• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.3 Saran

6.3.2 Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan keluarga skizofrenia

di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan adalah baik. Temuan

menarik adalah bahwa sebagian besar keluarga penderita skizofrenia

berpendidikan SMA. Oleh karena itu, perlu ada penelitian lanjutan untuk

melengkapi ini. Penelitian lanjutan terkait apakah faktor latar belakang pendidikan

keluarga bisa berpotensi mengakibatkan anggota keluarga menderita skizofrenia.

Selain itu, penelitian ini dapat juga digunakan untuk penelitian lanjutan dengan

menggunakan desain penelitian yang berbeda. Hal tersebut diantaranya untuk

penelitian selanjutnya dapat dilakukan perbandingan tingkat kekambuhan antara

penderita skizofrenia dengan keluarga yang memiliki pengetahuan tentang

skizofrenia kategori baik dengan keluarga yang memiliki pengetahuan tentang

skizofrenia kategori cukup.

7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari mengingat suatu hal. Dengan kata lain,

pengetahuan dapat diartikan sebagai mengingat suatu kejadian yang pernah

dialami, baik secara sengaja maupun tidak disengaja, dan hal ini disebabkan oleh

pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Wahid, dkk, 2006).

Menurut Mubarak (dkk, 2007), pengetahuan adalah kesan yang timbul dalam

pikiran manusia sebagai hasil dari penggunaan panca inderanya. Hal ini berbeda

sekali dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (superstition), dan

informasi-informasi yang keliru (misinformation). Pengetahuan timbul karena adanya sifat

ingin tahu yang merupakan salah satu sifat umum yang dimiliki manusia, dan

identik dengan keputusan yang dibuat oleh seseorang terhadap sesuatu

(Triwibowo, 2015).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan adalah suatu informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan melalui

alat indera kita, baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja, yang dapat

digunakan dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu.

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

8 a) Tahu (know) merupakan pemanggilan kembali (recall) memori yang telah ada

sebelumnya.

b) Memahami (comprehension) suatu objek. Tindakan ini bukan hanya sekedar

tahu atau dapat menyebutkan saja, tetapi juga harus dapat menginterpretasikan

secara benar tentang suatu objek yang diketahui tersebut.

c) Aplikasi (application) dapat diartikan bahwa orang yang telah memahami suatu

objek maka orang tersebut dapat mengaplikasikan pada situasi yang lain.

d) Analisis (analysis) merupakan kemampuan seseorang untuk menjabarkan

kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam

suatu masalah.

e) Sintesis (synthesis) menunjukkan suatu kemampuan untuk merangkum

hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang ada. Dengan kata lain,

kemampuan menyusun formulasi yang baru dari informasi yang telah ada.

f) Evaluasi (evaluation) tindakan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek

maupun tindakan.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh faktor internal (dari dalam diri) dan

eksternal (dari luar diri). Faktor internal diantaranya adalah usia, pendidikan dan

pengalaman. Sedangkan, faktor eksternal diantaranya adalah lingkungan,

informasi, dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2007).

Usia dikatakan mempengaruhi pengetahuan karena usia mempengaruhi daya

maka akan semakin berkembang daya tangkap dan pola pikirnya sehingga

pengetahuan yang diperoleh semakin baik.

Pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan

pengetahuan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar institusi pendidikan serta berlangsung seumur

hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah

menerima informasi. Semakin banyak informasi, maka semakin banyak pula

pengetahuan yang didapatkan.

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Pengalaman belajar yang

dikembangan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta

mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan. Pengetahuan personal

mengintegrasikan dan menganalisa situasi interpersonal terbaru dan pengalaman

masa lalu. Oleh karena itu, semakin banyak pengalaman semakin bertambah pula

pengetahuan seseorang.

Seseorang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Begitu juga dengan faktor lingkungan.

