LEMBAR KUESIONER
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA FKM USU TAHUN 2015 Nama :
Umur :
Jenis kelamin : Tahun angkatan :
Jadwal makan
1. Apakah setiap hari anda biasa sarapan pagi? a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang d. Jarang
e. Tidak pernah
2. Apakah anda sarapan pagi antara jam 06.00-09.00? a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang d. Jarang
e. Tidak pernah
3. Apakah jeda antara waktu makan yang anda gunakan antara ≤ 6 jam? a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang d. Jarang
4. Apakah lama jeda waktu makan anda selalu sama di antara waktu makan setiap hari?
a. Selalu b. Sering
c. Kadang-kadang d. Jarang
e. Tidak pernah
5. Apakah setiap hari anda sempat makan siang? a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang d. Jarang
e. Tidak pernah
6. Apakah anda makan malam 2-3 jam sebelum anda tidur malam? a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang d. Jarang
e. Tidak pernah
Jenis makanan
1. Apakah anda setiap hari makan makanan pedas? a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang d. Jarang
e. Tidak pernah
2. Apakah anda menambahkan banyak cabai pada makanan anda? a. Selalu
b. Sering
d. Jarang e. Tidak pernah
3. Apakah anda mengkonsumsi makanan tinggi lemak, seperti gorengan, es krim, hamburger, keju, dll?
a. Selalu b. Sering
c. Kadang-kadang d. Jarang
e. Tidak pernah
4. Apakah anda suka makan makanan asam, seperti tomat, kedongdong, jeruk, nenas, mangga muda?
a. Selalu b. Sering
c. Kadang-kadang d. Jarang
e. Tidak pernah
5. Apakah anda suka meminum kopi? a. Selalu
b. Sering
c. Kadang-kadang d. jarang
e. Tidak pernah
6. Apakah anda suka mengkonsumsi minuman bersoda seperti coca cola, sprite, fanta, pepsi,dsb?
a. Selalu b. Sering
c. Kadang-kadang d. jarang
e. Tidak pernah
1. Dalam satu bulan terakhir apakah anda mengalami rasa penuh setelah makan makanan porsi normal/ biasa dan terjadi selama beberapa kali dalam satu minggu?
a. Ya b. Tidak
2. Dalam 1 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami rasa kembung pada perut bagian atas setelah makan dan terjadi selama beberapa kali dalam satu minggu?
a. Ya b. Tidak
3. Dalam 1 bulan terakhir, apakah Anda pernah mengalami rasa cepat kenyang/ tidak sanggup menghabiskan makanan porsi normal/ biasa dan terjadi selama beberapa kali dalam satu minggu?
a. Ya b. Tidak
4. Dalam 1 bulan terakhir, apakah anda pernah mengalami rasa mual setelah makan dan terjadi selama beberapa kali dalam satu minggu?
a. Ya b. Tidak
5. Dalam 1 bulan terakhir, apakah anda pernah mengalami keluhan sendawa berlebihan dan terjadi selama beberapa kali dalam satu minggu?
a. Ya b. Tidak
6. Dalam 1 bulan terakhir, apakah anda pernah mengalami nyeri/ rasa terbakar di epigastrium/ulu hati selama beberapa kali dalam satu minggu? a. Ya
b. Tidak
7. dalam 1 bulan terakhir apakah anda pernah mengalami muntah setelah makan?
8. dalam 1 bulan terakhir apakah anda pernahmengalami rasa panas terbakar pada bagian dada/ perut?
a. Ya b. Tidak
9. Dalam 1 bulan terakhir apakah sakit perut yang anda alami mengganggu aktifitas anda?
Frequency Table
jenis kelamin responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 19 18.8 19.0 19.0
perempuan 81 80.2 81.0 100.0
Total 100 99.0 100.0
Missing System 1 1.0
Total 101 100.0
umur responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 18-19 tahun 48 47.5 48.0 48.0
20-21 tahun 42 41.6 42.0 90.0
22-23 tahun 10 9.9 10.0 100.0
Total 100 99.0 100.0
Missing System 1 1.0
Total 101 100.0
jenis kelamin responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 19 18.8 19.0 19.0
perempuan 81 80.2 81.0 100.0
Total 100 99.0 100.0
Missing System 1 1.0
jadwal makan responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid teratur 39 38.6 39.0 39.0
tidak teratur 61 60.4 61.0 100.0
Total 100 99.0 100.0
Missing System 1 1.0
Total 101 100.0
jenis makanan dan minuman responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid iritatif 59 58.4 59.0 59.0
tidak iritatif
41 40.6 41.0 100.0
Total 100 99.0 100.0
Missing System 1 1.0
Total 101 100.0
sindrom disepsia pada responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ada 64 63.4 64.0 64.0
tidak ada 36 35.6 36.0 100.0
Total 100 99.0 100.0
Missing System 1 1.0
Crosstabs
jadwal makan responden * sindrom disepsia pada responden Crosstabulation
Count
sindrom disepsia pada responden
Total ada tidak ada
jadwal makan responden
teratur 13 26 39
tidak teratur 51 10 61
Total 64 36 100
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 26.097a 1 .000
Continuity Correctionb 23.960 1 .000
Likelihood Ratio 26.607 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association
25.836 1 .000
N of Valid Cases 100
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,04. b. Computed only for a 2x2 table
Crosstabs
jenis makanan dan minuman responden * sindrom disepsia pada responden Crosstabulation
Count
sindrom disepsia pada
ada tidak ada jenis makanan dan
minuman responden
iritatif 44 15 59
tidak iritatif
20 21 41
Total 64 36 100
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.986a 1 .008
Continuity Correctionb 5.912 1 .015
Likelihood Ratio 6.971 1 .008
Fisher's Exact Test .011 .008
Linear-by-Linear Association
6.916 1 .009
N of Valid Cases 100
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. & Gunawan, J, 2012. Dispepsia dalam Cermin Dunia Kedokteran. Vol. 39 no. 9. www.kalbemed.com/Portals/6/ 197_CME-Dispepsia. diakses tanggal 10 September 2015.
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
__________. 2005. Penuntun Diet. Gramedia, Jakara
Anggita.2012.Hubungan Kebiasaan Makan Dengan Frekuensi Kekambuhan Dispepsia di Poli Rawat jalan RSUD Kabupaten Kudus.digilib.unimus.ac.id. diakses 10 September 2015
Annisa, 2009. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Kekambuhan Dyspepsia.Skripsi Universitas Sumatra Utara.
Arisman. 2008. Gizi Dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi Edisi 2.Buku kedokteran EGC.Jakarta
Baliwati FY, dkk. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya; 2004.
Berdanier.2008.Handbook of Nutrition And Food.USA.CRC Press.
Brunner and Suddart. 2006. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 vol.1. Jakarta:EGC.
Brun, R., Kuo, B,. 2010. Functional Dyspepsia. Therapeutic Advances in Gastroenterology, 145-164.ncbi.nlm.nih.gov.pubmed.diakses tanggal 10 September 2015.
Carvalho, R.V.B., Lorena, S.L.S., Almeida, J.R.S., Mesquita, M.A., 2009. Food Intolerance, Diet Composition, and Eating Patterns in Functional Dyspepsia Patients. Springer: 60-65.
Corwin,E.2009.Bukusakupatofisiologi.Jakarta:EGC
Depkes RI.2010. Profil Kesehatan di Indonesia. di akses dari http//www.google.co.id pada tanggal 15 Agustus 2015
Declan Wash. T, 2001. Kapita Selekta Penyakit dan Terapi. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Djojoningrat, D,. 2009. Dispepsia Fungsional. In : Sudoyo, AW., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 529-531.
