• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

Dalam dokumen LEMBARAN PERSETUJUAN (Halaman 33-78)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Resistensi obat primer secara global ... 7 Tabel 2. Resistensi obat sekunder secara global... 8 Tabel 3. Distribusi penderita TB paru menurut MDR ... 31 Tabel 4. Distribusi penderita TB paru menurut umur ... 32 Tabel 5. Distribusi penderita TB paru menurut jenis kelamin ... 33 Tabel 6. Distribusi penderita TB paru menurut pendidikan ... 34 Tabel 7. Distribusi penderita TB paru menurut penghasilan ... 35 Tabel 8. Hubungan Karakteristik Penderita TB Paru yang disertai DM

dengan MDR... 37 Tabel 9. Distribusi penderita TB paru menurut resistensi OAT ... 38

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Mekanisme terjadinya MDR-TB……… 13 Gambar 2. Kerangka Konsep... 27

DAFTAR SINGKATAN

TB : Tuberkulosis

WHO : Word Health Organization

SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga

BTA : Basil Tahan Asam

OAT : Oral Anti Tuberkulosis

MDR : Multi Drug Resistance

DM : Diabetes Melitus

IUTLD : International Union Against Tuberculosis and Lung Disease

RS : Rumah Sakit

RTF : Resistance Transfer Factor

RNA : Ribonucleic Acid

DNA : Deoxiribonucleic Acid

LCR : ligase Chain Reaction

PCR : Polymerase Chain Reaction

RFLP : Restriction Fragment Length Polymorphism

LIPA : Line Probe Assay

MGIT : Micobacteria Growth Indicator Tube

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah

mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency.1 WHO

memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan dalam dekade mendatang tidak kurang dari 300 juta orang akan terinfeksi oleh tuberkulosis. Pada tahun 1990 tercatat ada lebih dari 45 juta kematian di dunia ini karena berbagai sebab, dimana 3 juta diantaranya (7%) terjadi karena tuberkulosis. Selain itu, 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah terjadi akibat tuberkulosis.2,3

Penyakit tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia.4 Indonesia masih menempati urutan ketiga di dunia untuk kasus tuberkulosis setelah India dan Cina.1,5 Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok umur dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000

diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA positif.4 Menurut laporan terbaru WHO diperkirakan terdapat 557 ribu kasus baru TB pada tahun 2002, namun data terakhir tahun 2003

angka penderita TB di Indonesia terus meningkat.6 Bersamaan dengan

meningkatnya kasus TB, terjadi pula peningkatan kasus TB yang resisten terhadap beberapa obat antituberkulosis (OAT) termasuk resistensi terhadap obat isoniazid (INH) dan rifampisin dengan atau tanpa resistensi obat lain.7 Multi Drug Resistant (MDR) TB menjadi masalah besar di dalam pengobatan tuberkulosis sekarang ini. WHO memperkirakan bahwa terdapat 50 juta orang di dunia telah terinfeksi oleh kuman yang resisten terhadap OAT dan dijumpai 273.000 (3,1 %) dari 8,7 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2000 disebabkan oleh MDR-TB.8

Laporan yang pertama tentang resistensi ganda ini datang dari Amerika Serikat, khususnya pada penderita TB dan AIDS, yang ternyata menimbulkan angka kematian yang amat tinggi, dalam waktu yang amat singkat. Diperkirakan hanya 4 sampai 16 minggu lamanya antara diagnosis sampai terjadinya kematian. Laporan kemudian berdatangan dari berbagai rumah sakit dan penjara, mula-mula dari daerah New York dan kemudian dari berbagai negara, dari Hongkong menyebutkan bahwa setidaknya sekitar 20 % infeksi tuberkulosis terjadi dari kuman yang telah resisten. Laporan dari Turki menyebutkan bahwa dari 785 kasus tuberkulosis paru yang diteliti ditemukan 35 % adalah resistensi terhadap setidaknya satu jenis obat, yang

resistensi terhadap sedikitnya dua macam obat adalah 11,6 %, tiga macam obat 3,9 % dan empat macam obat adalah 2,8 %. Di Pakistan resistensi terhadap rifampisin, INH dan etambutol dilaporkan masing-masing adalah 17,7 %, 14,7 % dan 8,7 %.3

