• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat disarankan sebagai berikut:

1. Perlu adanya peningkatan pengetahuan bagi penyedia supaya penyedia terus mempertahankan serta maningkatkan upaya konservasi yang sudah dilakukan.

2. Besarnya nilai rata-rata WTA Kelompok Tani Sumber Urip dapat dijadikan acuan oleh Perum Jasa Tirta I dalam memberikan nilai pembayaran jasa lingkungan kepada masyarakat.

3. Mengingat banyaknya lahan di kawasan DAS Brantas yang dapat mengganggu keseimbangan serta guna terciptanya keseimbangan hubungan hulu-hilir, maka perlu dilakukan perluasan lokasi penyedia program pembayaran jasa lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Fauzi, A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jakarta.

Garrod, G. dan Kenneth G. W. 1999. Economics Valuation of The Environmental. Edward Elgar Publishing, Inc. Massachussetts.

Gujarati, D. N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. Mc Graw Hill Book Company. Singapore.

Hanley, N dan C. L. Spash. 1993. Cost-Benefit Analisys and Environmental.

Edward Elger Publishing Limited. England.

Juanda, B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor Merryna, A. 2009. Analisis Willingness To Pay Masyarakat Terhadap

Pembayaran Jasa Lingkungan Mata Air Cirahab. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Pagiola, S., J. Bishop dan dan N. Landell-Mills. 2002. Selling Forest Environmental Services: Market Based Mechanisms for Conservation and Development. Earthscan Publication Ltd. London.

Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan . Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta.

Suhendang, E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.

Tim Studi PES RMI. ‘Laporan Studi PES untuk Mengembangkan Skema PES di DAS Deli, Sumatra Utara dan DAS Progo, Jawa Tengah’. http:www.esp.or.id/wp-content/uploads/pdf/fs/esf-en.pdf.

Triani, A. 2009. Analsis Willingness To Accept Masyarakat Terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Cidanau. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Wunder, S. 2005. Payment for Environmental Services : Some Nuts and Bolts.

Research. Center for International Forestry Research.

Yakin, A. 1997. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: CV. Akademika Persindo.

LAMPIRAN

               

Lampiran 1. Hasil Estimasi Model WTA

Regression Analysis: Ln WTA versus Jumlah Batang Pohon, Pendapatan, ...

The regression equation is

Ln WTA = 8.64 + 0.00135 Jumlah Batang Pohon - 0.000000 Pendapatan + 0.0004 Pendidikan + 0.0395 Jumlah Tanggungan + 0.00404 Lama

Tinggal - 0.119 Puas

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 8.6358 0.2431 35.53 0.000 Jumlah Batang Pohon 0.0013455 0.0002696 4.99 0.000 1.3 Pendapatan -0.00000001 0.00000004 -0.36 0.721 1.5 Pendidikan 0.00038 0.01209 0.03 0.975 1.8 Jumlah Tanggungan 0.03953 0.02305 1.72 0.094 1.4 Lama Tinggal 0.004036 0.002871 1.41 0.168 2.1 Puas -0.11892 0.08967 -1.33 0.192 1.0 S = 0.169093 R-Sq = 43.6% R-Sq(adj) = 35.2% PRESS = 1.69855 R-Sq(pred) = 16.29% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 6 0.88526 0.14754 5.16 0.001 Residual Error 40 1.14370 0.02859 Total 46 2.02897 Source DF Seq SS Jumlah Batang Pohon 1 0.72082 Pendapatan 1 0.00291 Pendidikan 1 0.00883 Jumlah Tanggungan 1 0.05313 Lama Tinggal 1 0.04929 Puas 1 0.05029 Unusual Observations Jumlah Batang

Obs Pohon Ln WTA Fit SE Fit Residual St Resid 3 500 9.2103 9.3659 0.1250 -0.1556 -1.37 X 10 440 9.2103 9.4476 0.1216 -0.2373 -2.02RX 21 50 8.5172 8.8609 0.0464 -0.3437 -2.11R 46 55 8.5172 8.8459 0.0512 -0.3287 -2.04R

R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Durbin-Watson statistic = 2.15718

67    Residual P e r c e n t 0.4 0.2 0.0 - 0.2 - 0.4 99 90 50 10 1 Fitted Value R e s id u a l 9.4 9.2 9.0 8.8 0.2 0.0 - 0.2 - 0.4 Residual F r e q u e n c y 0.2 0.1 0.0 - 0.1 - 0.2 - 0.3 8 6 4 2 0

