• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 6. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpukan hal-hal sebagai berikut.

Pertama, umumnya ibu-ibu balita yang dijadikan responden memiliki pengetahuan

tentang Posyandu, terbukti 85% responden menyatakan mengetahui manfaat posyndu. Kedua, seluruh ibu balita (100%) bersikap tetap datang ke Posyandu walaupun ibu merasa balitanya sehat. Hal ini menunjukkan ibu-ibu balita balita bersikap memanfaatkan posyandu setiap bulannya. Ketiga, ibu-ibu balita memiliki kepercayaan terhadap Posyandu terlihat dari keseluruhan responden (100%), mereka meyakini pemeriksaan yang ada di Posyandu penting dilakukan untuk menjaga kesehatan balita dan Posyandu dapat memberikan manfaat bagi kesehatan balita.

Keempat, masih ada ibu balita memiliki persepsi belum puas terhadap sarana

kesehatan yang digunakan di posyandu terlihat 7% responden merasa sarana kesehatan belum lengkap dan sesuai dengan jenis kegiatan. Kelima, nilai-nilai yang dimiliki oleh Ibu balita terhadap Posyandu juga mencerminkan akan kebutuhan Posyandu oleh Ibu-ibu balita terhadap tumbuh kembang balitanya, terlihat seluruh responden (100%) menyatakan Posyandu dapat memberikan solusi kesehatan balita. Posyandu sudah tidak menjadi asing lagi bagi ibu-ibu balita karena Posyandu sebagai wadah tempat memperoleh layanan kesehatan. Hal ini menunjukkan petugas Posyandu di wilayah Puskesmas Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat gencar melakukan kegiatan-kegiatan Posyandu.

2. Saran

2.1. Pelayanan Keperawatan

Dari hasil penelitian yang dilakukan disarankan pada pelayanan keperawatan dan kader-kader Posyandu agar mempertahankan atau meningkatkan lagi pelayanan yang mereka berikan kepada ibu-ibu balita agar mencapai kepuasan yang lebih bagus. Dengan demikian, kunjungan ibu-ibu balita ke Posyandu tetap ramai setiap dilaksanakan kegiatan Posyandu sehingga Ibu-ibu balita benar-benar dapat memanfaatkan pelayanan Posyandu setiap bulannya.

2.2. Profesi Keperawatan

Dari hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dan menambah wawasan keilmuan dalam pemanfaatan Posyandu oleh Ibu-ibu balita, peningkatan layanan yang semakin baik akan membuat kepercayaan Ibu-ibu terhadap Posyandu akan semakin meningkat sehingga Posyandu akan menjadi ujung tombak kesehatan masyarakat. Sebab itu, para kader harus terus dilatih dan bekerja keras menghidupkan kegiatan-kegiatan di Posyandu

2.3. Penelitian Selanjutnya

Penelitian selanjutnya diharapkan merupakan penelitian tentang pemanfaatan Posyandu oleh ibu balita pada dua faktor lain sebagaimana terdapat dalam teori Green, yaitu faktor enabling (pendukung) dan faktor reinforcing (pendorong). Pada faktor enabling, misalnya, terdapat unsur biaya dan jarak yang diduga kuat akan mempengaruhi terhadap pemanfaatan Posyandu oleh ibu-ibu balita. Demikian juga, pada faktor reinforcing, sikap kader Posyandu terhadap ibu- ibu balita akan mempengaruhi pula.

Selain itu, penelitian selanjutnya dapat pula merupakan penelitian lanjutan dengan mempergunakan instrumen penelitian yang dapat mengukur lebih tepat faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut. Instrumen yang dimaksud, misalnya, dapat berupa kuesioner dengan Skala Likert. Untuk pengetahuan digunakan instrumen penelitian berbentuk obction ( pilihan ganda). Dan, pada data identitas responden dicantumkan anak keberapa yang responden bawa saat berkunjung ke posyandu.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sistem Pelayanan Kesehatan 1.1. Defenisi

Kata pelayanan diturunkan dari kata kerja melayani yang bermakna ‘membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang’(KBBI,2000). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000), kata

pelayanan didefinisikan sebagai ‘perihal atau cara melayani’. Senada dengan

pengertian itu, Soetanto (dalam Mubarok, 2005) mengatakan bahwa pelayanan merupakan kegiatan dinamis berupa membantu menyiapkan, menyediakan, memproses, dan membantu keperluan orang lain.