____________. 2014. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. InternaPublishing. Jakarta
Ervianti.M.2008.Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Sindroma Dispepsia pada Supir Truk:Studi di PT.Varia Usaha. (http:adln.lib.unair.ac.id/go). Diakses tanggal 19 September 2015.
Friedman, M.2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset,Teori, dan Praktek.EGC.Jakarta.
Ganong WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: EGC.
Ginting, A. 2008. Pengaturan proses sistem gastrointestinal. Repository.ac.id. diakses tanggal 12 September 2015.
Ginting, N.2002. Hubungan Pengetahuan Gizi Dengan Pola Makan Pada Mahasiswa Kesehatan Dan Non Kesehatan Yang Kos Di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru. Repository_usu.ac.id
Guyton, A, Hall,J. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC
Hadi, H. 2005. Beban Ganda Masalah dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. www.gizi.net. Diakses tanggal 2 September 2015.
Harahap, Y. 2009. Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan Tahun 2007. (repository.usu.ac.id). diakses tanggal 19 September 2015.
Hartaty, 2012, Hubungan Pengetahuan Dan Pola Makan terhadap Kejadian Dispepsia di Kelas XI SMAN 11 Makassar.http://Stikes Nani Hasanuddin.Makassar
Herman, B. R. (2004). Fisiologi Pencernaan Untuk Kedokteran. Padang : Andalas University Press
Hidayah A. 2011, Kesalahan-Kesalahan Pola Makan Pemicu Seabrek Penyakit Mematikan. Buku Biru. Jogjakarta
Hudha, L. 2006.Hubungan antara Pola Makan Danaktivitas Fisik Terhadap Obesitas pada Remaja Kelas II SMP Theresiana I Yayasan Bernadus Semarang. Lib.unnes.ac.id
Iping, S, 2004. Metode makan kualitatif cara mutakhir untuk langsing dan sehat.Jakarta. Puspa Swara
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).Defenisi Kata.kbbi.web.id. diakses tanggal 12 September 2015
Khasanah, Nur. 2012. Waspadai Beragam Penyakit Degeneratif Akibat Pola Makan. Jogjakarta : Laksana.
Khotimah, N. 2012.Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sindroma Dispepsia Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.http://library.usu.ac.id. diakses tanggal 14 agustus 2015.
Loyd, R. A., McClellan, D. A., 2011. Update on the Evaluation and Management of Functional Dyspepsia. American Family Physician, 548-552.Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta.
Mahadeva, S. & Goh, K., 2006. Epidemiology of Functional Dyspepsia: A Global Perspective. In: Chua, A.S.B. 2006. World Journal of Gastroenterology. 2661-2666.
Mansjoer, Arif,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga Jilid 1. Jakarta
Minggu, K. 2014. Gambaran Pola Makan Dalam Terjadinya Gastritis Pada Biarawati Di Yayasan Santa Maria. Skripsi Universita Sumatera Utara
Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna. Pustaka Populer Obor. Jakarta
Monks FJ.2000.Psikologi Perkembangan.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nasution, Mahdia. 2001. Faktor-faktor yang berhubungan pola konsumsi dengan gastritis pada mahasiswa universitas negeri jakarta Tahun 2002. skripsi FKM UI.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineke Cipta. Jakarta.
Oktaviani, W.2011.Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Mahasiswa S1 Keperawatan Program A Fikes UPN.Veteran.Jakarta.Skripsi.FKIK UPN Veteran.
Perangin-angin, E.2014. 2013, Penderita Dyspepsia dan Diabetes Terbanyak di Pirngadi.Harian Jurnal Asia
Profil Kesehatan Indonesia 2006.http://www.depkes.go.id/. diakses 18 September 2015.
Pratiwi. W. 2013. Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja Di Pondok Pesantren Daar El Qolam Tangerang. Skripsi Uin Syarif Hidayatullah: Jakarta. Diakses Tanggal 19 September 2015.
Rani AA.2011 Jacobus A. Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta Pusat: Interna Publishing.
Redaksi,2009.Mengatasi Gangguan Penyakit Maag.Yogyakarta.Banyu Media.
Reshetnikov O. V. Etc. 2007, Prevalence Of Dyspepsia And Irritable Bowel Syndrome Among Adolescent Of Novosibirsk, Institute of internal medicine
Russia. Int. 3 circumpolar health 60 (2):
253.(www.nebi.nlm.nih.gov/pubmed.) Diakses tangggal 05 September 2015
Robert,W.B.William S.R.2000.nutrition throught the cycle.4th.ed Singapore:Mc Graw Hill
Saragih, S.2015. Tahun 2014 RS Adam Malik Medan Tangani 181.329 Pasien.Sinar Indonesia Baru
Sayogo,S.2007.Gizi remaja putri. Yayasan Pengembangan Medik Indonesia. Jakarta:FKUI.
Sediaotama, AD. 2004. Ilmu Gizi Jilid I. Dian Rakyat. Jakarta.
Sherwood, Lauralee, 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Sofro, M., Anurogo, D., 2013, 5 Menit Memahami 55 Problematika Kesehatan, jogjakarta:D-MEDIKA.
Sudoyo, AW.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 529-531.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Supariasa, dkk, 2001. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran, ECG, Jakarta
Suratun dan Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta : CV. Trans Info Media
Susanti, A., Briawan, A., Uripi, V., 2011. Faktor Risiko Dispepsia pada Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam Jurnal Kedokteran Indonesia. VOL. 2/NO. 1/JANUARI/2011.
Sutanto,H,M.2007.Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Kronis.EDSA Mahkota.jakarta
Syam. F, 2005. Uninvestigated Dyspepsia Versus Investigated Dyspepsia. The Journal of Internal Medicine, Jakarta
Tepes, B, 2011. Subgroups of Dyspepsia. In: Duvnjak, M., ed. Dyspepsia in Clinical Practice. The Journal of Internal Medicine, Jakarta.
Tilong,Adi T, 2014, Rahasia Pola Makan Sehat, Jogjakarta. FlashBook.
Yunita R.2010.Hubungan Antara Karakteristik Responden, Kebiasaan Makan Dan Minum Serta Pemakaian Nsaid Dengan Terjadinya Gastritis Pada Mahasiswa Kedokteran. [skripsi]. Surabaya (Indonesia): Universitas Airlangga.
Warianto, C. 2011. Solusi Penyakit Maag Tanpa Mengobati. (unair.ac.id/repository). Diakses tanggal 19 September 2015.
WHO, 2007. Scaling up prevention and control of non-communicable disease. THE SEANET_NSD Meeting. 22-26 Oktober 2007. Phuket Thailand. http://www.searo.WHO.int/. Diakses 11 September 2015
WHO. 2010. Growth Refrence Data for 5-19 Years. http://www.who.int/growthref/. Diakses 11 September 2015.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat observasional dengan desain cross sectional (potong
lintang) yaitu metode penelitian yang mengamati subjek dengan pendekatan
suatusaat atau subjek diobservasi sekali saja pada saat, penelitian dilakukan untuk
mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada
mahasiswa Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Wilayah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, yang terletak di Jalan Universitas No.21 Kampus USU Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Desember 2015.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa yang kuliah di FKM
Universitas Sumatera Utarayaitu berjumlah 2735 orang, data tersebut diperoleh
dari data mahasiswa FKM USU.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kesehatan
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara proportionate stratified
sampling.
Untuk menentukan besarnya jumlah sampel minimal yang terdapat dalam
populasi yaitu dengan rumus :
n =
Dimana :
N = ukuran populasi
n = ukuran sampel
d = tingkat kepercayaan yaitu 0,1 atau 10%
( Notoatmodjo, 2010).
