• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola makan yang mempengaruhi dispepsia a.Makan makanan berisiko a.Makan makanan berisiko

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pola Makan

2.2.3 Pola makan yang mempengaruhi dispepsia a.Makan makanan berisiko a.Makan makanan berisiko

Makanan yang berisiko yang dimaksud adalah makanan yang terbukti ada pengaruhnya terhadap dispepsia yaitu makanan pedas, makanan asam, makanan bergaram tinggi. Frekuensi makan makanan berisiko berhubungan signifikan dengan kejadian dispepsia. Semakin sering mengkonsumsi makanan tersebut semakin berisiko terken adispepsia (Anggita, 2012).

Konsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus yang berkontraksi. Keadaan ini menimbulkan rasa panas dan nyeri ulu hati yang disertai mual dan muntah (Oktaviani, 2011). Bila kebiasaan mengkonsumsi lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal enam bulan dibiarkan berlangsung lama dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut gastritis. Selain itu, bubuk cabai atau chilli powder dapat menyebabkan kehilangan sel epitel pada lapisan mukosa (Berdanier, 2008).

Makanan dengan rasa asin yang berlebihan baik dalam segi rasa maupun frekuensi terbukti signinifikan dalam kasus pra kanker lambung. Peningkatan makanan asin dan makanan yang diasap secara berkaitan terbukti signifikan dalam perkembangan kanker lambung. Mengkonsumsi makanan asin dapat meningkatkan risiko terinfeksi bakteri H. Pylori yaitu bakteri penyebab gastritis (Corwin, 2009).

Makanan yang berminyak dan berlemak juga dapat menimbulkan gejala dispepsia. Makanan ini berada di lambung lebih lama dari jenis makanan lainnya. Makanan tersebut lambat dicerna dan menimbulkan tekanan di lambung. Proses pencernaan ini membuat katup antara lambung dan kerongkongan (Lower Esophageal Sphincter/LES) melemah sehingga asam lambung dan gas akan naik ke kerongkongan (Berdanier, 2008).

Makanan asam termasuk makanan yang berisiko penyebab dispepsia. Makanan asam dapat memperlambat pengosongan lambung. Sebelum masuk duodenum, kimus yang bersifat asam akan dinetralisir oleh Natrium Bikarbonat (NaHCO3). Bila proses belum selesai, kimus asam akan berada di dalam lambung, sehingga akan mengiritasi lapisan mukosa lambung dan menimbulkan serangan gastritis. Diet rendah serat dianjurkan untuk mengurangi keluhan perut kembung, tetapi serat yang tidak larut dalam air dapat menyebabkan kembung tanpa adanya peningkatan jumlah gas. Kembung ini disebabkan oleh melambatnya aliran gas ke usus kecil akibat serat (Mansjoer, 2000). Diit tinggi serat dan gas tidak dianjurkan dalam gangguan lambung. Makanan yang mengandung serat tinggi dan gas seperti daun singkong, kacang panjang, kol, lobak, sawi, asparagus, jambu biji, nanas, kedondong, durian, nangka (Almatsier, 2004).

b. Minum minuman berisiko

Menurut Yunita (2010), frekuensi minum minuman iritatif seperti kopi, bersoda (soft drink) dan alkohol berpengaruh signifikan terhadap kejadian dispepsia. Beberapa jenis minuman atau zat tertentu yang terkandung pada

minuman ternyata memiliki hubungan terhadap kejadian dispepsia. Zat yang terkandung dalam kopi adalah kafein yang merupakan zat sekret tagogue. Zat ini merupakan salah satu penyebab antrum mukosa lambung menyekresikan hormon gastrin. Kafein dapat menstimulasi produksi pepsin yang bersifat asam yang menyebabkan iritasi dan erosi mukosa lambung. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari fundus lambung (Ganong, 2008). Minuman bersoda merupakan minuman mengandung gas. Gas yang berlebihan dalam lambung dapat memperberat kerja lambung. Minuman bersoda atau berkarbonasi akan melenturkan katup LES (Lower Esophangeal Sphincter) yaitu katup antara lambung dan tenggorokan sehingga menyebabkan reflux atau berbaliknya asam lambung ke kerongkongan. Oleh karena itu orang memiliki gangguan pencernaan dianjurkan tidak mengkonsumsinya. Disamping itu,minuman bersoda juga memiliki pH antara 3-4 yang berarti bersifat asam sehingga akan meningkatkan dampak buruk bagi lambung (Berdanier, 2008).

