• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uaraian-uraian yang telah dikemukakan oleh penulis, dimulai dari bab I sampai dengan bab IV, banyak hal yang telah ditemukan oleh penulis baik masalah teoritis ataupun masalah teknis yang berkaitan dengan judul yang telah diteliti oleh penulis maupun kesimpulan dari hasil pengolahan data dan wawancara terhadap masyarakat, ketua adat, dan kepala Kelurahan Parapat di Kelurahan Parapat maka diperoleh kesimpulan yaitu :

Pertama, Pada masyarakat Kelurahan Parapat terdapat beberapa bentuk partisipasi masyarakat sebagai berikut : (1)Partisipasi yang terorganisasi, yaitu partisipasi yang terjadi bila suatu struktur organisasi dan seperangkat tata kerja dikembangkan atau dalam proses persiapan. Pada masyarakat kelurahan Parapat bentuk partisipasi ini seperti bentuk partisipasi dalam penyedian akomodasi perhotelan, Transportasi, penjual souvenir, penyedia makan dan minum (restoran), jasa guiding dan lain-lain. (2)Partisipasi tidak terorganisasikan, yaitu partisipasi yang terjadi karena peristiwa temporer seperti bencana alam dan kebakaran.

Nelson menyebut dua macam partisipasi yaitu partisipasi horizontal dan partisipasi vertikal. Partisipasi horizontal adalah partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan, sedangkan partisipasi vertikal adalah partisipasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atasan, antar klien dengan patron, atau antara masyarakat sebagai keseluruhan dengan pemerintah. Pada masyarakat kelurahan Parapat partisipasi ini adalah bentuk kerja sama yang dilakukan masyarakat Parapat dengan pemerintah seperti partisipasi masyarakat dalam pelaksaan Pesta Rakyat Danau Toba. Keterlibatan

kelompok atau masyarakat sebagai suatu kesatuan dapat disebut partisipasi kolektif, sedangkan keterlibatan individual dalam kegiatan kelompok dapat disebut partisipasi individual. Tingkat partisipasi masyarakat kelurahan Parapat di bidang pariwisata tergolong rendah dikarenakan tidak adanya topangan dari pemerintah dan juga berkurangnya jumlah wisatawan yang berkunjung menyebabkan masyarakat mengalami penurunan pendapatan dari bidang pariwisata sehingga menyebabkan beberapa masyarakat lebih memilih beralih profesi menjadi petani.

Kedua,Kondisi-kondisi yang mendorong dan menggerakkan partisipasi adalah sebagai berikut; orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting. Cara seperti ini dapat efektif jika masyarakat sendiri telah mampu menentukan isu atau aksi, dan telah menominasi kepentingannya bukan berdasarkan pada kepentingan orang luar yang memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan. Kunci keberhasilan tertumpu pada pengorganisasian masyarakat adalah bagaimana pemilihan isu untuk diurus dalam pengembangan masyarakat.Terdapat lima cara untuk mewujudkan partisipasi. Kelima cara tersebut adalah (1) survai dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan, (2) memanfaatkan petugas lapangan, agar sambil melaksanaka tugasnya sebagai agen pembaharu juga menyerap berbagai informasi yan dibutuhkan dalam perencanaan, (3) perencanaan yan bersifat desentralisasi agar lebih mudah memberikan peluang yang semakin besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi, (4) perencanaan melalui pemerintah lokal dan (5) menggunakan strategi pengembangan komunitas (community development).

Ketiga, Dalam uraian sebelumnya telah dinyatakan bahwa partisipasi masyarakat boleh dikatakan merupakan unsur yang mutlak dalam pelaksanaan strategi pengelolaan sumber daya berbasis komunitas. Melalui pendekatan tersebut, banyak terdengan permasalahan bahwa pemerintah atau penguasa seringkali terlalu memaksakan program yang sudah dirancang secara terpusat tanpa melakukan konsultasi dengan masyarakat yang akan menjadi sasaran program. Dipihak lain juga ditemukan kenyataan bahwa walaupun sudah dibuka kesempatan kepada masyarakat dan diberi sarana serta media untuk melakukan partisipasi terutama dalam perencanaan, masyarakat tidak menggunakan kesempatan dan peluang tersebut dan tidak menutup kemungkinan persoalannya terletak pada rendahnya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi.