Sehingga didapatkan jumlah sampel sebagai berikut :
n =
n = 99,96 =100
berdasarkan rumus diatas maka besarsampel adalah 100 orang. Selanjutnya
sampel diambil proporsional menurut besarnya unit yang ada di dalam
masing-masing starata, yaitu
dimana :
N = Besar populasi (2735 orang)
Nh= Besar Populasi Stratum
nh= Besar Sampel Stratum
Besar sampel di dalam stratum dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Besar Sampel di Dalam Stratum
Tahun Angkatan Jumlah Sampel
2011 190 7
2012 509 19
2013 764 28
2014 717 26
2015 555 20
Jumlah 2735 100
Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel secara acak pada
masing-masing kelompok populasi (berdasarkan tahun angkatan) dengan cara tehnik
undian.
Sampel yang diambil berdasarkan dengan criteria sebagai berikut :
1. Mahasiswa yang kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara terdaftar sebagai mahasiswa tahun angkatan 2011-2015..
2. Bersedia untuk menjadi sampel penelitian dan menjawab pertanyaan yang
ada pada kuesioner.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang
1. Pola makan responden:
a. Jadwal makan responden diperoleh melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner berisi pertanyaan dengan menggunakan skala
Likert.
b. Jenis makanan dan minuman diperoleh melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner berisi pernyataan dengan menggunakan skala
Likert.
2. Kejadian sindrom dispepsia diperoleh melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner berisi pertanyaan dengan skala Guttman.
3.4.2 Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data dari FKM
USU meliputi jumlah mahasiswa dan gambaran umum Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel Penelitian
Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah pola makan yang
dilihat dari jadwal makan dan jenis makanan dan minuman, variabel dependen
(terikat) dalam penelitian ini adalah kejadian sindrom dispepsia.
3.5.2 Defenisi Operasional
1. Pola makan adalah gambaran kebiasaan makan mahasiswa yang terdiri dari
jadwal makan, jenis makanan dan minuman.
2. Jadwal makan adalah gambaran keteraturan waktu makan yang digunakan
3. Jenis makanan dan minuman adalah berbagai macam makanan dan
minuman bersifat iritatif yang dikonsumsi oleh mahasiswa yang dapat
menyebabkan dispepsia (nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa
penuh, atau cepat kenyang, dan sendawa).
4. Makanan iritatif adalah bebagai macam makanan yang dapat menganggu
saluran pencernaan sehingga menyebabkan sindrom dispepsia (nyeri ulu
hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, dan
sendawa).
5. Minuman iritatif berbagai macam minuman yang dapat menganggu saluran
pencernaan sehingga menyebabkan sindrom dispepsia (nyeri ulu hati, mual,
kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, dan sendawa).
6. Sindrom dispepsia adalah kumpulan gejala yang terdiri atas nyeri ulu hati,
mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, dan sendawa yang
dirasakan mahasiswa dalam kurun waktu satu bulan terakhir.
3.6 Metode Pengukuran
Aspek pengukuran dalam penelitian ini adalah untuk mengukur pola makan
berdasarkan jadwal makan, jenis makanan dan minuman, dan juga kejadian
dispepsia pada mahasiswa.
3.6.1 Pola makan
Pola makan terdiri dari:
a. Jadwal makan
Jadwal makan diukur dengan menghitung skor dari pernyataan dengan
(5) Selalu
(4) Sering
(3) Kadang-kadang
(2) Jarang
(1) Tidak pernah
Menurut Sugiyono (2009) adapun panduan penentuan penilaian dan
skoringnya adalah sebagai berikut
- Jumlah pilihan = 5
- Jumlah pertanyaan = 6
- Skoring terendah = 1 (pilihan jawaban yang salah)
- Skoring tertinggi = 5 (pilihan jawaban yang benar)
- Jumlah skor terendah = skoring terendah x jumlah pertanyaan = 1 x 6 = 6
(6/30 x 100% = 20%)
- Jumlah skor tertinggi = skoring tertinggi x jumlah pertanyaan = 5 x 6 = 30
(100%)
Selanjutnya dilakukan penentuan skoring pada kriteria objektif dengan
Rumus:
- Interval (I) = Range (R) / Kategori (K)
- Range (R) = skor tertinggi - skor terendah = 100 - 20 = 80%
- Kategori (K) adalah banyaknya kriteria yang disusun pada kriteria objektif
suatu variabel= 2, yaitu teratur dan tidak teratur
Maka didapatkan:
- Kriteria penilaian = skor tertinggi - interval = 100 - 40 = 60%, sehingga
1. Teratur= jika skor ≥ 60%
2. Tidak teratur = jika skor < 60%
b. Jenis makanan dan minuman
Penilaian terhadap jenis makanan dan minuman yaitu dengan menghitung
skor dari pernyataan dengan menggunakan skala likert, yaitu:
(5) Selalu
(4) Sering
(3) Kadang-kadang
(2) Jarang
(1) Tidak pernah
Menurut Sugiyono (2009) adapun panduan penentuan penilaian dan
skoringnya adalah sebagai berikut
- Jumlah pilihan = 5
- Jumlah pertanyaan = 6
- Skoring terendah = 1 (pilihan jawaban yang salah)
- Skoring tertinggi = 5 (pilihan jawaban yang benar)
- Jumlah skor terendah = skoring terendah x jumlah pertanyaan = 1 x 6 = 6
(6/30 x 100% = 20%)
- Jumlah skor tertinggi = skoring tertinggi x jumlah pertanyaan = 5 x 6 = 30
(100%)
Selanjutnya dilakukan penentuan skoring pada kriteria objektif dengan
- Interval (I) = Range (R) / Kategori (K)
- Range (R) = skor tertinggi - skor terendah = 100 - 20 = 80%
- Kategori (K) adalah banyaknya kriteria yang disusun pada kriteria
objektif suatu variabel = 2, yaitu iritatif dan tidak iritatif
Maka didapatkan:
- Interval (I) = 80 / 2 = 40%
- Kriteria penilian = skor tertinggi - interval = 100 - 40 = 60%, sehingga
1. Iritatif= jika skor ≥ 60%
2. Tidak iritatif= jika skor < 60%
3.6.2 Kejadian sindrom dispepsia
Penilaian terhadapkejadian sindrom dispepsia yaitu menggunakan kuesioner
penelitian dengan skala Guttman, jika jawaban Ya mendapat nilai 1 dan jika
jawaban Tidak mendapat nilai 0.
Adapun panduan penentuan penilaian dan skoringnya adalah sebagai berikut
- Jumlah pilihan = 2
- Jumlah pertanyaan = 9
- Skoring terendah = 0 (pilihan jawaban yang salah)
- Skoring tertinggi = 1 (pilihan jawaban yang benar)
- Jumlah skor terendah = skoring terendah x jumlah pertanyaan = 0 x 9=0 (0%)
- Jumlah skor tertinggi = skoring tertinggi x jumlah pertanyaan =1 x 9 = 9 (100%)
Selanjutnya dilakukan penentuan skoring pada kriteria objektif dengan Rumus:
- Interval (I) = Range (R) / Kategori (K)
- Kategori (K) adalah banyaknya kriteria yang disusun pada kriteria objektif
suatu variabel=2 yaitu ada dan tidak ada
Maka didapatkan:
- Interval (I) = 100 / 2 = 50%
- Kriteria penilian = skor tertinggi - interval = 100 - 50 = 50%, sehingga
1. Ada Dispepsia = jika nilai ≥50%
2. Tidak ada Dispepsia = jika nilai < 50%
3.7. Metode Analisis Data
Data yang telah didapat dari hasil kuesioner diolah secara spss, menurut
Notoadmojo (2010) langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Editing
Sebelum data diolah, data tersebut perlu di edit. Hal ini dilakukan untuk
memperbaiki kualitas data serta menghilangkan keragu-raguan data melalui
wawancara.
