• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Daftar Pustaka

F. Petunjuk Belajar

Untuk mempermudah penggunaan modul dan memberikan hasil yang optimal dalam proses pembelajaran, maka ada beberapa petunjuk yang harus dilakukan, yaitu:

1. Bacalah tahap demi tahap dari bab/sub bab yang telah disusun secara kronologis sesuai dengan urutan pemahaman.

2. Selesaikan belajar dalam bab pertama dahulu, setelah paham dan selesai melakukan semua petunjuk dari bab tersebut diselesaikan secara menyeluruh baru dapat beranjak ke bab berikutnya.

Sehingga peserta diklat dapat mengukur keberhasilan masing- masing secara bertahap.

3. Pahami setiap penjelasan dan tugas yang ada dalam modul, apabila belum mengerti maka dapat dikonsultasikan kepada widyaiswara/Fasilitator.

S

Setelah mempelajari Materi pada bab ini diharapkan Peserta diklat mampu memahami pengertian membangun sistem perlindungan Anak yang Berhadapan Dengan Hukum (ABH).

BAB II

PENGERTIAN MEMBANGUN SISTEM PERLINDUNGAN ABH

A. Pengertian membangun sistem

istem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.

Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Negara merupakan suatu kumpulan dari beberapa elemen kesatuan lain seperti provinsi yang saling berhubungan sehingga membentuk suatu negara di mana yang berperan sebagai penggeraknya yaitu rakyat yang berada dinegara tersebut.

Kata "sistem" banyak sekali digunakan dalam percakapan sehari- hari, dalam forum diskusi maupun dokumen ilmiah. Kata ini digunakan untuk banyak hal, dan pada banyak bidang pula, sehingga maknanya menjadi beragam. Dalam pengertian yang paling umum, sebuah sistem adalah sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka.

Elemen dalam Sistem

Pada prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat elemen:

 Objek, yang dapat berupa bagian, elemen, ataupun variabel. Ia dapat benda fisik, abstrak, ataupun keduanya sekaligus;

tergantung kepada sifat sistem tersebut.

 Atribut, yang menentukan kualitas atau sifat kepemilikan sistem dan objeknya.

 Hubungan internal, di antara objek-objek di dalamnya.

 Lingkungan, tempat di mana sistem berada.

Elemen sistem

Ada beberapa elemen yang membentuk sebuah sistem, yaitu : tujuan, masukan, proses, keluaran, batas, mekanisme pengendalian dan umpan balik serta lingkungan. Berikut penjelasan mengenai elemen- elemen yang membentuk sebuah sistem :

a. Tujuan

Setiap sistem memiliki tujuan (Goal), entah hanya satu atau mungkin banyak. Tujuan inilah yang menjadi pemotivasi yang mengarahkan sistem. Tanpa tujuan, sistem menjadi tak terarah dan tak terkendali. Tentu saja, tujuan antara satu sistem dengan sistem yang lain berbeda.

b. Masukan

Masukan (input) sistem adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam sistem dan selanjutnya menjadi bahan yang diproses.

Masukan dapat berupa hal-hal yang berwujud (tampak secara fisik) maupun yang tidak tampak.

c. Proses

Proses merupakan bagian yang melakukan perubahan atau transformasi dari masukan menjadi keluaran yang berguna dan lebih bernilai, misalnya berupa informasi dan produk, tetapi juga bisa berupa hal-hal yang tidak berguna.

d. Keluaran

Keluaran (output) merupakan hasil dari pemrosesan. Pada sistem informasi, keluaran bisa berupa suatu informasi, saran, cetakan laporan, dan sebagainya.

e. Batas

Yang disebut batas (boundary) sistem adalah pemisah antara sistem dan daerah di luar sistem (lingkungan). Batas sistem menentukan konfigurasi, ruang lingkup, atau kemampuan sistem.

f. Mekanisme Pengendalian dan Umpan Balik

Mekanisme pengendalian (control mechanism) diwujudkan dengan menggunakan umpan balik (feedback), yang mencuplik keluaran.

Umpan balik ini digunakan untuk mengendalikan baik masukan maupun proses. Tujuannya adalah untuk mengatur agar sistem berjalan sesuai dengan tujuan.

g. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di luar sistem.