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar individu. Lingkungan

dapat mempengaruhi perilaku orang maupun kelompok, sistem sosial budaya

yang ada pada masyarakat. Lingkungan pun dapat mempengaruhi sikap dalam

10

2.2 Keluarga

2.2.1 Defenisi Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,

adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang

umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap

anggota keluarga (Duval, 1972). Undang-undang nomor 10 tahun 1992

mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Achjar (2010) menyatakan bahwa keluarga merupakan suatu sistem, dimana

tingkat kesehatan individu berkaitan dengan tingkat kesehatan keluarga.

Perubahan pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi semua anggota.

2.2.2 Fungsi Keluarga

Terdapat tujuh fungsi keluarga secara spesifik (Siswanto,2006), yaitu:

a) Reproduksi

Fungsi keluarga secara reproduksi bukan hanya mempertahankan dan

mengembangkan keturunan atau generasi, tetapi juga mengembangkan fungsi

reproduksi secara universal, diantaranya adalah seks yang sehat dan

berkualitas, pendidikan seks bagi anak, dan yang lainnya.

b) Sosialisasi

Dalam proses pembentukan identitas diri, anggota keluarga akan menyesuaikan

diri dengan kebudayaan, kebiasaan, dan situasi sosial, yang pada akhirnya akan

berperan sesuai dengan jenis kelaminya dan akan berusaha menjalankan

c) Pertumbuhan individu

Fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik dan psikis berupa kebutuhan

makan dan pembinaan kepribadian.

d) Pendidikan

Keluarga mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anggota

keluarganya dalam menambah dan mengasah ilmu untuk menghadapi

kehidupan.

e) Religius

Fungsi keluarga dalam hal religius adalah membina norma/ajaran agama

sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga.

f) Rekreasi

Keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan yang dapat mengurangi

ketegangan akibat berada di dalam rumah maupun di luar rumah.

g) Perawatan kesehatan

Keluarga merupakan unit utama dalam proses pencegahan maupun pengobatan

penyakit. Keterlibatan dan dukungan dari keluarga sangat dibutuhkan, dimana

tanpa fungsi ini proses rehabilitas akan susah dilakukan di dalam keluarga.

2.2.3 Tugas Keluarga

Pada dasarnya tugas pokok keluarga ada delapan (Effendy, 1997), yaitu:

a) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

b) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

12 d) Sosialisasi antar anggota keluarga.

e) Pengaturan jumlah anggota rumah tangga.

f) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

g) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.

h) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.

2.2.4 Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

Tugas keluarga di bidang kesehatan merupakan wujud nyata dari satu fungsi

keluarga dalam hal pemeliharaan kesehatan. Friedman (2010) membagi tugas

keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu:

a) Mengenal masalah kesehatan keluarga.

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak dapat diabaikan. Oleh

karena itu, setiap anggota memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan

perubahan-perubahan dalam bidang kesehatan yang terjadi diantara anggota

keluarga.

b) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga.

Tugas ini merupakan upaya keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat

sesuai dengan keadaan atau kondisi kesehatan keluarga, dengan pertimbangan

siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk

menentukan tindakan.

c) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan terutama pada

penderita gangguan jiwa berat atau skizofrenia, anggota keluarga yang tidak

dapat mengurus dirinya sendiri dikarenakan cacat atau usianya yang terlalu

d) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga. Hal ini dapat dilakukan dengan

cara keluarga tidak mengucilkan anggota keluarga yang mengalami gangguan

jiwa. Keluarga pun mau mengikutsertakan anggota keluarga yang mengalami

gangguan jiwa dalam berbagai kegiatan yang ada di dalam keluarga tersebut.

e) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

Dalam hal ini keluarga harus mampu merawat klien, baik di rumah maupun

membawa klien berobat jalan ke rumah sakit jiwa yang ada. Jika keluarga tidak

sanggup lagi merawat klien, maka sebaiknya keluarga memasukkan klien ke

rumah sakit jiwa untuk dirawat inap. Tetapi, selama klien dirawat inap

sebaiknya keluarga mengunjungi klien dan memberikan dukungan semangat.