2. Mengkode data
Mengkode data dengan memberikan kode pada masing-masing jawaban
untuk mempermudah pengolahan data.
3. Tabulasi
Membuat tabulasi termasuk dalam kerja memproses data, membuat tabulasi
tidak lain dari memasukkan data ke dalam tabel. Tabel yang digunakan yaitu tabel
Data yang ada setelah dilakukan pengolahan kemudian dilakukan teknik
analisa data, analisa yang digunakan adalah uji statistik dengan menggunakan dua
tahap, yaitu :
1. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal
variabel-variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi
frekuensi.
2. Analisis bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel
independen dengan dependen menggunakan uji chi square pada taraf
kepercayaan 95% (p < 0,05), sehingga bila hasil analisis statistik < 0,05
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara beralamat di
Jalan Universitas No 21 Kampus Universitas Sumatera Utara, Padang bulan
Medan, Sumatera Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara memiliki misi yaitu menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan
ilmu kesehatan masyarakat dalam bidang administrasi dan kebijakan kesehatan,
kependudukan dan kesehatan reproduksi, biostatistika dan informasi kesehatan,
epidemiologi, gizi kesehatn masyarakat, keselamatan dan kesehatan kerja,
kesehatan lingkungan serta pendidikan kesehatan dan ilmu perilaku;
menyelanggarkan dan mengembangkan penelitian ilmiah untuk pengembangan
ilmu, teknologi dan pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara konseptual
maupun secara langsung dalam pembangunan kesehatan masyarakat.
Kampus Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tidak
mempunyai kantin, sehingga mahasiswa kesulitan dalam mencari makanan di saat
istirahat perkuliahan, Selain itu kegiatan akademik Fakultas Kesehatan
Masyarakat termasuk memiliki jadwal yang padat yaitu berupa kuliah, praktikum,
ujian tengah semester, ujian akhir semester, selain itu sebagian mahasiswa juga
aktif mengikuti kegiatan diluar jadwal kuliah, seperti bergabung dalam organisasi,
baik organisasi intra kampus seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Badan
Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen (GMK), Perhimpunan
Mahasiswa Katolik Indonesia, Unit Kegiatan Mahasiswa Islam (UKMI), dll.
4.2.Karakteristik Mahasiswa
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada mahasiswa yang berjumlah
100 mahasiswa, adapun karakteristik mahasiswa meliputi umur dan jenis kelamin
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur dan Jenis Kelamin Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2015
No Umur n %
1 18-19 tahun 48 48
2 20-21 tahun 42 42
3 22-23 tahun 10 10
Jumlah 100 100
No Jenis kelamin n %
1 Laki-laki 19 19
2 Perempuan 81 81
Jumlah 100 100
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 100 mahasiswa FKM USU mayoritas
mahasiswa berada pada kelompok umur 18-19 tahun yaitu sebanyak 48
mahasiswa (48%), dan dari tabel 4.1 juga menunjukkan bahwa dari 100
mahasiswa FKM USU mayoritas mahasiswa memiliki jenis kelamin perempuan
yaitu sebanyak 81 mahasiswa (81%) dan yang berjenis kelamin laki-laki hanya
4.3. Pola Makan Mahasiswa
Penelitian dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara sebanyak 100 mahasiswa. Adapun pola makan
mahasiswa meliputi jadwal makan, jenis makanan dan minuman mahasiswa dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jadwal Makan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2015
No Jadwal makan n %
1 Teratur 39 39
2 Tidak teratur 61 61
Jumlah 100 100
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan pada
100 mahasiswa FKM USU sebagian besar mahasiswa memiliki jadwal makan
yang tidak teratur yaitu sebanyak 61 mahasiswa (61%), sementara untuk jadwal
Tabel 4.3.Distribusi Frekuensi Jenis Makanan dan Minuman Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2015
No Jenis makanan dan minuman n %
1 Iritatif 59 59
2 Tidak iritatif 41 41
Jumlah 100 100
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 100 mahasiswa FKM USU sebagian besar mahasiswa mengkonsumsi jenis makanan dan minuman iritatif yaitu sebanyak 59 mahasiswa (59%).
4.4. Sindrom Dispepsia
Penelitian dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara sebanyak 100 mahasiswa. Adapun kejadian sindrom
dispepsia pada mahasiswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2015
No Sindrom dispepsia n %
1 Ada 64 64
2 Tidak ada 36 36
Jumlah 100 100
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan pada
100 mahasiswa FKM USU sebagian besar mahasiswa mengalami kejadian
sindrom dispepsia yaitu sebanyak 64 mahasiswa (64%), sementara hanya
4.5. Hubungan Jadwal Makan dengan Kejadian Sindrom Dispepsia
Untuk mengetahui hubungan jadwal makan dengan kejadian sindrom
dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara, digunakan uji chi-square hasil analisis tersebut disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 4.5. Tabulasi Silang Hubungan Jadwal Makan dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2015
No
Jadwal makan Kejadian sindrom
dispepsia Jumlah
Ada Tidak ada
n %
P Value
n % n %
1 Teratur 13 33 26 67 39 100
2 Tidak teratur 51 84 10 16 61 100 0,001
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 61 mahasiswa yang memiliki jadwal
makan yang tidak teratur terdapat 51 mahasiswa (84%) yang mengalami sindrom
dispepsia, dan dari 39 mahasiswa yang memiliki jadwal makan yang teratur
terdapat 26 mahasiswa (67%) yang tidak mengalami sindrom dispepsia. Dapat
diketahui bahwa ada hubungan bermakna antara jadwal makan dengan kejadian
sindrom dispepsia pada mahasiswa FKM USU berdasarkan hasil uji chi-square
dengan nilai P=0,001
4.6. Hubungan Jenis Makanan dan Minuman dengan Kejadian Sindrom Dispepsia
Untuk mengetahui hubungan jenis makanan dan minuman dengan
Universitas Sumatera Utara, digunakan uji chi-square hasil analisis tersebut
[image:30.595.116.511.187.307.2]disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.6. Tabulasi Silang Hubungan Jenis Makanan dan Minuman dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahun 2015
No
Jenis makanan dan minuman
Kejadian sindrom
dispepsia Jumlah
Ada Tidak ada
n %
P Value
n % n %
1 Iritatif 44 75 15 25 59 100
2 Tidak iritatif 20 49 21 51 41 100 0,008
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 59 mahasiswa yang mengkonsumsi jenis
makanan dan minuman iritatif terdapat 44 mahasiswa (75%) yang mengalami
sindrom dispepsia dan dari 41 mahasiswa yang mengkonsumsi jenis makanan
yang tidak iritatif terdapat 21 mahasiswa (51%) yang tidak mengalami sindrom
dispepsia. Dapat diketahui bahwa ada hubungan bermakna antara jenis makanan
dan minuman dengan kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa FKM USU
BAB V PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap hubungan pola makan
(jadwal makan, jenis makanan dan minuman) dengan kejadian sindrom dispepsia
pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, maka dapat dijelaskan sebagai
berikut :
5.1. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, adapun hubungan pola makan
dengan kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara adalah :
5.1.1 Hubungan Jadwal Makan Dengan Kejadian Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Jadwal makan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara sebagian besar memiliki jadwal makan yang tidak teratur yaitu
sebanyak 61%, dari jadwal makan yang tidak teratur terdapat 84% mahasiswa
yang mengalami sindrom dispepsia, dan dari jadwal makan yang teratur terdapat
67% mahasiswa yang tidak mengalami sindrom dispepsia, sehingga dari
penelitian ini dapat disimpulkan mahasiswa yang memiliki pola makan tidak
teratur cenderung mengalami sindrom dispepsia lebih besar dibandingkan pola
bermakna antara jadwal makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada
mahasiswa FKM USU berdasarkan hasil uji chi-square dengan nilai P=0,001.
