• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas. Untuk itu, kemampuan peserta didik dalam menguasai konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi serta insight (tilikan akal) amat diperlukan (Syah, 2015). Mengingat bahwa materi redoks merupakan salah satu materi sulit dalam kimia, diperlukan langkah-langkah yang tepat untuk mengajarkan keterampilan pemecahan masalah kepada peserta

20

didik. Menurut Udo (2011) langkah Selvaratnam-Frazer Problem Solving Model (SPSM) dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam pengajaran dan pembelajaran reaksi redoks sebagai berikut.

a. Mengklarifikasi dan menjelaskan masalah.

b. Menyeleksi kunci dari persamaan atau hubungannya.

c. Menurunkan hubungan untuk jawaban dari masalah atau perhitungan.

d. Mengumpulkan data, mengecek satuan dan menghitung atau menyelesaikan masalah.

e. Meninjau kembali, mengecek tahap 1-4, mengonfirmasi satuan dan pengetahuan dari situasi.

Mengklarifikasi dan menjelaskan masalah melibatkan. a. Membaca dengan cepat melalui pernyataan masalah. b. Mengidentifikasi hal yang diketahui dan tidak diketahui. c. Menyeleksi dan menyusun data dalam cara yang tepat. d. Memfokuskan pada masalah yang akan diselesaikan.

Tiga dimensi dari kepercayaan diri dalam “kemampuan pemecahan masalah”, “sebuah pendekatan-pengelakan” dan “kontrol personal” merupakan sesuatu yang konsisten. Dalam menguji sebuah harapan umum untuk pemecahan masalah dalam individu, yang paling penting merupakan satu harapan dapat memengaruhi dalam apa yang terjadi pada diri sendiri. Hal ini tampaknya berhubungan dekat dengan kepercayaan diri dalam kemampuan pemecahan masalah seseorang dan sedikit berhubungan dengan kontrol diri sendiri. Orang-orang yang mengekspresikan kepercayaan diri dalam kemampuan mereka untuk mengontrol aspek-aspek dari

21

lingkungannya juga cenderung menjadi pemecah masalah yang baik. Pencari alternatif yang sangat aktif merupakan sebuah perilaku pemecahan masalah yang baik, yaitu konsisten dengan dimensi yang kedua yaitu “pendekatan-pengelakan”. Pemecah masalah yang sukses tidak menurunkan kata hati dan tidak menjauhi masalah, tetapi berusaha mengikutsertakan kebiasaan perilaku pemecahan masalah. Pemecah masalah yang sukses mempunyai banyak strategi untuk mengontrol kebiasaan mereka dan tampaknya tidak tergesa-gesa dalam proses memecahkan masalah (Heppner & Petersen, 1982).

Menurut Seyhan (2014), terdapat 4 indikator dalam memecahkan suatu masalah yaitu memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melakukan rencana pemecahan masalah dan memeriksa kembali pemecahan masalah dan terdapat 3 faktor yang memengaruhi persepsi peserta didik dalam memecahkan

suatu masalah yaitu “percaya diri dalam kemampuan pemecahan masalah”, “mendekati-menjauhi” dan “kontrol diri”. Hasil penelitian yang dilakukan, peserta didik percaya diri dalam memecahkan masalah. Peserta didik menyebutkan

kepercayaan diri pada pernyataan “secara umum saya mampu mengambil keputusan melalui diri sendiri”, “ketika merencanakan menyelesaikan satu dari

masalah saya, saya percaya bahwa saya dapat melaksanakan rencana saya”, “saya

percaya bahwa saya dapat menyelesaikan kebanyakan dari masalah yang saya alami

jika saya mempunyai waktu yang cukup dan mencoba dengan maksimal”. Faktor

kedua adalah “mendekati-menjauhi” sebuah masalah yang dinyatakan pada

peryataan “tidak berfikir terlalu mendalam mengenai bagaimana mereka dalam

22

menghadapi sebuah masalah yang sulit”, “tidak berfikir mendetail mengenai apa

yang berguna dan apakah yang tidak berguna dalam memecahkan sebuah masalah”, ”tidak menginvestigasi alasan jika metode pemecahan yang peserta didik gunakan dalam memecahkan sebuah masalah gagal”. Faktor kontrol diri terdapat pada

pernyataan “ragu mengenai kemampuan diri sendiri dalam mengatasi sebuah masalah dalam kasus gagal dalam memecahkan masalah di tahap awal” dan ”mereka kecewa atas ketergesaan dalam mengambil keputusan yang mereka telah ambil”.

