• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Penerapan Metode Setengah Reaksi Termodifikasi dalam Penyelesaian Persamaan Reaksi Redoks Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah dan Persepsi Diri Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 4 Magelang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Penerapan Metode Setengah Reaksi Termodifikasi dalam Penyelesaian Persamaan Reaksi Redoks Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah dan Persepsi Diri Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 4 Magelang."

Copied!
448
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE SETENGAH REAKSI TERMODIFIKASI DALAM PENYELESAIAN PERSAMAAN REAKSI REDOKS DITINJAU DARI

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN PERSEPSI DIRI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA

DIDIK KELAS X SMA NEGERI 4 MAGELANG

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh : Damai Setiati 13303244003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

ii

EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE SETENGAH REAKSI TERMODIFIKASI DALAM PENYELESAIAN PERSAMAAN REAKSI REDOKS DITINJAU DARI

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN PERSEPSI DIRI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA

DIDIK KELAS X SMA NEGERI 4 MAGELANG Oleh:

Damai Setiati 13303244003

Dosen Pembimbing: Sukisman Purtadi, M.Pd

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi dalam penyetaraan reaksi redoks peserta didik kelas X SMA Negeri 4 Magelang ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara peserta didik dengan menggunakan metode setengah reaksi dan dengan kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi.

Penelitian ini didesain sebagai penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan Pretest-Posttest Control Group Design. Populasi penelitian ini adalah peserta didik kelas X SMA Negeri 4 Magelang sebanyak empat kelas yang berjumlah 128 peserta didik. Sampel penelitian ini adalah peserta didik kelas X SMA Negeri 4 Magelang terdiri dari kelas kontrol dan kelas eksperimen yang masing-masing berjumlah 32 peserta didik. Kelas eksperimen diberi perlakuan penggunaan metode setengah reaksi termodifikasi. Instrumen yang digunakan adalah soal pretest dan posttest, LKPD dan angket. Data mengenai kemampuan pemecahan masalah dianalisis menggunakan paired t-test dan uji gain score ternormalisasi. Data persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan (a) terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan p-value pada uji gain score ternormalisasi sebesar 0,000< α (0,05) (b) terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi dengan p value pada paired t-test sebesar 0,000 < α (0,05) dan (c) terdapat peningkatan penilaian diri terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi yang ditunjukkan dari hasil angket hampir semua indikator mencapai persentase lebih dari 50%.

(3)

iii

EFFECTIVENESS OF MODIFIED HALF REACTION METHOD IN SOLVING BALANCING REDOX REACTION IN TERMS OF PROBLEM SOLVING SKILL AND SELF PERCEPTION ON PROBLEM SOLVING SKILL SKILL

ABILITY OF GRADE X STUDENTS OF SMA NEGERI 4 MAGELANG By:

Damai Setiati 13303244003

Supervisor: Sukisman Purtadi, M.Pd

ABSTRACT

The purpose of this research was to determine the effectiveness of teaching learning using modified half reaction method in balancing the redox reactions of students of grade X of SMA Negeri 4 Magelang in terms of problem solving skill and self perception on problem solving skill. In addition, this study was aimed to determine the differences in problem solving skills among students using a half-reaction method compare to problem solving skills among students using modified half reaction method.

This research was designed as quasi experimental research with pretest-posttest control group design. The population of this study was students of grade X of SMA Negeri 4 Magelang as many as four classes, amounting to 128 students. The sample of this research was students of grade X of SMA Negeri 4 Magelang, consists of two classes and each classes have 32 students. The experimental class was treated using a modified half reaction method. The instruments used are pretest, posttest, LKPD and questionnaire. Data on problem solving abilities were analyzed using paired t-test and normalized gain score test. Data of self perception on problem solving skill was analyzed by using quantitative descriptive method.

The results showed (a) there was a significant difference of problem solving skill of student in control class and experimental class with p-value on a normalized gain score test of 0,000<α (0.05) (b) there was a difference of problem solving ability of experimental class before and after conducting teaching learning by using the modified half reaction method with p-value on paired t-test of 0.000<α (0,05) and (c) there was an increase in self

assessment of student’s problem solving ability by using modified half reaction method

and it shown from the result of questionnaires that almost all indicators reached a percentage more than 50%.

(4)

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, 8 Juni 2017 Yang menyatakan

Damai Setiati NIM. 13303244003 Nama : Damai Setiati

NIM : 13303244003 Program Studi : Pendidikan Kimia

(5)
(6)
(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Alhamdulillah atas semua karunia dan nikmat-Mu, penulisan tugas akhir skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Hasil tugas akhir skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan, kelancaran, rejeki dan kesehatan.

2. Ibu saya Suklatun Khairiyah S.Pd dan Ayah saya Peltu Muhamad sebagai motivator dalam hidup saya, yang selalu mendukung, mendoakan dan mendengarkan keluh kesah saya. Terimakasih atas semua yang telah Ibu dan Ayah berikan selama ini.

3. Pembimbing skripsi saya Bapak Sukisman Purtadi, M.Pd. yang selalu mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk membimbing saya dengan sabar, semangat dan humoris, terimakasih telah menjadi salah satu motivator untuk saya.

4. Kakak saya Sinta Adi Pratiwi, S.Pd dan adik saya Adi Pranata yang selalu menghibur dan mendukung saya.

5. Teman-teman seperjuangan, Syifa, Rahma, Arini, Safira, Yumna, Azmi, Hafsha, Anita, Asti, Fitri, Novi, Miftah , Ica, Oca terimakasih untuk support nya.

(8)

viii MOTTO

“Inna ma’al ‘usri yusroo”

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan

(QS. 3:146)

“Wallahu ma’as shoobiriin”

Dan Allah menyertai orang-orang yang sabar

(QS. Al-Anfal:66)

“Be the reason someone smile even though you’re having so much trouble”

Damai Setiati

“There is a God part in you. The consciousness. The Pure Self. Learn to listen the

voice of that power”

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Efektivitas Penerapan Metode Setengah Reaksi Termodikasi dalam Penyelesaian Persamaan Reaksi Redoks Ditinjau dari Kemampuan Pemecahan Masalah dan Persepsi Diri Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 4 Magelang”. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun tugas akhir skripsi.

2. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan dalam penulisan skripsi.

3. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang memberikan persetujuan pelaksanaan tugas akhir skripsi.

4. Bapak Sukisman Purtadi, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta serta sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan dukungan dalam penulisan skripsi.

5. Ibu Dina, M.Pd, Ibu Siti Marwati, M.Si dan Bapak Puji, M.Pd selaku validator instrumen penelitian TAS yang memberikan saran/masukan perbaikan sehingga penelitian TAS dapat terlaksana sesuai tujuan.

6. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D dan Ibu C. Budimarwanti, M.Si selaku penguji utama dan penguji pendamping yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini.

7. Bapak Ibu Dosen FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah membagikan pengetahuan dan ilmunya dalam penulisan skripsi.