Obser vation Or der

R e s id u a l 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 0.2 0.0 - 0.2 - 0.4

Normal Probabilit y Plot of t he Residuals Residuals Versus t he Fit t ed Values

Hist ogram of t he Residuals Residuals Versus t he Order of t he Dat a

Residual Plots for Ln WTA

                               

Lampiran 2. Hasil Run Test Runs test for RESI1

Runs above and below K = -3.55632E-15 The observed number of runs = 26

The expected number of runs = 23.6383 28 observations above K, 19 below P-value = 0.469                  

69   

Lampiran 3. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov

RESI1 P e rc e n t 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0 -0.1 -0.2 -0.3 -0.4 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean 0.058 -3.55271E-15 StDev 0.1577 N 47 KS 0.127 P-Value

Probability Plot of RESI 1

Lampiran 4. Hasil Uji Glejser

Regression Analysis: abs(resi1) versus FITS1

The regression equation is abs(resi1) = 1.44 - 0.145 FITS1

Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.4385 0.8078 1.78 0.082 FITS1 -0.14524 0.08971 -1.62 0.112 S = 0.0844078 R-Sq = 5.5% R-Sq(adj) = 3.4% PRESS = 0.367040 R-Sq(pred) = 0.00% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 1 0.018675 0.018675 2.62 0.112 Residual Error 45 0.320611 0.007125 Total 46 0.339285 Unusual Observations

Obs FITS1 abs(resi1) Fit SE Fit Residual St Resid 3 9.37 0.1556 0.0782 0.0348 0.0774 1.01 X 10 9.45 0.2373 0.0663 0.0417 0.1710 2.33RX 21 8.86 0.3437 0.1515 0.0178 0.1921 2.33R 40 9.33 0.1206 0.0832 0.0319 0.0374 0.48 X 46 8.85 0.3287 0.1537 0.0187 0.1750 2.13R R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

71   

Lampiran 5. Dokumentasi Kondisi Lahan Sebelum dan Sesudah Program Pembayaran Jasa Lingkungan

Gambar 1. Kondisi Lahan Sebelum Program Pembayaran Jasa Lingkungan

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kaya akan sumber daya alam baik sumber daya alam terbaharukan maupun tidak. Udara, lahan, air, minyak bumi, hutan dan lain-lain merupakan sumber daya yang penting dalam menopang hidup manusia. Menurut Fauzi (2006), hutan termasuk sumber daya alam terbarukan. Sumber daya ini merupakan asset multi guna yang tidak saja menghasilkan produk seperti kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa lingkungan.

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki bebagai manfaat yang dapat diberikan bagi kehidupan manusia. Menurut Nilsson dalam Suhendang (2002) macam-macam fungsi hutan dapat dikelompokan ke dalam fungsi untuk: 1) menghasilkan kayu industri, 2) menghasilkan kayu bakar dan arang, 3) menghasilkan hasil hutan bukan kayu, 4) menyediakan lahan untuk pemukiman manusia dan pertanian, 5) memberikan perlindungan terhadap siklus air dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) dan pengendalian erosi, 6) tempat penyimpanan karbon, 7) pemeliharaan keanekaragaman hayati dan habitat serta, 8) obyek ekoturisme dan rekreasi alam. Terkait dengan fungsi hutan sebagai perlindungan siklus air dalam DAS, keberadaan pohon-pohon dari hutan dalam DAS sangatlah penting. Apabila pohon-pohon tersebut ditebang habis maka air hujan yang jatuh

 

dalam DAS akan langsung mengalir melalui aliran permukaan tanpa terserap terlebih dahulu ke dalam tanah.

Air merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia. Peningkatan jumlah penduduk terkadang menimbulkan masalah mengenai fluktuasi kuantitas air serta penurunan kualitas air. Penyediaan air yang baik secara kualitas maupun kuantitas erat kaitannya dengan pengelolaan DAS sebagai daerah sumber air.