3. Elektrokimia

Elektrokimia adalah cabang ilmu kimia yang berkenaan dengan interkonversi energi listrik dan energi kimia. Proses elektrokimia adalah reaksi redoks (oksidasi- reduksi) dimana dalam reaksi ini energi yang dilepas oleh reaksi spontan diubah menjadi listrik atau dimana energi listrik digunakan agar reaksi yang nonspontan bisa terjadi (Chang, 2010). Dahulu, kata oksidasi mempunyai arti reaksi dengan oksigen. Makna tersebut berlaku pada proses pembakaran baik secara cepat atau lambat dari berbagai materi yang berada pada atmosfer. Sedangkan kebanyakan perubahan yang disebabkan oleh reaksi dengan oksigen dapat diselesaikan dengan reagen lain yang dinamakan dengan agen pengoksidasi (Benjamin, 1971). Kata oksidasi merujuk pada gabungan suatu unsur dengan oksigen menghasilkan sebuah oksida dan kata reduksi merujuk pada penghilangan oksigen dari suatu oksida menghasilkan unsur. Beberapa proses oksidasi reduksi sudah umum berkembang dalam kehidupan manusia sehari-hari dan masih mempunyai nilai yang sangat besar. Oksidasi (perkaratan) dari logam besi dengan reaksi dengan kelembaban

23

udara sudah menjadi hal yang umum dan masil menjadi masalah yang sangat penting dan sangat besar dalam perusakan bangunan, kapal serta jembatan. Reduksi dari bijih besi (Fe2O3) dengan arang (C) untuk membuat logam besi sudah

dilakukan sejak jaman dahulu dan masih digunakan sekarang dalam awal langkah- langkah pembuatan baja.

4 Fe(s) + 3 O2(g) → 2 Fe2O3(s) (1)

2 Fe2O3(s) + 3 C(s) → 4 Fe(s) + 3 CO2(g) (2)

(McMurry, 2010)

Pada tahun 1789, seorang ahli kimia dari Perancis yaitu Antonie Lavoisier menemukan bahwa pembakaran melibatkan reaksi dari bahan-bahan kimia dalam bahan bakar yang bervariasi, seperti kayu dan batu bara, tidak hanya dengan udara tetapi lebih spesifik dengan oksigen dalam udara. Seiring berjalannya waktu, Ilmuan menyadari bahwa beberapa sebenarnya contoh istimewa dari banyak fenomena umum, salah satunya yang mana elektron ditransfer dari satu zat ke zat lain. Reaksi oksidasi reduksi adalah transfer elektron, atau lebih singkatnya disebut reaksi redoks. Makna oksidasi digunakan untuk mendeskripsikan kehilangan elektron oleh satu reaktan dan reduksi untuk mendeskripsikan mendapatkan elektron dari zat lain. Tidak ada zat yang teroksidasi dan tereduksi masing-masing dan total elektron yang dilepas oleh satu zat selalu sama dengan total elektron yang diperoleh oleh zat lain. Jika hal ini tidak benar, elektron-elektron akan nampak sebagai produk dari keseluruhan reaksi dan hal ini tidak pernah diamati sebelumnya. Jika elektron yang dilepas tidak sama dengan elektron yang diterima

24

maka hal tersebut menyalahi aturan hukum konservasi massa dan tidak terjadi dalam reaksi kimia (Brady & Jespersen, 2012).

Untuk mengetahui kapan reaksi redoks terjadi maka perlu menentukan masing-masing atom dalam suatu senyawa yang dinamakan bilangan oksidasi yang mengindikasikan apakah atom tersebut netral, kaya elektron, atau miskin elektron. Dengan membandingkan bilangan oksidasi dari suatu atom sebelum dan sesudah reaksi, kita dapat menjelaskan apakah suatu atom menerima elektron atau kehilangan elektron (McMurry, 2010).

