• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah dan Kosmologi Kepercayaan Masyarakat Melayu Batubara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Sejarah dan Kosmologi Kepercayaan Masyarakat Melayu Batubara

Wilayah Batubara mulai dihuni penduduk pada tahun 1720 M. Ada lima suku yang mendiami wilayah itu, yakni Lima Laras, Tanah Datar, Pesisir, Lima Puluh dan Bogak. Kelima suku tersebut dipimpin seorang datuk yang memiliki wilayah territorial tertentu.

Konon nama Batubara berasal dari nama sebuah lokasi yang dulunya terdapat sebuah batu yang dapat mengeluarkan cahaya sendiri yang membara sekaligus dijadikan nama daerah dan tanda (Kubah Batubara).

Batubara masih menjadi bagian dari kerajaan Siak dan Johor. Oleh karena itu setiap Datuk kepala suku mendapat pengangkatan dan capnya dari Sultan Siak. Untuk mewakili kepentingan kerajaan Siak dan mengepalai para Datuk di seluruh Batubara, di angkat seorang bendahara secara turun temurun. Di bawah bendahara dibentuk dewan yang anggotanya dipilih oleh para Datuk Kepala Suku. Anggota Dewan itu adalah seorang Syahbandar (suku Tanah Datar). Juru tulis dipilih dari suku Lima Puluh. Mata-mata dipilih dari suku Lima Laras dan penghulu batangan dipilih tetap dari suku pesisir. Data di kerajaan Haru menyebutkan bahwa Batubara salah satu daerah yang wajib menyetor upeti kepada kerajaan ini.

Dalam tahun 1885, pemerintah Hindia Belanda membuat Politik kontrak. Perjanjian itu meliputi beberapa kerajaan seperti Langkat, Serdang, Deli, Asahan, Siak, Palalawan (Riau), termasuk juga kerajaan-kerajaan kecil seperti Tanah Karo, Simalungun, Indragiri dan Batubara serta Labuhan Batu.

Pada tahun 1889 Residensi Sumatera Timur terbentuk dengan ibu kota di Medan. Residensi itu terdiri dari dari 5 (lima) afdeling ( Kabupaten-red), yaitu Afdeling Deli yang

langsung di bawah Residen Medan, Afdeling Batubara berkedudukan di Labuhan Ruku, Afdeling Asahan berkedudukan di Tanjung balai. Afdeling Labuhan batu berkedudukan di Labuhan batu dan Afdeling Bengkalis berkedudukan di Bengkalis.

Dari itu, tampak nyata bahwa sejak dahulu Batubara, punya afdeling tersendiri. Batubara saat itu punya 8 (delapan) landschap (setara dengan kecamatan), yang dipimpin oleh seorang raja. Ketika Indonesia merdeka, wilayah Batubara berubah statusnya menjadi Kewedanan membawahi lima Kecamatan yaitu: Kecamatan Talawi, Tanjung Tiram, Lima Puluh, Air Putih dan Medang Deras. Sementara Ibukota tetap di Labuhan Ruku.

Setelah masa kepemimpinan kewedanan berlangsung 4 (empat) kali pergantian, nama kewedanan kemudian dicabut, sehingga yang ada hanya 5 (lima) sektor camat. Lalu digabungkan dengan nama Kabupaten Asahan, ber Ibukota di Kisaran. Hal inilah yang menggugah tokoh, cerdik pandai dan masyarakat untuk kembali memperjuangkan adanya wilayah otonom Batubara. Maka pada tahun 1969 dibentuk panitia otonomi Batubara (PPOB) yang di prakarsai oleh salah seorang tokoh masyarakat yang pernah menjadi anggota DPRD Asahan. Karena Undang-undang otonom belum dikeluarkan oleh Pemerintah, Perjuangan ini pun tertunda.

Masyarakat Batubara menilai bahwa terbentuknya Kabupaten Batubara adalah hasil perjuangan masyarakat. Sejak dicetuskannya kembali Asahan melalui Peraturan Daerah nomor 6 Tahun 2001 tentang Program Pembangunan Daerah (Properda) yang bertentangan dengan aspirasi masyarakat dan peraturan Pemerintah yang lebih tinggi. Isi properda tersebut tertuang pada angka 2 (dua) pada kegiatan pokok program pembangunan daerah yang menyebutkan “ Upaya rasional pola berpikir masyarakat melalui pendekatan persuasif, khususnya terhadap

provokasi memisahkan diri dari wilayah Kabupaten Asahan, serta sosialisasi kepada masyarakat bahwa sampai tahun 2005 tidak akan pernah ada yaitu apa yang disebut dengan pemekaran”.

Walaupun tidak direstui oleh Pemerintah Asahan, Masyarakat Batubara yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Menuju Kabupaten Batubara (LSM-GEMKARA) menginventarisir Sumber Daya Manusia yang berkompeten dan berasal dari putra asli Batubara. Atas kesepakatan bersama, ditunjuklah Ok Arya Zulkarnain,SH,MM. menjadi pemimpin organisasi sekaligus pelaksana perjuangan pemekaran. Usaha-usaha pendekatan persuasif kepada pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, dengan prinsip “Surut Berpantang Batubara Harus Menjadi Kabupaten”, akhirnya kerja berat ini berhasil diselesaikan dengan hasil yang memuaskan.