Di India resistensi terhadap INH dan streptomisin adalah 13,9 % dan 7,4 %, sementara terhadap dua obat atau lebih adalah 41%.3 Di Indonesia pola MDR-TB di Rumah Sakit Persahabatan tahun 1996 dan 1997 sebesar 5,8% menjadi 4,85% (resistensi primer) serta 24,45% menjadi 41,60% (resistensi sekunder).7 Penderita tuberkulosis cenderung terjadi reaktivasi dan salah satu kondisi yang dapat menyebabkan reaktivasi ini adalah diabetes melitus. Dari penelitian secara retrospektif (1987-1997) yang dilakukan oleh Bashar dkk. didapatkan angka MDR-TB pada penderita tuberkulosis dengan diabetes sebesar 36 %. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Suradi dkk. di Surakarta tahun 2002 didapat angka MDR-TB pada penderita tuberkulosis dengan diabetes sebesar 33,3 %.7,9

Penelitian ini dilakukan untuk dapat memahami hubungan antara penyakit tuberkulosis dan diabetes mellitus terutama yang sudah mengalami resistensi obat ganda.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan antara MDR dengan DM pada penderita TB paru yang disertai DM

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui adanya hubungan antara MDR-TB dengan DM pada penderita TB paru yang disertai DM

b. Untuk mengetahui adanya hubungan antara umur dengan MDR-TB pada penderita TB paru yang disertai DM

c. Untuk mengetahui adanya hubungan antara jenis kelamin dengan MDR-TB pada penderita TB paru yang disertai DM

d. Untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan MDR-TB pada penderita TB paru yang disertai DM

1.4. HIPOTESIS

Ada hubungan antara MDR dengan diabetes melitus pada penderita tuberkulosis paru yang disertai dengan diabetes melitus

1.5. MANFAAT PENELITIAN

a. Dengan penelitian ini diharapkan dokter yang merawat penderita tuberkulosis yang disertai dengan diabetes melitus waspada akan kemungkinan MDR-TB.

b. Sebagai dasar dalam menentukan kebijaksanaan pemberantasan tuberkulosis, apakah semua penderita tuberkulosis dengan diabetes melitus harus memeriksakan uji resistensi sebelum mendapat pengobatan OAT.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MULTI DRUG RESISTANCE TUBERCULOSIS

Multidrug Resistant Tuberculosis ( resistensi ganda terhadap obat TB) didefenisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis yang resisten paling sedikit terhadap obat rifampisin dan isoniazid dengan atau tanpa resisten terhadap obat lain.3,8,10,11,12,13,14 Faktor risiko terjadinya MDR – TB yang diterima secara luas adalah akibat pemberian obat anti tuberkulosis sebelumnya, bertempat tinggal di daerah endemik penderita MDR – TB dan berhubungan erat dengan penderita MDR – TB.5

MDR – TB bukan hal yang baru tetapi merupakan fenomena alami serta penyakit iatrogenic yang timbul karena pengobatan yang tidak adekuat.15 Secara klinis resistensi TB dibagi atas 2 jenis yaitu resistensi primer dan resistensi sekunder. Resistensi primer adalah dijumpai kuman M.

