• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

4. KepadaPemerintah.

Sebaiknya mendukung terciptanya kualitas beras yang sesuai keinginan konsumen dengan menyediakan input produksi yang bermutu dengan harga terjangkau.

5. KepadaProdusenatauPengusahaBeras.

Sebaiknya cermat dalam memilih jenis dan kualitas beras yang akan diproduksi/dipasarkan.

6. KepadaKonsumen

Sebaiknya cermat dalam memilih jenis dan kualitas beras yang akan dikonsumsi.

7. KepadaPenelitiSelanjutnya.

Sebaiknya melakukan penelitian mengenai keputusan konsumen untuk membeli bentuk beras premium.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik beras

Menurut Astuti (2008), penduduk di berbagai negara memiliki selera yang berbeda terhadap kandungan amilosa yang terdapat di dalam beras. Penduduk Filipina, Malaysia, Thailand, dan Indonesia menyukai rasa nasi dari beras dengan kandungan amilosa medium (20-25 persen), sedangkan Jepang dan Korea menyukai beras dengan kadar amilosa rendah (13-25 persen).

Kandungan amilosa ini mempengaruhi kandungan rasa nasi secara keseluruhan sebesar 65 persen. Amilosa adalah rangkaian dari unit-unit gula (glukosa) yang menyusun molekul besar dari pati beras. Kandungan amilosa mempengaruhi kepulenan nasi, sifat pemekaran volume beras, dan cepatnya nasi mengeras setelah dimasak. Semakin kecil kadar amilosa beras, maka nasi akan semakin pulen, semakin tidak mekar, dan semakin lama menjadi keras satelah dingin

Menurut Damardjati, (1995). Ukuran beras secara umum digolongkan atas butir sangat panjang (> 7mm), panjang (6-6,9 mm), sedang (5-5,9 mm) dan pendek (< 5 mm). Sedangkan bentuknya digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu lonjong (ramping), sedang, dan bulat. Di pasaran internasional, beras ukuran panjang mempunyai preferensi yang tinggi serta memberikan perbedaan harga yang jelas. Berbeda dengan di Indonesia, ukuran biji beras tidak memberikan perbedaan terhadap harga beras

Aroma pada beras dipengaruhi oleh suhu dan udara. Apabila beras disimpan pada suhu diatas 15° C, setelah 3-4 bulan, beras akan mengalami perubahan aroma dan rasa. Semakin tinggi suhu udara dan semakin lama beras disimpan, akan semakin menurun rasa dan aroma nasinya, bau penguk atau yang lebih dikenal sebagai bau apek dari beras giling yang telah lama disimpan ternyata disebabkan oleh beberapa senyawa karbonil yang bersifat tengik, yaitu senyawa-senyawa hasil oksidasi lemak yang terdapat pada permukaan beras oleh oksigen.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Karakteristik Sosial Ekonomi

Konsumen adalah setiap pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lainnya. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi dan rumah sakit) (Simanjuntak, 2012).

Menurut Sumarwan (2002), karakteristik konsumen meliputi pengetahuan dan pengalaman konsumen, kepribadian konsumen, dan karakteristik demografi konsumen. Pengetahuan dan pengalaman konsumen berasal dari kejadian yang sudah dialaminya terdahulu dan cerita dari keluarga, tetangga maupun para kerabat dekatnya. Kepribadian konsumen merupakan aspek penting dalam pandangan konsumen dalam menanggapi isu tidak baik mengenai produk dan atau jasa yang telah menjadi langganannya. Sedangkan karekteristik demografi meliputi usia, jenis kelamin, ukuran pekerjaan yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dalam memilih produk atau jasa.

2.2.2 Jumlah konsumsi

Jumlah konsumsi pangan penduduk berkaitan dengan perilaku konsumsi masyarakat. Berbagai masalah yang dihadapi dalam konsumsi pangan adalah :

1. Penduduk yang cukup besar, sekitar 250 juta jiwa dengan konsentrasi pangan pokok beras, pada saat ini membutuhkan sekitar 28 ton beras. Dengan penduduk yang terus bertambah beban penyediaan beras untuk memenuhi permintaan yang meningkat akan semakin bertambah berat, terutama dalam kondisi semakin terbatasnya sumber daya alam sebagai basis produksi.

