• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

11

BAB II

PERSAMAAN DIFERENSIAL

A. Persamaan Diferensial Biasa 1. Persamaan Diferensial

Persamaan diferensial adalah persamaan yang memuat

variabel-variabel tak bebas dan turunan-turunannya terhadap variabel-variabel bebas. Secara umum, persamaan diferensial dikategorikan dalam dua ke-las yaitu biasa dan parsial. Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang hanya melibatkan satu variabel bebas. Misal ( ) adalah fungsi satu variabel, dengan adalah variabel bebas dan adalah variabel tak bebas, maka suatu persamaan diferensial biasa dapat dinyatakan dalam bentuk:

( ( )) ( )

Jika ( ) maka persamaan diferensial di atas dinamakan persamaan

diferensial homogen.

Sementara itu, persamaan diferensial parsial adalah suatu persamaan diferensial yang melibatkan dua atau lebih variabel bebas.

Definisi 2.1 Tingkat Persamaan Diferensial

Tingkat atau order dari persamaan diferensial didefinisikan

sebagai tingkat dari turunan tertinggi yang muncul dalam persamaan diferensial.

Contoh 2.1

1.

merupakan persamaan diferensial biasa tingkat satu. 2. merupakan persamaan diferensial biasa tingkat dua. 3.

merupakan persamaan diferensial parsial tingkat satu. 4.

merupakan persamaan diferensial parsial tingkat dua.

2. Persamaan Diferensial Linier

Persamaan diferensial dikatakan linier jika:

a) tidak ada perkalian antara variabel-variabel tak bebas dengan dirinya sendiri atau dengan turunan-turunannya,

b) tidak ada fungsi transendental (trigonometri, logaritma, eksponensial, siklometri, hiperbolik) yang terlibat dari fungsi dalam variabel-variabel tak bebas.

Persamaan diferensial yang tidak linier disebut persamaan diferensial tak

linier. Sebagai contoh:

- merupakan persamaan diferensial yang linier dalam .

- merupakan persamaan diferensial yang tak linier dalam karena terdapat perkalian antara variabel tak bebas dengan turunannya, yaitu .

-

merupakan persamaan diferensial yang tidak linier karena memuat .

-

merupakan persamaan diferensial yang tak linier karena terdapat perkalian antara variabel-variabel tak bebasnya, yaitu .

Secara umum, persamaan diferensial linier tingkat satu dapat ditulis sebagai berikut:

( ) (2.1)

dengan ( ) ( ) adalah fungsi yang kontinu, merupakan interval untuk dan merupakan interval untuk .

Definisi 2.2 Penyelesaian Persamaan Diferensial

Fungsi terdiferensial dikatakan penyelesaian persamaan diferensial (2.1) pada sebuah interval ( ) dengan syarat ( ) untuk , apabila adalah fungsi yang terdiferensial kontinu pada , dan ( ) ( ( )), untuk .

Definisi 2.3 Masalah Nilai Awal (Intial Value Problem)

Masalah nilai awal adalah persamaan diferensial yang dilengkapi

dengan data pada satu titik awal domain.

Definisi 2.4 Penyelesaian Masalah Nilai Awal

Misal ( ) ( ) ( ) dan diasumsikan kontinu pada ( ) ( ). Kita katakan fungsi adalah penyelesaian masalah nilai awal:

{ ( ) ( )

pada interval ( ) dengan syarat , apabila adalah penyele-saian dari persamaan (2.1) pada , dan ( ) .

Titik dinamakan titik awal untuk masalah nilai awal (2.2) dan dikatakan nilai awal untuk masalah nilai awal (2.2).

3. Persamaan Diferensial Variabel Terpisah

Untuk mengidentifikasi persamaan diferensial variabel terpisah, pertama kita tulis persamaan diferensial tingkat satu (2.1) dalam bentuk:

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (2.3)

dengan dan merupakan fungsi yang bergantung pada dan . Jika kita ambil adalah suatu fungsi yang hanya bergantung dan adalah sebuah fungsi yang hanya bergantung , maka persamaan (2.3) menjadi:

( ) ( )

(2.4)

Persamaan (2.4) disebut persamaan diferensial variabel terpisah.

Metode yang dipakai untuk menyelesaikan persamaan diferensial variabel terpisah dinamakan metode pemisahan variabel. Penyelesaian persamaan diferensial (2.4) dapat dicari dengan terlebih dahulu menulis-kan dalam bentuk diferensial

Selanjutnya, integralkan masing-masing sukunya ∫ ( ) ∫ ( ) untuk suatu .