2.3 Skizofrenia

2.3.1 Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia didefinisikan sebagai penyakit mental dengan gangguan otak yang

kompleks. Eugene Bleuler adalah ahli psikiatri pertama yang mendefinisikan

skizofrenia sebagai schizos yang berarti terbelah atau terpecah dan phrein yang

berarti otak. Menurut Nevid (dkk, 2002), skizofrenia adalah penyakit pervasive

yang mempengaruhi lingkup yang luas dari proses psikologis yang mencakup

kognisi, afek, dan perilaku.

Gangguan skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi

14 menerima dan mengintepretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi,

serta berperilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial (Isaacs, 2004).

Atau dengan kata lain, skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa yang

mempengaruhi fungsi otak dan menyebabkan munculnya gangguan pikiran,

persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku (Videbeck, 2008).

2.3.2 Tanda dan Gejala Skizofrenia

Menurut Hawari (2001), gejala skizofrenia dibagi dalam dua kelompok yaitu

gejala positif dan negatif. Gejala-gejala positif merupakan manifestasi jelas yang

dapat diamati oleh orang lain, sedangkan definisi gejala negatif adalah kehilangan

dari ciri khas atau fungsi normal seseorang.

Gejala positif meliputi delusi atau waham, halusinasi, kekacauan alam pikir,

serta paranoid. Sedangkan, gejala negatif meliputi alam perasaan (affect) tumpul

dan mendatar, menarik diri, isolasi sosial, sulit dalam berfikir abstrak, dan tidak

adanya dorongan kehendak ataupun inisiatif.

2.3.3 Tipe - Tipe Skizofrenia

Ada beberapa jenis skizofrenia (Maslim, 2001), antara lain

a) skizofrenia paranoid; ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau

halusinasi pendengaran.

b) skizofrenia hebefrenik; ciri utamanya percakapan dan perilaku yang kacau,

serta afek yang datar atau tidak tepat. Diagnosis ditegakkan pertama kali pada

usia remaja atau dewasa muda (mulai 15-25 tahun).

c) skizofrenia katatonik; ciri utamanya gangguan psikomotor, yang melibatkan

d) skizofrenia yang tidak digolongkan; ciri utamanya adalah waham, halusinasi,

percakapan yang tidak koheren dan perilaku yang kacau.

e) skizofrenia residu; ciri utamanya adalah tidak adanya gejala akut saat ini,

melainkan terjadi di masa lalu.

Orang yang telah di diagnosa mengalami skizofrenia biasanya sulit dipulihkan.

Jika bisa sembuh, itupun memakan waktu yang sangat lama (bertahun-tahun) dan

tidak bisa seperti semula lagi. Bila tidak berhati-hati dan mengalami stres yang

berlebihan, besar kemungkinan akan kambuh lagi dan menjadi lebih parah

(Siswanto, 2006).

2.3.4 Pengetahuan tentang Penggunaan Obat Skizofrenia

Obat golongan antipsikotik digunakan dalam pengobatan psikosis akut dan

kronik, terutama jika disertai peningkatan aktivitas psikomotor. Cara kerja dari

golongan obat ini adalah menyekat reseptor dopamin di otak dan mengubah

pelepasan dan pengembalian dopamin (Townsend, 2004).

Menurut badan obat, antipsikotik pada umumnya membuat tenang tanpa

mempengaruhi kesadaran dan tanpa menyebabkan efek kegembiraan paradoksikal.

Obat antipsikotik dapat meringankan gejala psikotik florid, seperti gangguan

berfikir, halusinasi dan delusi serta mencegah kekambuhan.

Obat antipsikotik bekerja dengan mengintervensi transmisi dopaminergik pada

otak dengan menghambat reseptor dopamine D2 yang dapat meningkatkan efek

ekstrapiramidal. Obat antipsikotik dapat mempengaruhi reseptor kolinergik, alfa

16 Kontra indikasi yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat antipsikotik

adalah pasien yang mengalami depresi pada sistem saraf pusat, diskrasia darah,

parkinson. Selain itu, perlu perhatian pada kontra indikasi pada pasien yang

mengalami penurunan fungsi pada hati, ginjal atau jantung. Penggunaan obat

antipsikotik perlu diwaspadai pada kodisi hamil, ibu menyusui dan kegiatan yang

membutuhkan konsentrasi tinggi seperti mengemudi,

Efek samping dari penggunaan obat antipsikotik adalah gejala ekstrapiramidal.