(10)

x

9. Peserta didik kelas X SMA Negeri 4 Magelang yang berpartisipasi dan membantu dalam kelancaran penelitian.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam kelancaran skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Yogyakarta, 8 Juni 2017 Penulis,

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

SURAT PERNYATAAN... iv

LEMBAR PERSETUJUAN... v

LEMBAR PENGESAHAN... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

MOTTO... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 8

C. Pembatasan Masalah... 9

D. Rumusan Masalah... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

(12)

xii

A. Deskripsi Teori ... 12

1. Pembelajaran Kimia ... 12

2. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 15

3. Elektrokimia…... 22

4. Penyelesaian Persamaan Reaksi Redoks ... 26

B. Kerangka Berpikir ……… 32

C. Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 35

A. Desain Penelitian ... 35

B. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

1. Populasi Penelitian... 37

2. Sampel Penelitian ... 37

3. Teknik Sampling ……… 37

D. Perangkat dan Instrumen Penelitian ... 39

1. Perangkat Penelitian... 39

2. Instrumen Penelitian ... 39

4. Analisis Intrumen Penelitian ... 46

E. Teknik Pengumpulan Data ... 50

F. Teknik Analisis Data ……….…….. 50

1. Statistik Deskriptif ... 52

2. Pengujian Persyaratan Analisis ... 52

(13)

xiii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Hasil Penelitian ... 61

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik ... 61

2. Angket Persepsi Diri Terhadap Pemecahan Masalah ... 64

B. Pembahasan ... 65

1. Penerapan Metode Setengah Reaksi Pada Kelas Kontrol ... 65

2. Penerapan Metode Setengah Reaksi Termodifikasi pada Kelas Eksperimen ………. 68

3. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik ... 70

4. Persepsi Diri Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas Eksperimen ………... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 122

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Respon Peserta Didik Terhadap Penyetaraan Reaksi Redoks

Menggunakan Metode Setengah Reaksi ... 26 Tabel 2. Ringkasan Pengetahuan Awal Kelas X MIPA 1 dan Kelas X

MIPA 2 ... 38 Tabel 3. Kisi-kisi Soal Pretest dan Posttest Kemampuan Pemecahan

Masalah Pada Materi Redoks ... 40 Tabel 4. Kisi-kisi Angket Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik

Kelas Eksperimen... 45 Tabel 5. Makna Koefisien Korelasi Product Moment ………. 48 Tabel 6. Kriteria Penilaian Angket... 52 Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah

Peserta Didik... 54 Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Soal Kemampuan Pemecahan

Masalah Peserta Didik ... 56 Tabel 9. Klasifikasi Nilai <g>... 58 Tabel 10. Ringkasan Pretest dan Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah

Kelas Kontrol dan Eksperimen ………... 64 Tabel 11. Hasil Analisis Paired Samples T-Test... 64 Tabel 12. Hasil Analisis Independent Sample T-Test untuk Gain

(15)

xv

Tabel 14. N-Gain Ternormalisasi Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta

Didik ………... 74

Tabel 15 Rata-rata Jawaban Angket Indikator Pertama ……… 90

Tabel 16 Rata-rata Jawaban Angket Indikator Kedua ……… 92

Tabel 17. Rata-rata Jawaban Angket Indikator Ketiga……… 95

Tabel 18. Rata-rata Jawaban Angket Indikator Keempat……… 98

Tabel 19. Rata-rata Jawaban Angket Indikator Kelima……….. 101

Tabel 20. Rata-rata Jawaban Angket Indikator Keenam ..……….. 103

Tabel 21. Rata-rata Jawaban Angket Indikator Ketujuh………. 107

Tabel 22. Rata-rata Jawaban Angket Indikator Kedelapan………. 111

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Alur Design Pretest-Posttest Control Group………. 35 Gambar 2. Alur penelitian………... 51 Gambar 3. Perbandingan rata-rata posttest kelas kontrol dengan kelas

eksperimen ………... 73 Gambar 4. Grafik persentase kemampuan pemecahan masalah peserta

didik kelas kontrol dan eksperimen …….……… 75

Gambar 5. Grafik sebaran jawaban penilaian diri peserta didik untuk indikator 1 ……… 91

Gambar 6. Grafik sebaran jawaban penilaian diri peserta didik untuk indikator 2 ………... 94 Gambar 7. Grafik sebaran jawaban penilaian diri peserta didik untuk

indikator 3 ... 96 Gambar 8. Grafik sebaran jawaban penilaian Diri Peserta Didik Untuk

Indikator 4 ………. 100 Gambar 9. Grafik sebaran jawaban penilaian diri peserta didik untuk

Indikator 5 ………..…... 102

Gambar 10. Grafik sebaran jawaban penilaian diri peserta didik untuk indikator 6 ………..……… 105

(17)

xvii

Gambar 12. Grafik sebaran jawaban penilaian diri peserta didik untuk indikator 8 ……….………. 112 Gambar 13. Hasil penggolongan angket persepsi diri terhadap

kemampuan pemecahan masalah peserta didik ………... 117

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. RPP Kelas Kontrol ……… 129

Lampiran 2. Materi Kelas Kontrol ……… 151

Lampiran 3. RPP Kelas Eksperimen ………. 163

Lampiran 4. Materi Kelas Eksperimen ……….. 186

Lampiran 5. LKPD Kelas Kontrol ………. 197

Lampiran 6. LKPD Kelas Eksperimen ……….. 225

Lampiran 7. Kisi-Kisi Soal Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ……….... 253

Lampiran 8. Kisi –Kisi Soal Posttest Kelas Kontrol ………. 263

Lampiran 9. Kisi –Kisi Soal Posttest Kelas Eksperimen ……… 272

Lampiran 10. Kisi-Kisi Angket Kemampuan Pemecahan Masalah …. 282 Lampiran 11. Soal Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen …… 284

Lampiran 12. Soal Posttest Kelas Kontrol ………... 290

Lampiran 13. Soal Posttest Kelas Eksperimen ……… 296

Lampiran 14. Angket Persepsi Diri Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah………... 302

Lampiran 15. Kunci Jawaban Soal Pretest Kelas Kontrol dan Eksperimen ……… 308

Lampiran 16. Kunci Jawaban Soal Posttest Kelas Kontrol ………….. 326

(19)

xix

Lampiran 18. Nilai Pretest dan Posttest Kelas Kontrol dan

Eksperimen ……… 365

Lampiran 19. Pengetahuan Awal Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 369

Lampiran 20. Hasil Angket Persepsi Diri Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah ……... 373

Lampiran 21. Uji Validitas ……….. 375

Lampiran 22. Uji Reliabilitas ………... 376

Lampiran 23. Uji Homogenitas Soal Pretest dan Posttest ……… 378

Lampiran 24. Uji Normalitas Soal Pretest dan Posttest ………... 379

Lampiran 25. Normalisasi Gain Score ………. 380

Lampiran 26. Paired Sample T-Test ……… 381

Lampiran 27. Independent T-Test untuk Gain Score Ternormalisasi .. 382

Lampiran 28. Surat Validasi RPP ……… 383

Lampiran 29. Surat Validasi Soal Pretest dan Posttest ……… 384

Lampiran 30. Surat Validasi Angket ……… 385

Lampiran 31. Surat Izin Penelitian ………... 386

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan tidak terlepas dari kegiatan belajar, proses pembelajaran merupakan hal yang memengaruhi keberhasilan pendidikan. Pendidikan IPA adalah salah satu program pendidikan yang ada di sekolah menengah atas. Salah satu ilmu yang termasuk ke dalam pendidikan IPA adalah pelajaran kimia. Mempelajari kimia tidak hanya dengan mengingat konsep dan fakta-fakta, tetapi peserta didik hendaknya turut aktif dalam proses menemukan konsep dan fakta yang diperolehnya. Konsep kimia merupakan konsep yang rumit dan diperlukan keterampilan matematika untuk menyelesaikan soal-soal kimia (Kean & Middlecamp, 1985). Dibandingkan dengan bidang lain, kimia sering terkesan lebih sulit, paling tidak pada tingkat dasar. Terdapat beberapa alasan untuk kesan sulit ini. Salah satunya kimia memiliki perbendaraan kata yang sangat khusus. Selain itu, beberapa konsepnya bersifat abstrak (Chang, 2005). Meskipun demikian, yang lebih diperlukan adalah keterampilan belajar agar mampu memproses informasi dan mengingatnya kembali tanpa keliru.

(21)

2

ditugaskan. Belajar untuk mengenali dan memecahkan berbagai variasi soal kimia dan menggunakan strategi pemecahan soal merupakan langkah yang harus ditempuh peserta didik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Untuk itu perlu ada pemberian evaluasi yang berupa latihan soal untuk meningkatkan kemampuan pemecahan peserta didik. Namun terkadang, pemberian evaluasi pun tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Padahal, pada abad ke 21 keterampilan yang seharusnya dipunyai oleh peserta didik untuk bersaing di era globalisasi adalah kemampuan memecahkan masalah dan kemampuan berfikir kritis. Peserta didik dikatakan berhasil dalam menguasai konsep jika peserta didik mampu mengaplikasikan konsep tersebut dalam memecahkan suatu masalah. Kesulitan yang sering temui dalam memecahkan masalah adalah ketidaksadaran peserta didik akan pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan persepsi peserta didik terhadap kemampuan pemecahan masalah (Wismath et al., 2014). Ketidakpercayaan peserta didik untuk memecahkan soal kimia merupakan kendala yang dihadapi peserta didik. Persepsi pertama ketika menghadapi soal kimia yaitu soal tersebut sulit untuk dipecahkan. Persepsi yang ditimbulkan disebabkan karena peserta didik tidak menguasai konsep kimia sebagai prasyarat memecahkan suatu masalah dalam kimia.

