawab penuh dalam pemenuhan hak hidup sehat setiap warga negara termasuk penduduk miskin dan tidak mampu. Tanggung jawab pemerintah termasuk didalamnya memberikan jaminan kesehatan bagi setiap warga negara dan penyediaan layanan kesehatan yang mudah, murah dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat yang membutuhkan. Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 sesungguhnya telah menjamin hak setiap warga negara atas jaminan sosial dalam pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang layak untuk meningkatkan martabatnya menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur.

Di Indonesia, jaminan sosial diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dan juga dijamin dalam Deklarasi Hak Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB tahun 1948 pasal 22 dan 25 yang memberikan jaminan sosial secara universal (Ghufron, 2007). Terdapat banyak cara atau pendekatan yang biasa digunakan oleh suatu negara dalam memberikan perlindungan jaminan sosial bagi warga negaranya yaitu ; pendekatan asuransi sosial (compulsory social insurance) yang pembiayaannya diambil dari premi yang dibayarkan oleh setiap tenaga kerja dan atau pemberi kerja yang besarannya selalu dikaitkan dengan besarnya upah atau penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja ; dan pendekatan bantuan sosial (social assistance) baik dalam bentuk pemberian bantuan uang tunai maupun pelayanan dengan sumber pembiayaan dari negara dan bantuan sosial masyarakat lainnya (Ghufron, 2007).

Sebagai negara yang baru menerapkan sistem jaminan kesehatan nasional, dalam pelaksanaannya patut untuk senantiasa melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang dibuat. Salah satu cara untuk mendapatkan hasil terbaik adalah dengan melihat sistem asuransi kesehatan nasional yang serupa di negara lain seperti Jepang untuk kemudian diadopsi dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat Negara Indonesia. Dalam hal asuransi kesehatan, Jepang telah menerapkan sistem yang bernama sistem jaminan kesehatan universal. Dalam sistem ini, hampir seluruh warga Negara Jepang dilindungi dengan asuransi tersebut termasuk juga warga negara asing yang menetap untuk sementara di Jepang. Evaluasi ini dilakukan guna meningkatkan kualitas sistem jaminan kesehatan nasional sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraannya (UU Nomor 40 tahun 2004 pasal 1).

1.2. Tujuan

Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk melakukan evaluasi dengan membandingkan sistem jaminan kesehatan nasional yang terdapat di Negara Indonesia dengan Negara Jepang.

2.1. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional Negara Indonesia

Jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Perbedaan antara asuransi kesehatan sosial dengan asuransi komersial adalah pada asuransi kesehatan sosial, kepesertaan wajib bagi seluruh (100%) penduduk, non profit, dan memiliki manfaat yang komprehensif. Sedangkan pada asuransi komersial, kepesertaan bersifat sukarela, profit, dan manfaanya sesuai dengan premi yang dibayarkan.

2.1.1. Latar Belakang

Latar belakang diadakannya jaminan kesehatan nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah:

a. Deklarasi PBB Tahun 1948 tentang HAM Pasal 25, Ayat (1): intinya jaminan kesehatan bagi semua orang merupakan hak azasi manusia.

b. Resolusi WHA ke 58 Tahun 2005 di Jenewa: setiap negara perlu mengembangkan UHC melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial untuk menjamin pembiayaan kesehatan yang yang berkelanjutan.

c. Pancasila, Sila ke 5 yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia d. Pasal 28 H ayat (1) (2) (3) UUD 45

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. e. Pasal 34 ayat (1), (2), (3) UUD 1945:

(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

f. UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN g. UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan h. UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS i. PP No.101 Tahun 2012 tentang PBI

j. Perpres No 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan

k. Roadmap JKN, Rencana Aksi Pengembangan Pelayanan Kesehatan, Permenkes, Peraturan BPJS

l. Bagian dari prioritas reformasi pembangunan kesehatan 2.1.2. Asas, Tujuan, Prinsip, dan Keuntungan Penyelenggaraan

Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional menurut UU SJSN a. Prinsip kegotong royongan

Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong royong dari peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat.

Serta peserta berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi dan peserta sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotong-royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan social bagi keseluruhan rakyat Indonesia.

b. Prinsip nirlaba

Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi kepentingan sebesar-besarnya peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan untuk kepentingan peserta.

c. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas Prinsip manajemen ini diterapkan dan mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. d. Prinsip portabilitas dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang

berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

e. Prinsip kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat.

f. Prinsip dana amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejateraan peserta.

g. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta.