Gejala ini mudah dikenali tetapi tidak dapat diperkirakan secara akurat karena

bergantung pada dosis, jenis obat dan kondisi individual pasien. Gejala

ekstrapiramidal meliputi gejala parkinson ataupun tremor, distonia (pergerakan

wajah atau tubuh tidak normal), ataksia, dan tardive dyskinesia (ritmik/pergerakan

lidah yang tidak disadari).

Informasi yang perlu disampaikan kepada pasien dan keluarga pasien – terkait dengan pemberhentian penggunaan obat antipsikotik – sebaiknya dilakukan secara bertahap dan perlu diawasi secara ketat. Hal ini untuk menghindari resiko sindrom

putus obat akut atau kekambuhan yang cepat.

Townsend (1998) menyatakan bahwa dalam pemberian obat-obatan terhadap

pasien haruslah diajarkan terlebih dahulu materi yang terdiri dari klasifikasi, kerja

obat, indikasi, farmakokinetik, kontraindikasi dan kewaspadaan, efek samping,

rute dan dosis, serta farmakodinamik. Hal ini dikarenakan pengobatan skizofrenia

yang lama dan efek samping obat yang sering timbul, menjadi alasan pasien untuk

2.3.5 Pengetahuan Keluarga tentang Peran Keluarga terhadap Penderita

Skizofrenia

Rasmun (2001) menyatakan bahwa terdapat beberapa peran keluarga dalam

merawat anggota keluarga dengan skizofrenia. Peran-peran tersebut, antara lain

a) Membatu anggota keluarga dengan skizofrenia minum obat secara teratur

dengan prinsip 5 benar (benar pasien, benar dosis, benar cara dan benar waktu

pemberiannya).

b) Perhatikan semua kebutuhan anggota keluarga dengan skizofrenia dalam hal

berkomunikasi, makan, minum serta aktivitas sehari-hari.

c) Perhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi emosi anggota keluarga dengan

skizofrenia, terutama hal yang dapat menimbulkan rasa sedih atau marah.

d) Membantu anggota keluarga dengan skizofrenia dalam kehidupan sehari-hari

baik dalam pengobatan, aktivitas serta kebutuhannya

e) Libatkan anggota keluarga dalam melakukan kegiatan sehari-hari yang

dilakukan oleh keluarga. Hal ini bertujuan menurunkan rasa malu terhadap

penderita skizofrenia dan tanggapan bahwa penderita juga mempunyai fungsi.

f) Memberikan tanggapan terhadap keinginan anggota keluarga dengan

skizofrenia.

g) Memberikan penghargaan apabila anggota keluarga dengan skizofrenia dapat

melakukan tugasnya. Hal ini bertujuan untuk memotivasi penderita untuk

melakukan kembali.

1

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Skizofrenia atau gangguan jiwa berat yang berdasarkan defenisi medis

memiliki pengertian suatu penyakit otak, peristen dan serius yang melibatkan

perilaku psikotik, pemikiran konkret, kesulitan dalam memproses informasi,

hubungan interpersonal, dan memecahkan masalah (Stuart, 2006). Walaupun

bukan menjadi penyakit mematikan, tetapi pertumbuhan penderita gangguan ini

dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan perlu diperhatikan.

Hal ini dikarenakan gangguan jiwa, baik ringan maupun berat (skizofrenia),

menimbulkan beban bagi pemerintah, keluarga, serta masyarakat. Oleh karena

produktivitas pasien yang menurun, maka pada akhirnya menimbulkan beban

biaya yang besar bagi pasien serta keluarga. Dari sudut pandang pemerintah,

gangguan ini menghabiskan biaya pelayanan kesehatan yang besar (Riskesdas,

2013).