Kata kesehatan didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai ‘keadaan (hal) sehat’. Kata sehat sendiri bermakna ‘baik seluruh badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit)’. Secara harfiah, pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai ‘perihal atau cara melayani seseorang yang berhubungan dengan keadaan (hal) sehat’ orang tersebut. Sebagai sebuah sistem, Lovey dan Loomba (dalam Mubarak, 2005) mengatakan bahwa sistem pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.

Berdasarkan pengertian di atas, terlihat bahwa sistem pelayanan kesehatan akan memberikan kualitas pelayanan kesehatan yang efektif dengan melihat nilai- nilai yang ada di masyarakat. Dalam pelayanan keperawatan yang merupakan

bagian penting dalam pelayanan kesehatan, diharapkan juga pelayanan secara berkualitas dapat diberikan para perawat.

1.2.Bentuk Pelayanan Kesehatan

Ada lima bentuk pelayanan kesehatan sebagaimana dikatakan Notoadmodjo (2001). Kelima bentuk pelayanan kesehatan itu meliputi sistem pelayanan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), sistem pelayanan terpadu, pos obat desa (POD), Poliklinik desa (Polindes), dan perbaikan sanitasi lingkungan.

1.3. Sistem Pelayanan Terpadu

Sistem merupakan suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu sama lain dan mempunyai suatu tujuan jelas. Komponen suatu sistem terdiri dari input, proses, output, effeck, outcome dan mekanisme umpan balik. Hubungan antara komponen-komponen sistem ini berlangsung secara aktif dalam suatu tatanan lingkungan (Muninjaya, 2004).

Input adalah sumber daya atau masukan yang dikonsumsi oleh suatu system.

Sumber daya suatu system adalah man, money, material, method, minute, dan

market, disingkat dengan 6M. Di dalam system Posyandu yang menjadi sumber

daya man (orang) adalah kelompok penduduk sasaran yang akan diberikan pelayanan, staf Puskesmas yang terdiri dari dokter, bidan dan perawat, staf kecamatan, kelurahan, kader, pemuka masyarakat dan sebagainya (Muninjaya, 2004)

Money adalah dana yang dapat digali dari swadaya masyarakat dan yang

disubsidi oleh pemerintah. Material adalah tersedianya sarana yang dibutuhkan seperti vaksin, jarum suntik, kartu menuju sehat (KMS), alat timbang, obat- obatan, oralit, alat keluarga berencana (KB) dan sebagainya. Method adalah teknik pelaksanaan kegiatan diantaranya cara penyimpanan vaksin, cara mencampur oralit, cara mencatat dan melaporkan data, cara memberikan penyuluhan dan sebagainya. Minute adalah waktu yang disediakan untuk suatu kegiatan yandu yang biasanya dilaksanakan sekali dalam sebulan, dan market adalah masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti lokasi kegiatan yandu, transport, sistem kepercayaan masyarakat dibidang kesehatan dan sebagainya (Muninjaya, 2004).

Proses yaitu semua kegiatan sistem. Melalui proses akan diubah input menjadi output. Proses dari sistem pelayanan terpadu adalah semua kegiatan pelayanan terpadu mulai dari persiapan bahan, tempat dan kelompok penduduk sasaran yang dilakukan oleh staf Puskesmas dan kader (Muninjaya, 2004).

