• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

dari penelitian tersebut konsisten dengan penelitian Bartov et al. (2000) dalam

Joni dan Jogiyanto yang mengatakan bahwa variabel kepemilikan institusional

merupakan variabel yang mempunyai daya penjelas lebih tinggi dibandingkan

mengindikasikan bahwa derajat penetapan harga tak efisien seperti yang

dimanifestasikan dalam abnormal return setelah pengumuman laba berhubungan

negatif dengan proporsi saham yang dimiliki oleh investor institusional.

Widiastuty (2004) juga meneliti hubungan manajemen laba terhadap return

saham dengan menggunakan leverage dan unexpected earnings sebagai variabel

kontrol. Sampel penelitian terdiri atas 72 perusahaan pada perioda 1999-2001.

Hasilnya menunjukkan bahwa manajemen laba berhubungan positif terhadap

return saham. Managerial opportunism hypothesis memprediksi adanya

penurunan abnormal return saham pada jangka panjang setelah SEO namun tidak

memprediksi adanya abnormal return saham yang negatif pada saat pengumuman

SEO karena investor tidak menyadari adanya sinyal manajemen laba pada saat

pengumuman SEO. Rangan (1998) membuktikan bahwa kinerja saham

perusahaan setelah melakukan SEO rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa

kinerja saham perusahaan yang melakukan manajemen laba menjelang SEO akan

memiliki return saham lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak

melakukan manajemen laba. Rangan (1998) mencoba memprediksi return saham

dengan komponen akrual diskresioner untuk mendapatkan koefisien negatif yang

menunjukkan kinerja saham yang rendah tersebut mampu dijelaskan dengan

manajemen laba. Hasilnya menunjukkan bahwa koefisien regresi hubungan antara

akrual diskresioner dan return saham adalah negatif, sehingga dapat disimpulkan

Untuk itu, sama seperti penelitian terdahulu, penelitian ini juga akan meneliti

pengaruh manajemen laba terhadap return saham dengan hasil yang diharapkan

dapat lebih konsisten dengan data dan periode yang lebih baru dari penelitian

sebelumnya.

C. Kecerdasan Investor

Dalam signaling theory dijelaskan bahwa seorang investor yang rasional akan

melakukan analisa terlebih dahulu sebelum membuat keputusan untuk

berinvestasi, investor membutuhkan informasi yang akan dijadikan sinyal untuk

menilai prospek masa depan perusahaan. Dalam hal ini, informasi yang tersedia

bisa meliputi semua informasi masa lalu, informasi saat kini, maupun informasi

yang bersifat sebagai pendapat atau opini yang beredar dipasar yang

mempengaruhi perubahan harga (Riany, 2008). Jogiyanto (2005) menyatakan

bahwa investor yang cerdas mampu menganalisis informasi lebih lanjut untuk

menentukan apakah informasi memberikan sinyal yang sahih dan dapat

dipercaya, sedangkan investor yang tidak cerdas akan menerima informasi tanpa

menganalisis lebih lanjut. Pernyataan tersebut didukung oleh teori efisiensi pasar

secara keputusan, yang menjelaskan bahwa pasar yang efisien tidak hanya

mempertimbangkan ketersediaan informasi tetapi juga mempertimbangkan

kecanggihan pelaku pasar dalam mengolah informasi untuk pengambilan

keputusan. Pelaku pasar yang canggih tidak akan mudah dibodohi (fooled) oleh

benar informasi yang diterimanya merupakan sinyal yang valid dan dapat

dipercaya. Jika ternyata sinyal yang diterima merupakan sinyal yang tidak valid

dan karena investor tidak canggih, reaksi mereka yang positif terhadap informasi

yang diterimanya merupakan reaksi yang tidak benar sehingga pasar belum

efisien secara keputusan, karena investor mengambil keputusan yang salah.

Sebaliknya, investor yang canggih akan dapat mengetahui bahwa sinyal dari

informasi yang diterimanya adalah sinyal yang tidak benar, sehingga mereka akan

bereaksi negatif terhadap informasi tersebut.