World Health Organisation (WHO) pada tahun 2009 mencatat pravelansi

penderita skizofrenia sekitar 0,2% hingga 2% atau berjumlah 24 juta jiwa

penderita skizofrenia di seluruh dunia. Bahkan pertumbuhan penderita skizofrenia

tertinggi berada di negara-negara sedang berkembang. Indonesia, sebagai salah

satu negara berkembang, pun mencatat tingkat pertumbuhan penderita skizofrenia

Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) tahun 2013 mencatat bahwa prevalensi

gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) sebanyak 1.728 orang yang tersebar di

seluruh Indonesia. Kenaikan jumlah penderita gangguan jiwa tersebut umumnya

terjadi di sejumlah kota besar dan salah satunya di RSJ Prof. Dr. Muhammad

Ildrem Medan (Sirait, 2008).

Pada tahun 2006-2007 RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan hanya

menerima 25-30 pasien per hari (Sirait, 2008). Pada tahun 2008, RSJ Prof. Dr.

Muhammad Ildrem Medan menerima sekitar 50 orang penderita per hari untuk

menjalani rawat inap dan sekitar 70-80 orang penderita untuk rawat jalan. Hasil

survey awal penulis di tahun 2015 mencatat bahwa jumlah penderita skizofrenia

di RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan adalah 2.174 orang. Berdasarkan data

tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah pasien di RSJ Prof. Dr. Muhammad

Ildrem Medan mengalami peningkatan hingga 100% pada tahun ini jika

dibandingkan jumlah pasien pada tahun-tahun sebelumnya.

Peningkatan jumlah penderita skizofrenia yang signifikan ini tentunya

berdampak pada besarnya biaya pelayanan kesehatan. Oleh karena itu,

penanganan skizofrenia harus kompleks yang dimulai dari terapi holistik dari

farmakologis dan psikoterapi suportif, re-edukatif, rekonstruktif, dukungan

keluarga dan dukungan lingkungan sekitar (Fahanani, 2010). Jika kita telaah dari

beberapa aspek penanganan skizofrenia tersebut, maka dukungan keluarga

menjadi faktor terpenting dalam pencegahan timbulnya gejala-gejala skizofrenia

3 Tantangan terbesar dalam penanganan masalah skizofrenia terletak pada

keluarga dan masyarakat. Hakikatnya keluarga memiliki tugas yang sangat

penting terkait perawatan skizofrenia. Tugas keluarga adalah membawa anggota

keluarga pengidap skizofrenia ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ), memantau perilaku

anggota keluarga yang sakit selama dirawat di Rumah Sakit Jiwa serta

melibatkannya dalam kegiatan masyarakat.

Kecenderungan saat ini adalah keluarga menjadikan Rumah Sakit Jiwa sebagai

“tempat pembuangan” bagi anggota keluarga mereka yang menderita skizofrenia. Hal yang dimaksud dengan “tempat pembuangan” adalah penderita skizofrenia

dianggap sudah menjadi tanggung jawab petugas Rumah Sakit Jiwa dan keluarga

tidak pernah membesuk lagi. Sehingga, kegiatan penyembuhan yang dilakukan

oleh pihak Rumah Sakit Jiwa akan menjadi sia-sia untuk kesembuhan pasien

(Ambari, 2010).

Pada tahun 2009, WHO menyarankan agar penanganan kesehatan jiwa, dalam

hal ini skizofrenia, lebih ditekankan pada masyarakat (community based) terutama

keluarga. Sehingga, masyarakat diharapkan mampu menangani penderita. Kelly

(1990) berpendapat bahwa hal yang dapat dilakukan dalam mencegah timbulnya

gejala skizofrenia dan dalam proses kesembuhan pasien skizofrenia adalah

melalui pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan diberikan kepada keluarga

pasien skizofrenia untuk meningkatkan tingkat pengetahuan keluarga pasien

terhadap penyakit ini, sehingga meningkatkan peran keluarga dalam kesembuhan

Keluarga sebagai orang yang dekat dengan pasien harus mengetahui prinsip

lima benar dalam minum obat; yaitu pasien yang benar, obat yang benar, dosis

yang benar, cara pemberian yang benar, dan waktu pemberian obat yang benar.