Menurut Tim Studi PES RMI (2007) Sungai Brantas merupakan salah satu sungai terbesar di Pulau Jawa. DAS Brantas sebagai sumber mata air bagi sektor pertanian, industri serta jasa. Kontribusi DAS Brantas sangat besar bagi kegiatan ekonomi di Kota Batu dan Kota Malang. Segala aktivitas ekonomi dapat berjalan lancar apabila didukung dengan terjaganya kondisi hulu DAS Brantas Pada awalnya, di daerah tersebut terdapat 13 mata air, akan tetapi saat ini jumlah mata air tersebut semakin berkurang. Penyebab berkurangnya disebabkan aktifitas yang berlebihan dari masyarakat, pengusaha, petani maupun penebang liar di hutan sekitar mata air tersebut. Aktifias berlebihan tidak hanya menurunkan kuantitas air namun juga menurunkan kualitas air.

Penurunan kualitas dan kuantitas air yang terjadi di DAS Brantas dapat memicu konflik dan kompetisi dalam pemanfaatan air. Guna mengatasi potensi konflik dan kompetisi diperlukan solusi dalam mengelola DAS Brantas. Salah satu instrument ekonomi yang dapat mengatasi masalah tersebut adalah melalui penerapan Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL). PJL merupakan pembayaran jasa lingkungan antara pemanfaat jasa maupun penyedia jasa. Hal ini bertujuan agar masyarakat di daerah hulu sebagai penyedia jasa lingkungan memperoleh intensif atas upaya konservasi hutan dan upaya tata guna lahan bagi kepentingan tata guna

air di bagian hulu. Masyarakat di daerah hilir sebagai pemanfaat jasa lingkungan dapat memanfaatkan ketersediaan air secara berkelanjutan sehingga dapat mendukung berbagai kegiatan ekonomi.

Berdasarkan kondisi DAS Brantas saat ini, peneliti merasa perlu adanya studi yang mengkaji mengenai besarnya nilai pembayaran yang bersedia diterima oleh masyarakat sebagai penyedia jasa lingkungan. Kajian dilakukan dengan menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). CVM merupakan salah satu pendekatan ekonomi dalam menentukan nilai ekonomi dari suatu barang lingkungan. CVM dapat memberikan informasi mengenai nilai perbaikan jasa lingkungan berdasarkan jumlah nominal yang bersedia diterima masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Pembayaran jasa lingkungan (PJL) dalam model hubungan hulu-hilir di DAS Brantas pernah dilaksanakan pada tahun 2004. PJL dilakukan antara Perum Jasa Tirta I (PJT-I) sebagai pemanfaat dengan masyarakat Desa Tlekung Kecamatan Junrejo Kota Batu. Masyarakat yang mengikuti program ini adalah Kelompok Tani Sumber Urip Desa Tlekung Kecamatan Junrejo Kota Batu, dikarenakan lahan-lahan yang digunakan dalam program ini adalah lahan yang dikelola oleh para petani tersebut. PJT-I sebagai pihak yang wajib mengeluarkan dana atas PJL DAS Brantas menyerahkan dana tersebut kepada Yayasan Pengembangan Pedesaan (YPP). YPP merupakan pihak yang berperan sebagai perantara dari proses PJL DAS Brantas. Kesepakatan antara YPP dengan petani berlangsung selama 12 bulan.

 

Kesepakatan dalam hubungan hulu-hilir ini mewajibkan PJT-I menyerahkan dana PJL sebesar Rp. 25.500.000 kepada masyarakat untuk lahan seluas 17,72 ha. Dana dalam program ini diberikan kepada masyarakat dan digunakan untuk pembelian bibit tanaman, pupuk untuk perawatan serta melakukan pelatihan bagi para petani1. Masyarakat sebagai pihak yang menerima dana PJL diwajibkan untuk melakukan penanaman dan pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan tersebut meliputi penyulaman, pemupukan, pengairan, penyiraman dan lain sebagainya secara swadaya sampai tanaman tersebut masuk masa panen. Hasil panen tanaman tersebut sepenuhnya sebagai milik masyarakat namun, untuk hasil kayu masyarakat harus memperolehnya dengan sistem tebang pilih sesuai dengan perjanjian. Sistem tebang pilih ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kondisi DAS Brantas.