Oksidasi adalah proses naiknya bilangan oksidasi beberapa unsur dengan dilepasnya elektron, sedangkan reduksi adalah proses turunnya bilangan oksidasi beberapa unsur dengan diperolehnya elektron (Petrucci et al., 2008). Untuk dapat menelusuri elektron-elektron yang terlibat dalam reaksi redoks, maka perlu dituliskan bilangan oksidasi pada reaktan maupun produk. Bilangan oksidasi atau disebut juga tingkat oksidasi merujuk pada jumlah muatan yang dimiliki suatu atom dalam molekul (senyawa ionik) jika elektron-elektronnya berpindah seluruhnya (Chang, 2010). Aturan-aturan menurut DeCoste & Zumdahl (2010) untuk menentukan bilangan oksidasi adalah sebagai berikut.

a. Bilangan oksidasi suatu atom di dalam unsur yang tidak bergabung adalah 0. b. Bilangan oksidasi dari ion monoatomik adalah sama dengan muatan ionnya. c. Oksigen mempunyai bilangan oksidasi -2 di dalam kebanyakan senyawa

kovalen. Sebagai pengecualian: dalam peroksida (senyawa yang mengandung gugus O22-) mempunyai bilangan oksidasi -1.

25

d. Dalam senyawa kovalennya dengan nonlogam, hidrogen mempunyai bilangan oksidasi +1.

e. Dalam senyawa biner, unsur yang mempunyai keelektronegatifan lebih besar ditentukan dengan sebuah bilangan oksidasi negative sebanding dengan muatannya sebagai suatu anion dalam senyawa ionnya.

f. Untuk senyawa yang netral (tidak bermuatan), jumlah bilangan oksidasinya harus 0.

g. Untuk senyawa ion, jumlah bilangan oksidasinya harus sama dengan muatan senyawa ion tersebut.

Konsep redoks merupakan konsep yang sangat sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak hal-hal yang terkait dengan reaksi oksidasi-reduksi dan elektrokimia. Istilah oksidasi, reduksi, dan reaksi redoks merupakan pusat pemahaman kimia sehingga harus dipikirkan dengan baik. Dengan konsep redoks, peserta didik dapat mengartikan banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Peristiwa pembakaran, perkaratan besi serta proses korosi (Shehu, 2015). Karena konsep redoks merupakan konsep penting dan paling dekat dengan kehidupan sehari-hari maka diperlukan pemahaman yang baik oleh peserta didik. Namun kesulitan mempelajari konsep redoks ini banyak dialami oleh peserta didik. Respon peserta didik mengenai konsep yang sulit di dalam materi elektrokimia menurut Akram et al. (2014) diklasifikasikan menjadi 5 sub bab yaitu:

a. Konduksi elektrolisis ion

26 c. Reaksi redoks

d. Agen pengoksidasi dana gen pereduksi

e. Produk yang didapatkan pada anoda dan katoda

Konsep redoks merupakan konsep yang selalu dengan mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Konsep yang menimbulkan masalah dalam pembelajaran redoks adalah konsep agen pereduksi dan agen pengoksidasi dan konsep bilangan oksidasi. Pemahaman konsep yang sangat sulit juga ditunjukkan pada materi penyetaraan reaksi redoks yang sangat kompleks (De Jong, 1995).

Pemahaman konsep redoks mengenai penyetaraan reaksi redoks juga merupakan kendala yang dihadapi oleh peserta didik. Berikut merupakan persentase respon peserta didik terhadap penyetaraan menggunakan metode setengah reaksi.

Tabel 1.

Respon Peserta Didik Terhadap Penyetaraan Reaksi Redoks Menggunakan Metode Setengah Reaksi

Respon Peserta Didik Frekuensi (%)

Benar 18,7

Salah 79,1

Tidak ada jawaban 2,2 (Ferouni et al., 2012)

4. Penyelesaian Persamaan Reaksi Redoks

Dalam konsep redoks, setelah peserta didik mampu menentukan suatu persamaan apakah termasuk reaksi redoks atau bukan, selanjutnya diperlukan pengetahuan peserta didik untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks. prinsip yang sama dalam menyetarakan persamaan berlaku pada persamaan oksidasi

27

reduksi (redoks) sebagaimana dengan persamaan lain, menyetarakan banyaknya atom, dan menyetarakan muatan listrik. Namun, sering sedikit lebih sukar untuk mengaplikasikan prinsip ini pada persamaan redoks. Faktanya, hanya sebagian kecil persamaan redoks yang dapat disetarakan dengan pengamatan sederhana (Petrucci et al., 2008). Untuk diperlukan suatu metode yang memudahkan peserta didik dalam menyetarakan sebuah persaman reaksi redoks. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks antara lain metode inspeksi, metode aljabar, metode bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi serta metode setengah reaksi termodifikasi.

a. Metode inspeksi

Menyetarakan persamaan reaksi dengan inspeksi sering dipercaya sebagai proses trial dan error (coba-coba) oleh karena itu metode tersebut hanya dapat digunakan untukk persamaan reaksi kimia sederhana (Toth, 1997). Penyetaraan reaksi redoks menggunakan inspeksi umumnya dideskripsikan menggunakan 6 langkah sebagai berikut.