Lingkungan bisa berpengaruh terhadap operasi sistem dalam arti bisa merugikan atau menguntungkan sistem itu sendiri.

Lingkungan yang merugikan tentu saja harus ditahan dan dikendalikan supaya tidak mengganggu kelangsungan operasi sistem, sedangkan yang menguntungkan tetap harus terus dijaga, karena akan memacu terhadap kelangsungan hidup sistem.

Sistem merupakan elemen-elemen yang berdiri sendiri atau independen, namun saling berkaitan dan menciptakan satu kesatuan

yang utuh. Karakteristik suatu sistem ditandai dengan adanya tujuan bersama, memiliki daya prediksi, keseimbangan antar elemen.

Setiap elemen sistem akan berfungsi dengan baik jika memiliki tiga komponen yaitu norma, struktur, dan proses.

Pembangunan perlindungan ABH Berbasis sistem yang terintegrasi bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi sistem perlindungan ABH untuk menjamin pencegahan dan penanganan anak dari kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran.

B. Elemen dalam Sistem perlindungan Anak

1. Sistem hukum dan Kebijakan.

2. Sistem Peradilan.

3. Sistem Kesejahteraan Sosial bagi Anak dan Keluarga 4. Sistem Perubahan Perilaku Sosial.

5. Sistem Data dan Informasi Perlindungan Anak 1. Sistem Hukum dan Kebijakan

Sistem hukum dan kebijakan merupakan salahsatu elemen dalam sistem perlindungan ABH. Sistem hukum dan kebijakan memiliki peran penting dalam pencegahan kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran dengan menyelesaikan akar penyebab dari berbagai pelanggaran tersebut. Bagian terpenting dalam sistem ini, yaitu kerangka hukum dan kebijakan, yang memberikan kerangka hukum untuk pelaksanaan perlindungan anak.

Sistem hukum dan kebijakan dapat diartikan sebagai berikut :

a. Sebuah entitas yang terus berkembang yang mengembangkan dan menegakkan aturan-aturan dengan tujuan untuk mengatur perilaku.

b. Sistem hukum dan kebijakan tidak boleh dilihat secara sempit hanya sebagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan atau

“hal-hal yang tertulis”.

Melihat sistem hukum dan kebijakan secara sempit hanya terbatas pada peraturan perundang-undangan dan kebijakan akan menyebabkan kegagalan untuk mempertimbangkan sistem yang lebih luas karena peraturan perundang-undangan dan kebijakan dibuat dan di tegakkan untuk, diantaranya melindungi anak dari bahaya atau berbagai persoalan perlindungan anak.

Pada praktiknya hukum (peraturan perundang-undangan) dan kebijakan mengatur dan dilaksanakan melalui sistem peradilan, sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga, dan sistem-sistem lainnya di suatu Negara. Ini berarti bahwa kerja dan operasi sistem hukum itu

harus dipertimbangkan dalam kaitannya dengan sistem-sistem pencegahan dan penanganan.

Sistem Hukum di suatu Negara dipengaruhi oleh tradisi hukum.

Bila sistem hukum terdiri atas sejumlah aturan tertulis (kerangka hukum dan kebijakan), struktur yang mengatur perilaku dan proses tempat hukum dibentuk, di interpretasikan, dan di tegakkan; tradisi hukum mengacu pada perspektif budaya tempat sistem hukum dibangun. Secara singkat, tradisi hukum memberikan filosofi atas bagaimana sebuah sistem hukum harus dikelola dan bagaimana hukum diciptakan dan dilaksanakan.

Sistem hukum dan kebijakan membentuk, mengatur, memberikan mandat dan sumber daya untuk elemen sistem perlindungan ABH lainnya, yaitu Sistem Kesejahteraan Sosial bagi Anak dan Keluarga, Sistem Peradilan, Sistem Data dan Informasi Perlindungan Anak, serta Sistem Perubahan Perilaku Sosial. Khusus untuk sistem perubahan perilaku sosial, sistem hukum dan kebijakan memiliki efek langsung melalui penegakkan hukum dan sanksi. Sedangkan sistem data dan informasi perlindungan anak memberikan gambaran tentang perkembangan dan efektivitas pelaksanaan sistem hukum dan kebijakan tersebut.

Sistem hukum dan tradisi hukum saling berhubungan.

