• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROFIL INSTANSI

J. Penerapan Komunikasi yang Efektif

Menurut Ludlow (2000 : 16-18) konteks dari komunikasi yang efektif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu komunikasi yang efektif untuk komunikasi

personal atau perseorangan serta komunikasi yang efektif untuk komunikasi massa. Pada komunikasi personal atau komunikasi perseorangan, suatu komunikasi di katakan efektif apabila komunikan mampu memahami pesan yang dikirimkan oleh komunikator. Pemahaman pesan terlepas dari setuju atau tidaknya komunikan dengan isi pesan yang di komunikasikan. Sedangan pada komunikasi massa, suatu komunikasi dikatakan efektif apabila mampu menjangkau komunikan dalam jumlah yang besar atau dengan kata lain pesan yang di kirim komunikator dapat di terima oleh banyak orang.

Baik komunikasi personal maupun komunikasi massa keduanya terkandung komponen komunikasi yang secara sederhana dapat meliputi komunikator (sumber, sender), pesan, saluran, komunikan (penerima, reciever), dan efek (umpan balik). Untuk melihat komunikasi itu dapat di katakan efektif ataupun tidak tentu tidak akan bisa terlepas dari ke lima komponen tersebut. Dan masing-masing komponen tersebut akan merupakan faktor yang sangat berpengaruhi terhadap keefektifan dari komunikasi :

1. Komunikator

Untuk melaksanakan komunikasi efektif terdapat dua faktor penting dari komunikator, yaitu kredibilitas komunikator dan daya tarik komunikator. Kredibilitas seseorang akan menentukan tersampainya pesan dalam komunikasi, misalnya seorang atasan yang baik akan dengan mudah menyampaikan pesan yang berisi tentang perintah untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang berkenan dengan lembaga atau perusahaan dimana mereka bekerja. Demikian juga orang yang memiliki kharisma akan dengan mudah menyampaikan pesannya dan akan

mudah mempengaruhi orang-orang yang diajak komunikasi dan yang ada di seekelilingnya.

2. Pesan

Pesan merupakan materi atau bentuk fisik dari ide atau informasi yang disampaikan kepada komunikan. Dari pesan yang dikirimkan ini seorang komunikator menghendaki bagaimana reaksi dari komunikan dan apa umpan baliknya. Seperti sudah dikatakan di atas bahwa kemasan pesan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

3. Saluran

Yang dimaksud dengan saluran adalah sarana tempat berlalunya pesan dari pengirim dengan si penerima. Saluran tersebut adalah pendengaran untuk berlalunya pesan yang berupa suara, penglihatan untuk berlalunya pesan yang berupa sinar, penciuman untuk berlalunya pesan yang berupa bau-bauan, rabaan untuk pesan yang berupa rangsangan rabaan, dan sebagainya.

4. Komunikan

Komunikan adalah yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya. Komunikan sebagai mahluk sosial, maka komunikan akan bersosialisasi dengan lingkungannya, dengan demikian ia akan menerima pengaruh dari lingkungan dan sekaligus memberi pengaruh kepada lingkungan. Dengan demikian komunikator harus memperhatikan faktor ini, jangan sampai komunikan dianggap sebagai mahluk yang tidak bersosialisasi, sehingga ia tidak terpengaruh dan mempengaruhi manusia lainnya.

5. Efek (umpan balik)

Dampak atau akibat dari pesan yang diperkirakan akan terjadi dan akan menmbulkan efek atau pengaruh tertentu (opini, peresepsi, dan citra) dari komunikan.

Unsur-unsur komunikasi tersebut saling berkaitan karena sebagai komunikator dapat menyampaikan berita (dapat berupa perintah, saran, usul dan sebagainya) melalui media atau sarana kepada komunikan harus jelas sehingga terjadi umpan balikatau respon dari komunikan. Komunikasi dikatakan berhasil bila tefsiran komunikan (penerima) tersebut dapat menerima maksud si komunikator (pengirim). Bila tidak sesuai maka disebut salah komunikasi.