Setelah program berjalan selama 12 bulan, pihak PJT-I akan melakukan negoisasi kembali saat tanaman masyarakat tumbuh dengan baik. Pada tahun 2010 tanaman masyarakat khususnya tanaman kayu telah mulai memasuki masa panen, sehingga PJT-I mulai merencanakan untuk melakukan negoisasi dengan masyarakat untuk menentukan nilai PJL. Program ini merupakan program yang seharusnya terlaksana secara berkesinambungan.

Oleh karena itu, diperlukan nilai yang sesuai dengan upaya masyarakat dalam mengkonservasi DAS Brantas sesuai dengan presepsi petani tersebut. Nilai dari dana pembayaran jasa lingkungan yang sesuai dengan upaya masyarakat dalam mengkonservasi DAS Brantas akan mampu mendukung terlaksananya pembayaran jasa lingkungan secara berkelanjutan. Sehingga, dalam penelitian ini       

1

Hasil wawancara dengan Ketua Kelompok Tani Sumber Urip, Kartomo pada tanggal 29 November 2010

akan mencoba mencari nilai Willingness to Accept (WTA) terhadap PJL dari presepsi petani atas upaya konservasi yang mereka lakukan di DAS Brantas.

Berdasarkan uraian diatas, beberapa permasalahan yang dapat ditarik yaitu:

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas?

2. Berapakah besarnya dana kompensasi yang mau diterima masyarakat (WTA) terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi nilai WTA responden terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas.

2. Mengestimasi besarnya dana kompensasi yang mau diterima masyarakat (WTA) terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA responden terhadap pembayaran jasa lingkungan DAS Brantas.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian tentang penilaian jasa lingkungan diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Peneliti dan mahasiswa sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.

 

lingkungan DAS Brantas dengan keinginan masyarakat sebagai penyedia jasa lingkungan DAS Brantas.

3. Pemerintah daerah sebagai bahan pertimbangan terkait penerapan kebijakan dalam pengelolaan DAS Brantas.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Wilayah penelitian dilakukan di Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu

2. Objek penelitian adalah program pembayaran jasa lingkungan dan masyarakat yang tinggal di wilayah penelitian.

3. Penelitian hanya dilakukan pada daerah hulu dari pembayaran jasa lingkungan karena ingin melihat bagaimana partisipasi masyarakat dalam program pembayaran jasa lingkungan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Dalam pandangan Adam Smith, sumberdaya diartikan sebagai seluruh faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output (Fauzi, 2006).

Menurut Fauzi (2006), sumberdaya alam dapat diartikan sebagai segala sumberdaya hayati dan non hayati yang dimanfaatkan umat manusia sebagai sumber pangan, bahan baku dan energi. Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. Sumberdaya alam selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung juga dapat menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang memberikan manfaat dalam bentuk lain, misalnya amenity seperti keindahan, ketenangan dan sebagainya (Fauzi, 2006).

2.1.1 Jasa Lingkungan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Jasa lingkungan dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung.

 

Pemanfaatan secara langsung seperti rekreasi, sedangkan secara tidak langsung seperti pengendali erosi dan banjir.

Menurut Wunder (2005), ada empat tipe jasa lingkungan yang saat ini mengemuka yaitu:

1. Penyerap dan penyedia karbon (carbon sequestration and storage), 2. Perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity protection), 3. Perlindungan Daerah Aliran Sungai (wathershed protection), dan 4. Pelestarian keindahan bentang alam (protection of landscape beauty). 2.1.2 Daerah Aliran Sungai

Salah satu jasa lingkungan yang dihasilkan oleh ekosistem hutan yaitu perlindungan Daerah Aliran Sungai (DAS). Menurut Asdak (1995), DAS merupakan satuan wilayah tangkapan air (catchman area) yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan, menampung dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau dan laut serta mengisi air bawah tanah. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 DAS didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.

Menurut Pagiola et al. (2002), jasa perlindungan daerah aliran sungai mencakup:

1. Pengaturan aliran air (water flow), pemeliharaan aliran musim kering dan mengontrol banjir.

2. Pemeliharaan kualitas air, meminimalisir beban endapan (sediment load), beban nutrient (misalnya, phosphorous dan nitrogen), beban kimia dan kadar garam.