Proses kegiatan di Posyandu dikenal dengan istilah “mekanisme lima meja”. Kegiatan di meja satu adalah pendaftaran balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur (PUS). Bagi balita yang sudah punya kartu menuju sehat (KMS) catat nama balita disecarik kertas dan diselipkan di KMS. Kemudian anjurkan ibu membawa anaknya ke meja dua untuk ditimbang. Bila balita belum memiliki KMS berikan KMS yang baru dan diisi lengkap. Untuk ibu menyusui,

PUS dan ibu hamil yang tidak membawa balita setelah didaftar lansung menuju meja empat (Depkes, 1997).

Kegiatan di meja tiga adalah pencacatan. Catat hasil penimbangan berat badan balita di KMS dengan cara menarik garis putus-putus tegak sesuai dengan bulan penimbangan dan garis putus-putus datar sesuai dengan hasil penimbangan dan kilogram. Pertemuan pada kedua garis-garis putus tersebut ditandai dengan menulis titik (Depkes, 1997).

Kegiatan di meja empat adalah penyuluhan mengenai KB, imunisasi, diare, perbaikan gizi, pentingnya air susu ibu (ASI), dan pentingnya vitamin A dan zat besi. Kemudian pemberian makanan tambahan misalnya pemberian bubur kacang hijau, pemberian vitamin A, oralit dan tablet zat besi (Depkes, 1997).

Mencatat pada KMS anak dengan memperhatikan umur dan berat badan anak. Kemudian, memberikan penyuluhan kepada ibu balita berdasarkan hasil penimbangan berat badan anaknya, pentingnya makanan bergizi, pentingnya imunisasi, pentingnya vitamin A bagi anak, dan bahaya diare pada anak. Untuk ibu hamil diberikan penyuluhan tentang pentingnya imunisasi TT, makan lebih banyak 1-2 piring dari sebelum hamil, pencegahan anemi dan sebagainya. Bagi PUS diberikan penyuluhan mengenai keluarga berencana (KB) dan bagi ibu menyusui diberikan penyuluhan tentang ASI eklusif, jika ASI tidak keluar atau keluarnya sedikit, anjurkan ibu untuk memeriksakan diri ke Puskesmas (Depkes, 1997).

Kegiatan di meja lima adalah pemberian imunisasi diantaranya BCG, Campak, DPT, Hepatitis B, dan Polio. Selanjutnya pemeriksaan kehamilan, pelayanan KB, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan. Untuk meja satu sampai meja empat dilaksanakan oleh kader kesehatan, tetapi untuk meja lima dilaksanakan oleh petugas kesehatan di antaranya; dokter, bidan, perawat, juru imunisasi dan sebagainya.

Output yaitu hasil langsung (keluaran) suatu sistem, yang menjadi output

dalam sistem pelayanan terpadu adalah produk program yandu. Dalam hal ini yang dimaksud dengan produk adalah cakupan kelima program yandu untuk masing-masing kelompok penduduk sasaran. Cakupan program yandu terdiri dari jumlah anak yang ditimbang, jumlah bayi dan ibu hamil yang imunisasi, jumlah pasangan usia subur (PUS) yang diberikan pelayanan KB (Muninjaya, 2004).

Effeck yaitu hasil tidak langsung yang pertama dari proses suatu sistem.

Pada umumnya efek suatu sistem dapat dikaji pada perubahan pengetahuan, sikap perilaku kelompok masyarakat yang dijadikan sasaran program. Outcome sistem pelayanan terpadu adalah penurunan kesakitan dan kematian bayi akibat penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, penurunan fertilitas pasangan usia subur (PUS), dan jumlah balita yang kurang gizi dan sebagainya. Turunnya angka kematian bayi, angka kematian ibu adalah outcome sistem pelayanan terpadu yang penting karena keduanya merupakan indikator yang paling peka untuk menentukan stastus kesehatan masyarakat (Muninjaya, 2004).

1.4. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan adalah penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas/tenaga kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut. Untuk melihat sejauh mana pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat diperlukan evaluasi yang cermat agar dapat ditelaah dan dicari jalan keluar yang sesuai sehingga diharapkan pemanfaatan pelayanan kesehatan akan lebih baik pada masa yang akan datang (Azwar, 1999 dalam skripsi Damanik, 2008).