(22)

3

bawah kriteria ketuntasan minimal. Kesulitan dalam hal belajar kimia ini disebabkan oleh berbagai alasan. Alasan tersebut antara lain cara penyampaian konsep oleh guru yang salah. Dari rata-rata 50 menit pembelajaran, guru menyampaikan sekitar 5000 kata yang diucapkan, dimana peserta didik hanya menangkap sekitar 10% penjelasan yang disampaikan. Peserta didik rata-rata menyalin sekitar 90% informasi yang dituliskan oleh guru di papan tulis. Beberapa peserta didik tidak mengerti arti dari kata yang digunakan guru dalam menjelaskan materi dan kalimat dalam ulangan harian atau tes (Cardellini, 2012). Hal tersebut menunjukkan bahwa peserta didik mengalami kesulitan belajar kimia karena terkendala bahasa kimia yang sulit dipahami.

Kesulitan dalam memahami konsep kimia ditunjukkan dengan adanya beberapa materi yang sulit dipelajari dan dipahami. Salah satu contohnya adalah bab elektrokimia khususnya reaksi redoks. Topik ini dipilih karena sangat sulit untuk dipahami dan diajarkan. Menurut survei di Jerman, murid maupun guru memberikan penilaian bahwa elektrokimia khususnya redoks sebagai salah satu topik yang sulit di jenjang pendidikan sekolah menengah atas (De Jong, 1995).

(23)

4

menjawab benar pada konsep reaksi oksidasi, 20,8% peserta didik menjawab benar pada konsep agen pengoksidasi, serta sebanyak 20,8% peserta didik menjawab benar pada konsep agen pereduksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa materi redoks merupakan materi yang paling sulit pada bab elektrokimia. Banyak peserta didik mengalami kesulitan memahami konsep redoks karena keabstrakan dari konsep tersebut dan materi yang tidak dapat diobservasi. Pemahaman konseptual dalam redoks berkaitan dengan kemampuan menjelaskan fenomena kimia melalui penggunaan makroskopik, molekuler dan representasi level simbolik yang menyebabkan peserta didik kesulitan memahami konsep tersebut.

Materi pembelajaran penting yang spesifik berkenaan dengan elektrokimia telah ditekankan di negara Amerika Serikat. Kesulitan dalam mempelajari materi redoks terhadap pemahaman konsep peserta didik telah diteliti di beberapa survei akhir-akhir ini. Di Amerika Utara, materi reaksi oksidasi reduksi merupakan yang tergolong sangat sulit (Garnett & Treagust, 1992). Dalam topik reaksi redoks, pembelajaran ini mengindikasikan masalah utama pembelajaran adalah konsep yang sama seperti prosedur. Konsep-konsep yang menimbulkan masalah pembelajaran ditunjukkan oleh konsep agen pengoksidasi dan agen pereduksi dan konsep dari bilangan oksidasi. Topik yang biasanya menimbulkan masalah adalah mengenai reaksi sebagai contohnya reaksi redoks dan penyetaran persamaan redoks yang kompleks.

(24)

5

dalam membentuk gambaran mental dalam hal sifat fisik dan sifat-sifat reaktan serta hasil senyawanya dan sifat fisiknya. Menyeimbangkan persamaan-persamaan kimia merupakan bagian penting dari matematika kimia disebut stoikiometri, yang berkaitan dengan massa dan hubungan mol ditentukan oleh persamaan kimia dan formula. Untuk alasan ini, penyetaraan reaksi kimia benar telah menarik banyak perhatian peneliti pendidikan untuk menentukan metode efektif guna menyetarakan persamaan reaksi kimia. Peserta didik pada jurusan IPA seharusnya fasih dalam menulis dan menyeimbangkan persamaan kimia karena reaksi kimia banyak sekali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari khususnya reaksi redoks. Reaksi redoks merupakan reaksi yang sangat familiar dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya saja proses perkaratan dan proses pembakaran.

(25)

6

di kedua ruas setara dengan menggunakan inspeksi (Abu-Baker, 2015). Metode aljabar menggunakan konsep linear dalam matematika untuk menghasilkan koefisien stoikiometri. Metode aljabar merupakan metode yang berdasarkan prinsip-prinsip dasar konservasi massa dan muatan. Menurut prinsip kekekalan massa, jumlah setiap elemen harus tetap sama di kedua sisi dalam reaksi kimia. Dengan demikian, jumlah yang sama dari setiap elemen harus muncul di kedua sisi persamaan kimia yang benar atau seimbang. Dan juga dari prinsip kekekalan muatan, muatan harus disetarakan dalam reaksi kimia. Metode aljabar menggunakan prinsip yang sangat matematis dan mungkin menyebabkan sebagian peserta didik yang tidak terlalu menyukai matematika dapat terbantu untuk menyetarakan reaksi redoks tersebut (Olson, 1997). Metode yang sering digunakan dalam buku pegangan guru dan peserta didik adalah cara bilangan oksidasi dan cara setengah reaksi.

(26)

7

menghasilkan elektron dan persamaan lainnya adalah reaksi reduksi yang membutuhkan elektron. Metode yang biasa digunakan untuk penyetaraan reaksi redoks adalah menyetarakan persamaan reaksi setengah dan menjumlahkannya kemudian supaya elektron dapat dihilangkan.

Pada penyetaraan menggunakan metode setengah reaksi perlu diingat bahwa persamaan tersebut berlangsung dalam suasana asam atau basa. Aturan penyetaraannya pun berbeda. Hal ini menyulitkan peserta didik untuk mengingat dan membedakan cara penyetaraannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ferouni et al. (2012) menyatakan bahwa peserta didik dapat menjawab soal penyetaraan reaksi redoks menggunakan metode setengah reaksi sebanyak 18,7%, peserta didik menjawab soal salah sebanyak 79,1% dan peserta didik tidak menjawab soal sebanyak 2,2%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyetaraan reaksi redoks menggunakan metode setengah reaksi tergolong sulit.

(27)

8

memperdulikan suatu reaksi dalam suasana basa ataukah suasana asam. Hal tersebut memudahkan peserta didik dalam menyetarakan persamaan reaksi redoks.

Dari latar belakang teresebut, maka perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan penerapan metode setengah reaksi termodifikasi dalam penyetaraan reaksi redoks ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah dan persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas X SMA Negeri 4 Magelang. Penelitian ini bertujuan mendapatkan data di lapangan untuk mengetahui efektivitas penerapan metode setengah reaksi termodifikasi dalam penyetaraan persamaan reaksi redoks.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini adalah

1. Rendahnya kesadaran akan kemampuan pemecahan masalah dan kepercayaan diri peserta didik dalam memecahkan masalah.

2. Elektrokimia khususnya redoks merupakan materi yang tergolong sukar. 3. Peserta didik menganggap penyetaraan reaksi redoks merupakan materi yang

sulit pada mata pelajaran kimia.

4. Peserta didik kesulitan memahami cara menyetarakan reaksi redoks melalui beberapa tahap dan kesulitan mengingat dan membedakan penyetaraan reaksi redoks dalam suasana basa dan asam.

(28)

9 C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada

1. Penelitian ini lebih memfokuskan pada persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik dan persepsi diri peserta didik pada kemampuan pemecahan masalah pada penyetaraan reaksi redoks.

2. Penekanan pemecahan masalah pada materi penyetaraan reaksi redoks karena materi tersebut tergolong materi yang sulit.

3. Persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah ditekankan pada materi penyetaraan reaksi redoks.

4. Materi yang diajarkan pada kelas kontrol dan eksperimen adalah materi elektrokimia khususnya persamaan reaksi redoks.

5. Metode penyetaraan reaksi yang digunakan adalah metode setengah reaksi termodifikasi dan metode setengah reaksi.

D. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara peserta didik yang menggunakan metode setengah reaksi dengan peserta didik yang menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi?

2. Apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi?

(29)

10 E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengetahui ada tidaknya perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara peserta didik dan menggunakan metode setengah reaksi dan peserta didik dengan menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi.

2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan kemampuan pemecahan masalah peserta didik sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi.

3. Mendeskripsikan persepsi diri peserta didik terhadap kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi.

F. Manfaat Penelitian

Dengan dilaksanakan penelitian ini, manfaat yang diharapkan yaitu. 1. Peneliti

a. Memberikan metode baru mengenai cara penyetaraan reaksi redoks.

b. Dapat mengaplikasikan metode setengah reaksi termodifikasi pada penyetaraan reaksi redoks.

2. Pembelajaran Kimia

a. Menyumbangkan metode baru untuk menyetarakan reaksi redoks.

b. Memudahkan menyetarakan reaksi redoks pada reaksi yang sederhana hingga kompleks.

3. Pendidikan

(30)

11

b. Memberikan informasi bagi peserta didik mengenai modifikasi metode setengah reaksi untuk menyetarakan reaksi pada pembelajaran konsep reaksi redoks.

(31)

12 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Kimia

Tujuan dari pembelajaran kimia yaitu untuk menemukan konsep penting oleh materi dengan energi dalam berbagai bentuk. Konsep penting ini menuntun kepada apa yang disebut dengan pemahaman fenomena alam (Kieffer, 1971). Mempelajari kimia dapat dikatakan sebagai belajar mengenai materi dan perubahan yang menyertainya. Pembelajaran kimia dapat dikatakan sebagai pusat sains yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Perlunya mempelajari kimia harus diterapkan sejak dini karena kimia merupakan ilmu yang aplikatif (Hill, 1984).

(32)

13

Tujuan pembelajaran kimia yaitu untuk membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.

Dalam rangka penguasaan kecakapan abad 21 maka pembelajaran kimia di SMA/MA dipandang bukan hanya untuk pengalihan pengetahuan dan keterampilan (transfer of knowledge and skills) saja kepada peserta didik, tetapi juga untuk

membangun kemampuan berpikir tingkat tinggi (analitis, sintesis, kritis, kreatif, dan inovatif) melalui pengalaman kerja ilmiah. Pengetahuan, keterampilan, kemampuan berpikir, dan kemampuan bersikap dari pembelajaran kimia akan membekali peserta didik untuk hidup di masyarakat, maupun untuk studi lanjut terkait dengan karakteristik kimia sebagai landasan berbagai ilmu dasar dan terapan. Selain itu pembelajaran kimia dapat digunakan sebagai wahana untuk memahami alam, untuk membangun sikap dan nilai, serta untuk meningkatkan keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

(33)

14

mereka ahli dalam kimia, tidak hanya untuk siapa yang merasa bahwa kimia berguna dalam pertanian, teknik, obat, atau pengetahuan biologi lain, tetapi semua orang yang merasa semangat dan ingintahu berkenaan dengan lingkungan sekitar (Hildebrand & Powell, 1965).

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada kurikulum 2013 Lampiran 54 disebutkan bahwa setelah peserta didik mengikuti pembelajaran kimia di SMA/MA diharapkan memiliki kompetensi yang mencakup kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan sebagai berikut ini.

a. menjalani kehidupan dengan sikap positif dengan daya pikir kritis, kreatif, inovatif, dan kolaboratif, disertai kejujuran dan keterbukaan, berdasarkan potensi proses dan produk kimia;

b. memahami fenomena alam di sekitarnya, berdasarkan hasil pembelajaran sains melalui bidang-bidang kimia;

c. membedakan produk atau cara yang masuk akal dengan produk atau cara yang tidak bersesuaian dengan prinsip-prinsip kimia;

d. mengambil keputusan di antara berbagai pilihan yang dibedakan oleh hal-hal yang bersifat ilmiah;

(34)

15

f. mengenali dan menghargai peran kimia dalam memecahkan permasalahan umat manusia; dan

g. memahami dampak dari perkembangan kimia terhadap perkembangan teknologi dan kehidupan manusia di masa lalu, maupun potensi dampaknya di masa depan bagi dirinya, orang lain, dan lingkungannya.

2. Kemampuan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah sangat penting untuk banyak mata pelajaran. Tak terkecuali pada mata pelajaran kimia yang menggabungkan konsep matematika dan konsep fisika untuk menyelesaikan setiap permasalahan. Setiap orang yang mempelajari IPA, baik pada tingkatan sekolah menengah pertama atau sekolah menengah atas sangat populer dengan kata masalah. Masalah ini menuntut peserta didik harus belajar dengan konsep, hukum dan rumus yang sudah diajarkan dalam kimia, fisika, dan teknologi. Peserta didik juga membutuhkan proses belajar untuk menggunakan konsep, hukum dan rumus untuk menyelesaikan masalah (Mettes, 1980).

(35)

16

pendidikan, cara untuk mencapai tujuan tidak diketahui awalnya (Wood, 2006). PISA (2012) mendefinisikan kemampuan pemecahan masalah didasari makna umum masalah dan pemecahan masalah sebagai berikut.

Problem-solving competency is an individual’s capacity to engage in

cognitive processing to understand and resolve problem situations where a

method of solution is not immediately obvious. It includes the willingness to

engage with such situations in order to achieve one’s potential as a

constructive and reflective citizen.

Yang mana kemampuan pemecahan masalah adalah sebuah kapasitas individu untuk mengikutsertakan kognitif yang diproses untuk mengerti dan memecahkan situasi masalah dimana sebuah metode dari solusi tidak nyata dengan segera. Kemampuan pemecahan masalah termasuk kesediaan untuk mengikutsertakan beberapa situasi dalam rangka untuk mencapai satu potensi sebagai seorang warga yang berguna dan pemikir (PISA, 2012).

(36)

17

Sebelumnya pemecahan masalah harus memiliki sejumlah konsep-konsep dan aturan-aturan. Selain itu harus memiliki sets untuk memecahkannya dan suatu strategi untuk memberikan arah kepada pemikirannya agar strategi tersebut produktif (Nasution, 2008).

Menyelesaikan suatu masalah membutuhkan waktu dan tidak mungkin untuk menerapkan rumus terhadap suatu soal, jadi peserta didik harus menggunakan penalaran mereka. Mungkin untuk pertama kali, peserta didik harus menggunakan beberapa strategi heuristik seperti mengurangi kompleksitas masalah, memecah suatu masalah menjadi submasalah, membuat suatu masalah dapat terlihat dengan menerjemahkan menjadi gambar, diagram, atau grafik, menyelesaikan sebuah masalah yang muncul sekilas, atau bahkan bekerja kebelakang jika itu dapat membantu (Cardellini, 2006). Menjadi seorang pemecah masalah yang hebat peserta didik harus mempunyai dasar yang kuat dalam pemahaman konseptual mengenai materi pelajaran yang diujikan serta harus selalu mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semua soal yang ada. Banyak sekali peserta didik yang terjebak dalam pemahaman konsep yang benar tetapi tidak mempunyai managemen waktu yang baik. Akibatnya konsep yang telah dikuasai dengan baik tidak dapat menyelesaikan semua soal yang ada.