Contoh 2.2

Temukan solusi persamaan diferensial :

( ) ( ) Jawab:

Persamaan diferensial tersebut merupakan persamaan diferensial variabel terpisah. Misalkan ( ) ( ) ( ) dan ( )

.

Langkah 1: bagi kedua ruas dengan ( ) ( ) , diperoleh:

Langkah 2: Integralkan masing-masing suku, diperoleh:

∫( ) ∫( ) ( )

Definisi 2.5 Titik Ekuilibrium dari Persamaan Diferensial

Diberikan persamaan diferensial sebagai berikut

Titik dimana disebut titik ekuilibrium jika ( ) untuk seti-ap . Dengan kata lain titik ekuilibrium terjadi saat

Contoh 2.3

Diberikan persamaan diferensial sebagai berikut

( ) Syarat ekuilibrium yaitu

Sehingga, titik ekuilibrium persamaan diferensial di atas yaitu dan .

B. Persamaan Diferensial Stokastik

Alasan munculnya kalkulus stokastik yaitu karena seringkali kita menjumpai situasi yang tidak dapat diprediksi sebelumnya atau disebut unsur acak, sehingga metode-metode pada kalkulus deterministik tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut. Persamaan diferensial stokastik adalah persamaan diferensial yang memuat unsur acak yang biasa disebut derau (noise), yaitu:

( ) ( )

dengan merupakan sebuah proses stokastik, dan adalah fungsi-fungsi dua variabel, dan menyatakan gangguan atau unsur acak dari masalah yang bersangkutan. Pada skripsi ini akan dibahas yang

berasal dari gerak Brown, yaitu unsur acak atau gangguan yang memiliki variansi yang tak terbatas.

1. Teori Peluang

Untuk menyelesaikan persamaan diferensial stokastik kita perlu mem-pelajari kalkulus Itô. Pertama, kita harus mengingat konsep dasar teori peluang.

Definisi 2.6 Percobaan Acak (Random Experiment)

Sebuah percobaan dikatakan acak apabila hasil dari percobaan tidak dapat diprediksi sebelumnya.

Definisi 2.7 Ruang Sampel (Sample Space) dan Titik Sampel (Sample Point)

Himpunan , yaitu semua kemungkinan hasil dari percobaan acak dinamakan

ruang sampel. Suatu anggota dinamakan titik sampel.

Contoh 2.4

Pada sebuah percobaan pelemparan koin, kemungkinan hasil yang muncul

adalah “angka” dan “gambar" . Jadi * +. dan disebut titik sampel.

Definisi 2.8 Kejadian (Event)

Sebuah kejadian adalah suatu koleksi dari hasil percobaan yang merupakan himpunan bagian dari ruang sampel.

Definisi 2.9

Jika dan adalah kejadian dari ruang sampel , maka i. Gabungan dari dua kejadian dapat ditulis sebagai berikut

ii. Irisan dari dua kejadian dapat ditulis sebagai berikut * + iii. Komplemen suatu kejadian dapat ditulis sebagai berikut

* + iv. Selisih suatu kejadian dapat ditulis sebagai berikut

Definisi 2.10 Kejadian Saling Asing (Disjoint)

Sepasang kejadian dan dikatakan saling asing jika

Definisi 2.11 Peluang (Probability)

Misal adalah kejadian pada ruang sampel berhingga, notasi peluang ( ) menyatakan peluang kejadian akan terjadi dan diberikan oleh:

( )

( ) ( )

Definisi 2.12 Aljabar- ( -Algebra)

Misal himpunan tak kosong. Aljabar- pada adalah koleksi himpunan bagian dari yang memenuhi:

i.

ii. jika , maka

iii. jika , maka ⋃ .

Contoh 2.5

Koleksi berikut merupakan aljabar- dari himpunan bagian : 1. * +

2. * + untuk suatu dan 3. ( ) * +

merupakan aljabar- terkecil pada , dan (himpunan kuasa dari ) merupakan aljabar- terbesar yang memuat semua himpunan bagian yang mungkin dari .

Sedangkan * + untuk suatu dan bukan merupakan aljabar- , karena .

Definisi 2.13 Ukuran Peluang (Probability Measure)

M aljabar- pada himpunan tak kosong . Fungsi , ) disebut ukuran peluang jika memenuhi:

i. Untuk sebarang kejadian , ( ) . ii. ( ) .

iii. Jika , maka

(⋃

+ ∑ ( )

Kesamaan berlaku jika adalah barisan himpunan yang saling asing.

Definisi 2.14

Misal adalah aljabar- pada himpunan tak kosong dan ukuran peluang pada .

i. ( ) disebut ruang terukur (measurable space)

Teorema 2.1

Jika dan adalah kejadian dan adalah ruang sampel, maka i. ( ) .

ii. ( ) ( ).

iii. Jika , maka ( ) ( ).

iv. ( ) ( ) ( ) ( ).