Menurut Azwar (1996), suatu pelayanan kesehatan harus memiliki berbagai persyaratan pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah persyaratan pokok yang dapat memberi pengaruh kepada masyarakat dalam menentukan pilihannya terhadap penggunaan jasa pelayanan kesehatan, antara lain :

(1) Ketersediaan dan Kesinambungan Pelayanan

Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat serta bersifat berkesinambungan. Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan. Serta keberadaannya dalam masyrakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan. (2) Dapat Diterima dan Wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat serta adat istiadat dan kebudayaan masyarakat.

(3) Mudah Dicapai

Syarat pokok ketiga adalah mudah dicapai oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Bila fasilitas ini mudah dijangkau dengan menggunakan alat-alat transportasi yang tersedia maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan.

(4) Mudah Dijangkau

Syarat pokok keempat adalah mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud di sini terutama sedikit biaya, untuk dapat mewujudkannya harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

(5) Bermutu

Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu yaitu yang menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan pemakai jasa pelayanan dan di pihak lain tata cara penyelenggaraan sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

2. POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu)

Posyandu merupakan suatu strategi yang tepat untuk melakukan intervensi pembinaan kelangsungan hidup anak dan pembinaan perkembangan anak. Posyandu yang merupakan kegiatan oleh masyarakat akan menimbulkan komitmen masyarakat, terutama para ibu, dalam menjaga kelestarian hidup serta

tumbuh kembang anak, dengan alih teknologi dari pemerintah. Dengan demikian masyarakat tidak selalu bergantung pada pemerintah, dan suatu saat nanti akan mandiri. Kemudian, masyarakat akan membawa dampak kemandirian keluarga, ibu dan individu (Syafrudin, 2009).

2.1. Defenisi Posyandu

Kegiatan di Posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari Puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar. Karena, Posyandu adalah forum yang menjembatani ahli teknologi dan ahli kelola untuk upaya-upaya kesehatan yang profesional kepada masyarakat agar dapat hidup sehat (Ekasari, 2007).

Dalam pengembangannya Posyandu dapat dibina menjadi suatu forum komunikasi dan pelayanan di masyarakat, antara sektor yang memadukan kegiatan pembangunan sektoralnya dengan kegiatan masyarakat, untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menemukan dan memecahkan masalahnya dengan ahli teknologi (Nasution, 1997). Hal sependapat juga di kemukakan oleh Effendi (1998) Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dana untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini.

Selain ikut berperan dalam peningkatan kesehatan, masyarakat juga dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan aktivitas Posyandu. Hal ini sesuai dengan wacana yang dikembangkan pemerintah yaitu model pembangunan partisipasi dimana pentingnya pemberdayaan masyarakat (Soetedjo, 2005).

Menurut Effendi (1998) kehadiran Posyandu merupakan salah satu bentuk penerapan dalam pemberian asuhan keperawatan kesehatan masyarakat yang mengutamakan upaya promotif dan preventif dengan tidak melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Posyandu adalah merupakan wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat, dengan bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya untuk menyelenggarakan lima program prioritas secara terpadu pada satu tempat dan pada waktu yang sama guna meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat hidup sehat (Ekasari, 2007).

2.2. Tujuan Penyelenggaraan Posyandu

Departemen Kesehatan (1988 dalam Ekasari, 2007) telah merumuskan bahwa tujuan penyelenggaraan Posyandu adalah untuk (1) Mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita, dan angka kelahiran (2) Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) kemudian, (3) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan yang menunjang kesehatan, dan (4) Meningkatkan

kemampuan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan lainnya yang menunjang, sesuai dengan kebutuhan.

Untuk mencapai tujuan di atas tentunya sangat tergantung pada upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan sejauh mana peran serta masyarakat dalam pelaksanaan program Posyandu. Salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tujuan Posyandu adalah revitalisasi Posyandu. Hakekat dilaksanakannya revitalisasi Posyandu adalah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Soedirdja, 2001).