Menurut Bovee dan Thill dalam Purwanto (2006 : 11) ada enam proses komunikasi yang efektif yaitu:

a. Pengirim mempunyai suatu ide atau gagasan b. Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan c. Pengirim menyampaikan pesan

d. Penerima menerima pesan e. Penerima menafsirkan pesan

f. Penerima memberi tanggapan dan mengirim umpan balik kepada pengirim. Dari uraian di atas dapat digambarkan bagaimana proses terjadinya komunikasi baik itu secara perorangan maupun massa.

Sumber : Purwanto (2006 : 12)

Tabel 3.9 : Proses komunikasi yang efektif

Tahap Pertama : Pengirim Mempunyai Suatu Ide/Gagasan

Menurut Wirasasmita (2005 : 14) Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan, pengirim pesan harus menyiapkan ide atau gagasan apa yang ingin disampaikan kepada pihak lain atau audiens. Ide dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terbentang luas di hadapan kita. Dunia ini penuh dengan berbagai macam informasi baik yang dapat dilihat, didengar, dibaui, dikecap, maupun diraba. Ide-ide yang ada di dalam benak kita disaring dan disusun ke dalam suatu memori yang ada dalam jaringan otak, yang merupakan gambaran persepsi kita terhadap kenyataan. Setiap orang akan memiliki peta mental yang berbeda karena kita memandang dunia dan menyerap berbagai pengalaman dengan suatu cara yang unik dan bersifat individual. Karena persepsi adalah hal

Tahap 1 Pengirim mempunyai gagasan

Tahap 2 Pengirim mengubah

ide menjadi pesan

Tahap 3 Pengirim mengirimpesan

Tahap 6 Penerima mengirim ide pesan

Tahap 5 Penerima menafsirkan pesan Tahap 4 Penerima menerimapesan SALURAN dan MEDIA

pemikiran orang lain. Seorang komunikator yang baik, harus dapat menyaring hal-hal yang tidak penting atau tidak relevan dan memusatkan perhatian pada hal-hal-hal-hal yang memang penting dan relevan. Dalam dunia komunikasi, proses tersebut dikenal sebagai abstraksi (abstraction).

Tahap Kedua : Pengirim Mengubah Ide Menjadi Suatu Pesan

Dalam suatu proses komunikasi, tidak semua ide dapat diterima atau dimengerti dengan sempurna. Proses komunikasi dimulai dengan adanya ide dalam pikiran, yang lalu diubah ke dalam bentuk pesan-pesan seperti dalam bentuk kata-kata, ekspresi wajah, dan sejenisnya, untuk kemudian disampaikan kepada orang lain. Agar ide dapat diterima dan dimengerti secara sempurna, pengirim pesan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu subjek (apa yang ingin disampaikan), maksud (tujuan), audiens, gaya personal, dan latar belakang budaya. Untuk menyatakan sikap menolak, seseorang terlebih dahulu harus menggunakan kalimat-kalimat pembuka yang bersifat netral, baru kemudian menyatakan sikap penolakan.

Tahap Ketiga : Pengirim Menyampaikan Pesan

Setelah mengubah ide-ide ke dalam suatu pesan, tahap berikutnya adalah memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai saluran yang ada kepada si penerima pesan. Saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan terkadang relatif pendek, tetapi ada juga yang cukup panjang. Panjang pendeknya saluran komunikasi yang digunakan akan berpengaruh terhadap efektivitas penyampaian pesan. Bila menyampaikan pesan-pesan yang panjang dan kompleks secara lisan, pesan-pesan-pesan-pesan tersebut bisa jadi terdistorsi atau bahkan bertentangan dengan pesan aslinya. Di samping itu, dalam

menyampaikan suatu pesan, berbagai media komunikasi, media tulisan maupun lisan dapat digunakan. Oleh karena itu perlu diperhatikan jenis atau sifat pesan yang akan disampaikan.