Lebih lanjut, jika dan saling asing maka ( ) ( ) ( ) Bukti: i. Karena ( ) ( ) ( ) ( ) maka ( ) . ii. Karena ( ) ( ) ( ) ( ) maka ( ) ( ). iii. Karena ( ) dan ( ) , maka ( ) , ( )- ( ) , ( )- dan karena , ( )- , maka diperoleh ( ) ( ). iv. Kita punya

( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( ) Maka

( ) ( ) , ( ) ( )- , ( ) ( )- ( ) ( )

Jadi ( ) ( ) ( ) ( ).

Jika dan saling asing, maka . Kita memperoleh ( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( )

( ) ( ) ■

Contoh 2.6

Dari 52 kartu remi diambil sebuah kartu secara acak. Berapa peluang teram-bilnya sebuah kartu berbentuk hati atau As.

Jawab:

Misal adalah ruang sampel dengan ( ) , adalah kejadian terambil-nya kartu hati dengan ( ) , dan adalah kejadian terambilnya kartu As dengan ( ) . Kejadian menyatakan kejadian kartu As berben-tuk hati. Karena hanya ada satu kartu As yang berbenberben-tuk hati, maka ( ) . Kita akan mencari peluang terambilnya sebuah kartu berbentuk hati atau As yaitu ( ). Kita tahu bahwa satu dari kartu As berbentuk hati, maka . Dari teorema 2.1 (iv), kita dapatkan

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

Definisi 2.15 Kejadian Saling Bebas (Independent)

Dua kejadian dan dikatakan saling bebas jika ( ) ( ) ( )

Definisi 2.16 Variabel Acak (Random Variable)

Misal adalah ruang sampel, fungsi disebut variabel acak. Sebuah variabel acak dikatakan diskrit apabila atau terhitung (artinya terdapat fungsi bijektif ). Sedangkan jika tidak terhitung maka variabel acak dikatakan kontinu.

Contoh 2.7

Pada sebuah percobaan pelemparan koin, kita tulis “1” untuk “angka” dan

“0” untuk “gambar". Jadi kita peroleh variabel acak ( ) * + untuk * +. Dengan kata lain * + adalah sebuah variabel acak diskrit.

Definisi 2.17 Variabel Acak Saling Bebas (Independent)

Dua variabel acak dan dikatakan saling bebas jika ( ) ( ) ( )

untuk setiap himpunan bagian yang mungkin dan dari . Hal ini berarti kejadian * + dan * + saling bebas. Dalam hal ini * + adalah notasi singkat untuk * ( ) +.

Definisi 2.18 Fungsi Densitas Peluang (Probability Density Function)

Fungsi disebut fungsi densitas peluang dari variabel acak pada ruang peluang ( ) jika

i. ( ) , ( );

ii. ( ) ∫ ( ) untuk sebarang sedemikian sehingga ;

iii. ∫ ( ) .

Berikut adalah ilustrasi grafik dari fungsi densitas peluang ( ). (i) ditunjukkan dengan kurva yang selalu berada di atas sumbu horizontal, (ii) dtunjukkan oleh daerah yang diarsir dan (iii) merupakan luas total area di bawah kurva.

Gambar 2.1 Ilustrasi Grafik Fungsi Densitas Peluang. Definisi 2.19 Nilai Harapan (Expectation/ Mean/ Expectation Value) Nilai harapan dari sebuah variabel acak kontinu diberikan oleh:

( ) ∫ ( )

dimana ( ) adalah fungsi densitas peluang.

Nilai harapan dapat diintepretasikan sebagai rata-rata berbobot (weighted

average) dari nilai pada ruang sampelnya.

Teorema 2.2 Nilai Harapan Perkalian Dua Variabel Acak yang Saling Bebas

Misal adalah dua variabel acak yang saling bebas, maka ( ) ( ) ( )

Bukti:

Menurut definisi nilai harapan.

( ) ∫ ∫ ( )

Karena dan saling bebas maka ( ) dapat ditulis

( ) ∫ ( ) ∫ ( ) ( ) ( ) ■

Definisi 2.20 Variansi (Variance)

Misalkan adalah variabel acak kontinu, variansi dinotasikan dengan ( ) atau menyatakan ukuran dari variasi atau penyebaran distribusi peluang dari variabel acak dan didefinisikan oleh

( ) 0( ( )) 1 ,( ) - ∫ ( ) ( ) Akar dari variansi disebut standar deviasi dari , yaitu

Definisi 2.21 Fungsi Distribusi (Distribution Function)

Didefinisikan fungsi distribusi ( ) sebagai peluang variabel acak berni-lai kurang dari atau sama dengan , yaitu

( ) ( ) ∫ ( )

Persamaan di atas mengakibatkan ( ) saat dan

( ) ∫ ( ) ( ) ( )

Definisi 2.22 Momen ke-

Momen ke- suatu variabel acak yaitu ( ).