Permasalahan mengenai konteks dari suatu Negara merupakan hal penting karena konteks hukum, selain sosial ekonomi dan politik, memengaruhi pelaksanaan berbagai kesepakatan internasional, seperti Konvensi Hak Anak, dan memengaruhi pengembangan sistem untuk perlindungan anak. Di sisi lain, konteks-konteks tersebut juga memengaruhi bagaimana pelaksanaan hukum maupun reformasi institusi. Sebagai contoh, sentralisasi atau disentralisasi yang diatur oleh undang-undang dapat memperkuat ataupun melemahkan penguatan layanan keluarga dan anak di daerah. Contoh lain adalah apakah ketetapan dan pelaksanaan hukum adat memiliki kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan hukum formal, seperti undang-undang.

Indonesia merupakan Negara Yang memiliki tradisi hukum campuran/pluralis, sebagian aturan yang berasal dari hukum agama islam (Syari’ah) menjadi bagian hukum formal, seperti yang tercantum dalam kompilasi hukum Islam. Khususnya di aceh, pengadilan negeri (pengadilan publik) memiliki yurisdiksi tertentu mencakup sejumlah pelanggaran yang diatur oleh hukum agama, seperti zina dan bermabuk- mabukan. Di banyak wilayah, hukum adat masih dipakai dalam pengambilan keputusan atas sengketa antar anggota masyarakat maupun pelanggaran norma umum di suku atau wilayah tersebut., antara lain pengangkatan anak, kekerasan terhadap anak, dan kekerasan seksual terhadap perempuan, sebenarnya di atur dalam peraturan perundang-undangan.

Pemenuhan

Membangun sistem hukum dan kebijakan dapat dilakukan dengan mendukung lembaga eksekutif dan legislatif untuk membuat undang- undang dan kebijakan yang sesuai dengan kebijakan internasional untuk memberikan perlindungan yang komprehensif dalam mencegah dan menangani kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak termasuk sistem hukum dan kebijakan, struktur pengembangan dan penegakkan hukum dan kebijakan, serta proses pelaksanaan hukum/peraturan perundang-undangan terkait perlindungan anak.

Dukungan Parenting Pengasuhan Anak pengasuhan Anak, Konseling, dll Peradilan anak, Pelayanan dasar lain, yaitu Perawatan, Adopsi, saksi Kesehatan dan Pendidikan Anak dan Korban Anak

PemPeenruuhbaanhaHnakPAernialakku Sosial

Gambar .1

Diadaptasi dari CP SBA Training yang dikembangkan oleh UNICEF EAPRO – Child Frontiers – The Children’s Legal Centre

2. Sistem Peradilan Anak

Sistem peradilan anak merupakan salah satu elemen dalam sistem perlindungan anak, yang menetapkan kerangka hukum dan menegakkan hukum dalam masyarakat. Sistem peradilan anak memberikan pandangan independen terhadap setiap masalah yang berkaitan dengan anak, terutama ketika keputusan formal perlu diambil demi kepentingan terbaik anak dalam perkara pidana, perdata, dan administrasi dalam peradilan formal maupun informal. Misalnya dalam ajudikasi (proses persidangan) perkara perdata seperti kasus adopsi, penetapan kuasa asuh, hak milik dan warisan, atau masalah-masalah lain yang langsung membawa dampak pada kehidupan anak.

Dalam perkara pidana, sistem peradilan anak harus menjamin bahwa kebutuhan dan hak ABH sebagai pelaku, korban, maupun saksi tindak pidana, dipenuhi dan semua keputusan diambil demi kepentingan terbaik anak. Hal ini berlaku untuk anak sebagai pelaku

tindak pidana ketika anak dituduh, didakwa, dituntut, atau dihukum atas pelanggaran hukum.

Dalam hal anak menjadi korban tindak pidana, sistem peradilan anak juga harus memastikan bahwa kebutuhan dan hak anak dipenuhi, dan semua keputusan diambil demi kepentingan terbaik anak. Hal ini termasuk hak atas kompensasi dan restitusi untuk setiap penderitaan yang dialami, reintegrasi, dan akses kepelayanan lainnya.

Seperti halnya anak sebagai pelaku dan korban, sistem peradilan anak juga harus melindungi anak sebagai saksi tindak pidana dengan memenuhi kebutuhan dan haknya.