Tahap Keempat : Penerima Menerima Pesan

Komunikasi antara seseorang dengan orang lain akan terjadi, bila pengirim (komunikator) mengirimkan suatu pesan dan penerima (komunikan) menerima pesan tersebut. Jika seseorang mengirimkan sepucuk surat, komunikasi baru bisa terjalin bila penerima surat telah membaca dan memahami isinya, jika seseorang menyampaikan pidato di hadapan umum, para pendengar sebagai audiens harus dapat mendengar apa yang dikatakan dan memahami pasan-pesan yang disampaikan.

Tahap Kelima : Penerima Menafsirkan Pesan

Setelah penerima menerima pesan, tahap berikutnya adalah bagaimana ia dapat menafsirkan pesan. Suatu pesan yang disampaikan pengirim harus mudah dimengerti dan tersimpan di dalam benak pikiran si penerima pesan. Selanjutnya, suatu pesan baru dapat ditafsirkan secara benar bila penerima pesan telah memahami isi pesan sebagaimana yang dimaksud oleh pengirim pesan.

Tahap Keenam : Penerima Memberi Tanggapan dan Umpan Balik ke Pengirim

Umpan balik (feedback) adalah penghubung akhir dalam suatu mata rantai komunikasi. Umpan balik tersebut merupakan tanggapan penerima pesan yang memungkinkan pengirim untuk menilai efektivitas suatu pesan. Setelah menerima pesan, komunikan akan memberi tanggapan dengan cara tertentu dan memberi

sinyal terhadap pengirim pesan. Sinyal yang diberikan oleh penerima pesan beraneka macam, dapat berupa suatu senyuman, tertawa, sikap murung, cemberut, memberi komentar sekilas (singkat), anggukan sebagai pembenaran, atau pesan secara tertulis. Misalnya seorang karyawan perusahaan menerima surat dari pimpinannya. Sesaat kemudian surat tersebut dibacanya, apabila ekspresi wajahnya tampak murung, dapat diduga bahwa ia menerima berita yang kurang menyenangkan bagi dirinya. Sebaliknya, jika setelah membaca surat dari pimpinannya ia tampak berseri-seri, dapat diduga bahwa ia menerima berita yang menyenangkan dari pimpinannya tersebut. Bentuk ekspresi wajah tersebut adalah contoh adanya umpan balik dalam berkomunikasi. Disamping itu, adanya umpan balik akan dapat menunjukkan adanya faktor-faktor penghambat komunikasi, misalnya perbedaan latar belakang, perbedaan penafsiran kata-kata, dan perbedaan reaksi secara emosional.

A. Kesimpulan

Komunikasi yang dilakukan pada Subbag Umum Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara mempunyai suatu peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kinerja para pegawai. Hal itu dapat terlihat dari komunikasi berperan sebagai suatu proses penghantaran informasi antar sesama pegawai. Ketika komunikasi sudah terjadi dari situlah pegawai dapat melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pemenuh atas apa yang menjadi tanggung jawab setiap pegawai menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan kinerja setiap pegawai.

Peranan komunikasi yang efektif juga dapat dilihat dari hasil kerja yang dilakukan oleh setiap pegawai dengan terjalinnya komunikasi yang efektif para pegawai dapat melaksanakan tugasnya dengan tepat tanpa adanya kendala-kendala yang mengganggu proses pengerjaan setiap tugasnya. Komunikasi yang dilakukan juga dapat menimbulkan rasa kepercayaan antara pegawai sehingga dapat menjaga hubungan yang relatif panjang dan berkesinambungan.