Definisi 2.23 Fungsi Pembangkit Momen (Moment-Generating Function) Fungsi pembangkit momen ( ) untuk suatu variabel acak didefinisikan sebagai berikut

( ) ( )

Fungsi pembangkit momen dikatakan ada jika terdapat konstanta positif sedemikian sehingga ( ) hingga untuk .

Teorema 2.3

Jika ( ) ada, maka untuk sebarang bilangan bulat positif ( )

|

( )( ) ( )

Bukti Teorema 2.2 dapat dilihat pada buku “Mathematical Statistics with Applications” karangan Dennis D. Wackerly, dkk, tahun 2008 halaman 139 (Teorema 3.12).

Definisi 2.24 Distribusi Normal (Normal Distribution)

Suatu variabel acak dikatakan berdistribusi normal dengan rata-rata dan variansi (notasi: ( )) jika memiliki fungsi densitas peluang berbentuk ( ) √ ( ) Teorema 2.4

Misal adalah variabel acak berdistribusi normal, maka ( ) ∫ ( ) dan ( ) ∫ ( ) ( ) Bukti:

Pertama kita cari fungsi pembangkit momen dari variabel acak yang berdistribusi normal, yaitu

( ) ( ) ∫ ( ) ( ) ( ) [( ) ] [ ] [ ( ) ]

0 . ( ) / 1 0 ( ) ( ) 1 [. ( )/ ] . ( )/ ( ) ∫ √ . ( )/ Fungsi . ( )/

merupakan fungsi densitas peluang distribusi nor-mal dengan rata-rata dan variansi , dan menurut definisi fungsi densitas peluang, maka

∫ √ . ( )/

Sehingga kita peroleh fungsi pembangkit momen distribusi normal yaitu ( )

Dengan menggunakan teorema 2.3, kita memperoleh ( ) ( ) | ( ) | ( )

dan ( ) ( ) | ( ) | ( ) Selanjutnya akan ditunjukkan ( ) .

( ) 0( ( )) 1 , ( ) ( ) - ( ) ( ( )) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ■ Catatan:

Jika suatu variabel acak berdistribusi normal memiliki rata-rata dan variansi maka variabel acak dikatakan berdistribusi normal standar dan dinotasikan oleh ( ).

Definisi 2.25 Proses Stokastik (Stochastic Process)

Proses stokastik * +, dengan adalah koleksi dari variabel acak yang terdefinisi pada ruang peluang ( ) yang terindeks dengan parameter .

Definisi 2.26 Lintasan Sampel (Sample Path)

Untuk suatu , koleksi * ( ) + dinamakan lintasan sampel dari pada .

Definisi 2.27 Aljabar- yang dibangkitkan oleh proses stokastik

Untuk sebuah proses stokastik * +, aljabar- ( ) adalah aljabar- terkecil yang memuat semua himpunan yang berbentuk

* ( ( ) ) +

untuk setiap himpunan yang mungkin dari fungsi pada . Maka ( ) disebut aljabar- yang dibangkitkan oleh .

Definisi 2.28

Proses stokastik * + dan * + pada ruang peluang ( ) dikatakan ekuivalen jika:

* +

untuk setiap . Kita katakan adalah versi dari , dan sebaliknya.

Definisi 2.29 Filtrasi (Filtration)

Filtrasi pada ruang terukur ( ) adalah koleksi aljabar- ( ) pada yang memenuhi:

untuk setiap .

Definisi 2.30

Proses stokastik ( ) dikatakan teradaptasi terhadap filtrasi (adapted to the filtration) ( ) jika:

untuk setiap . Fungsi disebut -terukur.

Proses stokastik selalu teradaptasi terhadap filtrasi natural yang dibangkit-kan oleh :

( )

Definisi 2.31 Gerak Brown (Brownian Motion)

Proses stokastik ( ) dinamakan gerak Brown atau proses

Wiener jika memenuhi kondisi-kondisi berikut:

i. .

ii. berdistribusi normal dengan rata-rata dan variansi untuk , artinya untuk setiap , dengan berlaku

( )

√ ( )

( )

iii. adalah variabel acak-variabel acak yang saling bebas untuk . Dengan kata lain, mempu-nyai kenaikan yang saling bebas (independent increments) atau

( ) ( ) ( ) untuk setiap , dengan .

iv. Mempunyai lintasan sampel yang kontinu, yakni untuk setiap fungsi ( ) , ) adalah fungsi kontinu.