(37)

18

a. Memori kerja menempatkan batas atas mengenai seberapa banyak peserta didik dapat berfikir pada saat mereka mengerjakan suatu soal.

b. Bagaimana peserta didik menyandikan (encode) suatu masalah memengaruhi pendekatan mereka dalam usahanya untuk memecahkannya.

c. Peserta didik biasanya memecahkan soal secara lebih efektif bila mereka mempunyai basis pengetahuan yang menyeluruh dan terintegrasi baik yang relevan dengan topik itu.

d. Pemecahan masalah yang sukses tergantung pada kesuksesan pemanggilan kembali (retrieval) pengetahuan yang relevan.

e. Pemecahan masalah yang kompleks menyaratkan keterlibatan metakognitif. Pemecahan masalah tidak akan lepas dari proses kreatif. Mengkombinasikan proses kreatif dan proses pemecahan masalah sekarang dikenal dengan pemecahan masalah kreatif. Kreativitas akan membuat pemahaman yang lebih baik jika ditempatkan dengan struktur pemecahan masalah. Bagaimanapun, ketika sebuah masalah sederhana diselesaikan dengan sebuah jawaban yang berdasar pada konsep, maka kreativitas tersebut sudah diekspresikan, dan ketika masalah kompleks diselesaikan dengan solusi baru, kreativitas asli sudah terjadi (Fraenkel & Wallen, 2009). Kreativitas, seperti pemecahan masalah adalah salah satu bentuk transfer, karena hal tersebut melibatkan pengaplikasian pengetahuan dan keterampilan yang telah diketahui sebelumnya pada situasi yang baru (Ormrod, 2009).

(38)

19

perlu dilatih untuk memecahkan banyak permasalahan untuk membuat peserta didik terbiasa menghadapi suatu masalah. Metode pemecahan masalah (problem solving) merupakan cara memberikan pengertian dengan menstimulasi anak didik

untuk memperhatikan, menelaah dan berpikir tentang suatu masalah untuk selanjutnya menganalisis masalah tersebut sebagai upaya untuk memecahkan masalah. Adapun langkah-langkah-langkah yang ditempuh dalam metode problem solving menurut PISA (2012) adalah sebagai berikut.

a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari peserta didik sesuai dengan taraf kemampuannya.

b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.

c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut.

e. Menarik kesimpulan. Artinya peserta didik harus sampai kepada kesimpulan terakhir.

(39)

20

didik. Menurut Udo (2011) langkah Selvaratnam-Frazer Problem Solving Model (SPSM) dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam pengajaran dan pembelajaran reaksi redoks sebagai berikut.

a. Mengklarifikasi dan menjelaskan masalah.

b. Menyeleksi kunci dari persamaan atau hubungannya.

c. Menurunkan hubungan untuk jawaban dari masalah atau perhitungan.

d. Mengumpulkan data, mengecek satuan dan menghitung atau menyelesaikan masalah.

e. Meninjau kembali, mengecek tahap 1-4, mengonfirmasi satuan dan pengetahuan dari situasi.

Mengklarifikasi dan menjelaskan masalah melibatkan. a. Membaca dengan cepat melalui pernyataan masalah. b. Mengidentifikasi hal yang diketahui dan tidak diketahui. c. Menyeleksi dan menyusun data dalam cara yang tepat. d. Memfokuskan pada masalah yang akan diselesaikan.

Tiga dimensi dari kepercayaan diri dalam “kemampuan pemecahan masalah”,

“sebuah pendekatan-pengelakan” dan “kontrol personal” merupakan sesuatu yang

(40)

21

lingkungannya juga cenderung menjadi pemecah masalah yang baik. Pencari alternatif yang sangat aktif merupakan sebuah perilaku pemecahan masalah yang baik, yaitu konsisten dengan dimensi yang kedua yaitu “pendekatan-pengelakan”.

Pemecah masalah yang sukses tidak menurunkan kata hati dan tidak menjauhi masalah, tetapi berusaha mengikutsertakan kebiasaan perilaku pemecahan masalah. Pemecah masalah yang sukses mempunyai banyak strategi untuk mengontrol kebiasaan mereka dan tampaknya tidak tergesa-gesa dalam proses memecahkan masalah (Heppner & Petersen, 1982).

Menurut Seyhan (2014), terdapat 4 indikator dalam memecahkan suatu masalah yaitu memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melakukan rencana pemecahan masalah dan memeriksa kembali pemecahan masalah dan terdapat 3 faktor yang memengaruhi persepsi peserta didik dalam memecahkan suatu masalah yaitu “percaya diri dalam kemampuan pemecahan masalah”,

“mendekati-menjauhi” dan “kontrol diri”. Hasil penelitian yang dilakukan, peserta

didik percaya diri dalam memecahkan masalah. Peserta didik menyebutkan kepercayaan diri pada pernyataan “secara umum saya mampu mengambil

keputusan melalui diri sendiri”, “ketika merencanakan menyelesaikan satu dari masalah saya, saya percaya bahwa saya dapat melaksanakan rencana saya”, “saya

percaya bahwa saya dapat menyelesaikan kebanyakan dari masalah yang saya alami jika saya mempunyai waktu yang cukup dan mencoba dengan maksimal”. Faktor

kedua adalah “mendekati-menjauhi” sebuah masalah yang dinyatakan pada peryataan “tidak berfikir terlalu mendalam mengenai bagaimana mereka dalam

(41)

22

menghadapi sebuah masalah yang sulit”, “tidak berfikir mendetail mengenai apa yang berguna dan apakah yang tidak berguna dalam memecahkan sebuah masalah”,

”tidak menginvestigasi alasan jika metode pemecahan yang peserta didik gunakan

dalam memecahkan sebuah masalah gagal”. Faktor kontrol diri terdapat pada pernyataan “ragu mengenai kemampuan diri sendiri dalam mengatasi sebuah

masalah dalam kasus gagal dalam memecahkan masalah di tahap awal” dan

”mereka kecewa atas ketergesaan dalam mengambil keputusan yang mereka telah

ambil”.

3. Elektrokimia

(42)

23

udara sudah menjadi hal yang umum dan masil menjadi masalah yang sangat penting dan sangat besar dalam perusakan bangunan, kapal serta jembatan. Reduksi dari bijih besi (Fe2O3) dengan arang (C) untuk membuat logam besi sudah dilakukan sejak jaman dahulu dan masih digunakan sekarang dalam awal langkah-langkah pembuatan baja.

4 Fe(s) + 3 O2(g) → 2 Fe2O3(s) (1)

2 Fe2O3(s) + 3 C(s) → 4 Fe(s) + 3 CO2(g) (2)

(McMurry, 2010)

(43)

24

maka hal tersebut menyalahi aturan hukum konservasi massa dan tidak terjadi dalam reaksi kimia (Brady & Jespersen, 2012).

Untuk mengetahui kapan reaksi redoks terjadi maka perlu menentukan masing-masing atom dalam suatu senyawa yang dinamakan bilangan oksidasi yang mengindikasikan apakah atom tersebut netral, kaya elektron, atau miskin elektron. Dengan membandingkan bilangan oksidasi dari suatu atom sebelum dan sesudah reaksi, kita dapat menjelaskan apakah suatu atom menerima elektron atau kehilangan elektron (McMurry, 2010).

Oksidasi adalah proses naiknya bilangan oksidasi beberapa unsur dengan dilepasnya elektron, sedangkan reduksi adalah proses turunnya bilangan oksidasi beberapa unsur dengan diperolehnya elektron (Petrucci et al., 2008). Untuk dapat menelusuri elektron-elektron yang terlibat dalam reaksi redoks, maka perlu dituliskan bilangan oksidasi pada reaktan maupun produk. Bilangan oksidasi atau disebut juga tingkat oksidasi merujuk pada jumlah muatan yang dimiliki suatu atom dalam molekul (senyawa ionik) jika elektron-elektronnya berpindah seluruhnya (Chang, 2010). Aturan-aturan menurut DeCoste & Zumdahl (2010) untuk menentukan bilangan oksidasi adalah sebagai berikut.

a. Bilangan oksidasi suatu atom di dalam unsur yang tidak bergabung adalah 0. b. Bilangan oksidasi dari ion monoatomik adalah sama dengan muatan ionnya. c. Oksigen mempunyai bilangan oksidasi -2 di dalam kebanyakan senyawa

(44)

25

d. Dalam senyawa kovalennya dengan nonlogam, hidrogen mempunyai bilangan oksidasi +1.

e. Dalam senyawa biner, unsur yang mempunyai keelektronegatifan lebih besar ditentukan dengan sebuah bilangan oksidasi negative sebanding dengan muatannya sebagai suatu anion dalam senyawa ionnya.

f. Untuk senyawa yang netral (tidak bermuatan), jumlah bilangan oksidasinya harus 0.

g. Untuk senyawa ion, jumlah bilangan oksidasinya harus sama dengan muatan senyawa ion tersebut.