B. Saran

Komunikasi yang terjalin antara sesama pegawai pada Subbag Umum Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara sudah sangat bagus dan mampu memberikan informasi yang tepat, dalam berkomunikasi hendaknya pegawai juga perlu memperhatikan intonasi dan kecepatan dalam berbicara. Terkadang karena pegawai mampu menguasai pekerjaan yang akan diberikan sehingga dalam menjelaskan pekerjaan tersebut kepada pegawai lain cenderung terlalu cepat dan kurang jelas. Hal ini mengakibatkan pegawai kurang mendapatkan informasi terhadap pekerjaan yang diberikan tersebut, hal ini menjadikan munculnya hambatan dalam berkomunikasi. Diharapkan pegawai mampu berkomunikasi yang efektif antar sesama pegawai serta tetap selalu memperhatikan intonasi dan kecepatan perlu diperhatikan agar ketepatan dalam informasi efektif.

Dalam meningkatkan komunikasi yang efektif antar sesama pegawai hendaknya pimpinan agar terus memberikan perhatian penuh dan menyesuaikan segala kebutuhan pegawai sehingga dapat mengurangi keluhan-keluhan dalam melaksanakan tugas yang akan muncul dikemudian hari. Hal ini dapat dilakukan dengan cara tetap melaksanakan hubungan baik terhadap para pegawai dengan menanyakan kendala-kendala yang bisa dibantu oleh pimpinan sehingga dapat diatasi bersama-sama agar organisasi mencapai tujuannya.

Dilihat dari segi cara berkomunikasi penulis dapat menilai bahwa setiap pegawai berusaha menerapkan komunikasi yang efektif agar terlaksananya tugas-tugas yang sudah diberikan sesuai dengan perintah yang diberikan. Tanggung jawab yang diberikan, dilaksanakan dengan baik demi mencapai tujuan organisasi.

Para pegawai memberikan efek umpan balik yang sangat baik terhadap perintah yang diberikan dan menunjukkan bahwa komunikasi yang terjalin sudah sangat efektif.

Penulis melihat kadangkala terjadi kendala-kendala komunikasi di Subbag Umum Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara masih dalam taraf wajar, misalnya terkadang pegawai mempunyai masalah dalam melaksanakan tugasnya sehingga hal tersebut dapat mengurangi rasa percaya diri pegawai dalam melaksanakan tugasnya dengan baik. Maka dari itu, sesama pegawai berupaya berkomunikasi dengan baik dan efektif agar saling memberi motivasi antar sesama pegawai

Dapat dilihat pula, terjalinnya rasa keterbukaan antar sesama pegawai artinya, para pegawai saling menumbuhkan rasa kekeluargaan untuk memberikan keleluasaan dalam berkomunikasi yang efektif, serta membuat para pegawai tidak sungkan memberikan kritik dan saran antar sesama pegawai. Hal ini juga dapat memperbaiki kesalahan dan meningkatkan hubungan antar pegawai.

A. Sejarah Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara

Pada saat berdirinya Kementrian Agama tahun 1946, Sumatera masih merupakan satu Provinsi Gubernur waktu itu adalah Mr.Tengku Moch.Hasan, berasal dari Aceh. Jawatan Agama Sumatera oleh Pemerintah dipercayakan kepada H.Muchtar Yahya, kedudukannya masih berada di bawah Gubernur. Pada tahun 1946 Sumatera dibagi menjdi 3 Provinsi, yakni Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. H.Muchtar Yahya ditunjuk menjadi koordinator Jawatan-jawatan agama tersebut, bertempat di Bukit Tinggi. Kepala-Kepala Jawatan Agama di ketiga wilayah Sumatera waktu itu, Tengku Moch.Daud Beureuh untuk Provinsi Sumatera Utara, Nazaruddin Thoha pada daerah Sumatera Tengah dan K.Azhari untuk daerah Sumatera Selatan. Mereka diangkat oleh Gubernur Sumatera Utara yang mewakili Presiden guna mengurus Pemerintahan di wilayahnya. Sesudah kantor-kantor Jawatan Agama Provinsi Sumatera ada hubungan dengan Kementrian Agama, yang berkedudukan di Yogyakarta, H.Muchtar Yahya dipindahkan ke pusat bertindak sebagai Kepala Urusan Keagamaan Wilayah Sumatera.