Gambar 2.2 Contoh Lintasan Sampel Gerak Brown dengan . Sifat lintasan sampel gerak Brown:

i. Kontinu dimana-mana tapi tidak terdiferensial dimana-mana,

ii. Memiliki variasi fungsi yang tidak terbatas pada setiap interval kompak. Artinya untuk setiap interval tertutup dan terbatas , - berlaku

∑| ( ) ( )|

dengan supremumnya diambil dari semua partisi yang mungkin pada , -.

iii. Gerak Brown selalu teradaptasi terhadap filtrasi naturalnya.

Bukti dapat dilihat pada buku “Elementary Stochastic Calculus with Finance in View” karangan Thomas Mikosch tahun 1998 halaman 36.

Derau putih (white noise) didefinisikan sebagai turunan distribusi dari gerak Brown terhadap waktu, yakni

Pengertian derau putih sebagai turunan distribusi ini akan kita gunakan secara informal. Dari sini diperoleh bahwa derau putih adalah sebuah proses Gauss (berdistri-busi normal) dengan rata-rata dan variansi . Derau putih sering digunakan sebagai model matematika untuk gangguan acak yang bersifat sa-ling bebas untuk tiap waktu yang berbeda dan memiliki fluktuasi yang besar.

2. Integral Itô

Kita telah mengetahui bahwa lintasan sampel gerak Brown tidak terdiferensial dimana-mana dan memiliki variasi yang tak terbatas pada suatu interval kompak. Pada bagian ini akan ditunjukkan bahwa integral yang telah kita kenal yaitu integral Riemann ataupun integral Riemann-Stietjes tidak dapat digunakan untuk mengintegralkan fungsi dengan inte-gratornya merupakan lintasan gerak Brown. Selanjutnya akan didefinisi-kan integral stokastik Itô sebagai alat untuk mengintegraldidefinisi-kan fungsi yang memuat lintasan sampel gerak Brown.

a. Integral Riemann

Integral Riemann tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, karena sudah pernah kita pelajari pada kalkulus dasar. Pada bagian ini akan dijelaskan integral Riemann secara sederhana.

Secara geometri, integral Riemann sering diintepretasikan sebagai jumlahan luas area yang dibentuk untuk mencari luas daerah yang dibatasi oleh suatu kurva. Berikut ini adalah ilustrasi secara geometri integral Riemann:

Gambar 2.3 Ilustrasi geometri integral Riemann.

, ( ) ( ) ( ) - Secara matematis, integral Riemann didefinisikan sebagai berikut.

Misal adalah fungsi bernilai real yang terdefinisi pada interval , - dan misal * + dimana

adalah partisi pada , -, kita katakan terintegral Riemann pada interval , - jika limit berikut ada:

∫ ( )

‖ ‖ ∑ ( )( )

dengan ‖ ‖ ( ) dan , - disebut titik evaluasi (tag).

Jumlahan

∑ ( )( )

Catatan:

1. Untuk menentukan jumlah partisi pada interval , - menjadi subinterval yang sama panjang, gunakan rumus

2. Jika terbatas pada , - atau berarti , - ( ) dan kontinu di sana kecuali pada sejumlah titik yang berhingga, maka terintegral Riemann pada , -. Lebih lanjut, jika kontinu pada seluruh interval , -, maka terintegral Riemann pada , -.

Contoh 2.8

Hitung ∫ ( ) ! Jawab:

Bagi , - dalam buah subinterval yang sama panjang, yaitu ma-sing-masing intervalnya memiliki panjang

( ) Kita peroleh

Jadi, ( ) . / , sehingga untuk se-tiap , - ∑ ( )( ) ∑ ( ) ∑ ( * ∑ ( *

Berdasarkan kelinieran notasi sigma, kita peroleh

∑ ( )( )

Berdasarkan rumus jumlah khusus (lihat lampiran 2), kita peroleh

∑ ( )( )

( *

Karena merupakan suatu partisi yang tetap, maka ‖ ‖ setara dengan . Sehingga dapat disimpulkan bahwa

∫ ( ) ‖ ‖ ∑ ( )( ) [ ( *]

Ada dua teorema penting penting dalam teori integral Riemann.