Tuberculosis yang resisten pada pasien yang belum pernah mendapat OAT ataupun sudah pernah mendapat pengobatan OAT tapi kurang dari satu bulan. Resistensi sekunder adalah resistensi yang terjadi pada penderita yang pernah mendapat pengobatan OAT selama satu bulan atau lebih.8,16

2.2. EPIDEMIOLOGI

Kejadian MDR – TB tidak merata di seluruh belahan dunia. Dari laporan survei yang dilakukan WHO tahun 1994 -1999 diperkirakan 70 % kasus baru MDR – TB terjadi hanya pada 10 negara, sehingga kasus MDR – TB ini lebih dianggap menjadi masalah lokal. Sedangkan laporan yang dibuat oleh

International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) yang melakukan survei pada tahun 1994 -1997 terhadap 35 negara, dijumpai bahwa resistensi obat anti tuberkulosis terdapat di seluruh negara yang disurvei. Hal ini mengarahkan bahwa kasus MDR-TB ini merupakan masalah global.22 Survei yang dilakukan pada 54 negara antara tahun 1996 -1999 didapatkan bahwa angka resistensi tertinggi dijumpai di Estonia (36,9%), diikuti oleh propinsi Henan di Cina (35%), Ivanovo Oblast di Federasi Rusia (32,4%) dan Latvia (29,9%).8 Hasil survei yang dilakukan WHO mengenai prevalensi resistensi obat secara global dapat dilihat pada tabel berikut :18

Tabel 1. Resistensi Obat Primer Secara Global 18 Penelitian Banyak Obat H (%) S (%) R (%) E (%) H+R (%) Cohn dkk (1985–1994) - 0 – 16,9 0,1 – 23,5 0 – 3,0 0 - 4,2 0 – 10,8 WHO-IUATLD ( 1994-1997) 9,9 (2,0-40,6) 7,3 (1,5-31,7) 6,5 (0,3-32,4) 1,8 (0-16,8) 1,0 (0-9,9) 1,4 (0-14,4) WHO-IUATLD (1996-1999) 10,7 (1,7-36,9) 6,2 (0-28,1) 5,2 (0,3-32,4) 1,2 (0-15,8) 0,6 (0-11,1) 1 (0,0-14,1) WHO-IUATLD (1999-2002) 10,2 (0-57,1) 5,7 (0-42,6) 6,3 (0,51-5) 1,4 (0-15,6) 0,8 (0-24,8) 1,1 (0-14,2)

Tabel 2. Resistensi Obat Sekunder Secara Global 18 Penelitian Banyak Obat H (%) S (%) R (%) E (%) H+R (%) Cohn dkk (1985–1994) - 4 – 53,7 0 – 19,4 0 – 14,5 0 - 13,7 0 – 48,0 WHO-IUATLD ( 1994-1997) 36,0 (5,3-100,0) _ _ _ _ 13,0 (0-54,4) WHO-IUATLD (1996-1999) 23,3 (0,0-93,8) 19,6 (0,0-50,0) 12,4 (0,0-53,4) 12,0 (0,0-50,0) 5,9 (0,0-32,1) 9,9 (0,0-48,2) WHO-IUATLD (1999-2002) 18,4 (0-82,1) 14,4 (0-71,0) 11,4 (0-77,1) 8,7 (0-61,4) 3,5 (0-54,2) 7,0 (0-58,3)

Tahun 2000 di negara Jerman dijumpai angka resistensi sebesar 8,7%.8 Beberapa negara yang menjadi ”hot spot” MDR-TB mempunyai angka prevalensi MDR-TB yang tinggi dan dapat mengancam keberhasilan program penanggulangan MDR-TB. Negara yang termasuk di dalamnya adalah Estonia, Latvia di Eropa; Argentina dan Repoblik Dominika di Amerika; serta Cote d’Ivoire di Afrika.22 Penelitian yang dilakukan oleh Tsao dkk. di Chang Gung Memorial Hospital Taiwan pada tahun1992-1996 didapatkan 28%-29% resisten terhadap paling sedikit dua jenis obat.24 Penelitian yang dilakukan oleh Alicia dkk. di Pilipina tahun 1999 didapatkan angka resistensi sebesar 17,6%, termasuk 14,9% terhadap isoniazid, 4,3% terhadap rifampisin, 6,4% terhadap streptomisin dan 1,1% terhadap etambutol dan pirazinamid,

sedangkan angka MDR-TB didapatkan 4,3%.25 Penelitian terbaru yang

dilakukan di Gujarat India didapatkan angka MDR – TB sebesar 35,2%.22 Di Indonesia MDR – TB di RS Persahabatan tahun 1996 dan 1997 sebesar 5,8

