• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resistensi Mikroba

Dalam dokumen LEMBARAN PERSETUJUAN (Halaman 45-53)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Resistensi Mikroba

Resistensi sel mikroba merupakan suatu sifat tidak terganggunya

kehidupan sel mikroba oleh antimikroba.21 Secara umum resistensi dapat diartikan suatu keadaan dimana organisme secara normal mempunyai kemampuan untuk menentang agen di sekitarnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya secara alamiah. Pada keadaan tertentu, apabila interaksi antara obat dengan mikroba kurang baik atau tidak terjadi sama sekali, maka dinyatakan bahwa antibiotika tersebut telah resisten terhadap mikroba tertentu.22

2.3.1. Mekanisme Resistensi Mikroba a. Resistensi Alamiah

Faktor yang menentukan sifat resistensi atau sensitivitas mikroba terhadap antimikroba terdapat pada elemen yang bersifat genetik. Didasarkan pada lokasi elemen untuk resistensi ini, dikenal resistensi kromosom dan resistensi ekstrakromosomal. Sifat genetik dapat menyebabkan suatu mikroba sejak awal resistensi terhadap suatu antimikroba. Resistensi ini disebut resistensi genetika atau resistensi bawaan atau resistensi alamiah.21,22,23

b. Resistensi Didapat

Mikroba yang semula peka terhadap suatu antimikroba dapat berubah sifat genetiknya menjadi kurang atau tidak peka. Perubahan sifat genetik terjadi karena kuman memperoleh elemen genetik yang membawa sifat resisten. Resistensi ini disebut dengan resistensi didapat (acquired resistant). Elemen resistensi ini dapat diperoleh dari luar dan disebut resistensi yang dipindahkan (transferred resistant), dapat juga terjadi akibat mutasi genetik spontan atau akibat rangsangan anti mikroba (induced resistant).21,22,23

Kemampuan bakteri resistensi untuk tetap tumbuh dan multifikasi dengan kehadiran antimikroba menggambarkan adanya perbedaan genetika bakteri resisten dengan bakteri yang sensitif. Bagaimana terjadinya

perubahan genetika dari bakteri yang sensitif menjadi bakteri yang resisten terhadap anti biotika belum dapat dijelaskan secara pasti.22

Dengan mutasi spontan gen mikroba berubah, sehingga yang sensitif terhadap suatu antimikroba menjadi resisten. Dengan adanya antimikroba tersebut terjadi seleksi, strain yang masih sensitif terbasmi, sehingga berakhir dengan terbentuknya populasi resisten.23

Mikroba dapat berubah resisten akibat memperoleh suatu elemen pembawa faktor resisten. Faktor ini mungkin didapat dengan cara transformasi, transduksi atau konyugasi. Dengan transformasi, mikroba menginkorporasi faktor-faktor langsung dari media disekitarnya (lingkungannya). Pada transduksi, faktor resistensi dipindahkan dari suatu mikroba resisten ke mikroba sensitif dengan perantara bakteriofag. Dalam hal ini yang dipindahkan adalah suatu komponen DNA dari kromosom yang mengandung faktor resisten tersebut. Dengan konyugasi terbentuk hubungan langsung antara isi sel bakteri khususnya komponen yang membawa faktor resistensi. Faktor resistensi yang dipindahkan terdapat dalam dua bentuk yaitu plasmid dan episom. Plasmid merupakan suatu elemen genetik (DNA-plasmid) yang terpisah dari DNA-kromosom, jadi merupakan suatu DNA non kromosom. Tidak semua plasmid dapat dipindahkan. Yang dapat dipindahkan adalah plasmid faktor R, disebut plasmid penular (infectious

terjadinya perpindahan faktor R. Masing-masing unit-r membawa sifat resistensi terhadap satu unit mikroba. Dengan demikian berbagai unit-r pada 1 plasmid faktor R membawa sifat resistensi terhadap berbagai anti mikroba sekaligus.21

2.3.2. Mekanisme Resistensi Mycobacterium Tuberculosis

Berbeda dengan resistensi pada kebanyakan bakteri terhadap antibiotika dimana resistensi yang didapat dengan cara transformasi, transduksi atau konyugasi gen, resistensi yang didapat basil Mycobacterium tuberculosis

adalah pada mutasi kromosom utama.23Basil tuberkulosis mempunyai

kemampuan secara spontan melakukan mutasi kromosom yang mengakibatkan basil tersebut resisten terhadap obat antimikroba. Mutasi yang terjadi adalah unlinked, oleh karenanya resistensi obat yang terjadi biasanya tidak berkenaan dengan obat yang tidak berhubungan. Munculnya resistensi obat menggambarkan peninggalan dari mutasi sebelumya, bukan perubahan yang disebabkan karena terpapar dengan pengobatan. Mutasi yang bersifat unlinked ini menjadi dasar utama dalam prinsip pengobatan tuberkulosis modern.17,24

Mutan basil yang resisten terhadap suatu obat timbul secara alamiah dan diseleksi oleh pengobatan yang tidak adekuat. Pengobatan yang tidak adekuat ini meliputi penggunaan satu macam obat saja (direct monotherapy) atau penggunaan terapi kombinasi tetapi strain kuman hanya sensitif

terhadap satu macam obat saja, sebagai hasilnya timbul resistensi sekunder terhadap satu obat. Mutasi yang baru pada populasi basil yang berkembang ini akhirnya dapat menimbulkan MDR apabila pengobatan yang tidak adekuat dilanjutkan. Penderita tuberkulosis dengan resistensi sekunder bisa menularkan kuman yang sudah resisten tersebut kepada orang lain yang kemudian disebut resistensi primer. Resistensi primer, sama seperti resistensi sekunder dapat ditularkan kepada orang lain sehingga terjadi penyebaran penyakit resisten obat pada masyarakat.25