Teorema 2.5 Teorema Dasar Kalkulus I

Jika kontinu pada interval tertutup , - dan misal adalah

sebuah titik pada ( ), maka

∫ ( ) ( )

Teorema 2.6 Teorema Dasar Kalkulus II

Jika kontinu (dan terintegral Riemann) pada interval , - dan

misal sebarang antiturunan pada pada , -, maka ∫ ( ) ( ) ( )

Bukti teorema dasar kalkulus pertama dan kedua dapat dilihat pada buku “Calculus (9th Edition)” karangan Dale Varberg, dkk tahun 2007 halaman 235 (Teorema A) dan 243 (Teorema A) berturut-urut.

Contoh 2.9

Gunakan teorema dasar kalkulus kedua untuk menghitung integral yang diberikan pada contoh sebelumnya!

Jawab:

Pada ∫ ( ) kita punya , , ( ) dan ( ) . Kita hitung ( ) dan ( ) sebagai berikut:

( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) Dengan teorema dasar kalkulus kedua, kita peroleh

∫ ( )

( ) ( ) ( ) b. Integral Riemann-Stieltjes

Integral Remann-Stieltjes merupakan integral Riemann yang diperumum. Integral ini melibatkan dua fungsi ( ) dan ( ) yang terdefinisi pada interval , -, dinotasikan ∫ ( ) ( ). Jika kita ambil ( ) , maka kita peroleh integral Riemann ∫ ( ) . Definisi integral Riemann-Stieltjes dari ( ) terhadap ( ) serupa dengan integral Riemann.

Misal adalah fungsi kontinu bernilai real yang terdefinisi pada inter-val , - dan adalah fungsi naik monoton yang terdefinisi pada in-terval , -. Misal * + dimana adalah partisi pada , -, kita katakan

dikata-kan terintegral Rieman-Stieltjes pada , - terhadap fungsi jika limit berikut ada

∫ ( ) ( )

‖ ‖ ∑ ( )( ( ) ( ))

dengan ‖ ‖ ( ) dan , - disebut titik evaluasi (tag).

Contoh 2.10

Bagaimana jika kontinu dan naik monoton dengan kontinu, apa-kah ∫ ( ) ( ) ada?

Jawab:

Dengan menggunakan integral parsial, kita misalkan ( ) ( ) dan ( ) ( ) Kita peroleh: ∫ ( ) ( ) ( ) ( ) | ∫ ( ) ( ) Karena kontinu dan kontinu dan naik monoton, maka

∫ ( ) ( ) terintegral Riemann-Stieltjes.

Contoh 2.11

Jika dan keduanya kontinu pada , -, apakah ∫ ( ) ( ) ada?

Jawab:

Belum tentu. Untuk menunjukkan hal ini, kita selidiki kasus , yakni apakah ∫ ( ) ( ) ada?

Misalkan * + adalah partisi pada , -. Didefinisikan

∑ ( )

, ( ) ( )- (2.5)

yaitu jumlah Riemann-Stieltjes dengan titik evaluasi (batas kiri). Lihat ilustrasi berikut.

Gambar 2.4 Ilustrasi Jumlahan Riemann-Stieltjes . Selanjutnya kita definisikan

∑ ( )

, ( ) ( )- (2.6)

yaitu jumlah Riemann-Stieltjes dengan titik evaluasi (batas kanan). Lihat ilustrasi berikut.

Gambar 2.5 Ilustrasi Jumlahan Riemann-Stieltjes . Misal , cek apakah ‖ ‖ ‖ ‖ ? Dari (2.5) dan (2.6) kita peroleh

∑ ( ) , ( ) ( )- ∑ ( ) , ( ) ( )- ∑* ( ), ( ) ( )- ( ), ( ) ( )-+ ∑, ( ) ( , ( ) ( )- ∑, ( ) ( (2.7) dan ∑ ( ) , ( ) ( )- ∑ ( ) , ( ) ( )- ∑* ( ), ( ) ( )- ( ), ( ) ( )-+ ∑, ( ) ( , ( ) ( )-

∑ ( ) ( )

( ) ( ) (2.8)

Dari persamaan (2.7) dan (2.8), kita memperoleh

( ) ( ) ∑, ( ) ( [ ( ) ( ) ∑, ( ) ( ] (2.9) dan ( ) ( ) ∑, ( ) ( [ ( ) ( ) ∑, ( ) ( ] (2.10)

Perhatikan persamaan (2.7). Nilai

‖ ‖ ∑, ( ) (

disebut variasi kuadratik fungsi pada , -. Jadi jelas bahwa

‖ ‖

‖ ‖

jika variasi kuadratik fungsi pada , - tidak sama dengan nol. Dengan kata lain, integral Riemann-Stieltjes berlaku jika variasi kuadratik fungsi pada , - sama dengan nol.

Bagaimana jika yaitu gerak Brown ( ), apakah inte-gral Riemann-Stieltjes memungkinkan untuk mencari ∫ ( ) ? Berikut adalah sifat-sifat dasar dari gerak Brown.