% menjadi 4,85% (resistensi primer) serta 24,45% menjadi 41,60% (resistensi sekunder), sedang di BP4 Surakarta selama 5 tahun (1996-2000) rata-rata resistensi primer 0,18% dan resistensi sekunder 15,51%.7 Penelitian yang dilakukan oleh Bashar dkk. di Bellevue Hospital Center New York dijumpai 36% kasus MDR pada penderita TB dengan DM dibandingkan

dengan 10% kasus MDR pada penderita TB tanpa DM.9 Sedangkan

penelitian yang dilakukan Suradi dkk. di Surakarta didapatkan 33% kasus MDR pada penderita TB dengan DM dibandingkan dengan 3,3% pada penderita TB tanpa DM.7

2.3. RESISTENSI MIKROBA

Resistensi sel mikroba merupakan suatu sifat tidak terganggunya

kehidupan sel mikroba oleh antimikroba.21 Secara umum resistensi dapat diartikan suatu keadaan dimana organisme secara normal mempunyai kemampuan untuk menentang agen di sekitarnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya secara alamiah. Pada keadaan tertentu, apabila interaksi antara obat dengan mikroba kurang baik atau tidak terjadi sama sekali, maka dinyatakan bahwa antibiotika tersebut telah resisten terhadap mikroba tertentu.22

2.3.1. Mekanisme Resistensi Mikroba a. Resistensi Alamiah

Faktor yang menentukan sifat resistensi atau sensitivitas mikroba terhadap antimikroba terdapat pada elemen yang bersifat genetik. Didasarkan pada lokasi elemen untuk resistensi ini, dikenal resistensi kromosom dan resistensi ekstrakromosomal. Sifat genetik dapat menyebabkan suatu mikroba sejak awal resistensi terhadap suatu antimikroba. Resistensi ini disebut resistensi genetika atau resistensi bawaan atau resistensi alamiah.21,22,23

b. Resistensi Didapat

Mikroba yang semula peka terhadap suatu antimikroba dapat berubah sifat genetiknya menjadi kurang atau tidak peka. Perubahan sifat genetik terjadi karena kuman memperoleh elemen genetik yang membawa sifat resisten. Resistensi ini disebut dengan resistensi didapat (acquired resistant). Elemen resistensi ini dapat diperoleh dari luar dan disebut resistensi yang dipindahkan (transferred resistant), dapat juga terjadi akibat mutasi genetik spontan atau akibat rangsangan anti mikroba (induced resistant).21,22,23

Kemampuan bakteri resistensi untuk tetap tumbuh dan multifikasi dengan kehadiran antimikroba menggambarkan adanya perbedaan genetika bakteri resisten dengan bakteri yang sensitif. Bagaimana terjadinya

perubahan genetika dari bakteri yang sensitif menjadi bakteri yang resisten terhadap anti biotika belum dapat dijelaskan secara pasti.22

Dengan mutasi spontan gen mikroba berubah, sehingga yang sensitif terhadap suatu antimikroba menjadi resisten. Dengan adanya antimikroba tersebut terjadi seleksi, strain yang masih sensitif terbasmi, sehingga berakhir dengan terbentuknya populasi resisten.23