1) Dari persamaan rangka, pemecah masalah membuat sebuah list masing-masing unsur yang terlibat dalam reaksi dan memisahkan list tersebut menjadi dua kolom, satu kolom untuk reaktan dan satu kolom untuk produk.

2) Menyetarakan logam (kecuali hidrogen). 3) Menyetarakan nonlogam (kecuali oksigen). 4) Menyetarakan oksigen.

5) Menyetarakan hidrogen.

28 (Charnock, 2016)

b. Metode Aljabar

Metode penyetaraan secara matematika (aljabar) lebih mudah ditemui daripada menggunakan metode inspeksi. Metode aljabar menurut Charnock (2016) umumnya mempunyai 6 langkah sebagai berikut.

1) Menentukan koefisien yang tidak dapat ditentukan oleh masing-masing spesies

kimia (contohnya a,b,c….y dan z) dari reaksi yang belum setara.

2) Mengarang sebuah list untuk membawa penyelesaian masing-masing koefisien yang belum ditentukan.

3) Menulis kondisi yang setara untuk masing-masing unsur.

4) Meletakkan satu dari koefisien yang belum setara dengan nilai 1. 5) Menyederhanakan persamaan faktorial melalui penjumlahan.

Metode secara aljabar untuk menyetarakan persamaan reaksi kimia merupakan suatu metode yang masih tradisional dan kurang popular dibandingkan metode alternatif. Demikian juga menggunakan aljabar untuk menyetarakan persamaan redoks sudah terbukti lebih sulit, membiarkan metode lain seperti inspeksi dan setengah reaksi untuk lebih dipikirkan secara umum (Fox, 2015). Pengajar kimia dan peserta didik yang menyukai matematika cenderung memilih metode ini meskipun seringkali aturan-aturan yang ada sering diabaikan. Mereka lebih menekankan persamaan-persamaan yang kemudian diselesaikan secara matematis (Purtadi, 2006). Menggunakan metode aljabar terbukti tidak terlalu favorit digunakan untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks untuk peserta didik yang kurang menyukai matematika. Semakin kompleks suatu persamaan yang

29

harus diselesaikan, semakin komples pula persamaan aljabar yang harus diselesaikan.

c. Metode Bilangan Oksidasi

Metode ini tergantung pada fakta bahwa kenaikan bilangan oksidasi untuk atom-atom yang teroksidasi harus sama dengan nilai absolut dari penurunan bilangan oksidasi atom-atom yang tereduksi. Langkah-langkah penyetaraan menggunakan metode bilangan oksidasi menurut Ebbing & Gammon (2009) adalah sebagai berikut.

1) Menentukan bilangan oksidasi semua atom yang terlibat dalam reaksi. Menentukan atom manakah yang mengalami perubahan bilangan oksidasi. Menyetarakan persamaan di masing-masing atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi dengan menyesuaikan koefisien dari spesies yang mengandung atom atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi.

2) Menentukan jumlah total elektron yang dilepas pada oksidasi dan jumlah total elektron yang diperoleh pada reduksi. Buatlah jumlah elektron ini sama dengan mengalikan spesies yang terlibat dalam oksidasi dengan satu faktor dan atom yang terlibat dalam reduksi dengan faktor lain.