1. Kontinu dimana-mana tetapi tidak terdiferensial dimana-mana. 2. Untuk sebarang , berdistribusi normal dengan rata-rata

dan variansi . Untuk sebarang , ( ) * +. Bukti:

Asumsikan , karena berdistribusi normal dan memiliki kenaikan yang saling bebas, maka

( ) ( )

( ( ) ) Sifat distributif

( ( )) Kelinieran nilai harapan ( ) Definisi gerak Brown

Definisi gerak Brown

yang berarti sama dengan * +.

3. Untuk yang tetap, proses stokastik ̃ juga merupakan gerak Brown.

4. Untuk sebarang bilangan real , proses stokastik ̃ ( ) √ juga merupakan gerak Brown.

5. Variasi kuadratik pada setiap interval , - adalah . Untuk melihat hal ini, perhatikan teorema berikut:

Teorema 2.7

Misal * + adalah partisi dari interval kompak , -. Maka:

∑( )

(2.11)

pada ( ) dengan ‖ ( ) . Dengan ( ) * ( ) + Bukti:

Ingat bahwa ∑ ( ) dan misalkan

∑ 0( ) ( )1 (2.12) dengan ( ) ( ). Maka: ∑ (2.13)

untuk , dan ( ) karena mempunyai kenaikan yang saling bebas dan ( ) . Di sisi lain, ( ) ( ) (lihat lampiran 3) dan untuk pada persamaan (2.13), diperoleh

( ) 2( ) ( )( ) ( ) 3 ( ) ( ) ( )

Sehingga, dari persamaan (2.13) kita memperoleh ∑ ( ) ‖ ‖ ∑( ) ( )‖ ‖

saat ‖ ‖ . Hal ini menunjukkan bahwa konvergen ke 0 di ( ). Dan dari persamaan (2.12), mengakibatkan persamaan (2.11) terpenuhi. ■

Pada gerak Brown, kita mempunyai

( ) dan ∑ ( )

dengan titik evaluasi untuk yaitu pada dan pada . Kita mempunyai ∑ ( ) ( ) ∑( ) dan ∑ ( ) ( )

∑( ) Kita memperoleh [ ∑( ) ] dan [ ∑( ) ]

Menggunakan teorema 2.7, kita peroleh

[ ( ) ] dan

[ ( ) ]

Sehingga kita dapatkan variasi kuadratik dari gerak Brown yaitu

( ) [ ( )] [ ( ) ]

Jadi integral Riemann-Stieltjes tidak bisa dipakai untuk mendefinsi-kan integral fungsi terhadap gerak Brown ∫ ( ) . Oleh karena itu muncullah teori integral stokastik yang pertama kali diperkenalkan oleh matematikawan Jepang Kiyoshi Itô pada tahun 1946. Tujuannya ialah jika diberikan sebarang proses stokastik ( ) dengan

sifat-sifat tertentu dan diberikan gerak Brown ( ), kita ingin mendefinisikan integral stokastik

∫ ( ) ( )

dengan , - . Integral tersebut selanjutnya dikenal de-ngan nama integral Itô.

c. Integral Itô

Persamaan diferensial yang memuat derau:

( ) ( )

dengan ( ) ( ) merupakan suatu fungsi dan diinte-pretasikan sebagai turunan dari gerak Brown yaitu . Persamaan tersebut dapat kita tulis

( ) ( )

atau jika ditulis dalam bentuk diferensial kita peroleh persamaan dife-rensial stokastik:

( ) ( )

Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk persamaan integral sebagai berikut:

∫ ∫ ( ) ∫ ( )

∫ ( ) ∫ ( )

Disini

∫ ( )

merupakan bentuk integral Riemann, sedangkan ∫ ( )

merupakan bentuk integral Itô yang didefinisikan sebagai integral se-buah fungsi dari proses stokastik terhadap gerak Brown. Selanjutnya, akan dikonstruksikan integral Itô.

Definisi 2.32

Misal ( ) merupakan aljabar- yang dibangkitkan oleh variabel acak . Untuk , didefinisikan kelas dari fungsi ( ) , ) yang memenuhi

i. teradaptasi- ( ). ii. 0∫ ( ) 1 .

Misal menotasikan semua himpunan dari fungsi tangga di , yaitu fungsi yang berbentuk

( ) ( )

dengan , untuk partisi . Didefinisikan integral Itô untuk fungsi tangga sebagai berikut

, - ∫ ( ) ∑ ( )

Lemma 2.1 Sifat-Sifat Integral Itô

Untuk sebarang dan , integral Itô memenuhi

i. , - bersifat terukur- ( ), ii. ( , -) iii. ,( , -) - ∫ , ( ) - , iv. , - , - , -. Lemma 2.2 Ruang padat di . Artinya yaitu

untuk setiap terdapat barisan * + di dalam sehingga ( ).