Perubahan lingkungan dan kebiasan sehari-hari dari yang semula tinggal di
rumah bersama keluarga menjadi tinggal sendirian, kondisi lingkungan dan
padatnya jadwal kegiatan mahasiswa dapat menyebabkan pola makan tidak teratur
dan gaya hidup yang berubah karena berbagai faktor di sekitar mahasiswa,
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa sebagian besar
mahasiswa tinggal di kos dan tidak bersama orang tua yaitu sebesar 81%, daqn
berdasarkan penelitian Ginting (2002) mahasiswa yang Kos cenderung memiliki
waktu makan yang tidak baik. Faktor diet dan sekresi cairan asam lambung
merupakan penyebab timbulnya dispepsia, Jeda antara waktu makan merupakan
penentu pengisian dan pengosongan lambung. Jeda waktu makan yang baik yaitu
berkisar antara 4-5 jam (Iping, 2004). Pola makan sehari-hari terlihat pada
kebiasaan jadwal makan yang sering tidak teratur, seperti sering terlambat makan
atau menunda waktu makan bahkan kadang tidak sarapan pagi atau tidak makan
siang atau tidak makan malam sehingga membuat perut mengalami kekosongan
dalam waktu yang lama. Jadwal makan yang tidak teratur tentunya akan dapat
menyerang lambung yang dapat menimbulkan dispepsia (Minggu, 2014).
Aktivitas yang tinggi baik kegiatan di sekolah/kampus maupun di luar
sekolah/kampus menyebabkan makan menjadi tidak teratur (Sayogo, 2007).
Salah satu faktor yang berperan dalam kejadian dispepsia diantaranya
adalah pola makan dan sekresi asam lambung (Djojoningrat, 2009). selain
yang buruk, makan tergesa-gesa, dan jadwal yang tidak teratur dapat
menyebabkan dispepsia (Eschleman, 1984) dalam (Annisa, 2009). Setiap fungsi
tubuh mempunyai irama biologis (circadian rhythm) yang jam kerjanya tetap dan
sistematis dalam siklus 24 jam per hari. Meskipun sistem pencernaan sendiri
memiliki 3 siklus yang secara simultan aktif, namun pada waktu-waktu tertentu
masing-masing siklus akan lebih intensif dibandingkan siklus-siklus lainnya. Jika
aktivitas salah satu siklus terhambat, aktivitas siklus berikutnya juga ikut
terhambat. Hambatan ini besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme. Dalam
kondisi normal, konsentrasi asam dan aktivitas enzim pada lambung akan
meningkat dan mencapai puncaknya maksimal setiap 4 jam setelah makan dan
kemudian menurun pada jam berikutnya (Soehardi, 2004).
Menurut Bruner dan Suddarth (2001) secara alami lambung akan terus
memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah kecil setelah 4-6 jam
sesudah makan, biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan
terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam
lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam
lambung yang diproduksi akan semakin banyak dan berlebih sehingga dapat
mengiritasi mukosa lambung, serta menimbulkan rasa perih di daerah
epigastrium. Kebiasaan makan sangat berkaitan dengan produksi asam lambung.
Menurut Iping (2004) jeda waktu makan yang baik berkisar antara 4-5 jam.
Jeda waktu makan yang lama dapat mengakibatkan sindroma dispepsia, kerja
lambung meningkat pada waktu pagi, yaitu jam 07.00-09.00. Ketika siang hari
07.00-09.00 malam. Dalam kondisi normal, konsentrasi asam dan aktivitas enzim pada
lambung akan meningkat dan mencapai puncaknya maksimal setiap 4 jam setelah
makan dan kemudian menurun pada jam berikutnya. Makanan yang tertahan lebih
dari 4 jam di lambung akan menurunkan fungsi asam lambung, sehingga sebagian
makanan ada yang tidak tersentuh asam lambung. Lamanya lambung menahan
setiap jenis makanan berbeda-beda. Makanan tinggi zat pati umumnya sekitar 3
jam, tinggi protein sekitar 4 jam dan tinggi lemak sekitar 6 jam (Soehardi, 2004).
Asam lambung berfungsi untuk mencerna makanan yang masuk ke dalam
lambung dengan jadwal yang teratur, produksi asam lambung akan tetap
berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat
penting bagi sekresi asam lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung
mengenali waktu makan sehingga produksi asam lambung terkontrol. Kebiasaan
makan tidak teratur akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi.Jika hal ini
berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat
mengiritasi dinding mukosa pada lambung sehingga timbul gastritis dan dapat
berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan
mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas
terbakar (Nadesul, 2005) dalam (Susanti, 2011).
Fungsi dari cairan asam lambung adalah untuk mencerna makanan yang
masuk ke lambung dan merubah makanan tersebut menjadi massa kental
(khimus), membantu proses pencernaan makanan yang telah di mulai dari mulut.
Cairan asam lambung merupakan cairan yang bersifat iritatif dan asam. Suasana
tertelan atau masuk bersama dengan makanan. Namun, bila barier lambung telah
rusak, maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada
dinding lambung. Produksi asam lambung berlangsung terus-menerus sepanjang
hari dan bilamana tidak adanya makanan yang masuk untuk diproses maka asam
lambung tersebut merusak alat pencernaan sehingga terjadi sindrom dispepsia
(Sherwood, 2011).
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Susanti (2011) yang
menyatakan bahwa Keteraturan dan frekuensi makan berhubungan dengan
frekuensi dispepsia. Kebiasaan makan teratur dapat mengurangi resiko munculnya
gejala dispepsia. Penelitian Khotimah pada 74 mahasiswa Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
sindrom dispepsia menyatakan bahwa salah satu faktor yang berhubungan dengan
kejadian sindrom dispepsia adalah keteraturan makan dan jeda antara waktu
makan.
Hasil penilitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
Reshetnikov (2007) kepada 1562 orang dewasa, jeda antara jadwal makan dan
ketidakteraturan makan berkaitan dengan dsipepsia. Dan berdasarkan penelitian
yang dilakukan Ervianti (2008) pada 48 orang subyek tentang faktor yang
berhubungan dengan dispepsia, didapatkan salah satu faktor yang berhubungan
dengan kejadian dispepsia adalah keteraturan makan. Makan tidak teratur dan
sembarangan, merokok, minum alkohol, minum kopi diduga dapat menimbulkan
masalah pencernaan. Seseorang yang telah memiliki masalah pencernaan
sehat, bagi orang yang sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit pun,
dimungkinkan untuk terjangkit dispepsia (Susanti, 2011).
5.1.2.Hubungan Jenis Makanan dan Minuman Dengan Kejadian Sindrom Dispepsia Pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi mahasiswa Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebagian besar bersifat iritatif
yaitu sebanyak 59%, dan dari jenis makanan dan minuman iritatif terdapat 75%
mahasiswa yang mengalami sindrom dispepsia, dan dari jenis makanan yang tidak
iritatif terdapat 51% mahasiswa yang tidak mengalami sindrom dispepsia.