Dalam pelaksanaan sistem peradilan anak seharusnya berinteraksi dengan sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga untuk menentukan situasi dan kebutuhan demi kepentingan terbaik anak. Misalnya, dalam penerapan pengasuhan anak, reintegrasi ABH, dan layanan sosial lainnya sehingga akar masalah yang mendorong munculnya ABH dapat diatasi dan dicegah.

Intervensi sistem peradilan anak merupakan hal penting dalam segala keputusan resmi yang menyangkut kepentingan terbaik anak.

Sistem peradilan meliputi peradilan:

1. Pidana 2. Perdata 3. Administrasi 4. Informal

Sistem peradilan berperan untuk menjamin bahwa setiap keputusan diambil demi kepentingan terbaik anak dan kebutuhannya dipenuhi. Sistem peradilan tidak bisa menyelesaikan akar masalah yang memengaruhi anak sendiri, perlu intervensi dari sistem kesejahteraan sosial. Kerja sama antar sistem peradilan dan sistem kesejahteraan sosial adalah upaya penting untuk melindungi anak.

Ada standar internasional yang lengkap mengenai penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. Dasar pendekatan PBB meliputi prinsip-prinsip berikut ini:

1. Kewajiban Negara untuk membangun sistem peradilan bagi anak khusus dan tersendiri.

2. Kepentingan terbaik anak merupakan pertimbangan utama dalam semua keputusan, di semua tahap.

3. Perlakuan adil, manusiawi, setara dan yang bersifat non diskriminatif.

4. Partisipasi aktif anak dalam proses.

5. Melindungi dari pelecehan, eksploitasi, penelantaran, dan kekerasan selama prosesnya.

6. Mencegah konflik dengan hukum harus diutamakan (bantuan terhadap keluarga, dukungan masyarakat).

7. Penahanan dan pemenjaraan sebagai upaya terakhir dan untuk jangka waktu yang paling singkat.

8. Alternatif terhadap penahanan dan pemenjaraan terhadap anak harus diutamakan : diversi dan restorative justice.

9. Semua keputusan diambil terhadap anak harus proporsional dengan kondisi dan situasi anak, harus juga melihat akar masalah.

10. Kerangka hukum Indonesia telah mengakomodasi kebanyakan prinsip tersebut, khususnya dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam memetakan sistem peradilan dilakukan dengan langkah:

1. Identifikasi norma, struktur dan proses.

2. Analisis kesenjangan.

3. Identifikasi intervensi prioritas.

Komponen norma berkaitan dengan kerangka hukum dan kebijakan Negara mengenai penanganan anak dalam sistem peradilan dan sejauhmana hukum nasional sesuai KHA dan standar Internasional;

Komponen struktur berkaitan dengan kapasitas instansi dalam sistem peradilan termasuk kapasitas sumber daya manusia (jumlah, keterampilan, pelatihan), sarana dan prasarana, anggaran, dll.

Komponen prosedur berkaitan dengan prosedur internal aparat penegak hukum dan instansi terkait lain dalam penanganan kasus anak yang berhadapan dengan hukum dan sejauh mana prosedur tersebut mencukupi untuk melaksanakan hukum internasional serta sejauh mana kesesuaian dengan hukum nasional dan internasional.

3. Sistem Kesejahteraan Sosial bagi Anak dan Keluarga

(1) Komponen dan karakteristik Sistem Kesejahteraan Sosial bagi Anak dan Keluarga.

Sistem kesejahteraaan sosial bagi anak dan keluarga merupakan salah satu elemen dari Sistem Perlindungan Anak, yang secara khusus berperan dalam mencegah resiko dan merespon kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak, termasuk mencegah terulangnya kembali pelanggaran tersebut. Untuk itu, sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga yang efektif harus

komprehensif, ditandai dengan adanya ketersediaan layanan yang bersifat pro-aktif dan reaktif. Layanan pro-aktif merupakan layanan yang mampu mendeteksi kerentanan anak dan keluarga dan mencegah terjadinya kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak. Sedangkan layanan reaktif adalah layanan yang mampu merespon ketika terjadi kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran terhadap anak.

Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam perlindungan anak. Hal ini sejalan dengan fokus Sistem Kesejahteraan Sosial bagi Anak dan Keluarga yang menekankan peran penting keluarga dalam memberikan pengasuhan dan perlindungan bagi anak.

Sistem Kesejahteraan bagi Anak dan Keluarga bertujuan untuk memberikan layanan sosial yang mendukung peningkatan kemampuan keluarga untuk melindungi anak-anaknya dari berbagai kerentanan.

Dengan demikian, sistem ini harus memiliki karakteristik komprehensif yang berarti memberikan layanan baik pencegahan (primer), penanganan resiko (sekunder), maupun penanganan korban (tersier). Yang dimaksud layanan pencegahan atau primer adalah layanan yang ditujukan kepada masyarakat untuk memperkuat kemampuannya dalam mengasuh dan melindungi anak dari kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran. Layanan sekunder atau layanan Intervensi adalah layanan yang ditujukan kepada anak dan keluarga yang telah teridentifikasi rentan atau beresiko mendapat kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran dikarenakan berbagai faktor termasuk akses pada layanan. Sedangkan layanan tersier adalah layanan bagi anak yang telah mengalami kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran.

Hal ini bermaksud untuk memberikan layanan penyembuhan, rehabilitasi dan reintegrasi.

Efektivitas pelaksanaan sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga dapat dinilai berdasarkan komponen sistem yaitu norma, struktur dan proses yang selanjutnya menjadi acuan untuk menyusun intervensi prioritas dalam memperkuat sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga secara khusus dan perlindungan anak secara umum.

a. Sistem Kesejahteraan Sosial bagi Anak dan Keluarga mempunyai 3 (tiga) komponen.

 Norma: kebijakan dan peraturan yang menggaris bawahi layanan yang harus dilakukan oleh penyedia layanan yang dimandatkan;

 Struktur: lembaga yang dimandatkan untuk melakukan layanan- layanan yang komprehensif, termasuk kapasitas penyedia layanan dan fasilitas pendukung;

 Proses: standar dan mekanisme dalam melaksanakan layanan- layanan yang komprehensif;

b. Sistem Kesejahteraan Sosial bagi Anak dan Keluarga memiliki karakteristik yang komprehensif, pro-aktif, dan responsif yang tercermin dalam ketersediaan dan aksesibilitas rangkaian layanan.

 Layanan primer ditujukan kepada seluruh masyarakat, misalnya pendidikan tentang hak anak dan perlindungan anak, pentingnya pencatatan kelahiran anak, dampak buruk kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah dan penelantaran.

 Layanan sekunder ditujukan kepada anak dan keluarga yang rentan atau beresiko, seperti pendidikan pengasuhan (parenting education), layanan konseling, kunjungan keluarga (home visit), penjangkauan, tempat pengasuhan anak sementara, dan memberikan dukungan financial.

 Layanan tersier ditujukan kepada anak yang telah mengalami kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran, misalnya layanan pengobatan, rehabilitasi psikososial, penempatan anak dalam pengasuhan di luar keluarga ketika rumahnya dinilai tak lagi aman bagi anak.

c. dalam memberikan layanan yang komprehensif tersebut di atas, sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga harus berinteraksi dengan pelayanan lain, seperti pendidikan, kesehatan dan jaring pengaman sosial.

d. Sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga memiliki prinsip:

 Mempromosikan kesejahteraan sosial anak dan keluarga;

 Mengutamakan pengasuhan berbasis keluarga. Apabila ada situasi yang mengancam anak di lingkungan keluarga maka kepentingan terbaik bagi anak harus di utamakan;

 Memahami dan menganalisis kondisi sosial keluarga yang mengakibatkan anak beresiko dan mengalami kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran;

 Dalam memberikan pelayanan yang komprehensif, sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga harus berinteraksi dengan pelayanan lain, seperti pendidikan, kesehatan dan jaring pengaman sosial, dll.