Posyandu sebaiknya berada di tempat yang mudah didatangi masyarakat dan tempatnya ditentukan sendiri oleh masyarakat. Dengan demikian, kegiatan Posyandu dapat dilaksanakan di pos pelayanan yang sudah ada, di rumah penduduk, balai desa, tempat pertemuan RW/RT atau di tempat khusus yang dibangun oleh masyarakat. Sasaran utama penyelengaraan Posyandu adalah bayi/balita, ibu hamil/ibu menyusui, dan Wanita Usia Subur (WUS) atau Pasangan Usia Subur (PUS) (Ekasari, 2007).

Penyelenggaraan Posyandu dilakukan dengan “pola lima meja”, yaitu : Meja (1) pendaftaran, kemudian pada meja (2) dilakukan penimbangan bayi dan anak balita, Ibu hamil, atau WUS. Selanjutnya pada meja (3) pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat) dan meja (4) penyuluhan perorangan, antara lain : Terhadap balita yaitu dilakukan berdasarkan hasil penimbangan, apakah berat badannya naik atau tidak naik, diikuti dengan pemberian makanan tambahan, pemberian oralit dan vitamin A dosis tinggi. Kemudian terhadap ibu hamil yang resiko tinggi, diikuti dengan pemberian pil tambah darah (tablet besi) untuk mencegah

anemia dan terhadap PUS agar menjadi peserta KB lestari, diikuti dengan pemberian kondom, pil ulangan atau tablet busa. Selanjutnya yang terakhir meja (5) pelayanan teknis kesehatan, meliputi : pelayanan KIA, KB, Imunisasi dan Pengobatan (Ekasari, 2007).

2.3. Program dan Sasaran Posyandu

Program Posyandu yang (1) adalah KIA. Indikator yang strategis untuk mewakili kegiatan pokok KIA adalah pemeriksaan ibu hamil dan cakupan TT2, mengamati perkembangan dan pertumbuhan anak-anak balita, memberikan nasehat tentang makanan, mencegah timbulnya masalah gizi karena kekurangan protein dan kalori dan memperkenalkan jenis makanan tambahan, memberikan pelayanan KB kepada PUS, merujuk ibu-ibu atau anak-anak yang memerlukan pengobatan, mengadakan latihan untuk dukun bersalin. Kemudian (2) adalah KB. Mengadakan penyuluhan KB, baik di Puskesmas maupun pada saat mengadakan kunjungan rumah, Posyandu, pertemuan dengan kelompok-kelompok masyarakat di dusun (PKK, dasa wisma, dsb). Termasuk dalam kegiatan untuk PUS, menyediakan alat-alat kontrasepsi, mengadakan kursus Keluarga Berencana untuk para dukun bersalin. Dukun diharapkan bisa dan bersedia menjadi motivator KB untuk ibu-ibu yang mencari pertolongan pelayanan dukun.

Selanjutnya (3) P2M (Pemberantasan Penyakit Menular) yang merupakan survei epidemiologi untuk menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin, imunisasi untuk memberikan perlindungan kepada kelompok-kelompok masyarakat sehingga dapat mencegah terjadi penularan penyakit seperti TBC,

Tetanus, Difteri, Batuk rejan (pertusis), Polio Nyelitis, Campak dan Hepatitis B, pemberantasan vektor dilakukan dengan penyemprotan menggunakan insektisida,

Fogging dan abatisasi untuk DHF, Oiling, Drynage, genangan air, dan perbaikan

sistem pembuangan sampah untuk pemberantasan malaria. Dan (4) Upaya Peningkatan Gizi yaitu untuk memantau pertumbuhan anak melalui penimbangan anak secara rutin setiap bulan, di Puskesmas atau di Pos timbangan/Posyandu. Melakukan pemeriksaan HB dan BB ibu hamil secara rutin, mengembangkan kegiatan perbaikan gizi, bekerja sama dengan masyarakat setempat, sektor agama, pertanian, peternakan dan penerangan yang ada ditingkat kecamatan, masyarakat, pembagian Vitamin A untuk bayi 2x setahun, tablet besi untuk ibu hamil bersifat suplemen dan pemberian obat cacing untuk anak yang kurang gizi karena gangguan parasit cacing (Syafrudin, 2009).