Sehingga penelitian ini juga menunjukkan mahasiswa yang mengkonsumsi
makanan dan minuman yang bersifat iritatif cenderung mengalami sindrom
dispepsia lebih besar. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan
bermakna antara jenis makanan dan minuman dengan kejadian sindrom dispepsia
pada mahasiswa FKM USU berdasarkan uji chi-square dengan nilai P=0,008.
Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya kantin untuk Fakultas
Kesehatan Masyarakat USU dan banyaknya penjual jenis makanan dan minuman
yang bersifat iritatif tersebut di sekitar kampus dengan harga yang relatif murah
sehingga mahasiswa lebih memilih untuk membeli makanan dan minuman iritatif
tersebut. Selain itu hal ini dapat disebabkan karena mahasiswa kurang perhatian
akan kesehatan diri atau kurang mengerti apa akibat bila tidak memperhatikan
makanan yang dikonsumsi dan juga faktor kesibukan.
Suratun (2010) mengatakan bahwa jenis makanan merupakan salah satu
berlebihan dapat merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus
untuk berkontraksi. Pendapat ini juga didukung oleh Misnadiarly (2009) tentang
jenis makanan yang dapat mengakibatkan dispepsia yaitu makanan yang pedas,
makanan yang mengandung gas dan asam.
Adapun jenis makanan yang mengiritasi seperti makanan pedas, zat-zat
korosif (cuka dan lada) dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan
menimbulkan edema serta pendarahan, tidak jarang pada kondisi sepertiini
menimbulkan luka pada dinding lambung (Sediaotama, 2004). Salah satu
penyebab terjadinya sindroma dispepsia adalah sekresi cairan asam lambung,
asam lambung adalah cairan yang dihasilkan lambung dan bersifat iritatif dengan
fungsi utama untuk pencernaan dan membunuh kuman yang masuk bersama
makanan, beberapa bahan makanan tertentu yang bersifat iritatif dapat secara
khusus sangat merusak sawar mukosa pelindung lambung yaitu terhadap kelenjar
mukus dan terhadap taut epitel yang rapat (tight epithelial junctions) di antara sel
pelapis lambung, hal ini akan menyebabkan terjadinya sindroma dispepsia
(Sudoyo, 2009).Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat membunuh
organisme patogen yang tertelan bersama makanan. Namun, bila barier lambung
telah rusak, maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi
pada dinding lambung (Herman, 2004). Suasana yang sangat asam di dalam
lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan bersama makanan.
Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat asam di
lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung (Herman, 2004). Faktor
seperti alkohol, umumnya obat penahan nyeri, asam cuka. Makanan dan minuman
yang bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang, misalnya
jahe, merica (Warianto, 2011).
Menurut Brunner dan Suddarth (2006) menyatakan bahwa jenis makanan
yang sembarangan seperti makanan pedas dan makanan asam akan merangsang
dinding lambung untuk mengeluarkan asam lambung, pada akhirnya kekuatan
dinding lambung menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka
pada dinding lambung sehingga menyebabkan terjadinya dispepsia. Makanan
asam dan pedas seperti cabai, merica, dan bumbu-bumbu tajam merupakan
makanan yang merangsang organ pencernaan dan secara langsung dapat merusak
dinding lambung. Asam dan pedas merangsang sekresi asam lambung berlebihan,
sehingga menimbulkan dispepsia. Disamping itu asam dan pedas juga dapat
merangsang peningkatan motilitas atau peristaltik organ pencernaan sehingga
dapat memicu timbulnya radang hingga luka pada dinding organ pencernaan
(Harahap, 2009).Makanan yang sangat manis seperti kue tart dan makanan
berlemak seperti keju, gorengan merupakan makanan yang lama di cerna/sulit
dicerna menyebabkan hipersekresi cairan lambung yang dapat membuat nyeri
pada lambung (Salma, 2011) dalam Khotimah (2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susanti (2011) pada mahasiswa IPB,
terdapat perbedaan antara kelompok kasus dan kontrol dalam mengkonsumsi
makanan pedas, makanan atau minuman asam, kebiasaan minum teh, kopi, dan
minuman berkarbonasi. Kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman
tersebut. Bila lambung sering terpapar dengan zat iritan maka inflamasi akan
terjadi terus menerus. Jaringan yang meradang akan diisi oleh jaringan fibrin
sehingga lapisan mukosa lambung dapat hilang dan terjadi atropi sel mukosa
lambung. Faktor intrinsik yang dihasilkan oleh sel mukosa lambung akan
menurun atau hilang sehingga cobalamin (vitamin B12) tidak dapat diserap diusus
halus. Sementara vitamin B12 ini berperan penting dalam pertumbuhan dan
maturasi sel darah merah. Selain itu dinding lambung menipis rentan terhadap
perforasi lambung dan perdarahan (Suratum, 2010).
Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Nasution (2001) yang
mengatakan bahwa adanya hubungan antara jenis makanan dan gastritis dengan
keluhan dispepsia. Selain itu dapat diasumsikan bahwa mengkonsumsi makanan
pedas atau asam dapat merangsang sistem pencernaan, terutama lambung adan
usus. Asumsi tersebut sesuai dengan teori Notoatmojo (2007) dalam Pratiwi
(2013) bahwa mengkonsumsi makanan pedas dan asam secara berlebihan dapat
mengakibatkan rasa panasdan nyeri ulu hati yang disertai mual dan muntah, gejala
tersebut membuat penderitamakin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan
mengkonsumsi makanan pedas dan asam >1 kali dalam seminggu selama 6 bulan
dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Carvalho (2009) yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan signifikan antara intoleransi makanan tertentu terhadap
gangguan pola makan yang dialami pasien dispepsia, walaupun ditemukan jenis
makanan/ minuman yang paling berpengaruh adalah kopi. Mereka mengatakan
sekresi asam lambung serta pelepasan gastrin. Zat yang terkandung dalam kopi
adalah kafein yang merupakan zat sekret tagogue. Zat ini merupakan salah satu
penyebab antrum mukosa lambung menyekresikan hormon gastrin. Kafein dapat
menstimulasi produksi pepsin yang bersifat asam yang menyebabkan iritasi dan
erosi mukosa lambung. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung
mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari fundus lambung
(Ganong, 2008).Minuman yang mengandung soda atau berkarbonasi adalah salah
satu penyebab utama gangguan pada lambung, Sebab minuman bersoda
mengandung asam fosfat yang dapat menetralkan asam hidroklorik di lambung.
Hal ini sangat merugikan karena tubuh memerlukan asam hidroklorik untuk
membantu mencerna makanan. Disamping itu efek karbonasi minuman bersoda
dapat membuat perut kembung sehingga membuat kondisi lambung semakin tidak
nyaman (Yolan, 2012) dalam (Khotimah, 2012). Minuman bersoda merupakan
minuman mengandung gas, gas yang berlebihan dalam lambung dapat
memperberat kerja lambung. Minuman bersoda atau berkarbonasi akan
melenturkan katup LES (Lower Esophangeal Sphincter) yaitu katup antara
lambung dan tenggorokan sehingga menyebabkan reflux atau berbaliknya asam
lambung ke kerongkongan. Oleh karena itu orang memiliki gangguan pencernaan
dianjurkan tidak mengkonsumsinya. Disamping itu, minuman bersoda juga
memiliki pH antara 3-4 yang berarti bersifat asam sehingga akan meningkatkan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan tentang hubungan pola makan dengan kejadian
sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Keshatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Tahun 2015 dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari 61% mahasiswa dengan jadwal makan yang tidak teratur terdapat
84% yang mengalami sindrom dispepsia, sementara dari 39% mahasiswa
yang memiliki jadwal makan yang teratur terdapat 67% mahasiswa yang
tidak mengalami sindrom dispepsia, sehingga dapat disimpulkan
mahasiswa yang memiliki pola makan tidak teratur cenderung mengalami
sindrom dispepsia lebih besar dibandingkan mahasiswa yang memiliki
pola makan yang teratur, dan terdapat hubungan bermakna antara jadwal
makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara berdasarkan hasil uji
chi-square dengan nilai P=0,001.