Keuntungan Jaminan Kesehatan Nasional/ Asuransi Kesehatan Sosial yaitu:

a. kenaikan Biaya kesehatan dapat ditekan, b. biaya dan Mutu Yankes dapat dikendalikan,

c. kepesertaannya bersifat wajib bagi seluruh penduduk, d. pembayaran dengan sistem prospektif,

e. adanya kepastian pembiayaan yankes berkelanjutan, dan

f. manfaat Yankes komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif). 2.1.3. Aspek Penyelenggaraan JKN menurut Pepres No. 12 Tahun 2013

a. Kepesertaan

Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.

Peserta jaminan kesehatan menurut Pepres No. 12 Tahun 2013 Pasal 2 meliputi :

1) Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan

Menurut Pasal 3, Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

2) Bukan PBI Jaminan Kesehatan

Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan diatur dalam Pasal 4, yaitu : a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya

Terdiri atas pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri, pegawai swasta dan Pekerja penerima upah yang lainnya.

b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya

Terdiri atas pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan pekerja bukan penerima upah lainnya.

c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya

Terdiri atas investor, pemberi kerja, penerima pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan bukan Pekerja lainnya yang mampu membayar iuran.

Anggota keluarga tersebut meliputi istri atau suami yang sah dari Peserta dan anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta maksimal 5 orang. Kriteria anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri, dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

Jaminan Kesehatan bagi Pekerja warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri. Syarat pendaftaran peserta akan diatur kemudian dengan peraturan BPJS. Lokasi pendaftaran dilakukan di kantor BPJS setempat/ terdekat dari domisili peserta.

Prosedur pendaftaran peserta diatur dalam Pasal 11 adalah sebagai berikut: (1) Pemberi Kerja sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.

(2) Dalam hal Pemberi Kerja secara nyata-nyata tidak mendaftarkan Pekerjanya kepada BJPS Kesehatan, Pekerja yang bersangkutan berhak mendaftarkan dirinya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan.

(3) Pekerja yang mendaftarkan dirinya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), iurannya dibayar sesuai ketentuan Perpres ini.

(4) Dalam hal pekerja belum terdaftar pada BPJS Kesehatan, pemberi kerja wajib bertanggung jawab pada saat pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.

Hak dari peserta adalah: 1) Memperoleh identitas peserta

2) Memperoleh manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan.

Kewajiban peserta adalah: 1) Membayar iuran

2) Melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS kesehatan dengan menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah

Masa berlaku kepesertaan adalah selama peserta membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta. Bila peserta tidak membayar iuran atau meninggal dunia maka status kepesertaannya akan hilang. Ketentuan lebih lanjut akan diatur oleh Peraturan BPJS.

Pentahapan kepesertaan Jaminan Kesehatan dilakukan sebagai berikut: 1) Tahap pertama mulai tanggal 1 Januari 2014, paling sedikit meliputi :

a. PBI Jaminan Kesehatan

b. Anggota TNI/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya

c. Anggota Polri/Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Polri dan anggota keluarganya

d. Peserta asuransi kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) dan anggota keluarganya

e. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Perusahaan Persero (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dan anggota keluarganya 2) Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta

BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.

b. Pembiayaan 1) Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan.

2) Pembayar Iuran

Bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan dibayar oleh Pemerintah, bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja, Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan peserta bukan Pekerja dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

3) Besaran Iuran

a. Bagi peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebesar Rp. 19.225,00 per orang per bulan.

b. Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah sebesar 5% dengan ketentuan 3% dibayar oleh Pemberi Kerja dan 2% dibayar oleh Peserta.

Gaji/upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan terdiri atas gaji pokok dan tunjangan keluarga, kecuali Pegawai Pemerintahan Non Pegawai Negeri yang dihitung berdasarkan penghasilan tetap.

c. Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah selain Peserta dibayarkan mulai tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan 30 Juni 2015 sebesar 4,5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan 4% dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% dibayar oleh Peserta. Jika pembayaran dilakukan mulai tanggal 1 Juli 2015, maka iuran menjadi sebesar 5% dengan ketentuan 4% dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% dibayar oleh Peserta.

Gaji/upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan terdiri atas gaji pokok dan tunjangan tetap yang merupakan tunjangan yang dibayarkan kepada pekerja tanpa memperhitungkan kehadiran pekerja.

Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran iuran adalah sebesar 2 kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan status kawin dengan 1 orang anak.

d. Bagi Peserta Bukan Penerima Upah dan peserta bukan pekerja

1) Sebesar Rp. 25.500,00 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III

2) Sebesar Rp. 42.500,00 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II

3) Sebesar Rp. 59.500,00 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I

Bagi Penerima Pensiun sebesar 5% dari besaran pensium pokok dan tunjangan keluarga yang diterima per bulan dengan ketentuan 3% dibayar oleh Pemerintah dan 2% dibayar oleh penerima pensiun.

Bagi Veteran-Perintis Kemerdekaan sebesar 5% dari 45% gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh pemerintah.