Konsep redoks merupakan konsep yang sangat sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak hal-hal yang terkait dengan reaksi oksidasi-reduksi dan elektrokimia. Istilah oksidasi, reduksi, dan reaksi redoks merupakan pusat pemahaman kimia sehingga harus dipikirkan dengan baik. Dengan konsep redoks, peserta didik dapat mengartikan banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Peristiwa pembakaran, perkaratan besi serta proses korosi (Shehu, 2015). Karena konsep redoks merupakan konsep penting dan paling dekat dengan kehidupan sehari-hari maka diperlukan pemahaman yang baik oleh peserta didik. Namun kesulitan mempelajari konsep redoks ini banyak dialami oleh peserta didik. Respon peserta didik mengenai konsep yang sulit di dalam materi elektrokimia menurut Akram et al. (2014) diklasifikasikan menjadi 5 sub bab yaitu:

a. Konduksi elektrolisis ion

(45)

26 c. Reaksi redoks

d. Agen pengoksidasi dana gen pereduksi

e. Produk yang didapatkan pada anoda dan katoda

Konsep redoks merupakan konsep yang selalu dengan mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Konsep yang menimbulkan masalah dalam pembelajaran redoks adalah konsep agen pereduksi dan agen pengoksidasi dan konsep bilangan oksidasi. Pemahaman konsep yang sangat sulit juga ditunjukkan pada materi penyetaraan reaksi redoks yang sangat kompleks (De Jong, 1995).

Pemahaman konsep redoks mengenai penyetaraan reaksi redoks juga merupakan kendala yang dihadapi oleh peserta didik. Berikut merupakan persentase respon peserta didik terhadap penyetaraan menggunakan metode setengah reaksi.

Tabel 1.

Respon Peserta Didik Terhadap Penyetaraan Reaksi Redoks Menggunakan Metode Setengah Reaksi

Respon Peserta Didik Frekuensi (%)

Benar 18,7

Salah 79,1

Tidak ada jawaban 2,2 (Ferouni et al., 2012)

4. Penyelesaian Persamaan Reaksi Redoks

(46)

27

reduksi (redoks) sebagaimana dengan persamaan lain, menyetarakan banyaknya atom, dan menyetarakan muatan listrik. Namun, sering sedikit lebih sukar untuk mengaplikasikan prinsip ini pada persamaan redoks. Faktanya, hanya sebagian kecil persamaan redoks yang dapat disetarakan dengan pengamatan sederhana (Petrucci et al., 2008). Untuk diperlukan suatu metode yang memudahkan peserta didik dalam menyetarakan sebuah persaman reaksi redoks. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks antara lain metode inspeksi, metode aljabar, metode bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi serta metode setengah reaksi termodifikasi.

a. Metode inspeksi

Menyetarakan persamaan reaksi dengan inspeksi sering dipercaya sebagai proses trial dan error (coba-coba) oleh karena itu metode tersebut hanya dapat digunakan untukk persamaan reaksi kimia sederhana (Toth, 1997). Penyetaraan reaksi redoks menggunakan inspeksi umumnya dideskripsikan menggunakan 6 langkah sebagai berikut.

1) Dari persamaan rangka, pemecah masalah membuat sebuah list masing-masing unsur yang terlibat dalam reaksi dan memisahkan list tersebut menjadi dua kolom, satu kolom untuk reaktan dan satu kolom untuk produk.

2) Menyetarakan logam (kecuali hidrogen). 3) Menyetarakan nonlogam (kecuali oksigen). 4) Menyetarakan oksigen.

5) Menyetarakan hidrogen.

(47)

28 (Charnock, 2016)

b. Metode Aljabar

Metode penyetaraan secara matematika (aljabar) lebih mudah ditemui daripada menggunakan metode inspeksi. Metode aljabar menurut Charnock (2016) umumnya mempunyai 6 langkah sebagai berikut.

1) Menentukan koefisien yang tidak dapat ditentukan oleh masing-masing spesies kimia (contohnya a,b,c….y dan z) dari reaksi yang belum setara.

2) Mengarang sebuah list untuk membawa penyelesaian masing-masing koefisien yang belum ditentukan.

3) Menulis kondisi yang setara untuk masing-masing unsur.

4) Meletakkan satu dari koefisien yang belum setara dengan nilai 1. 5) Menyederhanakan persamaan faktorial melalui penjumlahan.

(48)

29

harus diselesaikan, semakin komples pula persamaan aljabar yang harus diselesaikan.

c. Metode Bilangan Oksidasi

Metode ini tergantung pada fakta bahwa kenaikan bilangan oksidasi untuk atom-atom yang teroksidasi harus sama dengan nilai absolut dari penurunan bilangan oksidasi atom-atom yang tereduksi. Langkah-langkah penyetaraan menggunakan metode bilangan oksidasi menurut Ebbing & Gammon (2009) adalah sebagai berikut.

1) Menentukan bilangan oksidasi semua atom yang terlibat dalam reaksi. Menentukan atom manakah yang mengalami perubahan bilangan oksidasi. Menyetarakan persamaan di masing-masing atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi dengan menyesuaikan koefisien dari spesies yang mengandung atom atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi.

2) Menentukan jumlah total elektron yang dilepas pada oksidasi dan jumlah total elektron yang diperoleh pada reduksi. Buatlah jumlah elektron ini sama dengan mengalikan spesies yang terlibat dalam oksidasi dengan satu faktor dan atom yang terlibat dalam reduksi dengan faktor lain.

3) Menyetarakan atom-atom lain di dalam persamaan reaksi redoks dengan inspeksi.

d. Metode Setengah Reaksi

(49)

30

persamaan reaksi redoks menggunakan metode setengah reaksi. Kunci utama untuk menyetarakan menggunakan metode setengah reaksi adalah menyadari bahwa persamaan reaksi redoks dapat dibagi menjadi dua bagian atau setengah reaksi. Setengah reaksi satu disebut dengan reaksi oksidasi dan setengah reaksi lainnya disebut sebagai reaksi reduksi (McMurry, 2010). Langkah untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks menurut Raharjo (2014) menggunakan metode setengah reaksi dibedakan menjadi dua bagian yaitu dalam suasana asam dan suasana basa. 1) Suasana Asam

Langkah-langkah penyetaraan dalam suasana asam adalah sebagai berikut. a) Menuliskan setengah reaksi yang terjadi yaitu setengah reaksi reduksi atau

oksidasi.

b) Setarakan jumlah atom yang teroksidasi dan tereduksi.

c) Setarakan jumlah atom oksigen dengan cara menambahkan molekul H2O pada ruas yang kekurangan atom oksigen.

d) Setarakan jumlah hidrogen dengan menambahkan H+ pada ruas yang kekurangan atom H.

e) Setarakan jumlah muatan ruas kiri dan ruas kanan dengan menambahkan elektron di ruas yang jumlah muatannya lebih besar.

f) Menjumlahkan setengah reaksi oksidasi dengan setengah reaksi reduksi. 2) Suasana Basa

Langkah-langkah penyetaraan dalam suasana basa adalah sebagai berikut. a) Menuliskan setengah reaksi yang terjadi yaitu setengah reaksi reduksi atau

(50)

31

b) Setarakan jumlah atom yang teroksidasi dan tereduksi. c) Tambahkan OH- pada ruas yang kekurangan atom oksigen. d) Tambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom hidrogen.

e) Setarakan jumlah muatan ruas kiri dan ruuas kanan dengan menambahkan elektron di ruas yang jumlah muatannya lebih besar.

f) Menjumlahkan setengah reaksi oksidasi dengan setengah reaksi reduksi. Dari langkah-langkah diatas, ketidaksederhanaan aturan untuk penyetaraan persamaan reaksi dengan metode setengah reaksi juga menjadi pemicu kesulitan bagi peserta didik (Raharjo, 2014).

e. Metode Setengah Reaksi Termodifikasi

Pada metode setengah reaksi, peserta didik harus dapat membedakan cara penyelesaian dalam suasana asam dan suasana basa. Aturan tersebut menyulitkan peserta didik untuk menyetarakan reaksi. Penyetaraan reaksi dalam suasana basa yang dapat diselesaikan seolah-olah dalam suasana asam mengindikasikan bahwa dalam penyetaraan reaksi redoks tidak harus berpatokan pada penambahan OH -untuk suasana basa dan H+ dalam suasana asam.