Bartov et al. (2000a) menguji hubungan antara kecerdasan investor dengan

pola return saham yang diobservasi setelah pengumuman laba kuartalan. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan investor berhubungan secara

negatif dengan pola return abnormal yang diobservasi setelah pengumuman laba

kuartalan. Hasil ini menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan

investor, maka semakin rendah return abnormal setelah pengumuman laba

kuartalan. Ia mendefinisikan investor yang cerdas sebagai investor yang mampu

mengumpulkan dan memproses informasi publik, sedangkan investor yang tidak

cerdas adalah investor yang hanya menggunakan informasi keuangan pers dan

intuisi serta tidak melakukan analisis laporan keuangan dengan baik.

D. Pertumbuhan Perusahaan

Pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan pertumbuhan aktiva yang

dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang.

Laju pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan

mempertahankan keuntungan dalam mendanai kesempatan-kesempatan investasi

pada masa yang akan datang. Pertumbuhan perusahaan akan menimbulkan

konsekuensi pada peningkatan investasi dan akhirnya membutuhkan penyediaan

dana. Pendekatan pertumbuhan perusahaan merupakan suatu komponen untuk

menilai prospek perusahaan dan dalam manajemen keuangan diukur berdasarkan

perubahan aktiva perusahaan. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang

tinggi diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan investasi yang tersedia dan

dari investasi tersebut diharapkan dapat memberikan return yang tinggi juga.

E. Manajemen Laba, Return Saham, dan Kecerdasan Investor

Penelitian Joni dan Jogiyanto (2009) yang meneliti mengenai hubungan

manajemen laba sebelum IPO dan return saham dengan menggunakan kecerdasan

investor sebagai variabel pemoderasi membuktikan bahwa koefisien hubungan

manajemen laba dengan return saham yang mempertimbangkan faktor

kecerdasan investor bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba

yang tinggi menyebabkan nilai harga saham rendah ketika mempertimbangkan

faktor kecerdasan investor.

Bartov et al. (2000a), Rajgopal (1999), dan Walther (1997) menyatakan

bahwa kecerdasan investor (investor sophistication) merupakan faktor penentu

(investor cerdas dan tidak cerdas) terhadap manajemen laba disekitar pelaporan

keuangan kuartalan (10-Q), hasilnya menunjukkan bahwa para investor yang

cerdas mampu mendeteksi manajemen laba lebih cepat daripada investor yang

tidak cerdas.

Pada umumnya penelitian-penelitian menggunakan kepemilikan institusi

sebagai proksi kecerdasan investor (Hand 1990; Utama dan Cready 1997; Walther

1997; El-Gazzar 1998; dan Bartov et al. 2000a). Marfuah dan Kusuma (2003)

berpendapat bahwa semakin besar proporsi saham yang dimiliki oleh investor

institusional, maka semakin kecil kesalahan penetapan harga pada saham tersebut.

Alasan utama yang membuat kepemilikan institusi cocok dijadikan proksi

kecerdasan investor karena institusi memiliki informasi privat yang lebih banyak

dan memiliki tim analis yang canggih untuk menganalisis informasi daripada

investor individu (Mayer 1988; Shiller dan Pound 1989). Alasan lain adalah

karena investor institusi siap melakukan investasi pada sejumlah besar

perusahaan.

F. Perumusan Hipotesis

Adanya asimetri informasi antara manajer perusahaan dengan investor

mendorong dan memotivasi manajer melakukan manajemen laba. Tujuan

dilakukannya manajemen laba agar informasi-informasi yang diterima investor

investor untuk membeli saham tambahan yang dilakukan melalui right issue. Dari

beberapa penelitian dan teori yang sudah dijelaskan sebelumnya dapat

disimpulkan bahwa perusahaan cenderung meningkatkan kinerja pada saat

sebelum SEO dengan cara mengatur laba dalam bentuk peningkatan laba (income

increasing), yang pada akhirnya menyebabkan penurunan laba jangka panjang

pada periode setelah SEO.

Pada penelitian ini akan diuji kembali mengenai manajemen laba yang

dilakukan oleh perusahaan sebelum SEO dengan data dan periode yang lebih

baru. Berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan

hipotesis alternatif pertama yang dinyatakan sebagai berikut :

H1 : Perusahaan yang terdaftar di BEI melakukan manajemen laba sebelum SEO. Jogiyanto (2009) menyatakan bahwa dengan kepemilikan institusional sebesar

40% investor dianggap mahir dan dapat mendeteksi adanya manajemen laba

dalam setiap laporan keuangan perusahaan. Investor institusional umumnya

memiliki informasi privat yang lebih banyak dan memiliki tim analis yang lebih

canggih untuk menganalisis informasi daripada investor individu.