4) Pembayaran Iuran

Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Sistem pembayaran iuran diatur dalam Pasal 17 Perpres No. 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, yaitu :

a. Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, membayar iuran yang menjadi tanggung jawabnya dan menyetor iuran tersebut kepada BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 setiap bulan.

b. Untuk Pemberi Kerja pemerintah daerah, penyetoran iuran kepada BPJS Kesehatan dilakukan melalui rekening kas Negara paling lambat tanggal 10 setiap bulan.

c. Ketentuan mengenai tata cara penyetoran iuran dari rekening kas Negara kepada BPJS Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

d. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya.

e. Keterlambatan pembayaran oleh Pemberi Kerja selain Pemberi Kerja penyelenggara Negara, dikenakan denda administratif sebesar 2% per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja. f. Dalam hal keterlambatan pembayaran iuran Jaminan Kesehatan lebih dari 3

bulan, penjaminan dapat diberhentikan sementara.

g. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan berkooordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.

h. Iuran bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja juga dibayarkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 kepada BPJS Kesehatan. Iuran Jaminan Kesehatan dapat dibayarkan lebih dari 1 bulan yang dilakukan di awal (Pasal 17B).

5) Cara pembayaran fasilitas kesehatan

BPJS Kesehatan membayarkan kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan Kapitasi.

Sedangkan untuk fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan BPJS membayaran cara INA CBG’s. Jika di suatu daerah tidak memungkinkan pembayaran berdasarkan kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan dibayar dengan penggantian biaya, yang ditagihkan langsung oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan dan dibayar oleh BPJS Kesehatan setara dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut. BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan BPJS Kesehatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri memutuskan besaran pembayaran atas program JK yang diberikan. Asosiasi fasiltias kesehatan ditetapkan oleh Menteri.

Pembayaran pada pelayanan gawat darurat yang dilakukan oleh Fasilitas Kesehatan yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan dibayar dengan penggantian biaya yang ditagihkan langsung pada BPJS Kesehatan setara dengan tariff yang berlaku di wilayah tersebut dan tidak diperkenankan menarik biaya pelayanan kesehatan kepada Peserta.

6) Iuran Biaya (additional charge)

Manfaat tambahan dalam Jaminan Kesehatan Nasional adalah manfaat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.

7) Pertanggungjawaban BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan

Laporan keuangan ini yang telah diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya. Periode laporan dimulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. c. Pelayanan

Jenis pelayanan kesehatan dalam BPJS terdiri dari pelayanan kesehatan yang dijamin dan tidak dijamin oleh BPJS.

Pelayanan kesehatan yang dijamin, antara lain :

1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup :

a. Administrasi pelayanan

b. Pelayanan promotif dan preventif, meliputi pemberian pelayanan penyuluhan kesehatan perorangan, imunisasi dasar, KB, dan skrining kesehatan.

c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis

d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif e. Pelayanan obat dan bahan habis pakai

f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis

g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama h. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi

2) Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup :

a. Administrasi pelayanan

b. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis

c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medisPelayanan obat dan bahan medis habis pakai

d. Pelayanan peninjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis e. Rehabilitasi medis

g. Pelayanan kedokteran forensik klinik

h. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan i. Perawatan inap non intensif

j. Perawatan inap di ruang intensif

Sedangkan pelayanan yg tidak dijamin, yaitu :

1) Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur

Prosedur pelayanan yang dimaksud yaitu peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Dalam hal Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan harus melalui rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.

2) Pelayanan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat

3) Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja

4) Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas

5) Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri 6) Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik

7) Pelayanan untuk mengatasi infertilitas 8) Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)

9) Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol 10) Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, akibat melakukan

hobi yang membahayakan diri

11) Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur,

shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian

teknologi kesehatan (health technology assessment)

12) Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan 13) Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu

15) Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wadah

16) Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah

(preventable adverse events)

17) Biaya perjalanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang diberikan

Pelayanan obat dalam BPJS diatur dalam Perpres No. 12 Tahun 2013: 1) Pasal 30

 Fasilitas kesehatan wajib menjamin Peserta yang dirawat inap mendapatkan obat dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis.

 Fasilitas kesehatan rawat jalan yang tidak memiliki sarana penunjang, wajib membangun jejaring dengan fasilitas kesehatan penunjang untuk menjamin ketersediaan obat, bahan medis habis pakai, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.

2) Pasal 32

 Pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai untuk Peserta Jaminan Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan berpedoman pada daftar dan harga obat dan bahan medis habis yang ditetapkan oleh Menteri.

 Daftar obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dituangkan dalam Formularium Nasional dan Kompendium Alat Kesehatan.

Pelayanan Gawat Darurat dalam BPJS diatur dalam Perpres No. 12 Tahun 2013 Pasal 33, yaitu :

(1) Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap Fasilitas Kesehatan

(2) Peserta yang menerima pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, harus segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat

Dokumen terkait