Sementara itu pada tahun 1953, Provinsi Sumatera Utara merupakan gabungan dari daerah Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli berkedudukan di Kotaraja (Banda Aceh). Jawatan Agama Provinsi Sumatera Utara dipimpin oleh Tengku Abdul Wahab Silimeun, sedang koordinator untuk Keresidenan Sumatera Utara H.M. Bustami Ibrahim. Pada tahun 1956 struktur Pemerintahan berubah

lagi, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, sebagai gabungan dari Keresidenan Sumatera Timur dan Tapanuli berkedudukan di Medan dan Daerah Aceh dijadikan Daerah Istimewa Aceh berkedudukan di Kotaraja (Banda Aceh). Untuk memimpin Jawatan Agama Provinsi Sumatera Utara ditunjuk K.H.Muslich dan Pimpinan Jawatan Agama daerah istimewa Aceh tetap ditangan Tengku Wahab Silimeun. Sejak saat itulah Jawatan Agama kedua Provinsi tersebut berdiri sendiri-sendiri dan untuk perkembangan selanjutnya diatur berdasarkan peraturan-peratuaran yang ditetapkan Kementerian Pusat. Sejak Provinsi Sumatera Utara berdiri sendiri, pernah menjabat Kepala (dengan beberapa kali mengalami perubahan struktur) adalah :

1. K.H. MUSLICH

2. H. MISKUDDIN A. HAMID 3. H.M. ARSYAD THALIB LUBIS 4. PROF.DR. T.H. YAFIZHAM, SH 5. DR.H.A. DJALIL MUHAMMAD 6. DRS.H.A. GANI

7. DRS.H.M. ADNAN HARAHAP 8. DRS.H.A. BIDAWI ZUBIR 9. DRS. NURDIN NASUTION 10. PROF.DR.H. MOHD. HATTA

11. DRS.H.Z. ARIFIN NURDIN,SH, MKn

Kiranya perlu diketahui situasi keagamaan di Keresidenan Sumatera Timur dan Tapanuli sebelum digabung menjadi satu Jawatan Agama Provinsi Sumatera Utara :

1. Pimpinan Keagamaan Kepresidenan Sumatera Timur pada waktu dipegang oleh raja-raja yang jumlahnya tidak sedikit dan mempunyai daerah-daerah yang ditaklukkannya, dengan peraturan-peraturan masing-masing sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu itu. Setelah Indonesia merdeka di setiap Keresidenan dibentuk Komite Nasional daerah Sumatera Timur, yang merupakan Lembaga Legislatif. Badan-badan agama saat itu sudah ada, seperti Kadhi. Sebelum terbentuknya `Dewan Agama` Partai Masyumi mempunyai inisiatif yang membentuk Badan yang mengurus soal-soal keagamaan. Ide tersebut diusulkan pada Sidang KNI secara aklamasi, usul tersebut diterima oleh anggota KNI, akhirnya berdirilah Dewan Agama Keresidenan Sumatera Timur.

2. Sebelum adanya Dewan Agama di daerah Tapanuli, maslah-masalah yang berhubungan dengan agama, ditangani oleh Kuria, didampingi oleh Kadhi, merekalah pelaksana tugas yang berhubungan dengan masalah-masalah agama seperti pernikahan, perceraian, pengurusan mesjid-mesjid, ibadah social dan lain sebagainya. Lahirnya Dewan Agama di Keresidenan Tapanuli ini, agak berbeda dengan proses lahirnya Dewan Agama di daerah Sumatera Timur, ide dan gagasan mula-mula lahir ditingkat Kewedanan Mandailing Tapanuli Selatan. Berita tentang Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, disambut masyarakat dengan penuh gembira dan rasa syukur kepada Tuhan, bahwa bangsa dan negaranya sudah lepas dari belenggu penjajahan.Yang

dirasakan akibatnya sangat menyedihkan, terutama dibidang keagamaan, karena seringnya diperlakukan dengan tidak berperikemanusiaan oleh Belanda maka untuk memenuhi tuntutan agama yang dipeluknya masyarakat menghendaki dibentuknya Jawatan tersendiri yang mengurusi masalah agama.