Mikroba dapat berubah resisten akibat memperoleh suatu elemen pembawa faktor resisten. Faktor ini mungkin didapat dengan cara transformasi, transduksi atau konyugasi. Dengan transformasi, mikroba menginkorporasi faktor-faktor langsung dari media disekitarnya (lingkungannya). Pada transduksi, faktor resistensi dipindahkan dari suatu mikroba resisten ke mikroba sensitif dengan perantara bakteriofag. Dalam hal ini yang dipindahkan adalah suatu komponen DNA dari kromosom yang mengandung faktor resisten tersebut. Dengan konyugasi terbentuk hubungan langsung antara isi sel bakteri khususnya komponen yang membawa faktor resistensi. Faktor resistensi yang dipindahkan terdapat dalam dua bentuk yaitu plasmid dan episom. Plasmid merupakan suatu elemen genetik (DNA-plasmid) yang terpisah dari DNA-kromosom, jadi merupakan suatu DNA non kromosom. Tidak semua plasmid dapat dipindahkan. Yang dapat dipindahkan adalah plasmid faktor R, disebut plasmid penular (infectious

terjadinya perpindahan faktor R. Masing-masing unit-r membawa sifat resistensi terhadap satu unit mikroba. Dengan demikian berbagai unit-r pada 1 plasmid faktor R membawa sifat resistensi terhadap berbagai anti mikroba sekaligus.21

2.3.2. Mekanisme Resistensi Mycobacterium Tuberculosis

Berbeda dengan resistensi pada kebanyakan bakteri terhadap antibiotika dimana resistensi yang didapat dengan cara transformasi, transduksi atau konyugasi gen, resistensi yang didapat basil Mycobacterium tuberculosis

adalah pada mutasi kromosom utama.23Basil tuberkulosis mempunyai

kemampuan secara spontan melakukan mutasi kromosom yang mengakibatkan basil tersebut resisten terhadap obat antimikroba. Mutasi yang terjadi adalah unlinked, oleh karenanya resistensi obat yang terjadi biasanya tidak berkenaan dengan obat yang tidak berhubungan. Munculnya resistensi obat menggambarkan peninggalan dari mutasi sebelumya, bukan perubahan yang disebabkan karena terpapar dengan pengobatan. Mutasi yang bersifat unlinked ini menjadi dasar utama dalam prinsip pengobatan tuberkulosis modern.17,24

Mutan basil yang resisten terhadap suatu obat timbul secara alamiah dan diseleksi oleh pengobatan yang tidak adekuat. Pengobatan yang tidak adekuat ini meliputi penggunaan satu macam obat saja (direct monotherapy) atau penggunaan terapi kombinasi tetapi strain kuman hanya sensitif

terhadap satu macam obat saja, sebagai hasilnya timbul resistensi sekunder terhadap satu obat. Mutasi yang baru pada populasi basil yang berkembang ini akhirnya dapat menimbulkan MDR apabila pengobatan yang tidak adekuat dilanjutkan. Penderita tuberkulosis dengan resistensi sekunder bisa menularkan kuman yang sudah resisten tersebut kepada orang lain yang kemudian disebut resistensi primer. Resistensi primer, sama seperti resistensi sekunder dapat ditularkan kepada orang lain sehingga terjadi penyebaran penyakit resisten obat pada masyarakat.25

Mutasi alam Mutan resisten

Koloni M. Tuberculosis

Seleksi strain resisten karena terapi inadekuat

T Transmisi droplet MDR sekunder multipel Infeksi HIV Kontrol infeksi inadekuat Terlambat diagnostik MDR primer ( multipel )

Lebih banyak MDR primer ( multipel)

2.3.3. Resistensi Terhadap INH

Isoniazid adalah derivat nikotinamid yang juga dikenal dengan isonikotinic

acid hydrazide (INH) dengan rumus kimia 4-pyridinecarboxylic acid hidrazide. Target kerja isoniazid sebagai antituberkulosis sama dengan mekanisme terjadinya resistensi isoniazid. Sacchetiniand Blachard menunjukkan bahwa isoniazid bekerja menghambat enoyl-acyl carier protein reductase, yang diperlukan dalam biosintesa asam mikolat dinding sel kuman tuberkulosis. Isoniazid menghambat pembentukan dinding sel kuman dalam bentuk isoniazid aktif yaitu setelah mengalami oksidasi. Aktivasi isonizid memerlukan enzim catalase-periksidase (gen katG) dan hidrogen peroksida yang dihasilkan kuman TB. KatG adalah satu-satunya enzim yang dapat mengaktifkan isoniazid, dengan demikian mutasi gen katG strain kuman TB merupakan kuman yang resisten terhadap isoniazid. Demikian juga mutasi gen inhA yang diperlukan dalam pembentukan asam mikolat pada kuman TB akan menjadikan kuman resisten terhadap isoniazid.16,23,26,27,28