2. Dari 59% mahasiswa yang mengonsumsi makanan dan minuman bersifat
iritatif terdapat 75% mahasiswa yang mengalami sindrom dispepsia,
sementara dari 41% mahasiswa yang mengonsumsi jenis makanan dan
minuman yang tidak iritatif terdapat 51% yang tidak mengalami sindrom
mengonsumsi makanan dan minuman yang bersifat iritatif cenderung
mengalami sindrom dispepsia lebih besar dibandingkan dengan mahasiswa
yang tidak mengonsumsi jenis makanan dan minuman iritatif, dan terdapat
hubungan bermakna antara jenis makanan dan minuman dengan kejadian
sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara berdasarkan hasil uji chi-square dengan nilai
P = 0,008.
6.2 Saran
1. Bagi pihak Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara agar menyediakan kantin sehat kepada mahasiswa agar
mahasiswa dapat mendapatkan makanan dengan mudah saat istirahat
perkuliahan, sehingga mahasiswa tidak mengonsumsi makanan dan
minuman iritatif yang banyak terdapat di sekitar kampus FKM USU.
2. Bagi mahasiswa untuk dapat mengatur jadwal makan dan mengurangi
mengonsumsi jenis makanan dan minuman bersifat iritatif agar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dispepsia
Dispepsia merupakan isitilah yang digunakan untuk suatu sindrom
(kumpulan gejala atau keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di
ulu hati (daerah lambung), kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang,
dan perut terasa penuh. Keluhan ini tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan
pada seorang penderita, keluhan tersebut dapat berganti atau bervariasi, baik dari
segi jenis keluhan maupun kualitas keluhan. Jadi, dispepsia bukanlah suatu
penyakit, melainkan merupakan kumpulan gejala ataupun keluhan yang harus
dicari penyebabnya (Sofro dan Anurogo, 2013).
Menurut Djojoningrat (2014) kata dispepsia berasal dari bahasaYunani, “dys” yang berarti jelek atau buruk dan “pepsia” yang berarti pencernaan, jika
digabungkan dispepsia memiliki arti indigestion atau kesulitan dalam mencerna.
Semua gejala-gejala gastrointestinal yang berhubungan dengan masukan makanan
disebut dispepsia, contohnya mual, heartburn, nyeri epigastrum, rasa tidak
nyaman, atau distensi.
Kasus dyspepsia didunia mencapai 13 – 40 % dari total populasi setiap
tahun. Hasil study menunjukkan bahwa di Eropa, Amerika Serikat dan Oseania,
prevalensi dyspepsia bervariasi antara 5% hingga 43 % (WHO, 2010). Di
Indonesia diperkirakan hampir 30% pasien yang datang ke praktik umum adalah
berobat ke praktik gastroenterologist terdapat 60% dengan keluhan dispepsia
(Djojoningrat, 2009).
Dispepsia adalah suatu istilah yang merujuk pada gejala abnormal di perut
bagian atas. Istilah ini biasa pula digunakan untuk menerangkan bebagai keluhan
yang dirasakan di abdomen bagian atas. Diantaranya adalah rasa nyeri ataupun
rasa terbakar di daerah epigastrum (ulu hati), perasaan penuh atau rasa bengkak di
perut bagian atas, sering sendawa, mual, ataupun rasa cepat kenyang. Dispepsia
sering juga dipakai sebagai sinonim dari gangguan pencernaan (Herman, 2004).
Sebagai suatu gejala ataupun sindrom, dispepsia dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit, baik yang bersifat organik, maupun yang fungsional.
Berdasarkan konsensus terakhir (kriteria Roma) gejala heartburn atau pirosis,
yang diduga karena penyakit refluks gastroesofageal, tidak dimasukkan dalam
sindrom dispepsia (Djojoningrat, 2014).
2.1.1 Sindrom Dispepsia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sindrom adalah himpunan
gejala atau tanda yang terjadi serentak (muncul bersama-sama) dan menandai
ketidaknormalan tertentu. Sindrom merupakan kumpulan dari beberapa ciri-ciri
klinis, tanda-tanda, simtoma, fenomena, atau karakter yang sering muncul
bersamaan.
Adapun gejala-gejala (sindrom) dispepsia, yaitu:
-Nyeri perut (abdominal discomfort)
-Rasa perih di ulu hati
-Rasa lekas kenyang
-Perut kembung
-Rasa panas didada dan perut (Djojoningrat, 2014).
2.1.2 Klasifikasi Dispepsia
Pengelompokan mayor dispepsia terbagi atas dua yaitu:
1. Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
penyebabnya. Sindrom dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkus peptikum), gastritis, stomach
cancer, gastro esophageal reflux disease, hiperacidity.
Jenis-jenis dispepsia organik yaitu:
a. Tukak pada saluran cerna atas
Keluhan yang sering terjadi nyeri epigastrum. Nyeri yang dirasakan
yaitu nyeri tajam dan menyayat atau tertekan, penuh atau terasa perih
seperti orang lapar. Nyeri epigastrum terjadi 30 menit sesudah makan
dan dapat menjalar ke punggung. Nyeri dapat berkurang atau hilang
sementara sesudah makan atau setelah minum antasida. Gejala lain
seperti mual, muntah, bersendawa, dan kurang nafsu makan
(Hadi, 2005).
b. Gastritis
Gastritis adalah peradangan/inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung. Penyebabnya oleh makanan atau obat-obatan yang
mengiritasi mukosa lambung dan adanya pengeluaran asam lambung
epigastrum, nafsu makan menurun, dan kadang terjadi perdarahan
(Sutanto, 2007).
c. Gastro esophageal reflux disease (GRD)
GRD adalah kelainan yang menyebabkan cairan lambung mengalami
refluks (mengalir balik) ke kerongkongan dan menimbulkan gejala
khas berupa rasa panas terbakar di dada (heart burn), kadang disertai
rasa nyeri serta gejala lain seperti rasa panas dan pahit di lidah, serta
kesulitan menelan. Belum adates standart mendiagnosa GERD,
kejadiannya diperkirakan dari gejala-gejala penyakit lain atau
ditemukannya radang pada esofagus seperti esofagitis (Berdanier,
2008).
d. Karsinoma
Karsinoma pada saluran pencernaan (esofagus, lambung, pankreas,
kolon) sering menimbulkan dispepsia. Keluhan utama yaitu rasa nyeri
diperut, bertambah dengan nafsu makan turun, timbul anoreksia yang
menyebabkan berat badan turun (Hadi, 2005).
e. Pankreatitis
Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah rasa nyeri hebat di
epigastrum. Nyeri timbul mendadak dan terus menerus, seperti
ditusuk-tusukdan terbakar. Rasa nyeri dimulai dari epigastrum
kemudian menjalar ke punggung. Perasaan nyeri menjalar ke seluruh
perut dan terasa tegang beberapa jam kemudian. Perut yang tegang
bagian atas juga terjadi pada penderita pankreatitis kronik. Pada
pankreatitis kronik tidak ada keluhan rasa pedih, melainkan disertai
tanda-tanda diabetes melitus atau keluhan steatorrhoe (Hadi, 2005).
f. Dispepsia pada Sindrom Malabsorbsi
Malabsorpsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan proses
absorbsi dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi.