3. Control terhadap erosi tanah dan sedimentasi

4. Penurunan salinitas tanah dan atau pengaturan level air tanah. 5. Pemeliharaan habitat akuatik.

2.2 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Beberapa sumberdaya termasuk ke dalam kategori barang publik (public goods). Pemanfaatan barang publik sering menimbulkan masalah yaitu terjadi konsumsi yang berlebihan. Menurut Fauzi (2006), berdasarkan ciri-cirinya, barang publik memiliki dua sifat dominan berikut:

1. Non-rivalry (tidak ada ketersaingan) atau non-divisible (tidak habis).

Artinya, konsumsi seseorang terhadap barang publik tidak akan mengurangi konsumsi orang lain terhadap barang yang sama. Misalnya uadara yang kita hirup, dalam derajat tertentu tidak berkurang bagi orang lain dalam menghirupnya.

2. Non-excludable (tidak ada larangan).

Artinya, sulit untuk melarang pihak lain untuk mengkonsumsi barang yang sama. Seperti pada saat kita menikmati pemandangan laut yang indah di pantai misalnya, kita tidak bisa atau sulit melarang orang lain tidak melakukan hal yang sama karena pemandangan adalah public goods.

Sumberdaya alam dan lingkungan yang termasuk dalam barang publik memerlukan penilaian secara ekonomi guna mengatasi masalah konsumsi secara

10   

dengan memasukkan nilai manfaat yang ada tersebut. Komponen-komponen dari nilai total ekonomi diantaranya adalah:

1. Nilai kegunaan konsumtif (use value)

Merupakan nilai yang diperoleh atas pemanfaatan dari sumberdaya alam. Use value terdirir dari:

a. Nilai guna langsung (direct use) merupakan nilai yang diperoleh individu dari pemanfaatan langsung sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan.

b. Nilai guna tak langsung (indirect use) merupakan nilai yang didapat atau dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan.

2. Nilai kegunaan non konsumtif (non-use value)

Merupakan nilai sumberdaya alam dan lingkungan yang muncul karena keberadaannya meskipun tidak dikonsumsi secara langsung. Nilai ini lebih sulit diukur karena didasarkan pada preferensi individual terhadap sumberdaya alam dan lingkungan daripada pemanfaatan langsung. Non-use value terdiri dari:

a. Nilai keberadaan (existence value) merupakan nilai yang didasarkan pada terpeliharanya sumberdaya alam tanpa menghiraukan manfaat dari keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut.

b. Nilai warisan (bequest value) merupakan nilai yang diberikan oleh generasi saat ini terhadap sumberdaya alam dan lingkungan agar dapat diwariskan pada generasi mendatang.

2.3 Pembayaran Jasa Lingkungan

2.3.1 Pengertian Pembayaran Jasa Lingkungan

Pembayaran jasa lingkungan (payment environmental services) secara umum dapat didefinisikan sebagai mekanisme kompensasi dimana penyedia jasa (services providers) dibayar oleh penerima jasa (services users). Pembayaran jasa lingkungan adalah suatu mekanisme yang fleksibel, dimana dapat diadaptasi dalam kondisi yang berbeda-beda (The Regional Forum on Payment Schemes for Enviromental Services in Wathershed, the Third Latin American Congress on Watershed Management, 2003)1. Pembayaran jasa lingkungan merupakan sebuah transaksi sukarela (voluntary) yang melibatkan paling tidak satu penjual (one seller), satu pembeli (one buyer) dan jasa lingkungan yang terdefinisi dengan baik (weel-defined environmental services), dimana di sini berlaku pula prinsip-prinsip bisnis “hanya membayar bila jasa telah diterima” (Wunder, 2005).

Menurut Tim Studi PES RMI (2007) pembayaran jasa lingkungan didasarkan pada pemberian skema-skema kompensasi untuk menghargai upaya masyarakat dalam mengelola ekosistem untuk menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang lebih baik. Dewasa ini ,negara maju serta beberapa negara berkembang mulai membahas mengenai pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran jasa lingkungan antara lain dapat diterapkan pada pengelolaan daerah aliran sungai.

12   

2.3.2 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

Menurut World Bank diacu dalam Wunder (2005), mekanisme pembayaran jasa lingkungan akan dijelaskan pada Gambar 1.