Sebagaimana diketahui untuk keperluan pelaksanaan pembangunan tidak jarang pemerintah menciptakan lembaga baru. Namun, dalam kenyataannya jarang dari lembaga ini yang berhasil mengakar dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi tidak dapat berfungsi sebagaimana diharapkan. Disamping itu suasana dan iklim dalam forum yang diciptakan mungkin juga kurang mendukung. Suasana yang terlalu formal seringkali juga membuat komunikasi menjadi macet oleh karena masyarakat terbiasa mengemukakan aspirasi dan pendapat dalam situas ang informal.

Faktor struktural dan kultural masyarakat yang bersangkutan seringkali juga dipertimbangkan dalam mendorong munculnya partisipasi warga masyarakat terutama dalam proses pengambilan keputusan. Tidak jarang aspirasi ide pendapat dan usulan dari warga masyarakat tidak muncul

dalam forum yang juga dihadiri oleh pimpinan dan elit lokal. Bukannya mereka tidak mempunyai ide dan aspirasi, tetapi suasana struktural cenderung mendorong mereka mengikuti dan menyetujui apa yang sudah disampaiakan oleh elit dan pimpinannya.

Dorongan untuk berpartisipasi bagi warga masyarakat sering dipengaruhi oleh masa lalu. Apabila warga masyarakat memilik kesan bahwa apa yang mereka sampaikan dalam berbagai forum untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan ternyata kemudian tidak menetas menjadi program yang akan dilaksanakan, maka kenyataan itu akan membuat warga masyarakat menjadi segan untuk berpatisipasi dalam hal yang sama untuk periode berikutnya. Pada tingkat lokal tidak jarang ide, aspirasi dan usulan dari warga masyarakat terganjal oleh kepentinan elit lokal yang mempunyai akses dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, pengambilan keputusan pada tingkat lokal harus melibatkan semua kalangan yang ada dan tidak didominasi oleh elit lokal.

Keempat, masyarakat kelurahan Parapat yang masih tetap berpartisipasi dalam pengelolaan wisata seperti penjual souvenir, agent travel, bidang penginapan/perhotelan, guide tidak mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah setempat. Masyarakat ini tidak pernah mendapat sosialisasi dari pemerintah, bahkan pemerintah tidak pernah mengontrol atau memeriksa apa yang menjadi kendala bagi masyarakat yang berpartisipasi akibatnya masyarakat menjadi cuek.

Kelima, Pemerintah Daerah setempat tidak melakukan pembangunan. Infrastruktur seperti jalan di sekitar Parapat rusak dan berlubang. Pemerintah

hanya memusatkan pembangunan di Raya dan cenderung mengabaikan Parapat sebagai daerah wisata.

Keenam, hadirnya PT.Aquafarm dan keramba-keramba menyebabkan kerusakan alam Danau Toba. Air Danau Toba menjadi kotor dan tidak layak konsumsi lagi. Hal ini menyebabkan menurunnya jumlah wisatawan yang datang berkunjung. PT. Aquafarm yang dianggap oleh pemerintah setempat akan membantu masyakat dan juga sumber APBD justru merusak keindahan alam Danau Toba.

Ketujuh,Tidak adanya pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk memperbaiki Pariwisata Danau Toba membuat masyarakat enggan dan malas dalam mengelola alam ataupun memperindah alam yang sudah indah. Belum efektifnya pengelolaan objek wisata Danau Toba di Parapat disebabkan karena anggapan masyarakat Parapat bahwa pemerintahlah yang mempunyai peran penting dalam melaksanakan pembangunan pariwisata. Padahal partisipasi masyarakatjuga tidak kalah penting dalam pelaksanaan pembangunan pariwisata. Pemerintah dan masyarakat harus saling bantu membantu dalam meningkatkan pariwisata di Parapat.

Dokumen terkait