2. Kebijakan pengembangan pangan yang terfokus pada beras telah mengabaikan potensi sumber-sumber pangan karbohidrat lainnya, dan lambatnya pengembangan usaha penyediaan bahan pangan sumber protein seperti serelia, daging, susu, telur serta sumber zat gizi mikro yaitu sayuran dan buah-buahan. Karena itu, sampai saat ini sumber protein nabati pun masih didominasi berasal dari beras.

3. Teknologi pengolahan pangan lokal di masyarakat kurang berkembang dibandingkan teknologi produksi dan kurang bisa mengimbangi semakin membanjirnya produk pangan olahan yang berasal dari pangan impor. Makanan cepat saji yang menggunakan bahan impor dan kurang menggunakan bahan pangan lokal telah menjadi bagian perilaku sebagian masyarakat di berbagai kota besar dan cenderung semakin meningkat.

4. Masyarakat pada daerah – daerah tertentu masih mengalami kerawanan pangan secara berulang (kronis) pada musim paceklik, demikian pula sering terjadi kerawanan pangan mendadak pada daerah –daerah yang terkena

bencana. Kerawanan kronis disebabkan karena terbatasnya kemampuan produksi serta sumber pendapatan yang dibutuhkan untuk menopang kebutuhan rumah tangganya (Suryana, 2003).

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi Jumlah konsumsi beras adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Pendapatan

Pada umumnya jika tingkat pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung membaik juga, tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah dan kualitas makanan yang diperoleh. Pada tingkat pendapatan yang rendah sumber energi utama diperoleh dari padi-padian, umbi- umbian dan sayur (Suhardjo, 2008).

Pendapatan rumah tangga sangat besar pengaruhya terhadap jumlah konsumsi. Biasanya makin baik (tinggi) tingkat pendapatan, jumlah konsumsi semakin tinggi. Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar. Atau mungkin juga pola hidup makan konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik. Contoh yang amat sederhana adalah jika pendapatan sang ayah masih sangat rendah, biasanya beras yang dipilih untuk konsumsi juga beras kelas rendah/menengah (Khoirina, 2011).

2. Usia

Sumarwan (2004) berpendapat bahwa semua penduduk berapapun usianya adalah konsumen. Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan

terhadap produk. Seseorang yang berusia relatif muda, akan lebih cepat menerima sesuatu yang baru.

3. Jumlah Anggota Keluarga

Menurut Suhardjo (1996), sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut.

4. Pendidikan

Menurut Sumarwan (2004), pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan seorang konsumen. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Pendidikan yang berbeda akan menyebabkan selera konsumen yang berbeda pula. Pendidikan yang rendah juga akan mencerminkan jenis pekerjaan dan pendapatan serta daya beli konsumen tersebut.

2.3 Penelitian Perdahulu

Penelitian tentang pengaruh karakteristik sosial ekonomi konsumen beras terhadap Jumlah konsumsi beras telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dengan daerah dan kondisi yang berbeda-beda. Penelitian tersebut dapat dipakai sebagai rujukan yang relevan bagi penelitian ini. Untuk pemaparan selengkapnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Identifikasi Masalah

Metode Analisis Hasil Penelitian

Cahyani ngsih /2008 Analisis Jumlah konsumsi Pangan Di Provinsi Jawa Barat 1.Bagaiman Jumlah konsumsi pangan sumber karbohidrat dan protein menurut tipe daerah? 2.Bagaimana Jumlah konsumsi pangan sumber karbohidrat dan protein menurut golongan pengeluaran? 3. Bagaimana tingkat dan keanekaragama n konsumsi pangan menurut tipe daerah dan golongan pengeluaran? Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software “Program Aplikasi Perencanaan Pangan dan Gizi” yang dikembangkan oleh Heryatno, Baliwati, Martianto, & Herawati 2004 dan program komputer Microsoft Excel, kemudian dianalisis secara deskriptif