Pada tahun 1946, diadakan Konfrensi Masyumi bertempat di Mandailing Tapanuli Selatan, yang memutuskan untuk mendesak Pemerintah (Karisidenan) membentuk Jawatan Agama, yang akan mengelola masalah-masalah agama pada tingkat Keresidenan, Kewedanaan dan Kecamatan, yang selama ini masalah-masalah tersebut diurusi oleh Kuria-Kuria dan dibantu oleh Kadhi-kadhi. Dalam koferensi tersebut telah disepakati secara bulat, untuk membentuk Jawatan Agama yang bernama `Dewan Agama`. Pada waktu itu mereka belum mengetahui berita tentang berdirinya Kementrian Agama di Pusat. Usul tersebut oleh Residen Tapanuli mendapat tanggapan positif, yang kemudian dibahas oleh KNI sebagai lembaga yang berwenang, pada akhirnya disetujui pembentukannya.

Selanjutnya dewan yang baru dibentuk itu, sangat besar jasanya dalam membantu pemerintah, melaksanakan tugasnya terutama dalam kegiatan penerangan, karena pendekatan melalui agama lebih mudah diterima masyarakat. Pada awal pembentukan kedua Dewan Agama di kedua Keresidenan tersebut, struktur organisasinya masih berdiri sendiri-sendiri, belum ada hubungan dengan Kementerian Agama Pusat. Hubungan dengan Pusat baru diadakan, setelah diberitahu, bahwa di Pusat sudah berdiri Kementerian Agama.

1. Struktur Ketatanegaraan berubah maka kedua Keresidenan yaitu Sumatera Timur dan Tapanuli, digabung menjadi satu Provinsi Sumatera Utara, sehingga Jawatan Agama berangsur-angsur disempurnakan dan pelaksanannya baru bisa

disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 1952 dengan Susunan Organisasi sebagai berikut :

a. Jawatan Urusan Agama, terdiri atas : Kantor Urusan Agama Provinsi; Kantor Urusan Agama Daerah; Kantor Urusan Agama Kabupaten; Kantor Urusan Agama Kecamatan;

b. Jawatan Pendidikan Agama, terdiri atas: Kantor Pendidikan Agama Provinsi; Inspeksi Wilayah; Kantor Pendidikan Agama Kabupaten;

c. Jawatan penerangan Agama terdiri atas : Kantor Penerangan Agama Provinsi; Pegawai Penerangan Agama;

d. Biro Pengadilan Agama, terdiri atas : Mahkamah Islam Tinggi; Pengadilan Agama.

Biro Pengadilan Agama kemudian berubah menjadi Jawatan Peradilan Agama (Permenag No. 10 Tahun 1962). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 1 Tahun 1963, Jawatan berubah menjadi Direktorat :

1. Jawatan Urusan Agama menjadi Direktorat Urusan Agama – Jawatan Pendidikan Agama menjadi Direktorat Pendidikan Agama – Jawatan Penerangan Agama menjadi Direktorat Penerangan Agama – Jawatan Peradilan Agama menjadi Direktorat Peradilan Agama.

2. Perkembangan Organisasi Departemen Agama pada tahun 1965 sampai dengan 1974

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 91 Tahun 1967, tentang Struktur Organisasi, Tugas dan Wewenang Instansi Departemen Agama di Daerah terdiri dari :

1). Perwakilan Departemen Agama Provinsi

2).Perwakilan Departemen Agama Kabupaten/Kota3) Kantor Urusan Agama Kecamatan

Perwakilan Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri dari : a. Jawatan Urusan Agama, Jawatan Pendidikan Agama, Jawatan Penerangan

Agama, Jawatan Peradilan Agama dan Pengadilan Agama, Jawatan Perguruan Tinggi Agama dan Pesantren Luhur, Jawatan Urusan Haji, Jawatan Agama Kristen, Jawatan Agama Katholik, Jawatan Agama Hindu dan Budha.