Sasaran Posyandu adalah (1) Ibu Hamil, (2) Ibu Menyusui, (3) Pasangan Usia Subur (PUS) dan (4) Balita.

2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ibu balita dalam memanfaatkan Posyandu. Menurut Green (1980 dalam Kresno, 2008) pemanfaatan pelayanan kesehatan khususnya Posyandu dapat dilihat dari tiga komponen, yaitu (1) Faktor predisposisi yaitu seseorang yang menggunakan pelayanan kesehatan. Faktor ini menggambarkan karakteristik seseorang yang sudah ada sebelum ia memanfaatkan pelayanan kesehatan sehingga komponen ini menjadi dasar atau motivasi bagi seseorang untuk berperilaku dalam

memanfaatkan pelayanan kesehatan. Komponen ini terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai.

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan melalui panca indra yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt

behavior) (Notoadmodjo, 2003).

Notoadmodjo (2003) mendefinisikan sikap sebagai kesiapan seseorang untuk bertindak tertentu pada situasi tertentu, dalam sikap positif. Kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi dan mengharapkan objek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak sama dengan menyukai objek tertentu. Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan atau mood untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia mempunyai dorongan sosial. Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau untuk mengadakan interaksi (Walgito, 2003).

Kepercayaan adalah suatu sejarah, proses dependen yang didasarkan pada contoh-contoh pengalaman yang relevan namun terbatas. Dibutuhkan waktu untuk dibentuk, dibangun bertahap dan terakumulasi. Dalam kepercayaan terdapat bukti-

bukti yang ada, yaitu merujuk pada lima dimensi: (1) Integritas, yaitu merujuk pada kejujuran dan kebenaran, (2) Kompetensi meliputi pengetahuan serta keahlian teknis dan antar personal, (3) Konsistensi berkaitan dengan keandalan, prediktabilitas, dan penilaian yang baik pada diri seseorang dalam menangani sesuatu, (4) Kesetiaan yaitu kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan orang lain, dan (5) Keterbukaan yaitu keyakinan untuk mengatakan kepada seseorang tentang kebenaran yang sesungguhnya (Robbins, 2008).

Menurut Stephen P. Robbins dan Timothi A. Judge (2009), kepercayaan dimaknai sebagai “a positive expectation that another will not through words,

action, or dicisions act opportuniscally”. Dalam pendapat tersebut terlihat bahwa

kepercayaan merupakan suatu harapan positif bahwa yang lain tidak akan mengambil kesempatan melalui kata-kata, tindakan atau keputusan. Jerald Greenberg (2010) berpendapat bahwa kepercayaan “are referring to a person’s

degree of confidence in the words and actions of another.” Jadi, menurut

Greenberg, kepercayaan mengacu kepada derajat kepercayaan diri seseorang terhadap kata-kata atau tindakan orang lain. Dalam kaitan tersebut, tampak bahwa kepercayaan punya hubungan interpersonal. Sebab itu, menurut Jerald Greenberg terdapat dua jenis kepercayaan, yaitu calculus based trust dan identification based

trust.

Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere yang artinya ‘menerima’, kata ini menjadi bahasa Inggris perception yang berarti ‘pengumpulan, penerimaan, pandangan, dan pengertian’. Persepsi adalah kesadaran intuitif (berdasarkan firasat) terhadap kebenaran atau kepercayaan langsung terhadap sesuatu

(Komaruddin, 2000). Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu (Bimo,2001 dalam Sunaryo, 2004).

Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya melalui indera penglihat, pendengar, peraba, perasa, dan pencium (Slameto, 2003). Menurut Neufeldt (1996) persepsi adalah pemahaman, pengetahuan, dan lain-lain, yang diperoleh dengan merasakan atau mengobservasi ide, konsep, kesan, dan lain-lain.

Persepsi bersifat individual, karena persepsi merupakan aktivitas yang

Dokumen terkait