Konsumsi beras masih mendominasi Jumlah konsumsi sumber karbohidrat, baik di pedesaan, perkotaan, maupun wilayah jawa barat. Apabila dilihat dari tipe daerah terlihat bahwa rata-rata konsumsi beras rumah tangga di pedesaan lebih tinggi dari perkotaan. Selain itu, terigu juga menjadi Jumlah konsumsi pangan sumber karbohidrat di pedesaan, perkotaan maupun wilayah Jawa Barat. Silalahi/ 2015 Tingkat dan Jumlah konsumsi Beras Masyarak at Kota Medan Serta Faktor- Faktor yang Mempeng aruhinya (Studi Kasus : Perumaha n Taman Setia Budi Indah (TASBI) Kelurahan Tanjung Sari. 1.Bagaimana jumlah konsumsi beras masyarakat Kota Medan di daerah penelitian? 2.Bagaimana Jumlah konsumsi beras masyarakat Kota Medan di daerah penelitian? 3.Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi Jumlah konsumsi beras masyarakat Kota Medan yang dilihat dari frekuensi makan nasi di daerah penelitian? Metode pengambilan sampel ditentukan dengan metode Sampling Kuota. Sistem pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling (secara acak).

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Kebutuhan beras di masyarakat Kelas Bawah lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan beras masyarakat Kelas

Menengah dan Kelas Atas; Jumlah konsumsi beras sampel di kelas atas lebih kecil baik itu pada waktu sarapan, makan siang maupun makan malam jika dibandingkan dengan pola makanan di kelas

menengah dan bawah; dan faktor-faktor sosial ekonomi (tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, usia, harga beras dan frekuensi konsumsi makanan pengganti beras) secara serempak tidak

Peneliti Judul Identifikasi Masalah

Metode Analisis Hasil Penelitian

konsumsi beras sampel (frekuensi konsumsi nasi). Sedangkan secara parsial, faktor sosial ekonomi yang berpengaruh secara nyata adalah harga beras. Anggor/ 2015 Analisis Konsumsi Pangan Penduduk Provinsi Dki Jakarta 1.Bagaimana Jumlah konsumsi pangan di DKI Jakarta? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Jumlah konsumsi pangan di DKI Jakarta? Pengolahan data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan program komputer Microsoft Office Excel dan SPSS 16.0. Proses pengolahan data yang dilakukan adalah editing, cleaning, dan analisis. Proses cleaning dilakukan terhadap data berat badandan konsumsi yang tidak lengkap serta sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi.Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, uji normalitas, serta korelasi Spearman.

Rata-rata konsumsi energi rumah tangga sebesar 1500 ±711.48

kkal/kap/hari, sedangkan untuk protein sebesar 50.82 ± 27.10 g/kap/hari. Tingkat Konsumsi Energi (TKE) sebagian besar rumah tangga (53.1%) termasuk dalam

kategori defisit tingkat berat.Jumlah konsumsi Protein (TKP)rumah tangga

sebagian besar (47.2%) termasuk dalam kategori normal dan lebih.Kualitas konsumsi penduduk DKI Jakarta masih rendah, ditandai dengan skor PPH sebesar

76.6 masih jauh dari standar pelayanan minimal (SPM) sebesar 90 dan skor ideal

100.

Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman tidak ada hubungan (p>0.05) antara pendidikan ibu rumah tangga, besar keluarga dan pengeluaran pangan

rumah tangga dengan TKE dan TKP rumah tangga

2.4 Kerangka Pemikiran

Penduduk Kota Medan, sama dengan penduduk Indonesia lainnya yang merupakan konsumen beras. Konsumsi beras rata-rata di Sumatera Utara pada tahun 2009 sebesar 134,13 kg/kapita sedangkan pada tahun 2013 sebesar 131,46

kg/kapita. Konsumsi beras rata rata perkapita di Kota Medan sebesar 134 kg/kapita bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi beras rata rata nasional sebesar 114 kg/kapita, data ini diperoleh berdasarkan data BPS/Kemendag. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), dimana rata-rata konsumsi beras per kapita dalam rumah tangga adalah 87,63 kg/tahun atau 240 gr/hari, Data takaran neraca beras Kementan menyatakan bahwa konsumsi beras sebesar 124 kg/tahun atau 340 gr/hari. Sedangkan menurut data Badan Pusat Statistik dimana rata-rata konsumsi beras tingkat nasional dapat mencapai sekitar 27 juta ton.