Mutasi alam Mutan resisten

Koloni M. Tuberculosis

Seleksi strain resisten karena terapi inadekuat

T Transmisi droplet MDR sekunder multipel Infeksi HIV Kontrol infeksi inadekuat Terlambat diagnostik MDR primer ( multipel )

Lebih banyak MDR primer ( multipel)

2.3.3. Resistensi Terhadap INH

Isoniazid adalah derivat nikotinamid yang juga dikenal dengan isonikotinic

acid hydrazide (INH) dengan rumus kimia 4-pyridinecarboxylic acid hidrazide. Target kerja isoniazid sebagai antituberkulosis sama dengan mekanisme terjadinya resistensi isoniazid. Sacchetiniand Blachard menunjukkan bahwa isoniazid bekerja menghambat enoyl-acyl carier protein reductase, yang diperlukan dalam biosintesa asam mikolat dinding sel kuman tuberkulosis. Isoniazid menghambat pembentukan dinding sel kuman dalam bentuk isoniazid aktif yaitu setelah mengalami oksidasi. Aktivasi isonizid memerlukan enzim catalase-periksidase (gen katG) dan hidrogen peroksida yang dihasilkan kuman TB. KatG adalah satu-satunya enzim yang dapat mengaktifkan isoniazid, dengan demikian mutasi gen katG strain kuman TB merupakan kuman yang resisten terhadap isoniazid. Demikian juga mutasi gen inhA yang diperlukan dalam pembentukan asam mikolat pada kuman TB akan menjadikan kuman resisten terhadap isoniazid.16,23,26,27,28

2.3.4. Resistensi Terhadap Rifampisin

Rifampisin menghambat proses transkripsi RNA kuman TB dengan berikatan pada sub unit beta (RpoB) RNA polimerase dan mencegah pembentukan RNA. Mutasi pada gen RpoB menyebabkan kuman TB resisten terhadap rifampisin. Resisten terhadap rifampisin dapat dianggap mewakili

MDR – TB sejak dijumpai paling banyak strain kuman TB yang resisten terhadap rifampisin juga resisten terhadap isoniazid.12,23,26

2.3.5. Resistensi Terhadap Pirazinamid

Pirazinamid dengan struktur kimia yang sama dengan nikotinamid, sejak tahun 1952 telah diketahui sebagai obat antituberkulosis, tetapi menjadi komponen yang penting OAT jangka pendek baru pada pertengahan tahun 1980-an. Pirazinamid aktif menyerang semi dorman kuman TB yang mana efek tersebut tidak dimiliki oleh obat lain, disamping mempunyai daya kerja sinergis yang sangat kuat bersama isoniazid dan rifampisin sebagai kemoterapi dalam pengobatan TB, sehingga bisa mengurangi jangka waktu pengobatan dari 9 sampai 12 bulan menjadi 6 bulan. Pirazinamid sama seperti isoniazid juga menghambat sintesa dinding sel kuman TB, namun mekanisme kerjanya yang benar-benar pasti belum diketahui. Pirazinamid hanya efektif membunuh kuman TB apabila kuman tersebut menghasilkan nikotinamidase dan pirazinamidase, yaitu enzim yang diperlukan dalam mengubah pirazinamid menjadi asam pirazinoat. Scorpio dan Zhang mengisolasi gen pncA mikobakteria, kode untuk enzim amidase, menunjukkan mutasi gen pncA bertanggung jawab terhadap terjadinya resistensi kuman TB terhadap pirazinamid.16,29,30,31

2.3.6. Resistensi Terhadap Etambutol

Etambutol dengan rumus kimia dextro-2,2’-(ethildimino)-di-1 onol adalah senyawa kimia sintetis yang mempunyai efek antimikroba. Sampai sekarang mekanisme kerja ethambutol serta dasar genetik resistensi belum diketahui secara jelas. Spesifik etambutol untuk spesies mikobakteria diindikasikan bahwa target yang dituju menyangkut pengrusakan dinding sel. Etambutol mencegah pembentukan dinding sel dengan menghambat

arabinosyltransferase yang menyangkut dalam biosintesa arabinogalactan dan lipoarabinomannan. Resistensi terhadap etambutol ternyata berhubungan dengan perubahan pada gen embCAB arabinosyltransferase, dengan kode protein embA, embB dan embC. Protein ini berperan dalam produksi komponen dinding sel arabinogalactan dan lipoarabinomannan. Alcaide dkk. menunjukkan bahwa mutasi pada embB sangat berhubungan dengan resistensi kuman TB terhadap etambutol.16,32,35

2.3.7. Resistensi Terhadap Streptomisin

Streptomisin merupakan obat antituberkulosis yang telah lama ditemukan dan dikenal sangat aktif membunuh kuman TB dengan mengganggu pembacaan kode amicoacyl-tRNA, sehingga menghambat penterjemahan mRNA. Salah satu yang umum sebagai tambahan mekanisme resistensi kuman terhadap streptomisin adalah asetilasi obat oleh enzim modifikasi

TB terhadap streptomisin dihubungkan dalam dua kelas mutasi yang berbeda, yaitu mutasi pada point S12 protein ribosom dengan kode gen rpsL dan mutasi pada 16S rRNA dengan kode gen rrs. Mutasi pada rpsL dan rrs dapat menyebabkan resistensi kuman TB terhadap streptomisin.32,33,35

Dalam dokumen LEMBARAN PERSETUJUAN (Halaman 45-53)

Dokumen terkait