3) Menyetarakan atom-atom lain di dalam persamaan reaksi redoks dengan inspeksi.

d. Metode Setengah Reaksi

Salah satu metode yang sering digunakan oleh guru untuk mengajarkan kepada peserta didik di Indonesia adalah metode setengah reaksi. Dalam kurikulum 2013, indikator yang harus dicapai oleh peserta didik adalah mampu menyetarakan

30

persamaan reaksi redoks menggunakan metode setengah reaksi. Kunci utama untuk menyetarakan menggunakan metode setengah reaksi adalah menyadari bahwa persamaan reaksi redoks dapat dibagi menjadi dua bagian atau setengah reaksi. Setengah reaksi satu disebut dengan reaksi oksidasi dan setengah reaksi lainnya disebut sebagai reaksi reduksi (McMurry, 2010). Langkah untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks menurut Raharjo (2014) menggunakan metode setengah reaksi dibedakan menjadi dua bagian yaitu dalam suasana asam dan suasana basa. 1) Suasana Asam

Langkah-langkah penyetaraan dalam suasana asam adalah sebagai berikut. a) Menuliskan setengah reaksi yang terjadi yaitu setengah reaksi reduksi atau

oksidasi.

b) Setarakan jumlah atom yang teroksidasi dan tereduksi.

c) Setarakan jumlah atom oksigen dengan cara menambahkan molekul H2O

pada ruas yang kekurangan atom oksigen.

d) Setarakan jumlah hidrogen dengan menambahkan H+ pada ruas yang kekurangan atom H.

e) Setarakan jumlah muatan ruas kiri dan ruas kanan dengan menambahkan elektron di ruas yang jumlah muatannya lebih besar.

f) Menjumlahkan setengah reaksi oksidasi dengan setengah reaksi reduksi. 2) Suasana Basa

Langkah-langkah penyetaraan dalam suasana basa adalah sebagai berikut. a) Menuliskan setengah reaksi yang terjadi yaitu setengah reaksi reduksi atau

31

b) Setarakan jumlah atom yang teroksidasi dan tereduksi. c) Tambahkan OH- pada ruas yang kekurangan atom oksigen.

d) Tambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom hidrogen.

e) Setarakan jumlah muatan ruas kiri dan ruuas kanan dengan menambahkan elektron di ruas yang jumlah muatannya lebih besar.

f) Menjumlahkan setengah reaksi oksidasi dengan setengah reaksi reduksi. Dari langkah-langkah diatas, ketidaksederhanaan aturan untuk penyetaraan persamaan reaksi dengan metode setengah reaksi juga menjadi pemicu kesulitan bagi peserta didik (Raharjo, 2014).

e. Metode Setengah Reaksi Termodifikasi

Pada metode setengah reaksi, peserta didik harus dapat membedakan cara penyelesaian dalam suasana asam dan suasana basa. Aturan tersebut menyulitkan peserta didik untuk menyetarakan reaksi. Penyetaraan reaksi dalam suasana basa yang dapat diselesaikan seolah-olah dalam suasana asam mengindikasikan bahwa dalam penyetaraan reaksi redoks tidak harus berpatokan pada penambahan OH- untuk suasana basa dan H+ dalam suasana asam.

Modifikasi dilakukan dengan syarat bahwa reaksi berlangsung dalam larutan dalam air. Hal yang perlu ditekankan pada peserta didik cukup sederhana, yaitu air (H2O) dapat membentuk ion H+ dan OH– dan sebaliknya. Pada suasana apapun ion

OH– digunakan untuk menyeimbangkan jumlah atom O, dan ion H+ untuk H. Suasana asam atau basa diperhatikan setelah reaksi total setara. Untuk suasana asam tambahkan H+ dan basa ditambahkan OH. Bila H+ dan OH bertemu dalam satu

32

sama dengan ion OH– atau H+ yang ada. Langkah-langkah menyetarakan menggunakan metode setengah reaksi menurut Purtadi (2006) termodifikasi adalah sebagai berikut.

1) Membagi kedua reaksi menjadi persamaan reaksi oksidasi dan persamaan reaksi reduksi.

2) Menyetarakan semua atom yang terlibat dalam reaksi selain O dan H.

3) Dalam suasana asam maupun basa, tambahkan OH- untuk sisi yang kekurangan

O dan H+ untuk sisi yang kekurangan H.

4) Mengalikan persamaan reaksi dengan faktornya.

5) Menjumlahkan setengah reaksi, tambahkan H+ atau OH- (sesuai dengan suasana yang diminta) untuk menetralkan reaksi.

6) Memastikan jumlah atom dan muatan sudah setara. B. Kerangka Berfikir

Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka memengaruhi peserta didik agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Tujuan pendidikan mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan murid dalam proses pengajaran.