Kajian karakteristik sosial ekonomi konsumen beras (pendapatan, usia, jumlah anggota keluarga dan pendidikan), dimana masing masing karakteristik konsumen beras berpengaruh terhadap Jumlah konsumsi. Dilihat dari pendapatannya, semangkin besar pendapatan seseorang maka Jumlah konsumsi semakin besar.. Dari sisi usia, semakin bertambah usia seseorang maka Jumlah konsumsi akan bertambah. Dari jumlah anggota keluarga, semakin banyak anggota keluarga maka Jumlah konsumsi bergantung pada pendapatannya. Dan dilihat dari pendidikan, semakin tinggi pendidikan maka Jumlah konsumsi akan beras akan meningkat.

Berdasarkan dari kajian karakteristik sosial ekonomi konsumen beras (pendapatan, usia, jumlah anggota keluarga, dan pendidikan maka akan berpengaruh terhadap Jumlah konsumsi konsumen beras. Berikut skema kerangka pemikiran,

Konsumen Beras

Karakteristik Sosial Ekonomi :

Pendidikan Jumlah Anggota Keluarga

Usia Pendapatan

Rumah Tangga

Jumlah konsumsi Beras Konsumsi beras dilihat dari

atribut beras:

Jenis Kepulenan Aroma Bentuk

beras Daya Tahan Derajat Putih Keterangan: : Menyatakan Alur : Menyatakan Pengaruh

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan dan sesuai dengan identifikasi masalah yang ada, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu :

1. Karakteristik konsumen yaitu pendapatan rumah tangga, usia, jumlah anggota keluarga, dan pendidikan secara parsial dan secara serempak berpengaruh nyata terhadap Jumlah konsumsi beras di Kecamatan Medan Denai.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dan maritim yang mempunyai kekayaan sumber daya alam sangat potensial, sudah sewajarnya harus mencukupi kebutuhan pangan bagi penduduknya, karena pangan dapat mempengaruhi kehidupan bermasyarakat, bernegara, berbangsa baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pertahanan maupun keamanan.

Menurut Nababan (2006), pangan itu sendiri adalah segala sesuatu yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan yang memenuhi kebutuhan karbohidrat, lemak, protein, dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan.

Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang cukup mendasar, dianggap strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat emosional bahkan politis. Terpenuhinya kebutuhan pangan secara kuantitas dan kualitas merupakan hal yang sangat penting bagi landasan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam jangka panjang (Amang, 1993).

Menurut AAK (2006), padi adalah salah satu komoditas pangan yang terpenting dalam kehidupan penduduk Indonesia, selain itu padi juga memegang peranan penting dalam kehidupan bangsa Indonesia yang mana juga diharapkan dapat menjadi salah saatu komoditas andalan penyumbang devisa negara dari sektor nonmigas.

Beras adalah bagian butir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam, Sekam secara anatomi disebut palea (bagian yang ditutupi) dan lemma (bagian yang

menutupi). Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya. Bagian isi inilah yang berwarna putih, kemerahan, ungu atau bahkan hitam, yang disebut beras.

Beras adalah hasil olahan dari produk yang disebut padi (Oryza sativa), sejak kapan mulai dijadikan bahan makanan oleh manusia tidak ada dokumen tertulis yang menyebutkannya. Tetapi yang pasti manusia telah memanfaatkannya sejak ribuan tahun yang lalu (Khumaidi, 1997).

Rata-rata Pengeluaran Perkapita Sebulan Untuk Makanan Menurut Jenis Pengeluaran di Daerah Perkotaan/Perdesaan (rupiah), 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Daerah Perkotaan/Perdesaan Tahun 2014.