Penggunaan obat dengan prinsip lima benar sangat penting untuk tetap dilanjutkan

setelah pasien pulang agar gejala-gejala skizofrenia tidak muncul kembali

(Tambayong, 2002).

Salah satu permasalahan belum optimalnya penanganan skizofrenia

disebabkan oleh ketidaktahuan keluarga terhadap gangguan jiwa (Marsaulina,

2012). Keluarga yang memiliki pengetahuan yang kurang mengenai pengobatan

skizofrenia sering menyebabkan ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi

obat (Sari, Tololiu, dan Pangemanan, 2014). Ketidakpatuhan pasien dalam

mengkonsumsi obat merupakan salah satu hal yang memunculkan kembali

gejala-gejala skizofrenia atau mengalami kekambuhan (Amelia dan Anwar, 2013).

Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh usia dan tingkat pendidikan,

dimana semakin bertambah usia seseorang maka akan semakin berkembang daya

tanggap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik,

demikian pula sama halnya dengan pendidikan. Semakin tinggi pendidikan

seseorang, maka semakin mudah memperoleh informasi, sehingga memungkinkan

semakin banyak pula pengetahuan yang diperoleh (Notoatmodjo, 2007).

Oleh karena itu, pengetahuan keluarga terkait skizofrenia sangatlah penting

dalam proses pencegahan timbulnya gejala-gejala skizofrenia selain obat-obatan

5

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan dari

penelitian ini adalah bagaimana pengetahuan keluarga tentang skizofrenia di

Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengidentifikasi pengetahuan keluarga

tentang skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan.

Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi data demografi pengetahuan keluarga tentang skizofrenia di

Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Ildream Medan

b) Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang skizofrenia di Rumah Sakit

Jiwa Prof. Dr. Ildream Medan berdasarkan usia

c) Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang skizofrenia di Rumah Sakit

Jiwa Prof. Dr. Ildream Medan berdasarkan jenis kelamin

d) Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang skizofrenia di Rumah Sakit

Jiwa Prof. Dr. Ildream Medan berdasarkan pendidikan

e) Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang skizofrenia di Rumah Sakit

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangsih keilmuan secara

praktis dan akademis. Secara teori, penelitian ini mencoba mengimplementasikan

metode yang didasari pada telaah teori dan aplikasinya pada suatu objek kasus.

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan, serta ilmu terkait dengan

keperawatan jiwa dan dapat menemukan serta memecahkan permasalahan yang

diperoleh terkait dengan bidang keperawatan.

1.4.2 Bagi Fakultas Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan pihak fakultas,

sehingga dapat lebih memberikan perhatian terhadap tingkat pengetahuan

keluarga pasien di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan.

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah informasi mengenai pengaruh

pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan pada keluarga pasien di

iv

Judul Penelitian : Pengetahuan Keluarga tentang Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.Muhammad Ildrem Medan

Jurusan : Sarjana Keperawatan

Peneliti : Ayu Elfany Silaen

Tahun Akademik : 2015/2016

ABSTRAK

Skizofrenia merupakan salah satu penyakit yang dapat menurunkan produktivitas penderita, sehingga menimbulkan beban bagi pemerintah, masyarakat serta keluarga. Peran serta fungsi keluarga merupakan hal utama dalam proses penyembuhan dan penanganan penderita skizofrenia. Pengetahuan keluarga sangat dibutuhkan dalam proses pemulihan penderita skizofrenia. Pengetahuan tersebut seharusnya didukung oleh wawasan keluarga terkait pendidikan kesehatan.

Penelitian deskriftif kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan keluarga tentang skizofrenia. Penelitian ini menggunakan teknik

acciendental sampling dengan 99 orang responden. Instrument penelitian ini

terdiri dari kuesioner karakteristik responden dan kuesioner pengetahuan keluarga tentang skizofrenia. Data disajikan dengan distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden 57 orang (57,6%) memiliki pengetahuan yang baik tentang skizofrenia. Sedangkan, 42 orang (42,4%) responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang skizofrenia dan

Dokumen terkait