Mata pelajaran kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Kimia merupakan ilmu yang menjadi dasar dalam sains. Seringkali peserta didik menganggap kimia merupakan mata pelajaran

33

yang sulit dan mempelajari tentang sesuatu yang abstrak. Konsep dalam kimia sangat sulit untuk dipahami oleh peserta didik dan menyebabkan peserta didik tidak dapat memecahkan suatu permasalahan menggunakan konsep yang telah dipelajari. Kesulitan memecahkan masalah peserta didik mengenai materi dalam kimia disebabkan oleh rendahnya persepsi peserta didik terhadap kemampuan pemecahan masalah. Persepsi pertama ketika menghadapi soal kimia yaitu soal tersebut sulit untuk dipecahkan. Persepsi yang ditimbulkan disebabkan karena peserta didik tidak menguasai konsep kimia sebagai prasyarat memecahkan suatu masalah dalam kimia. Peserta didik dikatakan berhasil dalam menguasai konsep jika peserta didik mampu mengaplikasikan konsep tersebut dalam memecahkan suatu masalah.

Elektrokimia merupakan salah satu materi yang tergolong sulit untuk jenjang Sekolah Menengah Atas. Dalam elektrokimia, materi redoks merupakan salah satu materi yang diajarkan pada kelas X. Penyetaraan reaksi redoks salah satu subbab yang sangat sulit bagi peserta didik. Sulitnya materi penyetaraan reaksi redoks ditunjukkan pada langkah penyetaraan reaksi yang sulit dipahami peserta didik. Metode penyetaraan reaksi yang digunakan untuk Sekolah Menengah Atas dalam kurikulum 2013 revisi adalah metode bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi. Metode bilangan oksidasi lebih menekankan penyelesaian secara matematis. Pada metode setengah reaksi, peserta didik harus mampu membedakan langkah penyetaraan dalam suasana asam dan suasana basa. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang menyulitkan peserta didik dalam menyelesaikan soal penyetaraan reaksi redoks. Ketika dihadapkan dengan soal penyetaraan reaksi redoks yang

34

sedikit kompleks, peserta didik akan kesulitan untuk menyetarakan ketika harus mengidentifikasi suasana basa ataukah asam.

Metode setengah reaksi termodifikasi merupakan metode penyetaraan reaksi redoks yang lebih memudahkan peserta didik dalam memecahkan masalah kimia berupa soal penyetaraan reaksi redoks. Peserta didik cukup mengingat bahwa untuk semua suasana sisi reaksi yang kekurangan atom O ditambah dengan OH–dan yang kekurangan atom H ditambahkan H+.

Dari uraian di atas, metode setengah reaksi termodifikasi diterapkan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kemampuan pemecahan masalah dan persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

C. Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara peserta didik dengan menggunakan metode setengah reaksi dan peserta didik dengan menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi.

2. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi. 3. Peserta didik mempunyai persepsi diri yang baik terhadap kemampuan

35 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif menggunakan metode quasi experiment. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Penelitian dengan desain quasi eksperimen, tidak menggunakan subjek secara acak dari populasi tetapi menggunakan seluruh subjek dalam kelompok yang utuh untuk diberi perlakuan (Fraenkel & Wallen, 2009). Desain dari penelitian eksperimen ini adalah Quasi Experimental Design dengan menggunakan bentuk Pretest-Posttest Control Group Design yaitu penelitian dibagi menjadi dua kelompok, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pretest-posttest design sangat luas digunakan dalam penelitian untuk membandingkan kelompok-kelompok atau mengukur perubahan hasil dari perlakuan dalam penelitian (Dimitrov & Rumrill, 2003). Design tersebut digambarkan seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Alur Design Pretest-Posttest Control Group

Keterangan:

Kel Ex = kelompok eksperimen R Kel Ex Kel K O1 O2 X O3 O4

36 Kel K = kelompok kontrol

O1 = kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan

O2 = kelompok kontrol sebelum diberi perlakuan

X = perlakuan yang diberikan, yaitu penyetaraan redoks menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi

O3 = kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan

O4 = kelompok kontrol setelah diberi perlakuan

(Suharsaputra, 2014)

Dalam desain penelitian ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal dari kedua kelompok tersebut. Setelah mengetahui hasil pretest dari kedua kelompok tidak memiliki perbedaan rata-rata yang signifikan, langkah selanjutnya yaitu melaksanakan pembelajaran.

Dokumen terkait