   

   

Gambar 1. Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

Penyedia manfaat dalam skema ini berarti lingkungan yang menyediakan suatu jasa lingkungan. Mekanisme pembayaran lingkungan ini tergantung oleh mekanisme keuangan dan mekanisme pembayaran jasa lingkungan itu sendiri. Kedua mekanisme tersebut sangat dipengaruhi oleh struktur pemerintah sehingga manghasilkan suatu nilai yang sesuai dengan jasa lingkungan yang sesungguhnya yang dibayarkan secara sukarela oleh penerima manfaat jasa lingkungan agar dapat menghasilkan jasa lingkungan yang berkelanjutan untuk generasi mendatang.

Pemerintah Daerah

Penyedia Manfaat Mekanisme

Keuangan

Mekanisme

Pembayaran

Pengguna Manfaat

2.3.3 Manfaat Pembayaran Jasa Lingkungan

Pembayaran jasa lingkungan mempunyai manfaat apabila diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya dan lingkungan. Menurut Tim Studi PES RMI (2007), manfaat dari pembayaran jasa lingkungan antara lain:

1. Dapat dimanfaatkan untuk membangun kepedulian masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang lebih baik.

2. Dapat menfasilitasi penyelesaian konflik dan membangun kesepakatan di antara para pelaku yang terlibat dalam pengelolaan SDA dan lingkungan. 3. Dapat meningkatkan rasionalitas (efisiensi) dalam pemanfaatan barang dan

jasa lingkungan (ekosistem) melalui penciptaan nilai atas barang dan jasa tersebut yang menurut karakteristiknya sebagian besar diantaranya merupakan non-marketable goodsand services (NMGS).

4. Dapat dijadikan sumber pendanaan alternatif bagi upaya-upaya konservasi, rehabilitasi dan pengelolaan SDA.

5. Sebagai peluang untuk mentransfer sumberdaya dari penerima manfaat kepada penyedia jasa yang secara sosial ekonomi umumnya termarjinalkan. 2.4 Metode Estimasi Penilaian Jasa Lingkungan

Barang dan jasa lingkungan termasuk ke dalam barang yang tidak memiliki nilai pasar (non-market value). Menurut Garrod dan Willis (1999), terdapat dua kelompok utama pendekatan untuk menilai dan mengukur barang tersebut, yaitu: (1) revealed preference approaches (revealed preference techniques), dan (2) stated preference approaches (expressed preference

14   

melihat bagaimana masyarakat membuat keputusan atas aktivitas-aktivitas yang ‘menghormati’ dan ramah terhadap kegunaan atau dampak lingkungan. Fokus dari pendekatan ini adalah mengukur nilai kegunaan langsung (direct use value) dan nilai kegunaan tidak langsung (indirect use value). Sedangkan stated preference approaches merupakan pendekatan yang menggunakan pertanyaan nilai kegunaan langsung dari individu-individu. Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengukur nilai kegunaan langsung (direct use value) dan nilai kegunaan tidak langsung (indirect use value).

Menurut Yakin (1997), metode penilaian terhadap barang dan jasa lingkungan saat ini telah berkembang sekitar 15 metode. Diantaranya adalah

Dose-Responsen Method (DRM), Hedonic Price Method (HPM), Travel Cost Method (TCM), dan Averting Behaviour Method (ABM). Saat ini metode dalam menilai barang dan jasa lingkungan yang paling popular adalah Contingent Valuation Method (CVM). CVM dapat mengukur nilai dari barang dan jasa lingkungan dengan secara langsung menanyakan kepada individu atau masyarakat.

2.4.1 Konsep Contingent Valuation Method (CVM)

Menurut Fauzi (2006), pendekatan CVM disebut contingent (tergantung) karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat bergantung pada hipotesis yang dibangun. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non-pemanfaatan) sumberdaya alam atau sering dikenal juga dikenal dengan nilai keberadaan.

Fauzi (2006) menyatakan bahwa pendekatan CVM secara teknis dapat dilakukan dengan cara yaitu: (1) dengan teknik eksperimental melalui simulasi

dan permainan, (2) dengan teknik survei. Pada hakikatnya CVM bertujuan untuk mengetahui keinginan membayar (Willingness to Pay atau WTP) dari masyarakat dan keinginan menerima (Willingness to Accept atau WTA) dari masyarakat. Ketika individu yang ditanya memiliki hak atas sumberdaya, pengukuran yang relevan adalah WTA kompensasi yang paling minimum atas hilang atau rusaknya sumberdaya alam yang mereka miliki. Jika individu yang ditanya tidak memiliki

Dokumen terkait