(51)

32

sama dengan ion OH– atau H+ yang ada. Langkah-langkah menyetarakan menggunakan metode setengah reaksi menurut Purtadi (2006) termodifikasi adalah sebagai berikut.

1) Membagi kedua reaksi menjadi persamaan reaksi oksidasi dan persamaan reaksi reduksi.

2) Menyetarakan semua atom yang terlibat dalam reaksi selain O dan H.

3) Dalam suasana asam maupun basa, tambahkan OH- untuk sisi yang kekurangan O dan H+ untuk sisi yang kekurangan H.

4) Mengalikan persamaan reaksi dengan faktornya.

5) Menjumlahkan setengah reaksi, tambahkan H+ atau OH- (sesuai dengan suasana yang diminta) untuk menetralkan reaksi.

6) Memastikan jumlah atom dan muatan sudah setara. B. Kerangka Berfikir

Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka memengaruhi peserta didik agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Tujuan pendidikan mengarahkan dan membimbing kegiatan guru dan murid dalam proses pengajaran.

(52)

33

yang sulit dan mempelajari tentang sesuatu yang abstrak. Konsep dalam kimia sangat sulit untuk dipahami oleh peserta didik dan menyebabkan peserta didik tidak dapat memecahkan suatu permasalahan menggunakan konsep yang telah dipelajari. Kesulitan memecahkan masalah peserta didik mengenai materi dalam kimia disebabkan oleh rendahnya persepsi peserta didik terhadap kemampuan pemecahan masalah. Persepsi pertama ketika menghadapi soal kimia yaitu soal tersebut sulit untuk dipecahkan. Persepsi yang ditimbulkan disebabkan karena peserta didik tidak menguasai konsep kimia sebagai prasyarat memecahkan suatu masalah dalam kimia. Peserta didik dikatakan berhasil dalam menguasai konsep jika peserta didik mampu mengaplikasikan konsep tersebut dalam memecahkan suatu masalah.

(53)

34

sedikit kompleks, peserta didik akan kesulitan untuk menyetarakan ketika harus mengidentifikasi suasana basa ataukah asam.

Metode setengah reaksi termodifikasi merupakan metode penyetaraan reaksi redoks yang lebih memudahkan peserta didik dalam memecahkan masalah kimia berupa soal penyetaraan reaksi redoks. Peserta didik cukup mengingat bahwa untuk semua suasana sisi reaksi yang kekurangan atom O ditambah dengan OH– dan yang kekurangan atom H ditambahkan H+.

Dari uraian di atas, metode setengah reaksi termodifikasi diterapkan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kemampuan pemecahan masalah dan persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

C. Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara peserta didik dengan menggunakan metode setengah reaksi dan peserta didik dengan menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi.

2. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi. 3. Peserta didik mempunyai persepsi diri yang baik terhadap kemampuan

(54)

35 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif menggunakan metode quasi experiment. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Penelitian dengan desain quasi eksperimen, tidak menggunakan subjek secara acak dari populasi tetapi menggunakan seluruh subjek dalam kelompok yang utuh untuk diberi perlakuan (Fraenkel & Wallen, 2009). Desain dari penelitian eksperimen ini adalah Quasi Experimental Design dengan menggunakan bentuk Pretest-Posttest Control Group

Design yaitu penelitian dibagi menjadi dua kelompok, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pretest-posttest design sangat luas digunakan dalam penelitian untuk membandingkan kelompok-kelompok atau mengukur perubahan hasil dari perlakuan dalam penelitian (Dimitrov & Rumrill, 2003). Design tersebut digambarkan seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Alur Design Pretest-Posttest Control Group

Keterangan:

Kel Ex = kelompok eksperimen R

Kel Ex

Kel K

O1

O2

X O3

(55)

36 Kel K = kelompok kontrol

O1 = kelompok eksperimen sebelum diberi perlakuan O2 = kelompok kontrol sebelum diberi perlakuan

X = perlakuan yang diberikan, yaitu penyetaraan redoks menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi

O3 = kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan O4 = kelompok kontrol setelah diberi perlakuan (Suharsaputra, 2014)

Dalam desain penelitian ini terdapat dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kedua kelompok diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal dari kedua kelompok tersebut. Setelah mengetahui hasil pretest dari kedua kelompok tidak memiliki perbedaan rata-rata yang signifikan, langkah selanjutnya yaitu melaksanakan pembelajaran.

(56)

37

B. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian 1. Variabel

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan yaitu variabel terikat dan bebas.

a. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi redoks.

b. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah teknis penyelesaian penyetaraan persamaan reaksi redoks.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X SMA Negeri 4 Magelang tahun ajaran 2016/2017 sebanyak 128 peserta didik yang terbagi dalam 4 kelas yaitu X MIPA 1, X MIPA 2, X MIPA 3 dan X MIPA 4.

2. Sampel Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua sampel kelas dari seluruh kelas X MIPA yang terdapat di SMA Negeri 4 Magelang yaitu kelas X MIPA 1 dan kelas X MIPA 2. Masing-masing kelas terdiri dari 32 peserta didik.

3. Teknik Sampling

(57)

38

teknik purposive sampling. Persyaratan sampel yang diacu yaitu pengetahuan awal sampel yang digunakan pada kedua kelas tersebut hampir sama atau setara. Sebelum menentukan kelas sampel, peneliti memperoleh data bahwa kelas X MIPA 1 dan kelas X MIPA 2 mempunyai nilai pengetahuan awal yang hampir sama. Tabel 2 berikut menyajikan data pengetahuan awal peserta didik kelas X MIPA 1 dan kelas X MIPA 2 yang didapatkan dari nilai UAS semester 1.

Tabel 2.

Ringkasan Pengetahuan Awal Kelas X MIPA 1 dan Kelas X MIPA 2 Kelas X MIPA 1 Kelas X MIPA 2

Jumlah Peserta Didik 32 32

Nilai Minimal 76 76

Nilai Maksimal 85 88

Jumlah 2542 2559

Rata-rata 79,43 79,97

Standar Deviasi 2,97 3,41

Varians 8,83 11,64

Perlakuan terhadap sampel adalah sebagai berikut.

a. Satu kelas dipilih sebagai kelas eksperimen yang melaksanakan pembelajaran dengan materi penyetaraan reaksi redoks menggunakan metode setengah reaksi termodifikasi. Kelas X MIPA 2 terpilih sebagai kelas eksperimen yang selanjutnya disebut kelas E1.

(58)

39

Kelas X MIPA 1 terpilih sebagai kelas kontrol yang selanjutnya disebut kelas E2.

D. Perangkat dan Instrumen Penelitian 1. Perangkat Penelitian

Pada penelitian ini digunakan perangkat penelitian yang berfungsi sebagai suatu alat untuk membantu peneliti dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Berikut adalah perangkat yang digunakan pada penelitian ini.

a. RPP

Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan buku berupa dokumen berisi langkah-langkah pembelajaran untuk setiap kali pertemuan. Pada penelitian ini digunakan 2 RPP yaitu untuk kelas eksperimen yang menggunakan materi metode setengah reaksi termodifikasi dan RPP untuk kelas kontrol yang menggunakan penyetaraan redoks menggunakan setengah reaksi.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal pemecahan masalah yang berupa soal pretest dan soal posttest serta angket penilaian diri terhadap kemampuan pemecahan masalah. Pretest merupakan suatu tes awal. Proses pembelajaran dimulai dengan pretest. Angket digunakan untuk mengetahui persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

a. Soal Kemampuan Pemecahan Masalah

(59)

40

untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan peserta didik mengenai bahan yang akan disajikan. Kedua soal tersebut berbentuk essay yang terdiri dari 10 soal.