Penderita ini mengalami keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia,
sering flatus, kembung dan timbulnya diare berlendir (Sudoyo, 2009).
g. Gangguan Metabolisme
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat
sehingga muncul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang,
mual dan muntah. Definisi gastroparesis yaitu ketidakmampuan
lambung untuk mengosongkan ruangan. Ini terjadi bila makanan
berbentuk padat tertahan di lambung. Gangguan metabolik lain seperti
hipertiroid yang menimbulkan nyeri perut dan vomitus (Hadi, 2005).
h. Dispepsia akibat Infeksi bakteri Helicobacter pylori
Penemuan bakteri ini dilakukan oleh dua dokter peraih nobel dari
Australia, Barry Marshall dan Robin Warre yang menemukan adanya
bakteri yang bisa hidup dalam lambung manusia. Penemuan ini
mengubah cara pandang ahli dalam mengobati penyakit lambung.
Penemuan ini membuktikan bahwa infeksi yang disebabkan oleh
mukosa lambung yang disebut gastritis. Proses ini berlanjut sampai
terjadi ulkus atau tukak bahkan dapat menjadi kanker (Rani, 2011).
2. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai
kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, dan endoskopi (Mansjoer, 2000). Menurut
Friedman (2010) Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia
fungsional antara lain :
a. Sekresi Asam Lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat
sekresi asam lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi
pentagastrin dapat dijumpai kadarnya meninggi, normal atau
hiposekresi.
b. Dismotilitas Gastrointestinal
Dismotilitas Gastrointestinal yaitu perlambatan dari masa
pengosongan lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai
studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan
pengosongan lambung dan hipomotilitas antrum hingga 50% kasus.
c. Diet dan Faktor Lingkungan
Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus
dispepsia fungsional. Dengan melihat, mencium bau atau
membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung
faktor nervus vagus, dimana ada hubungannya dengan faal saluran
cerna pada proses pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang
sel parietal secara langsung tetapi efek dari antral gastrin dan
rangsangan lain sel parietal.
d. Psikologik
Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan
kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah
stimulus stress sentral.
2.1.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Dispepsia
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang bersifat
organik dan fungsional. Penyakit yang bersifat organik antara lain karena
terjadinya gangguan di saluran cerna atau di sekitar saluran cerna, seperti
pankreas, kandung empedu dan lain-lain. Sedangkan penyakit yang bersifat
fungsional dapat dipicu karena faktor psikologis dan faktor intoleran terhadap
obat-obatan dan jenis makanan tertentu (Abdullah dan Gunawan, 2012).
Faktor-faktor yang menyebabkan dispepsia adalah :
1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal dari saluran pencernaan
bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas).
2. Menelan terlalu banyak udara atau mempunyai kebiasaan makan salah
(mengunyah dengan mulut terbuka atau berbicara).
3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu dapat membuat lambung
4. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia,
seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi. Minuman jenis ini
dapat mengiritasi dan mengikis permukaan lambung.
5. Obat penghilang nyeri seperti Nonsteroid Anti Inflamatory Drugs(NSAID)
misalnya aspirin, Ibuprofen dan Naproven (Rani, 2011).
6. Pola makan
Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak sehingga bila tidak
sarapan, lambung akan lebih banyak memproduksi asam. Tuntutan pekerjaan
yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan kantor yang jauh dan
persaingan yang tinggi sering menjadi alasan para profesional untuk menunda
makan (Rani, 2011).
Faktor diet dan sekresi cairan asam lambung merupakan penyebab
timbulnya dispepsia (Djojoningrat, 2009). Penelitian Khotimah pada 74
mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara tentang analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi sindrom dispepsia menyatakan bahwa salah
satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia adalah
keteraturan makan dan jeda antara waktu makan (Khotimah, 2012). Jeda antara
waktu makan merupakan penentu pengisian dan pengosongan lambung. Jeda
waktu makan yang baik yaitu berkisar antara 4-5 jam (Iping, 2004) Fungsi dari
cairan asam lambung adalah untuk mencerna makanan yang masuk ke lambung
dan merubah makanan tersebut menjadi massa kental (khimus), membantu proses
pencernaan makanan yang telah di mulai dari mulut. Cairan asam lambung
sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan
atau masuk bersama dengan makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak,
maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada
dinding lambung (Herman, 2004). Produksi asam lambung berlangsung
terus-menerus sepanjang hari dan bilamana tidak adanya makanan yang masuk untuk
diproses maka asam lambung tersebut merusak alat pencernaan sehingga terjadi
sindrom dispepsia (Ganong, 2008).
Menurut Haapalahti (2004) dalam Susanti (2011) ditemukan ada pengaruh
pola makan terhadap dispepsia. Pola makan yang tidak teratur mungkin menjadi
predisposisi untuk gejala gastrointestinal yang menghasilkan hormon-hormon
gastrointestinal yang tidak teratur sehingga akan mengakibatkan terganggunya
motilitas gastrointestinal.
2.1.4 Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan Primordial
Merupakan pencegahan pada orang-orang yang belum memilik faktor resiko
dispepsia, dengan cara mengenali dan menghindari keadaan/kebiasaan yang dapat
mencetuskan serangan dispepsia, dan untuk menghindari infeksi helicobacter
pylori dilakukan dengan cara menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih,
perbaikan gizi, dan dan penyediaan air bersih (Rani, 2011).
2. Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Berperan dalam mengolah dan mencegah timbulnya gangguan akibat
atau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak sehat seperti, makan tidak
teratur, merokok, mengkonsumsi alkohol, minuman bersoda, makanan berlemak,
pedas, asam, dan menimbulkan gas di lambung. Berat badan perlu dikontrol agar
tetap ideal, karena gangguan pada saluran pencernaan, seperti rasa nyeri di
lambung, kembung, dan konstipasi lebih umum terjadi pada orang yang
mengalami obesitas. Rajin olahraga dan manajemen stres juga dapat menurunkan
resiko terjadinya dispepsia (Redaksi, 2009).
3. Pencegahan Sekunder
a. Diet mempunyai peran yang sangat penting, dasar diet tersebut adalah
makan sedikit berulang kali, makanan harus mudah dicerna, tidak
merangsang peningkatan asam lambung, dan bisa menetralisir asam
HCL.
b. Obat-obatan untuk mengatasi dispepsia adalah antasida, antagonis
reseptor H2, penghambat pompa asam (proton pump inhibitor= PPI),
sitoprotektif, prokinetik, dan kadang dibutuhkan psikoterapi, atau
psikofarma (obat anti depresi atau cemas) untuk penderita yang
berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas, dan depresi
(Redaksi, 2009).
c. Bagi yang berpuasa untuk mencegah kambuhnya sindrom disepsia,
sebaiknya menggunakan obat anti asam lambung yang bisa diberikan saat
sahur dan berbuka untuk mengontrol asam lambung selama berpuasa.
asam lambungnya akan semakin parah. Penderita boleh berpuasa setelah
penyebab sakit lambungnya diobati terlebih dahulu (Mansjoer, 2000).
4. Pencegahan Tersier
a. Rehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater, dilakukan bagi
penderita gangguan mental akibat tekanan yang dialami penderita
dispepsia terhadap masalah yang dihadapi.
b. Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah lama
dirawat di rumah sakit agar tidak mengalami gangguan ketika kembali ke
masyarakat (Declan, 2001).
2.2 Pola Makan
Pola Makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi
bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas
dari suatu kelompok masyarakat tertentu (Hartono, 2007). Menurut Depkes RI
(2009) Pola Makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan
jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status
nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyak