• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pemulihan terlihat dari cara penyintas menarasikan hidup dan pengalamannya. Pemulihan membutuhkan pengetahuan akan kekerasan seksual tersebut. Pengetahuan tentang apa yang penyintas alami dan dampak pengalaman tersebut terhadap dirinya. Setelah tahu penyintas perlu sadar dan mengakui bahwa telah terjadi kekerasan seksual pada dirinya oleh pelaku. Penerimaan dan pengakuan dari lingkungan bahwa telah terjadi kekerasan seksual pada penyitas akan membantu pemulihannya. Penyintas perlu sadar bahwa pelaku adalah pihak yang bersalah dan sesharusnya bertanggung jawab atas kejahatan tersebut, bukannya penyintas. Penyintas perlu memutus relasi kekerasan tersebut agar terlepas dari masalah dan reviktimisasi serta terbantu untuk mulai pulih. Penyintas perlu mencari penjelasan alternatif atas kekerasan seksual yang terjadi pada dirinya. Penjelasan alternatif ini dapat ditemukan bila penyintas pertama-tama mempertanyakan narasi dominan yang selama ini dipercayainya. Kemudian membuat counter atas narasi dominan tersebut di bagian yang tidak membantunya untuk pulih. Rasa bersalah atas kekerasan tersebut adalah salah satu narasi yang harus dipertanyakan, Komunitas dapat membantu mendukung penyintas membentuk narasi baru yang membantu penyintas untuk pulih.

B. Kontribusi Penelitian

1. Penelitian ini menghasilkan tahapan pemulihan dan tema narasi yang khas pada setiap tahapan pemulihan.

2. Penelitian ini memberikan masukan bagi tingkatan keberdayaan Rifka Annisa. Masukan melengkapi tingkat keberdayaan yang berdasar pada perilaku dengan dasar yang lain yaitu pemaknaan.

3. Konteks dan narasi dominan yang ikut disertakan dalam penelitian memberi nilai lebih penelitian ini karena pembentukan dan nilai di balik narasi dapat didefinisikan.

C. Kelemahan Penelitian

1. Definisi pemulihan yang kontekstual membatasi penelitian pada partisipan yang terlibat pada penelitian ini. Pemulihan lebih lanjut tidak dapat dicakup dalam penelitian ini. Pemulihan lebih lanjut tersebut misalnya pemulihan yang membawa kedamaian dan pengampunan. 2. Penggunaan tingkat keberdayaan untuk memastikan adanya variasi data

tidak menghasilkan variasi data yang cukup karena dasar tingkat keberdayaan adalah perilaku bukan pemaknaan. Sedangkan dasar penelitian narasi adalah pemaknaan. Ketidakcukupan variasi data ini terlihat dari lompatan pemaknaan yang membuat tahapan pemulihan tidak linier pada beberapa tingkat.

D. Saran

Berdasar hasil penelitian ini, bahwa memutuskan relasi kekerasan, penjelasan alternatif, dan narasi komunitas penting bagi proses pemulihan, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. Bagi peneliti selanjutnya yang meneliti mengenai pemulihan penyintas kekerasan seksual dapat meneliti mengenai:

a. Hal apa yang membantu penyintas mengetahui bahwa ada penjelasan dan jalan keluar alternatif untuk masalah mereka, terutama untuk lepas dari menyalahkan diri sendiri secara tidak proporsional. Serta hal yang mendorong penyintas merumuskan penjelasan alternatif tersebut. b. Hal yang membantu penyintas memutuskan relasi kekerasan.

c. Narasi komunitas yang membantu pembentukan counter narrative yang membantu pemulihan

2. Bagi peneliti yang meneliti mengenai terapi yang tepat bagi penyintas: peneliti dapat menguji modul terapi narasi dalam kelompok dukungan. 3. Bagi anggota keluarga penyintas

Dukungan keluarga sangat penting bagi pemulihan penyintas, maka keluarga dapat membantu penyintas untuk pulih dengan jalan:

a. Memberikan perhatian penuh dan tidak menghakimi penyintas saat penyintas menceritakan kekerasan yang dialami mungkin untuk pertama kali

b. Membantu mencarikan data dan pengetahuan yang relevan dengan kekerasan yang dialami penyintas.

c. Mendukung dan membantu saat penyintas memutuskan untuk mencari bantuan untuk menangani dan menyelesaikan kasus tersebut.

4. Bagi praktisi yang membantu pemulihan dan penanganan kasus kekerasan seksual. Pemulihan tidak otomatis terjadi ketika kasus kekerasan seksual ditangani atau ketika kekerasan tersebut berhenti dilakukan oleh pelaku. Penyintas dapat dan cenderung mengalami reviktimisasi bila pemulihan tidak tuntas. Praktisi perlu membantu penyintas untuk mengenali faktor resiko yang ada dalam kehidupannya agar tidak terjadi reviktimisasi.

103

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, P.C. Moore, S. Alexander III, E.R. (1991). What is transmitted in the intergenerational transmission of violence? Journal of Marriage and Family, 53(3), 657. DOI: 10.2307/352741

Anderson, K.M., Hiersteiner, C. (2008). Recovering from childhood sexual abuse: is a “storybook ending” possible? The American Journal of Family Therapy, 36, 413–424. DOI: 10.1080/01926180701804592

Angus, L.E. Kagan, F. (2013). Assessing client self-narrative change in emotion- focused therapy of deppression: an intensive single case analysis. Psychotherapy, 50(4), 525-534. DOI: 10.1037/a0033358

Bamberg, M. (2005). Narrative discourse and identities. Narratology beyond literary criticism. Mediality, disciplinarity, 213-238.

Bamberg, M., Andrews, M. (2004). Considering counter-narratives : narrating, resisting, making sense. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company Bargai, N. Ben-Shakar, G. Shalev, A.Y. (2007). Posttraumatic stress disorder and

depression in battered women: the mediating role of learned helplessness. Journal of Family Violence, 22, 267-275. DOI 10.1007/s10896-007-9078-y Boseley, S. (2013). One in three women suffers violence, WHO study finds. The

Guardian Weekly 28 June 2013.

Briere, J. Runtz, M. (1987). Post sexual abuse trauma: data and implications for clinical practice. Jornal Interpersonal Violence, 2, 367-379. DOI: 10.1177/088626058700200403

Breakwell, G.M. (2012). Diary and narrative methods. In Breakwell, G.M. Smith, J.A. Wright, D.B. (Eds.), Research Methods in Psychology. Los Angeles: Sage

Browne, A., & Finkelhor, D. (1986). Impact of child sexual abuse: A review of the research. Psychological Bulletin, 99(1), 66–77. doi:10.1037/0033- 2909.99.1.66

Campbell, R. Adams, A.E. Wasco, S.M. Ahrens, C.E. Sefl, T. (2001). Preventing the “second rape”. Journal of Interpersonal Violence, 16(12), 1239-1259. Doi: 10.1177/088626001016012002

Campbell, R. Adams, A.E. Wasco, S.M. Ahrens, C.E. Sefl, T. (2009) A qualitative study of rape survivors’ recommendations for interview practice. Violence Against Women, 15, 595-617. DOI: 10.1177/1077801208331248

Capezza, N.M. Arriaga, X.B. (2008). Why do people blame victims of abuse? The role of stereotypes of women on perceptions of blame. Sex Roles, 59, 839– 850. DOI 10.1007/s11199-008-9488-1

Cohen, R. (2013). Common threads: a recovery programme for survivors of gender based violence. Intervention, 11(2), 157-168. doi:10.1097/01.wtf.0000431118.16849.0c

Creswell, J.W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design: choosing among five approaches. (2nd ed.). California: Sage Publications

Deblinger, E. Mannarino, A.P. Cohen, J.A. Runyon, M.K. Steer, R.A. (2011). Trauma-focused cognitive behavioral therapy for children: impact of the trauma narrative and treatment length. Depression And Anxiety, 28, 67–75. Doi: 10.1002/Da.20744

Draucker, C.B. (2003). Unique outcomes of women and men who were abused. Perspectives in Psychiatric Care, 39 (1). doi:10.1111/j.1744- 6163.2003.tb00668.x

Dulwich Centre Publications, diunduh dari http://dulwichcentre.com.au/common- questions-narrative-therapy.html

Dunn, J.L. Powell-Williams, M. (2007). “Everybody makes choices”: victim advocates and the social construction of battered women’s victimization and agency. Violence Against Women, 13(10), 977-1001. DOI: 10.1177/1077801207305932

Finkelhor, D. Browne, A. (1985). The traumatic impact of child sexual abuse: A review and conceptualization. American Journal of Orthopsychiatry, 55, 530-541. doi: 10.1111/j.1939-0025.1985.tb02703.x

Fiorillo, D. Papa, A. and Follette, V.M. (2013). The relationship between child physical abuse and victimization in dating relationships: the role of experiential avoidance. Psychological Trauma: Theory, Research, Practice, and Policy, 5(6), 562–569. Doi: 10.1037/a0030968

Freer, B.D. Whitt-Woosley, A. Sprang, G. Narrative Coherence and the Trauma Experience: An Exploratory Mixed-Method Analysis. (2010). Violence and Victims, 25(6). DOI: 10.1891/0886-6708.25.6.742

Freire, P. (2000). Pedagogy of the oppressed. (Ramos, M.B, penj.). New York: The Continuum International Publishing Group Inc. (original work published 1970)

Gerard, D. (1994). Feminist therapy. In Corsini, R.J. (Ed.) Encyclopedia of Psychology. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Hopton, J.L. Huta, V. (2013). Evaluation of an intervention designed for men who were abused in childhood and are experiencing symptoms of posttraumatic stress disorder. Psychology of Men & Masculinity, 14(3), 300–313. DOI: 10.1037/a0029705

Inter-Agency Standing Committee. (2005). Panduan pencegahan kekerasan berbasis gender masa keadaan kedaruratan kemanusiaan: berfokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (Versi Uji Coba). Hal 8. Jaeger, J., Lindblom, K. M., Parker-Guilbert, K., & Zoellner, L. A. (2014).

Trauma narratives: it’s what you say, not how you say it. Psychological Trauma: Theory, Research, Practice, and Policy. doi: 10.1037/a0035239 De Judicibus, M., & McCabe, M. P. (2001). Blaming the target of sexual

harassment: Impact of gender role, sexist attitudes, and work role. Sex Roles, 44(7), 401-417. Doi: 10.1023/A:1011926027920

Jurnal Perempuan. (2011). Perkosaan dan kekuasaan. Jurnal Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal perempuan, 71, 121-122

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2011). Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Komnas Perempuan. (2013). Dinduh dari

http://www.komnasperempuan.or.id/wp-

content/uploads/2013/12/Kekerasan-Seksual-Kenali-dan-Tangani.pdf Kerr, D. J.R. Crowe, T. P. Oades, L.G. (2013). The reconstruction of narrative

identity during mental health recovery: a complex adaptive systems perspective. Psychiatric Rehabilitation Journal, 36(2). DOI: 10.1037/h0094978

Kristyanti, J. R. (2004). Memahami dinamika kekerasan pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran, 13(1), 81-92.

Littleton, H.L. Grills-Taquechel, A. (2011). Evaluation of an information- processing model following sexual assault. Psychological Trauma: Theory, Research, Practice, and Policy, 3(4), 421–429. DOI: 10.1037/a0021381 Lorentzen, E. Nilsen, H. Traeen, B. (2008). Will it never end? The narratives of

incest victims on the termination of sexual abuse. Journal Of Sex Research, 45(2), 164–174. DOI: 10.1080/00224490801987473

Loseman, A. van den Bos, K. (2012). A self-regulation hypothesis of coping with an unjust world: ego-depletion and self-affirmation as underlying aspects of blaming of innocent victims. Social Justice Research, 25, 1–13. doi:10.1007/s11211-012-0152-0

Matlow, R.B. and DePrince, A.P. (2013). The influence of victimization history on PTSD symptom expression in women exposed to intimate partner violence. Psychological Trauma: Theory, Research, Practice, and Policy, 5(3), 241–250. DOI: 10.1037/a0027655

McAdams, D.P. (1993). The stories we live by. New York: Guilford.

McAdams, D.P. (2006). A New Big Five: Fundamental Principles for an Integrative Science of Personality. American Psychologist, 61(3), 204-217. DOI: 10.1037/0003-066X.61.3.204

McAdams, D.P. (2008). Personal narratives and the life story. In John, O.P. Robins, R.W. Pervin, L.A. (eds.) Handbook of Personality: Theory and Research. 3rd ed. New York: Guilford Press.

McLean, K.C. Pasupathi, M. Pals, J.L. (2007). Selves creating stories creating selves: a process model of self-development. Personality And Social Psychology Review, 11(3), 262-278. DOI: 10.1177/1088868307301034 McLean, K.C. Fournier, M.A. (2008). The content and processes of

autobiographical reasoning in narrative identity. Journal of Research in Personality, 42, 527–545. doi:10.1016/j.jrp.2007.08.003

Messman-Moore, T.L. Long, P.J. (2000). Child sexual abuse and revictimization in the form of adult sexual abuse, adult physical abuse, and adult

psychological maltreatment. Journal of Interpersonal Violence, 15(5), 489- 502, doi:10.1177/088626000015005003

Molnar, B.E. Buka, S.L. Kessler, R.C. (2001). Child sexual abuse and subsequent psychopathology: results from the national comorbidity survey. American Journal of Public Health, 91(5). doi:10.2105/ajph.91.5.753

Morrow, S.L., Smith, M.L. (1995). Constructions of survival and coping by women who have survived childhood sexual abuse. Journal of Counseling Psychology, 42(1), 24-33. doi:10.1037/0022-0167.42.1.24

Mulia, M. (2014). Akhiri kekerasan terhadap perempuan. Kompas, 8 Maret 2014. Mullen, P.E. Martin, J.L. Anderson, J. Romans, S.E. Peterherbison, G. (1993).

Childhood sexual abuse and mental health in adult life. British Journal Of Psychiatry. 163, 721-732. DOI: 10.1192/bjp.163.6.72

Murray, M. (2003). Narrative psychology and narrative analysis. In Camic, P.M. Rhodes, J.E. Yardley, L. (Eds.). Expanding perspectives in methodology and design. Washington: APA

Murray, M. (2008). Narrative psychology. In Smith, J.A. (Ed.). Qualitative Psychology:A Practical Guide to Research Methods. London: Sage.

Myers, D. (2010). Social psychology. McGraww Hill: New York. P. 550

Nash, M.R. Hulsey, T.L. Sexton, M.C. Harralson, T.L. Lambert, W. (1993). Long-term sequelae of childhood sexual abuse: perceived family environment, psychopathology, and dissociation. Journal of Consulting and Clinical Psvchology, 61(2), 276-283. doi:10.1037/0022-006x.61.2.276 Olesen, V. (2005). Early millenial feminist qualitative research: challenges and

contours. In Denzin, N.K. Lincoln, Y.S. (Eds.). The Sage handbook of qualitative research. California: Sage.

Osman, N. (2014). Violenece against women on the rise. The Jakarta Post, 28 June 2013.

Pals, J.L. (2006). Narrative identity processing of difficult life experiences: Pathways of personality development and positive self-transformation in adulthood. Journal of Personality. DOI: 10.1111/j.1467-6494.2006.00403.x

Parker, I. (2005). Qualitative Psychology: Introducing Radical Research. New York: Open University Press.

Peri, T., & Gofman, M. (2013). Narrative reconstruction: An integrative intervention module for intrusive symptoms in ptsd patients. Psychological Trauma: Theory, Research, Practice, and Policy. doi: 10.1037/a0031965 Poerwandari, K. (2005). Penelitian kualitatif untuk penelitian perilaku manusia.

Jakarta: LPSP3.

Poerwandari, K. (2010). Psikologi dalam masyarakat majemuk. Psikologi untuk transformasi sosial. Jakarta: Yayasan Pulih.

Putnam, F.W. (2003). Ten-year research update review: child sexual abuse. Journal America Academy Child Adolescense Psychiatry. 42(3), 269–278. DOI: 10.1097/01.CHI.0000037029.04952.72

Rappaport, J. 1995. Empowerment meets narrative: listening to stories and creating settings. American Journal of Community Psychology, 23 (5), 795- 807. doi:10.1007/bf02506992

Riessman, C.K. (2003). Narrative analysis. In M.S. Lewis-Beck, A. Bryman and T. Futing Liao, (Eds.), The Sage Encyclopedia of Social Science Research Methods. Sage.

Smucker, M.R. Dancu, C. Foa, E.B. Niederee, J.L (1995). Imagery rescripting: a new treatment for survivors of childhood sexual abuse suffering from posttraumatic stress, Journal of Cognitive Psychotherapy: An International Quarterly, 9(1).

Summit, R.C. (1983). The child sexual abuse accommodation syndrome. Child Abuse & Neglect, 7, 177. doi:10.1300/j070v01n04_13

Turner, R. J. (1981). Social support as a contingency in psychological well-being. Journal of Health and Social Behavior, 22(4), 357-367. doi:10.2307/2136677

Tuval-Mashiach, R., Freedman, S., Bargai, N., Boker, R., Hadar, H., Shalev, AY. (2004). Coping with trauma: narrative and cognitive perspectives. Psychiatry, 67(3), 280-293. doi:10.1521/psyc.67.3.280.48977

VandenBos, G. R. (2007). APA Dictionary of Psychology. American Psychological Association.

Walker, L. E. (2009). The battered woman syndrome. 3rd ed. New York: Springer Publishing Company.

Walker, L. E. (1989). Psychology and violence against women. American Psychologist, 44(4), 695–702. doi:10.1037/0003-066x.44.4.695

Webster’s Comprehensive Dictionary. (1996). Florida: Trident Press International.

Widom, C.S. (1989). Does violence beget violence? A critical examination of the literature. Psychological Bulletin, 106(1), 3-28. doi:10.1037/0033- 2909.106.1.3

Widom, C.S., Czaja, S.J., and Dutton, M.A. (2008). Childhood victimization and lifetime revictimization. Child Abuse Neglect, 32(8), 785–796. doi:10.1016/j.chiabu.2007.12.006.

Williams, L., Labonte, R., O’Brien, M. (2003). Empowering social action through narratives of identity and culture. Health promotion International, 18(1). doi: 10.1093/heapro/18.1.33.

Wolfe, D. A., Sas, L., & Wekerle, C. (1994). Factors associated with the development of posttraumatic stress disorder among child victims of sexual abuse. Child Abuse & Neglect, 18(1), 37–50. doi:10.1016/0145- 2134(94)90094-9

110

LAMPIRAN 1

Informed Consent

Saya, Benedicta Herlina Widiastuti, adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Saya saat ini sedang melakukan penelitian mengenai kisah hidup perempuan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengenali dan mendalami kisah perempuan yang mengalami kekerasan seksual dan bertahan menghadapinya. Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk wawancara personal. Bila anda berpartisipasi dalam penelitian berarti anda ikut serta dalam memberikan informasi mengenai kisah tentang bagaimana anda hidup dan dibesarkan sebagai perempuan dalam budaya anda.

Saya meminta kesediaan anda untuk ikut serta sebagai partisipan dalam penelitian ini. Wawancara akan berlangsung selama 2-3 kali selama satu jam setiap kali. Selama wawancara berlangsung anda bebas mengemukakan pikiran dan perasaan sejauh anda mau. Anda juga bebas tidak mengungkapkan hal yang anda tidak inginkan.

Wawancara akan dilaksanakan secara pribadi. Selama wawancara berlangsung seluruh pembicaraan akan direkam. Identitas anda dan hasil rekaman akan saya jaga kerahasiaannya, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat mendengarkan atau memperoleh data anda. Penelitian ini akan diawasi dan dipastikan berjalan secara etis oleh Dr. Susana Tjipto, M.Si.

Bila anda mempunyai pertanyaan mengenai penelitian ini silahkan merasa bebas untuk menghubungi saya di nomor telepon 082134172995 atau email

b_widiastuti@ymail.com. Terima kasih.

SURAT PERSETUJUAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama :

Sudah membaca, memahami, dan setuju dengan informasi yang diberikan di atas. Oleh karena itu, saya bersedia untuk ikut serta sebagai peserta dalam penelitian ini secara sukarela dan dengan kesadaran penuh.

Yogyakarta, 2014 Mengetahui

Peneliti Peserta

LAMPIRAN 2

NARASI NIA

“Sejak kecil lahir di desa, rasanya dari kecil aku kaya dibedakan dari adik oleh orang tua” begitu Nia memulai kisah hidupnya. Nia mengingat bahwa banyak orang disekelilingnya yang mengatakan bahwa ia diperlakukan tidak sebaik adiknya diperlakukan oleh orangtuanya. Misalnya ketika Nia dan adiknya dibelikan baju, baju adiknya lebih bagus darinya. Nia menolak anggapan bahwa ia diperlakukan secara berbeda tersebut karena pelaku adalah orang tuanya. Nia

mengatakan “wong itu juga orang tuaku” dan hidup memang seharusnya begitu.

Sejak kecil Nia sudah terbiasa merantau untuk bekerja. Selepas SMA, Nia bertemu dengan Kalong. Nia pacaran selama sekitar setahun sebelum ia pergi ke Surabaya untuk datang ke pernikahan saudara Kalong. Sampai Nia datang ke kampung Kalong, Nia tidak tahu bahwa Kalong sudah mempunyai istri dan anak. Sadar akan posisi Kalong, Nia tidak bersedia berhubungan seksual dengan Kalong dan mengatakan ingin segera kembali ke desanya. Akan tetapi Kalong menahannya dan membujuknya dengan janji bahwa ia akan menceraikan istrinya dan menikahi Nia. Nia ditahan oleh Kalong sampai ayah dan adik Nia datang menjemput paksa Nia. Sejak saat itu Kalong tidak pernah lagi menghubungi Nia. Sesampai Nia di rumah orangtuanya, Bapak Nia mengatakan bahwa Nia tidak boleh menikah dengan Kalong dan menurut Nia hal tersebut adalah alasan Nia tidak menikah dengan Kalong, menurut Nia “mau nikah, tapi sama bapak nggak

boleh”. Nia sebenarnya tidak mengerti mengapa ia dilarang menikah dengan

Kalong. Nia juga tidak bertanya alasannya pada bapaknya, tetapi menurut Nia

sudah mempunyai istri dan anak. Ketika Nia “disandera” oleh Kalong, Nia hamil. Nia menamai anak tersebut Aron. Tidak lama Nia berada di rumah, Nia segera merantau dan bekerja pada seorang biarawati. Akan tetapi, tiga bulan Nia bekerja, biarawati tersebut melihat bahwa Nia hamil lalu mengirim Nia untuk melahirkan di sebuah rumah aman. Ketika akan melahirkan Aron, Nia menulis surat pada Kalong tetapi Kalong tidak menjawab. Sampai sekarang Nia masih sering merasa kangen pada Kalong. Nia sadar bahwa “sudah nggak ada ikatan apa-apa tapi kok kadang-kadang masih ingat...entah itu Kalong ingat atau nggak tapi aku kadang-

kadang merasa ingat bapake si Aron”. Nia mengatakan “laki-laki itu ya mau

tanggung jawab tapi bapak nggak boleh”. Setelah Aron berusia sembilan bulan

Nia kembali merantau mencari nafkah, tetapi sampai kira-kira usia 9 tahun Aron tidak diberitahu bahwa Nia adalah ibunya. Nia kaget ketika suatu saat tiba-tiba

Aron memanggilnya “Ibu”. Nia kemudian bertanya darimana Aron tahu? Setelah

mendengar jawaban Aron, Nia kembali bertanya “trus kowe marah karo ibu ora? Kowe lara ati karo ibu ora? Wong kowe tak tinggal kerja. Terus ora ana bapake njuk piye? Rasanya itu kok aku merasa salah sama anakku, tak tinggal kerja, trus kaya itu nggak punya bapak, cuman itu, tapi aku nggak papa, yang penting sekarang udah tau kalo bapake itu di Sana”. Aron menjawab “aku sesuk nek

gedhe, aku pingin ketemu bapake kaya apa”. Teman Nia, Siti, pernah mengatakan

bahwa di desa tempat Aron tinggal, bila Nia mengatakan bahwa Nia mempunyai anak dari Kalong, Aron bisa mendapatkan warisan dari Kalong. Nia mengatakan

informasi tersebut kepada ibunya dan ibunya menjawab “nggak mau kalo Aron itu

ibunya sekaligus berpikir “tapi kalau suatu saat itu anake memang ingin tahu bapake seperti apa ya nanti tak bawa kesana biar tahu bener-bener bapake Aron. Tapi kalau memang bapake itu disana nggak ngakui juga nggak papa yang penting dia tahu itu bapake”. Ketika Nia merantau – sesudah melahirkan Aron – Nia bertemu dengan seorang laki-laki. Nama laki-laki tersebut Andi. Andi telah menikah dan mempunyai anak, tetapi istrinya pergi merantau ke luar negeri. Nia

mengatakan kepada Andi “lho Pak Andi kan masih punya istri ya diselesaikan

dulu”, meskipun pernikahan sebelumnya secara Katolik dan Nia ingin menikah secara Katolik. Ketika proses perceraian itulah Nia kembali hamil anak keduanya, Dani. Meskipun sebelum melahirkan Andi telah resmi bercerai dari istrinya dan Andi ingin segera menikah dengan Nia tetapi karena Bapak Nia telah memutuskan bahwa Nia hanya boleh menikah di sebuah tanggal tertentu maka Dani lahir sebelum pernikahan tersebut terjadi. Ketika hamil Dani, Nia tengah bekerja pada biarawati yang sama dengan beberapa tahun yang lalu ketika Nia hamil Aron. Nia mengundurkan diri ketika akan melahirkan. Biarawati tersebut

mengatakan “nggak usah keluar, klo itu emang bener-bener itu tanggung jawab”.

Namun Nia menjawab “aku sudah nggak mau, pokoknya nggak. Kayaknya malu,

mempermalukan suster, juga mempermalukan keluarga lagi, udah kemaren kok dibaleni lagi, seperti itu”. Ketika beberapa orang mengatakan “wong ada yang tanggung jawab to, nggak usah digugurkan, itu kan ada janin kasihan, kamu

dosa”. Nia mengatakan Nia tidak pernah berpikiran untuk menggugurkan

janinnya, “pokoknya ya tak besarkan, apapun yang terjadi itu kesalahan saya... tak

sudah mempermalukan desa, udah mempermalukan keluarga. Aku ya minder wong aku memang bener-bener yang kesalahan... Kalo ada kegiatan apa ke Gereja pun aku nggak, aku nggak pernah ke Gereja. Dan aku di desa itu pokoknya malu karena aku dah mempermalukan desa. Udah membuat coreng desa ini.”. Akhirnya Nia menikah dengan Andi. Namun Nia masih selalu memikirkan Kalong. Nia ingin kembali mengirim surat pada Kalong, Nia “pingin buat surat, nek surate ki nyampe mbok kesini ato kirim kabar”. Tentang seandainya Kalong memang tidak pernah peduli padanya Nia mengatakan “sepintas pernah kepikiran kayak gitu, tapi aku udah ya udah yang dulu ya yang dulu, ya biarin. Aku kirim kabar ya nggak ngerespon gimana-gimana. Nggak papa udah tak besarkan kok, yang penting Aron sekarang udah tau kalo bener-bener itu aku tu ibuke.” Nia menggarisbawahi kisahnya dengan kalimat ini “ya masa kecil emang pedih. Sedih banyak kesedihan. Sudah berkeluarga ya keluarga kadang-kadang ya ada kesedihan, ya ada senengnya...tapi aku gak papa”.

NARASI CORAL

“Kisah hidup saya, ya menyenangkan sih ya” begitu Coral memulai kisahnya. Lahir dari keluarga berada Coral merasa puas bermain, jalan-jalan, dan belajar

Dokumen terkait