(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)

46 1. Analisis Instrumen

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2013). Instrumen pada penelitian ini adalah instrumen tes yang berupa soal kemampuan pemecahan masalah peserta didik dan angket persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah. Instrumen tes masing-masing terdiri dari soal pretest dan soal posttest. Analisis instrumen yang dilakukan pada penelitian ini berupa validitas dan reliabilitas. Dalam pengujian validitas dan reliabilitas soal kemampuan pemecahan masalah dan angket persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah digunakan program SPSS versi 21.

a. Validitas instrumen

Soal pretest kemampuan pemecahan masalah peserta didik diujikan kepada peserta setelah proses validasi logis dan empiris. Soal pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah peserta didik sebelum dilakukan validasi empiris terlebih dahulu dilakukan validasi logis menggunakan pendapat dari ahli (expert judgement).

(66)

47

SPSS versi 21. Analisis validitas menggunakan rumus product moment dari Pearson dengan rumus sebagai berikut.

= √[ ∑ 2− ∑∑ − ∑2][ ∑2− ∑ 2] (3)

Keterangan: : Pearson r

∑ X : jumlah skor dalam distribusi X ∑ Y : jumlah skor dalam distribusi Y

∑ X2 : jumlah skor kuadrat dalam distribusi X ∑ Y2 : jumlah skor kuadrat dalam distribusi Y ∑ XY : jumlah produk skor X dan Y

N : jumlah subjek (skor X dan Y) (Ary et al., 2010)

Tabel 5.

Makna Koefisien Korelasi Product Moment Harga Koefisien Korelasi (r) Makna

0,800-1,00 Sangat Tinggi 0,600-0,799 Tinggi 0,400-0,599 Cukup 0,200-0,399 Rendah 0,000-0,199 Sangat Rendah (Arikunto, 2013)

(67)

48

tiap butir soal dengan totalnya yang dilakukan koreksi variansnya. Jika nilai Pearson Correlation lebih besar dari rtabel, maka butir soal tersebut dapat dikatakan

valid untuk instrumen penelitian.

Dalam validasi empiris ini, jumlah peserta didik sebanyak 20 orang, maka soal valid adalah soal yang memiliki rhitung lebih besar dari 0,4438. Dari hasil validasi product moment diketahui bahwa rhitung yang melebihi rtabel sebanyak 8 soal. Itu berarti bahwa soal pretest dan posttest yang valid terdapat sebanyak 8 soal dan 2 diantaranya gugur. Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 21. b. Reliabilitas Instrumen

Selain uji validitas, soal pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah peserta didik juga diuji reliabilitasnya untuk mengetahui apakah soal tersebut reliable atau tidak. Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap soal

pretest kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Reliabilitas dalam penelitian

ini menggunakan rumus Alpha Cronbach. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian (Arikunto, 2013).

Rumus Alpha Cronbach

= 1 −∑ ��2

�2 (4)

r11 = reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal ∑ � 2 = jumlah varians butir

(68)

49

Pada penelitian ini, uji Alpha Cronbach menggunakan SPSS versi 21. Harga rtabel dengan taraf signifikansi 0,05 dengan uji sisi untuk 20 responden adalah 0,4438. Nilai Alpha Cronbach (0,703) untuk soal pretest lebih besar dari rtabel (0,4438), maka soal pretest kemampuan pemecahan masalah peserta didik tersebut dikatakan reliabel sedangkan nilai Alpha Cronbach (0,611) untuk soal posttest lebih besar dari rtabel (0,4438), maka soal posttest kemampuan pemecahan masalah peserta didik tersebut dikatakan reliabel. Nilai Alpha Cronbach yaitu 0,703 dan 0,611 menunjukkan koefisien korelasi produk momen. Berdasarkan tabel 5 maka dapat disimpulkan bahwa soal pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah peserta didik memiliki nilai reliabilitas yang tinggi.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 3 (tiga) teknik yaitu teknik ujian (tes) dan teknik angket.

1. Teknik Angket

Teknik angket digunakan untuk mengumpulkan data persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas eksperimen. Peserta didik diberikan angket yang berjumlah 34 item dan dari angket tersebut maka diperoleh hasil persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

2. Teknik Ujian (tes)

Data kemampuan pemecahan masalah peserta didik diperoleh melalui dua kali pengukuran yaitu sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan cara pretest dan posttest.

(69)

50

Data pada penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan design Pretest-Posttest Control Group Design. Diagram alur penelitian ini ditunjukkan

(70)

51 Gambar 2. Alur penelitian

Populasi

Pengetahuan Awal

Sampel

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Pretest kemampuan pemecahan masalah

Pretest kemampuan pemecahan masalah

Metode Setengah Reaksi Termodifikasi Metode Setengah Reaksi

Angket Persepsi Diri terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah

Posttest kemampuan pemecahan masalah

(71)

52 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif yang digunakan untuk mendeskripsikan data atau menentukan tendensi sentral yang meliputi perhitungan rata-rata atau mean (M), standar deviasi (SD), modus (Mo), median (Me), frekuensi, nilai maksimum dan nilai minimum serta grafik batang masing-masing variabel dan disajikan dalam bentuk tabel. Tabel 6 merupakan kriteria penilaian untuk angket persepsi diri terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

Tabel 6.

Kriteria Penilaian Angket

Rumus Rerata Skor Klasifikasi

xSBi

Xi

:½ (Skor maksimal ideal + skor minimum ideal)

Sbi : 1/6(Skor maksimum ideal – skor minimum ideal) X : Skor Empiris

(Widoyoko, 2009: 238)

(72)

53

Hipotesis yang telah dirumuskan akan diuji dengan statistik parametris. Penggunaan statistik parametris mensyaratkan bahwa data setiap variabel yang akan dianalisis terdistribusi normal. Oleh karena itu, sebelum pengujian hipotesis dilakukan maka terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas data. Dalam penelitian ini penulis menggunakan cara pengujian dengan kolmogorov smirnov dengan program SPSS versi 21. Adapun langkkah uji normalitas yang dilakukan adalah sebagai berikut.

a. Menentukan hipotesis H0: data terdistribusi normal Ha : data tidak terdistribusi normal

b. Menentukan α

Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 95% dengan demikian besar α yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05.

c. Menentukan kriteria penerimaan hipotesis

H0 akan diterima jika nilai signifikansi yang diperoleh dari output SPSS lebih dari 0,05 (sign ≥ α) jika sign α ≤ 0,05 maka H0 ditolak.

d. Melakukan uji normalitas dengan program SPSS 21 e. Menentukan kesimpulan

Gambar

Gambar 1. Alur Design Pretest-Posttest Control Group
Tabel 2.
Gambar 2. Alur penelitian
Tabel 7.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini dijalankan bertujuan untuk mengenalpasti faktor pemilihan profesion perguruan dan adakah tedapat profil personaliti guru dalam diri pelajar untuk memilih profesion

Untuk kasus Malaysia idiologi dengan kemasan fundamentalisme Islam banyak diusung oleh masyarakat di Trengganu-Kelantan yang difasilitasi oleh PAS, yang senantiasa

PERTAMA : Menunjuk Nama sebagaimana tersebut pada lampiran Surat Keputusan ini sebagai Operator Pendataan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada SPS Bhakti Pertiwi Kecamatan

Penelitian ini menyatakan bahwa risiko kredit merupakan kerugian yang terjadi akibat gagal bayar untuk memenuhi suatu kewajiban dan berdampak pada timbulnya kredit macet sebagai

Hasil penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat pada angkutan bus AKDP Koridor Surabaya – Malang – Blitar pada Tahun 2016 mempunyai kategori BAIK , yaitu dengan nilai rata –

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini juga terbagi atas dua, yaitu untuk mendeskripsikan Citra wanita dalam hubungannya dengan Tuhan dan Citra wanita

Dengan menjadikan Agraria dan Tata Ruang di bawah satu atap Kementerian, diharapkan, terdapat kesesuaian antara penataan hak atas tanah dan peruntukannya.Walaupun, tetap pula

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa suhu simpan refrigerator (8-14 0 C) merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan viabilitas dan vigoritas seperti