Bukti Lemma 2.1 dan 2.2 dapat dilihat di Lecture Notes “Stochastic Diffe-rential Equations” karangan Thomas Önskog tahun 2009 pada halaman 21 (Lemma 3.4) dan 22 (Lemma 3.5) berturut-urut.

Definisi 2.33

Itô integral dari didefinisikan oleh

∫ ( )

∫ ( )

dengan limitnya berada di ( ) dan * + adalah barisan dari fung-si di sedemikian sehingga

∫ , ( ) ( ) - jika .

Contoh 2.12

Hitung integral ∫ . Jawab:

Misal adalah partisi dari interval , -. Pilih ( ) ∑ ( ) dengan . Maka

6∫ ( ) 7 *∑ ∫ ( ) + ∑ ∫ [. / ] ∑ ∫ ( ) ∑ [ | ∑ [( * ( *] ∑ ( * ∑ ( ) ∑ ( ) jika .

Sehingga kita tahu bahwa ∫ ∫ ( ) ∑ . / ∑ dengan . Sekarang perhatikan ( ) ( ) ( ) Dari persamaan di atas, kita memperoleh

∑ ∑ 0( ) 1

∑( ) ∑( ) ∑

Menurut teorema 2.7 ∑ ( ) , sehingga ∑

Sehingga kita peroleh

Teorema 2.8 Rumus Itô

Misal adalah proses Itô yang diberikan oleh:

dan ( ) (, ) ) yaitu fungsi yang terdiferensial kontinu dua kali

pada , ) . Maka,

( )

juga merupakan proses Itô, dan berlaku

( )

( )

( ) ( )

dengan ( ) ( ) ( ) dihitung berdasarkan aturan:

Bukti teorema Rumus Itô dapat dilihat pada buku “Stochastic Differential Equations. An Introduction with Applications” karangan Bernt Øksendal tahun 2003 halaman 44 (Teorema 4.1.2).

Bentuk Integral dari Rumus Itô

Dengan mengintegralkan rumus Itô terhadap variabel waktu dari sampai kita memperoleh ( ) ( ) ∫ ( ) ∫ 6 ( ) ( )7 Contoh 2.13 Hitung: a. ∫

b. ∫ Jawab:

a. Pilih ( ) , maka ( ) dan dari rumus Itô kita memperoleh

( ) ( ) ∫ ( ) ∫ 6 ( ) ( )7 ∫ ∫ ( * ∫ ∫ Sehingga diperoleh ∫ ∫ ∫ ∫

b. Pilih ( ) , maka ( ) dan dari rumus Itô diperoleh ( ) ( ) ∫ ( ) ∫ 6 ( ) ( )7 ∫ ∫ ( * ∫ ∫

Sehingga kita memperoleh

Teorema 2.9 Teorema Fundamental Kalkulus Itô

Misal ( ) adalah antiderivatif atau integral tak tentu dalam variabel dari fungsi kontinu ( ) dengan dan kontinu, maka berlaku:

∫ ( ) ( ) | ∫ [

( )

( )] Khususnya, jika tidak bergantung waktu, yakni ( ) ( ), maka

∫ ( ) ( ) | ∫ ( )

Teorema di atas merupakan bentuk lain dari Rumus Itô jika mempunyai antiturunan .

Contoh 2.14

Hitung ∫ ! Jawab:

Jika ( ) maka ( ) dan

( ) ∫ ( ) ∫ Dengan menggunakan metode integral parsial, kita misalkan

dan maka ( ) ∫

untuk .

Jadi menurut Teorema Fundamental Kalkulus Itô kita memperoleh ∫ ( ) ( ) | ∫ ( )

∫ ( ) | ∫ ( )

( ) ( ) ∫ ( )

∫ ∫

Berdasarkan contoh 2.12 (b), kita memperoleh

∫ 4 ∫ 5 ∫ ∫ Sehingga diperoleh ∫ ∫ ( * ∫

3. Persamaan Diferensial Stokastik

Persamaan diferensial stokastik ialah persamaan diferensial yang berbentuk:

( ) ( ) (2.14) dengan ( ) adalah variabel acak yang merupakan penyelesaian dari persamaan tersebut, adalah gerak Brown, ( ) adalah koefisien bagian deterministik dan ( ) adalah koefisien bagian stokastik.

Dalam dokumen MODEL VERHULST DETERMINISTIK DAN STOKASTIK (Halaman 26-143)

Dokumen terkait