2.3.4. Resistensi Terhadap Rifampisin

Rifampisin menghambat proses transkripsi RNA kuman TB dengan berikatan pada sub unit beta (RpoB) RNA polimerase dan mencegah pembentukan RNA. Mutasi pada gen RpoB menyebabkan kuman TB resisten terhadap rifampisin. Resisten terhadap rifampisin dapat dianggap mewakili

MDR – TB sejak dijumpai paling banyak strain kuman TB yang resisten terhadap rifampisin juga resisten terhadap isoniazid.12,23,26

2.3.5. Resistensi Terhadap Pirazinamid

Pirazinamid dengan struktur kimia yang sama dengan nikotinamid, sejak tahun 1952 telah diketahui sebagai obat antituberkulosis, tetapi menjadi komponen yang penting OAT jangka pendek baru pada pertengahan tahun 1980-an. Pirazinamid aktif menyerang semi dorman kuman TB yang mana efek tersebut tidak dimiliki oleh obat lain, disamping mempunyai daya kerja sinergis yang sangat kuat bersama isoniazid dan rifampisin sebagai kemoterapi dalam pengobatan TB, sehingga bisa mengurangi jangka waktu pengobatan dari 9 sampai 12 bulan menjadi 6 bulan. Pirazinamid sama seperti isoniazid juga menghambat sintesa dinding sel kuman TB, namun mekanisme kerjanya yang benar-benar pasti belum diketahui. Pirazinamid hanya efektif membunuh kuman TB apabila kuman tersebut menghasilkan nikotinamidase dan pirazinamidase, yaitu enzim yang diperlukan dalam mengubah pirazinamid menjadi asam pirazinoat. Scorpio dan Zhang mengisolasi gen pncA mikobakteria, kode untuk enzim amidase, menunjukkan mutasi gen pncA bertanggung jawab terhadap terjadinya resistensi kuman TB terhadap pirazinamid.16,29,30,31

2.3.6. Resistensi Terhadap Etambutol

Etambutol dengan rumus kimia dextro-2,2’-(ethildimino)-di-1 onol adalah senyawa kimia sintetis yang mempunyai efek antimikroba. Sampai sekarang mekanisme kerja ethambutol serta dasar genetik resistensi belum diketahui secara jelas. Spesifik etambutol untuk spesies mikobakteria diindikasikan bahwa target yang dituju menyangkut pengrusakan dinding sel. Etambutol mencegah pembentukan dinding sel dengan menghambat

arabinosyltransferase yang menyangkut dalam biosintesa arabinogalactan dan lipoarabinomannan. Resistensi terhadap etambutol ternyata berhubungan dengan perubahan pada gen embCAB arabinosyltransferase, dengan kode protein embA, embB dan embC. Protein ini berperan dalam produksi komponen dinding sel arabinogalactan dan lipoarabinomannan. Alcaide dkk. menunjukkan bahwa mutasi pada embB sangat berhubungan dengan resistensi kuman TB terhadap etambutol.16,32,35

2.3.7. Resistensi Terhadap Streptomisin

Streptomisin merupakan obat antituberkulosis yang telah lama ditemukan dan dikenal sangat aktif membunuh kuman TB dengan mengganggu pembacaan kode amicoacyl-tRNA, sehingga menghambat penterjemahan mRNA. Salah satu yang umum sebagai tambahan mekanisme resistensi kuman terhadap streptomisin adalah asetilasi obat oleh enzim modifikasi

TB terhadap streptomisin dihubungkan dalam dua kelas mutasi yang berbeda, yaitu mutasi pada point S12 protein ribosom dengan kode gen rpsL dan mutasi pada 16S rRNA dengan kode gen rrs. Mutasi pada rpsL dan rrs dapat menyebabkan resistensi kuman TB terhadap streptomisin.32,33,35

2.4. PENYEBAB MDR – TB

Ada berbagai faktor yang berpengaruh dalam menyebabkan timbulnya MDR –TB yaitu :

a. Faktor genetik

Diperkirakan bahwa dijumpai fakta yang mengarahkan faktor genetik dari host merupakan predisposisi untuk terjadinya MDR – TB walaupun itu tidak terlalu meyakinkan. Penelitian yang terbaru di India dimana pasien dengan HLA-DRB1٭13 dan –DRB1٭14 mempunyai kemungkinan timbul MDR – TB dua kali lebih besar. Park dkk. menemukan bahwa ada hubungan erat antara penderita MDR – TB pada orang Korea dengan HLA-DRB1٭08032-0601 haplotipe. Peran dari faktor-faktor ini secara terperinci belum diketahui. 22

b. Faktor yang berhubungan dengan pemberian anti tuberkulosis

sebelumnya1,3,8,17

1) Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis yaitu pemberian obat tunggal dalam pengobatan tuberkulosis akan

dalam sputum akan menurun tajam. Namun sebagian kecil mutan yang resisten akan terus berkembang biak. Setelah dua minggu sampai beberapa bulan kuman yang resisten ini akan tumbuh melebihi kuman yang sensitif sehingga kuman kembali muncul pada sputum penderita. Hal ini dikenal sebagai fenomena timbul dan tenggelam (fall and rise

phenomen) akibat pemberian obat tunggal.

2) Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi

3) Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu stop, setelah dua bulan berhenti kemudian berpindah dokter dan mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu stop lagi, demikian seterusnya.

4) Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan dengan baik, sehingga mengganggu bioavailabilitas obat.

5) Fenomena addition syndrome adalah penambahan obat dalam suatu paduan obat yang tidak berhasil. Bila ketidak berhasilan itu terjadi karena kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka penambahan satu macam obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat yang resisten.

6) Penyediaan obat yang tidak teratur ke suatu daerah, kadang obat dikirim, kadang berhenti pengirimannya sampai berbulan-bulan

7) Pemakaian obat anti tuberkulosis yang cukup lama sehingga menimbulkan Kejemuan

8) Kurangnya pengetahuan pasien tentang penyakit tuberkulosis c. Faktor lain

Beberapa hal yang juga menjadi faktor risiko meningkatnya kasus MDR – TB adalah : infeksi HIV, sosio ekonomi yang rendah, tingkat pendidikan yang rendah serta keadaan imunokompromais seperti penerima transplantasi, penderita yang mendapat terapi anti kanker dan penderita DM.18

2.5. HUBUNGAN DM DAN MDR – TB

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemi yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya. 34,35 Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan bila dijumpai kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl yang disertai gejala klasik diabetes berupa poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas atau kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl atau kadar gula darah 2 jam post prandial ≥ 200 mg/dl.36 Keadaan hiperglikemi yang kronik pada diabetes mellitus dapat menyebabkan terjadinya komplikasi

pembuluh darah. Pasien diabetes tidak hanya rentan terhadap infeksi tetapi infeksi pada diabetes bisa lebih berat sebab diabetes merupakan pasien

immunocompromised. Diabetes mellitus dan TB paru sering berhubungan dan telah banyak dibicarakan pada beberapa tahun yang lalu. TB paru sering didapati terutama pada penderita DM yang tidak terkontrol, yang lebih rentan terhadap TB paru dibandingkan dengan penderita non DM. Infeksi TB paru pada DM biasanya lebih sering disebabkan oleh reaktivasi fokus yang lama daripada melalui kontak langsung.34,35 Risiko relatif reaktivasi kuman tuberkulosis ini akan berkembang menjadi TB paru dengan bakteriologis

Dalam dokumen LEMBARAN PERSETUJUAN (Halaman 33-78)

Dokumen terkait