Jenis Pengeluaran Makanan Perkotaan (Rp) Perdesaan (Rp) Perkotaan+ Perdesaan (Rp) Padi-padian 62 399 90 908 76 866 Umbi-umbian 3 065 3 526 3 299 Ikan 58 492 49 371 53 864 Daging 15 435 10 030 12 692 Telur, Susu 30 914 18 077 24 400 Sayur-sayuran 33 402 33 902 33 656 Kacang-kacangan 7 054 5 644 6 338 Buah-buahan 19 982 13 881 16 886

Minyak dan Lemak 17 499 17 786 17 645

Bahan Minuman 12 945 13 594 13 274

Bumbu-Bumbuan 5 527 5 977 5 756

Konsumsi Lainnya 5 220 4 994 5 106

Makanan dan Minuman yang sudah

Jadi 86 293 55 084 70 455

Tembakau, Sirih 58 091 59 282 58 695

Jumlah (Rp) 416 319 382 056 398 932

Tabel 1.1 mengindikasikan bahwa padi-padian menempati posisi kedua setelah makanan dan minuman yang sudah jadi, rata-rata pengeluaran per kapita untuk padi-padian di desa lebih besar dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran di kota. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan Jumlah konsumsi beras baik wilayah perkotaan maupun wilayah perdesaan.

Faktor utama yang mempengaruhi tingginya konsumsi beras di Indonesia adalah jumlah penduduk yang sangat besar, yaitu sekitar 250 juta orang, ditambah lagi dengan semakin meluasnya wilayah yang penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan utama. Pada awalnya, kultur konsumsi beras hanya pada sebagaian penduduk Sumatera, Jawa, Bali, Kalimatan, dan Sulawesi. Sementara masyarakat Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua berkultur makan umbi umbian, sagu, dan sukun. namun sejak revolusi hijun 1970-an, kultur konsumsi beras masuk sampai pedalaman Papua.

Peningkatan jumlah penduduk dan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia mendorong laju kebutuhan konsumsi pangan. Kecukupan penyediaan pangan sangat penting artinya dalam rangka mempertinggi taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat. Prioritas peningkatan pangan melalui produksi sendiri merupakan prioritas pembangunan utama. Masalah pangan tidak menjadi sebuah permasalahan jika dalam penyediaannya mampu mencukupi konsumsi penduduk. Dalam hal ini pangan selalu tersedia dan tersebar merata di seluruh wilayah pemukiman penduduk, serta semua penduduk mampu membeli pangan yang dibutuhkan (Sumodiningrat, 2001).

Selain itu, tingginya konsumsi beras di Indonesia juga dikarenakan adanya budaya makan rakyat Indonesia yang merasa “belum makan jika belum mengonsumsi nasi”, meskipun kebutuhan karbohidratnya sudah dipenuhi dari makanan lain, sehingga kebutuhan konsumen akan beras berbeda antara konsumen satu dengan lainnya.

Peningkatan pendapatan masyarakat mengakibatkan peningkatan tuntutan terhadap kualitas. Masalah kualitas menjadi salah satu kriteria penting konsumen dalam memilih beras yang akan dikonsumsinya. Konsumen beras saat ini semakin mementingkan mutu dan melihat beras tidak hanya sebagai komoditas melainkan sebagai suatu produk dengan kriteria tertentu.

Latar belakang pendapatan pun berpengaruh terhadap pilihan beras. Dengan demikian penulis tertarik untuk menganalisis “Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Konsumen Beras Terhadap Jumlah konsumsi Beras”.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karaktreristik sosial ekonomi konsumen beras di Kecamatan Medan Denai ?

2. Bagaimana pengaruh karakteristik sosial ekonomi konsumen beras terhadap Jumlah konsumsi beras di Kecamatan Medan Denai ?

3. Bagaimana konsumsi beras berdasarkan tingkat pendapatan dengan Atribut Beras di Kecamatan Denai ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis karakteristik sosial ekonomi konsumen beras di Kecamatan Medan Denai.