Perwakilan Departemen Agama Kabupaten/Kota terdiri dari :

b. Dinas Urusan Agama, Dinas Pendidikan Agama, Dinas Penerangan Agama, Pengadilan Agama, Dinas Urusan Haji, Dinas Urusan Agama Kristen, Dinas Urusan Agama Katholik, Dinas Urusan Agama Hindu dan Budha.

Kantor Urusan Agama kecamatan meliputi :

c. Urusan Ketatausahaan, Keuangan dan Kepegawaian – Urusan Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk serta Bimbingan Kesejahteraan Keluarga – Urusan Rumah Peribadatan, Ibadah Sosial dan Urusan Haji – Urusan Penerangan dan Penyuluhan Agama.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 53 Tahun 1971 tentang pembentukan Kantor Perwakilan Departemen Agama Provinsi serta Kantor Departemen Agama Kabupaten dan Inspektorat Perwakilan, susunannya terdiri dari :

1. Perwakilan Departemen Agama Provinsi 2. Perwakilan Departemen Agama Kabupaten 3. Kantor Urusan Agama Kecamatan

4. Urusan Pengawas adalah Inspektorat Perwakilan

Perwakilan Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri dari : 1. Unsur Pimpinan adalah Kepala Perwakilan

2. Unsur Pembantu Pimpinan adalah Sekretariat Perwakilan

3. Unsur Pelaksana ialah : - Inspeksi Urusan Agama – Inspeksi Pendidikan Agama – Inspeksi Penerangan Agama – Inspeksi Peradilan Agama.

Perkembangan pada tahun 1975 sampai dengan 1981

a. Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1975 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri atas : - Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi

- Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota - Kantor Urusan Agama Kecamatan.

b. Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1975 (Disempurnakan) tanggal 16 April 1975, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan Typologi IV, maka Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara tediri dari :

- Bagian Tata Usaha

- Bagian Urusan Agama Islam - Bidang Pendidikan Agama Islam - Bidnag Penerangan Agama Islam - Bidang Urusan Haji

- Pembimbing Masyarakat (Kristen) Protestan - Pembimbing Masyarakat Katholik

- Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota - Kantor Urusan Agama Kecamatan.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 45 Tahun1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara termasuk pada Typologi I terdiri atas :

a. Bagian Sekretariat – Bidang Urusan Agama Islam – Bidang Penerangan Agama Islam – Bidang Urusan Haji – Bidang Pembinaan Kelembagaan Agama Islam – Bidang Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan – Pembimbing Masyarakat Katholik – Pembimbing Masyarakat Hindu – Pembimbing Masyarakat Budha.

Selanjutnya terjadi perubahan struktur sesuai Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kanwil Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara termasuk pada Typologi I.B. dengan bagan seperti dibawah ini:

Struktur typologi Kanwil Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara : a. Bagian Tata Usaha

b. Bidang Urusan Agama Islam

c. Bidang Penyelenggaraan Haji, Zakat dan Wakaf

d. Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum

e. Bidang Pendidikan keagamaan, pondok pesantren, pendidikan agama Islam pada masyarakat dan pemberdayaan mesjid

f. Bidang bimbingan Masyarakat Kristen g. Pembimbing Masyarakat Katholik h. Pembimbing Masyarakat Hindu

i. Pembimbing Masyarakat Budha j. Kelompok jabatan fungsional

Tugas dan Fungsi Kanwil Departemen Agama

1. Perumusan visi, misi dan kebijakan teknis dibidang pelayanan dan bimbingan kehidupan beragama kepada masyarakat di Provinsi.

2. Pembinaan, pelayanan dan bimbingan masyarakat islam, pelayanan haji dan

Dokumen terkait