Layanan-layanan dalam sistem kesejahteraan sosial bagi anak dan keluarga harus mampu mencegah terjadinya ABH maupun pada layanan rehabilitasi dan reintegrasi bagi ABH. Sejalan dengan itu maka Sistem Peradilan harus memberikan kepastian menyangkut keputusan formal yang harus diambil demi kepentingan terbaik anak, diantaranya adopsi anak, hak untuk warisan. Sedangkan sistem perubahan perilaku harus memastikan penyedia layanan mengikuti etika baik dari efektivitas , akses dan kualitas layanan-layanan Sistem Kesejahteraan Sosial bagi Anak dan Keluarga. Hal tersebut penting sebagai acuan baik dalam penyususnan kebijakan, intervensi program-program dan menentukan sasaran.

(2) Konsep pengasuhan sebagai suatu kesatuan.

Setiap anak dalam proses tumbuh kembang membutuhkan pengasuhan yang memadai dari keluarganya atau lingkungan tempat ia berada. Pengasuhan anak berarti memberikan perawatan dan pengawasan anak agar bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

untuk itu diperlukan keluarga yang mampu melaksanakan tanggung jawab untuk mengasuh, membesarkan, membimbing, dan melindungi anak.

Konvensi Hak Anak (KHA) menegaskan pentingnya peranan keluarga dalam upaya pemenuhan hak anak. Dalam situasi dan kondisi anak tidak dimungkinkan diasuh oleh keluarga intinya, KHA menegaskan pentingnya pengasuhan pengganti yang berbasis keluarga.

Pengasuhan oleh keluarga atau keluarga pengganti penting agar anak mendapatkan kemananan dan kenyamanan secara emosional dan psikososial yang diperlukan untuk membentuk kepribadian (attachment) dan ketahanan (resilience) bagi anak.

Rangkaian pengasuhan tersebut terutama harus dilakukan oleh keluarga dan jika keluarga tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya dalam mengasuh dan melindungi anak maka Negara berkewajiban untuk memperkuat kemampuan keluarga-keluarga melalui intervensi yang bersifat memberdayakan keluarga tersebut. Jika anak tidak dimungkinkan untuk tinggal dalam keluarganya karena kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran yang mengancam keselamatan anak maka Negara berkewajiban untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan melalui pengasuhan alternatif.

Pengasuhan anak merupakan satu kontinum dari pengasuhan keluarga sampai dengan pengasuhan yang dilakukan oleh pihak lain di luar keluarga atau disebut dengan pengasuhan alternatif. Keluarga bertanggung jawab untuk mengasuh, membimbing, dan melindungi anak. Setiap anak berhak untuk mengetahui dan diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pilihan terakhir.

Prinsip utama pengasuhan adalah anak berada dalam lingkungan keluarga. Oleh karena itu, prioritas layanan adalah untuk memperkuat peran keluarga dalam mengasuh dan melindungi anak. Jika berdasarkan hasil penilaian oleh instansi sosial/pekerja sosial ditemukan bahwa pengasuhan di dalam keluarga tidak dimungkinkan atau tidak sesuai dengan kepentingan terbaik anak, maka pengasuhan anak dilakukan berbasis keluarga pengganti melalui orang tua asuh (fostering), perwalian, dan pengangkatan anak. Selanjutnya, jika pengasuhan alternatif berbasis keluarga tidak dimungkinkan, maka pengasuhan anak dapat dilakukan melalui LKSA sebagai alternatif

Perlu diingat bahwa semakin tinggi resiko yang dialami anak dalam pengasuhan keluarga maka intervensi yang dibutuhkan semakin membutuhkan pendekatan khusus dan individual. Pelayanan ini harus diberikan oleh petugas yang memiliki mandat khusus seperti pekerja sosial, atau profesi lain.

Negara berkewajiban melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat kemampuan keluarga-keluarga yang membutuhkan agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya melalui intervensi yang bersifat memberdayakan keluarga tersebut.

Jika anak tidak dimungkinkan untuk tinggal dalam keluarganya, karena kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, dan penelantaran yang mengancam keselamatan anak maka Negara berkewajiban untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan melalui pengasuhan alternatif, hal itu merupakan bagian dari rangkaian pengasuhan (continuum of care)

4. Sistem Perubahan Perilaku Sosial

Sistem Perubahan Perilaku Sosial merupakan salah satu elemen dalam sistem perlindungan anak yang memengaruhi dan saling terkait

Sistem Perubahan Perilaku Sosial merupakan salah satu elemen dalam sistem perlindungan anak yang memengaruhi dan saling terkait

Dokumen terkait