Minum susu terlalu banyak tidak dianjurkan bila ada gejala intoleransi laktosa. Lactose intolerance disebabkan oleh kurangnya enzim lactase yang dibutuhkan tubuh untuk mencerna laktosa (gula susu). Laktosa yang tidak tercerna akan bertahan di usus dan mengalami fermentasi sehingga dapat menimbulkan rasa kembung (Berdanier,2008).

c. Jadwal makan

Menurut Susanti (2011) kejadian dispepsia dipengaruhi oleh keteraturan dan frekuensi makan. Orang yang memiliki pola makan yang tidak teratur mudah

terserang dispepsia. Frekuensi makan merupakan faktor yang berhubungan dengan pengisian dan pengosongan lambung. Kasus gastritis (dispepsia) diawali dengan pola makan yang tidak teratur sehingga asam lambung meningkat, produksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkan gesekan pada dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul nyeri epigastrum. Keadaan ini secara perlahan menimbulkan perdarahan. Perut yang kosong atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, berakibat rasa nyeri (Oktaviani, 2011).

Makan teratur dapat membuat alat pencernaan bekerja secara teratur. Agar proses pencernaan efisien ia harus bekerja secara wajar dan alamiah, artinya pola makan harus sesuai dengan siklus pencernaan dan kemampuan fungsi pencernaan. Adapun siklus pencernaan, yaitu:

a. Siklus pencernaan (12 Siang-8 Malam) merupakan saat yang tepat untuk mengkonsumsi makanan padat karena siklus pencernaan bekerja lebih aktif. Setelah pukul 8–9 malam sebaiknya tidak makan makanan padat karena lambung tidak boleh sesak dengan makanan pada saat tidur. b. Siklus penyerapan (8 Malam-4 Pagi) pada saat tubuh dan pikiran kita

sedang istirahat total atau tidur, tubuh mulai menyerap atau mengasimilasi, dan mengedarkan zat makanan. Kurang tidur atau makan larut malam akan memboroskan energi dan mengganggu aktivitas siklus ini.

c. Siklus pembuangan (4 Pagi-12 Siang) secara intensif tubuh mulai melakukan pembuangan sisa-sisa makanan dan sisa-sisa metabolisme.

Siklus ini paling banyak memakai energi. Selagi siklus ini berjalan sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan berat atau padat karena menurunkan intensitas proses pembuangan, memperlambat proses pencernaan, dan memboroskan energi (Andang, 2001) dalam (Ginting, 2008).

Hasil penelitian oleh Annisa (2009) jeda antara jadwal makan yang lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan sindroma dispepsia. Pada penelitian ini juga ditemukan perbedaan antara pola makan dan pengaruhnya terhadap gejala gastrointestinal pada remaja putri. Penyebab asam lambung tinggi diantaranya adalah aktivitas padat sehingga terlambat makan. Secara alami lambung akan memproduksi asam lambung setiap saat dalam jumlah kecil. Setelah 4-6 jam sesudah makan kadar glukosa dalam darah telah banyak diserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan saat itu jumlah asam akan meningkat (Ganong, 2008).

Pembagian waktu makan yang baik dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Pembagian Waktu Makan

Waktu Jam Makan

Makan pagi 07.00

Snack pagi 10.00

Makan siang 13.00

Snack siang 16.00

Makan malam 19.00

Makan tepat waktu merujuk pada konsep tiga kali makan dalam sehari ialah sarapan, makan siang, dan makan malam. Dalam memulai makan, janganlah makan setelah benar-benar lapar. Atur waktu makan seperti sarapan sekitar jam 06.00-08.00, makan siang sekitar jam 12.00-13.00, dan makan malam antara jam 18.00-20.00 (Tilong, 2014).