2. Untuk menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi konsumen beras terdahap Jumlah konsumsi beras di Kecamatan Medan Denai.

3. Untuk menganalisis konsumsi beras berdasarkan tingkat pendapatan dengan Atribut Beras di Kecamatan Medan Denai.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat kepada:

1. Produsen dan pengusaha beras, sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk memilih jenis dan kualitas beras yang akan diproduksi/dipasarkan. 2. Pemerintah, sebagai masukan dan pertimbangan dalam pengambilan

kebijakan masalah komoditi beras.

3. Peneliti lain, sebagai sumber informasi untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang komoditas beras.

ABSTRAK

Abdul Halim Lubis (120304025) dengan judul skripsi “Pengaruh Karakteristik Sosial Ekonomi Konsumen terhadap Jumlah konsumsiBeras di Kecamatan Medan Denai” di bawah bimbingan ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S sebagai ketua komisi pembimbing dan bapak Ir. M.Jufri, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik sosial ekonomi konsumen beras di Kecamatan Medan Denai, menganalisis pengaruh karakteristik konsumen beras terhadap jumlah konsumsiberas di Kecamatan Medan Denai dan menganalisis konsumsi beras konsumen berdasarkan tingkat pendapatan di Kecamatan Medan Denai. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2016. Daerah penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan alasan daerah ini memiliki jumlah penduduk dan rumah tangga terbesar di Kota Medan bagian Timur. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode analisis deskriptif, metode regresi linear berganda dan metode crosstab dengan alat bantu spss 17.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumen beras di Kecamatan Medan Denai memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda-beda, baik itu dari segi usia, pendapatan, jumlah anggota keluarga, maupun pendidikan. Karakteristik sosial ekonomi konsumen beras berpengaruh nyata secara serempak terhadap jumlah konsumsi. Usia, jumlah anggota keluarga dan pendapatan berpengaruh nyata secara parsial terhadap jumlah konsumsiberas, sedangkan pendidikan tidak. Jumlah konsumsi beras yang berpendapatan < Rp 2.000.000, mengkonsumsi jenis beras IR 64 sebanyak 11%, karena harganya relative lebih murah, berdasarkan tingkat kepulenan sedang sebanyak 12%, Aroma beras tidak beraroma sebanyak 16%, daya tahan beras >1 bulan sebanyak 17%, bentuk beras Medium sebanyak 20%, dan derajat putih beras sedang sebanyak 19%.Jumlah konsumsi beras yang berpendapatan > Rp 15.000.000, mengkonsumsi jenis beras KKB Super sebanyak 11%, karena harganya relative mahal, berdasarkan tingkat kepulenan pulen sebanyak 17%, aroma beras pandan wangi sebanyak 15%, daya tahan beras > 1 bulan sebanyak 15%, bentuk beras medium sebanyak 13%, derajat putih beras sedang sebanyak 12%.

Kata kunci : Konsumen beras, karakteristik sosial ekonomi konsumen, dan konsumsi beras

ABSTRACT

Abdul Halim Lubis (120304025) with the title "Effect of Social Economic Characteristics of Consumers to Total Consumption of Rice in the district of Medan Denai " under the guidance of Dr. Ir. Tavi Supriana as chairman of the

commission supervising and Ir. M. Jufri, M.Si as the supervising commission members .

This research aimed to analyze the social and economic characteristics of consumers of rice in the district of Medan Denai, analyze the influence of consumer characteristics of rice to amount of rice consumption in the district of Medan Denai and analyze consumption of rice consumers by income level in the district of Medan Denai. This study was conducted from March to May 2016. The research area determined by purposive with the reasons this area has the largest population in the Eastern part of the Medan City. The analytical method used in this research is descriptive analysis, multiple linear regression and the crosstab methods with SPSS 17.

The results show that consumers of rice in the district of Medan Denai have social economic characteristics are different, both in terms of age, income, quantity of family part, as well as education. Social and economic characteristics of rice

Dokumen terkait