2.4.2 Letak Geografis

Kabupaten Batubara berasal dari sebagian wilayah Kabupaten Asahan, yang terdiri atas cakupan wilayah:

a. Kecamatan Medang Deras = 6.547 Ha terdiri dari 14 desa, yaitu: Medang Deras, Sei Buah keras, Pematang Cengkring, Sei Rakyat, Pakam Raya, Sidomulyo, Tanjung Sigoni, Aek Nauli, Lalang, Nanas Siam, Pakam, Kel. Pangkalan Dodek, Kel. Pangkalan Dodek Baru dan Durian.

b. Kecamatan Sei Suka = 17.147 Ha terdiri dari 13 Desa, yaitu: Kwala Tanjung, Sei Semujur, Sei Suka Deras, Simodong, Tanjung Kasau, Tanjung Prapat, Tanjung Seri, Kwala Indah, Pematang Jering, Pematang Kuing, Laut Tador, Perk. Tanjung Kasau dan Kel.Perk. Sipare pare.

c. Kecamatan Air Putih = 7.224 Ha terdiri dari 13 Desa, yaitu: Aras, Limau Sundai, Pasar Lapan, Pematang Panjang, Sipare pare, Tanah Merah, suka Raja, Tanah Tinggi, Tanjung Harapan, Tanjung Kubah, Tanjung Muda, Suka Ramai dan Kel. Indrapura.

d. Kecamatan Lima Puluh = 23, 955 Ha terdiri dari 27 desa, yaitu: Mangkai Baru, Mangkai Lama, Sumber Makmur, Simpang Gambus, Simpang Dolok, Pulau Sejuk, Perupuk, Perk. Dolok Estate, Tanah Hitam Hilir, Tanah Hitam Hulu, Perk. Tanah Gambus, Limau Manis, Perk. Lima Puluh, Perk. Kwala Gunung, Pematang Panjang, Lubuk Cuik, Sumber Padi, Lubuk Besar, Kwala Gunung, Guntung, Gambus Laut, Empat Negeri, Pardomuan, Bulan-Bulan, Air Hitam, Antara Dan Kel.Lima Puluh Kota.

e. Kecamatan Talawi = 17, 379 Ha terdiri dari 13 Desa, yaitu: Bangun Sari, Karang Baru, Kel.Labuhan Ruku, Mesjid Lama, Padang Genting, Pahang, Kampung Panjang, Binjai Baru, Petatal, Perk.Tanah Datar, Perk.Petatal, sei muka dan Dahari Selebar.

f. Kecamatan Tanjung Tiram = 8.980 Ha terdiri dari 12 Desa, yaitu: Bagan Dalam, Bagan Baru, Bogak, Guntung, Lima Laras, Pematang Rambai, Sei Mentaram, Suka Maju, Tanjung Mulia, Kel.Tanjung Tiram, Sentang dan Ujung Kubu.

g. Kecamatan Sei Balai = 10.988 Ha terdiri dari 8 desa Yaitu: Perk.Sei Bejangkar, Durian, Kwala Sikasim, Mekar Mulio, Sei Balai, Suka Ramai, Siajam, dan Perk.Sei Balai.

Kabupaten Batubara mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bandar Khalifah, Kabupaten Serdang Bedagai dan Selat Malaka.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka dan Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan • Sebelah Selatan dengan Kecamatan Bosar Maligas, Kecamatan Bandar, Kecamatan Bandar

Masilam, Kecamatan Batu Nanggar, Kabupaten Simalungun dan Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai.

Kabupaten Batubara memiliki luas wilayah keseluruhan +/- 92.220 Km2, dengan jumlah penduduk +/- 383.072 jiwa, pada bulan Januari 2011. Data tersebut sesuai dengan data sensus penduduk Bps ( Badan Pusat Statistik) Batubara Pada Tahun 2011. Data tersebut di atas diperoleh dari Badan Statistik Sumatera Utara.

2.4.3 Sistem Kepercayaan dan Agama

2.4.3.1 Kepercayaan Masyarakat Melayu Batubara Sebelum Masuk Islam

Masyarakat Melayu, Khususnya masyarakat Melayu Batubara sebelum masuknya agama Islam menganut kepercayaan kepada roh jahat (mambang) yang dapat mengganggu kehidupan dan kebahagian manusia dipermukaan bumi. Nadila (2012:31) mengatakan bahwa kepercayaan orang Melayu Pesisir Sumatera Utara sebelum masuk Islam adalah animisme. Kepercayaan animisme adalah kepercayaan adanya roh atau kekuatan pada semua benda, baik benda mati maupun benda hidup. Pemeluk animisme lebih tertarik kepada roh-roh dari benda-benda yang menimbulkan perasaan hormat dan takut dalam diri pemeluknya, seperti laut, gunung, hutan, pohon, kayu besar dan peristiwa-peristiwa alam misalnya gempa bumi, gunung meletus, angin badai, petir dan lain-lain.

Selanjutnya menurut Hamid (dalam Nadila 2002:31) “Roh-roh tersebut memiliki kekuatan dan kehendak, dapat makan dan memiliki usia. Roh juga bisa merasa senang maupun marah, jika roh ia dapat membahayakan hidup manusia, oleh karena itu agar roh tidak marah, manusia harus memberi makan atau sesajen (persembahan) dan mengadakan upacara-upacara khusus untuk roh tersebut.”

Lebih lanjut (Nadila 2002:32) mengatakan, “Pemujaan terhadap arwah atau roh nenek moyang tersebut serta alam gaib yang lain, dilakukan langsung atau melalui perantara pawang/bomoh/guru/dukun, yaitu orang yang dapat berhubungan dengan yang dipuja atau dipercayai memiliki “mana” (adalah kekeuatan gaib yang ada dalam suatu benda atau manusia).”

Pemeluk animisme percaya bahwa orang yang telah meninggal dunia masih tetap mempunyai beberapa kekuasaan dan kekuatan terhadap manusia yang masih hidup, seperti

mendatangkan bencana alam, memberikan kesehatan atau penyakit kepada orang yang telah melakukan kesalahan, memberikan kesaktian, memberikan rezeki, dan lain-lain. Oleh sebab itu, arwah nenek moyang terus dipuja anak cucunya dengan tujuan agar roh itu jangan marah sehingga mereka dilindungi dari segala bencana. Untuk itulah mereka harus terus menjaga hubungan baik dengan arwah para leluhurnya.

Pemeluk animisme juga mempercayai keberadaan hantu-hantu (hantu laut, air, rimba, kayu, gunung, dan lain-lain) tetapi tidak akan mengganggu kehidupan manusia kecuali jika manusia melanggar daerah kediaman mereka ataupun mencoba mengganggu ketentraman hidup mereka. Begitupun, pemeluk animisme tetap menjaga hubungan baik dengan mereka melalui persembahan korban (sesajen) untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

2.4.3.2 Kepercayaan Masyarakat Melayu Batubara Sesudah Masuk Islam

Agama yang dianut saat ini oleh masyarakat Melayu Batubara adalah agama Islam. Kedatangan Islam membawa dampak kepercayaan yang besar dalam struktur sosial dan kebudayaan masyarakat Melayu Batubara. Kepercayaan yang sebelumnya yakni memuja dewa-dewa, hantu-hantu, dan roh-roh berubah menjadi menyembah Allah Subhanahuwata’ala ( Tuhan Yang Maha Tunggal).

Puncak penerimaan Islam secara keseluruhan pada masyarakat Melayu ditandai dengan lahirnya falsafah masyarakat, yaitu adat yang berlandaskan hukum Allah, yang dituangkan lewat firman-firman-Nya kedalam Al Qur’anul karim dan di ejawatkan lewat hadist-hadist serta prilaku Nabi Muhammad SAW. Atau yang lebih dikenal dengan falsafah: Adat bersendikan syarak (syariat Islam), Syarak bersendikan Kitabullah (Kitab Allah atau Al Qur’an). Konsep ini lahir karena ajaran Islam mengandung norma-norma hubungan manusia dengan Allah SWT

“Hablumminallah” dan hubungan sesama manusia serta manusia dengan alam “Hablumminannas”. Manusia dituntut agar dapat menjaga, mengaharmoniskan, dan melestarikan keseimbangan antara kedua hubungan tersebut.

Agama Islam yang dianut masyarakat Melayu dianggap mereka sebagai petunjuk yang memadukan kepentingan agama dengan kebudayaan dalam bentuk peraturan yang tetap. Aturan tentang Agama adalah mengenai prinsip-prinsip dasar kehidupan manusia dan cara pelaksanaannya. Misalnya bagaimana seseorang mencari nafkah, membina hubungan antar manusia, melestarikan alam, menikah, melaksanakan sholat serta fardu kifayah, dan lain-lain.

Aturan tentang kebudayaan adalah mengenai prinsip-prinsip dasar saja, sedangkan cara pelaksanaan dapat berubah sesuai dengan keinginan manusia sebagai pelaku budaya tetapi tidak melanggar ketentuan yang telah ditentukan Allah SWT, misalnya saja dalam berkesenian, dalam Islam diajarkan untuk tidak membuat seni yang menimbulkan khayalan sensual yang dapat menjerumuskan manusia kedalam keasyikan sehingga melupakan kewajiban dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Begitu pula dalam berpakaian yang dapat menutup segala auratnya sehingga terhindar dari dosa, sedangkan bagaimana cara memakainya diserahkan kepada manusianya.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam tidak membenarkan penyembahan yang lain kecuali kepada Allah SWT. Hal ini ditegaskan dengan dua kalimat syahadat bila seseorang memeluk Islam, yaitu: asyhadu allah illa ha illallah waasyhadu anna Muhammaddarasulullah, yang artinya: Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Ini berarti bahwa manusia harus tunduk dan menyembah kepada Allah dan bukan tunduk kepada alam atau kekuasaan apapun yang ada di bumi ini.

Dokumen terkait