Penelitian ini akan menguji pengaruh manajemen laba sebelum SEO terhadap

return saham dengan menggunakan kecerdasan investor sebagai variabel

pemoderasi. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Joni dan Jogiyanto (2009),

sebagai suatu peristiwa yang dilakukan perusahaan setelah perusahaan tersebut go

public. Sedangkan penelitian Joni dan Jogiyanto (2009) meneliti mengenai

hubungan manajemen laba sebelum IPO dan return saham dengan menggunakan

kecerdasan investor sebagai variabel pemoderasi yang hasil koefisien hubungan

manajemen laba dengan return saham yang mempertimbangkan faktor

kecerdasan investor bernilai negatif. Selain itu, dalam penelitian ini peneliti ingin

mengetahui apakah kecerdasan investor memperkuat pengaruh manajemen laba

terhadap return saham, mengingat pada saat SEO ini informasi yang tersedia

lebih banyak serta mempertimbangkan kecanggihan pelaku pasar dalam

menganalisis informasi yang diterimanya. Investor yang tidak cerdas akan

langsung menerima informasi tanpa menganalisis informasi tersebut lebih lanjut,

sehingga ia akan bereaksi positif terhadap saham yang ditawarkan dan keputusan

yang diambilnya menjadi salah dalam berinvestasi. Sedangkan investor yang

cerdas mampu menganalisis informasi lebih lanjut sehingga ketika informasi yang

diterimanya merupakan informasi yang salah dan mengandung manajemen laba,

ia akan bereaksi negatif terhadap saham yang ditawarkan dan keputusannya benar

dalam berinvestasi. Berdasarkan teori efisiensi pasar dan penelitian Joni dan

Jogiyanto (2009) sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis alternatif kedua

H2 : Terdapat pengaruh negatif manajemen laba terhadap return saham, ketika investor cerdas.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Variabel Dependen Variabel Pemoderasi Kecerdasan Investor Return Saham Variabel Independen Manajemen Laba Sebelum SEO Pertumbuhan Perusahaan Variabel Kontrol

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan satu variabel bebas, variabel terikat, variabel

kontrol dan variabel moderasi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

manajemen laba, variabel terikatnya adalah return saham, variabel kontrolnya

adalah pertumbuhan aktiva, sedangkan variabel moderasi penelitian ini adalah

kecerdasan investor.

2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel a. Variabel Independen

Dalam penelitian ini manajemen laba merupakan variabel independen.

Manajemen laba adalah intervensi atau campur tangan manajemen dalam proses

penyusunan laporan keuangan dengan tujuan memaksimalkan keuntungan pribadi

(Schipper, 1989). Dalam penelitian ini manajeman laba diukur dengan

menggunakan pendekatan instrumental variabel (IV). Dipilihnya model Kang dan

Sivaramakrishnan karena model ini merupakan model yang relatif paling baik

dibandingkan model akrual lainnya seperti model random walk, mean-reverting,

mengurangi masalah omitted variables dengan menambahkan regressors selain

penjualan, yaitu komponen biaya seperti kos penjualan dan biaya-biaya lainnya,

serta mengurangi masalah simultanitas dan kesalahan dalam variabel karena

model ini menggunakan instrumental variabel (Thomas dan Zang, 2000).

Formula pendekatan instrumental variabel adalah sebagai berikut:

ACCBi,t/Ai,t-1= Φ0 + Φ11REVt /Ai,t-1) + Φ22EXPi,t /Ai,t-1) + Φ33GPPEi,t /Ai,t-1) +

νi,t(4) dengan:

δ1 = ARTi,t-1/REVi,t-12 = OCALi,t-1/EXPi,t-13 = DEPi,t-1/GPPEi,t-1. Keterangan :

ACCBit = saldo akrual = CAi,t– CASHi,t –CLi,t – DEPi,t; Ait = aktiva total tahun t;

CAi,t = aktiva lancar perusahaan i pada tahun t; CASHi,t= kas perusahaan i pada tahun t; CLi,t= utang lancar perusahaan i pada tahun t;

DEPi,t-1 = biaya depresiasi dan amortisasi perusahaan i pada tahun t-1; ARTi,t-1 = piutang dagang perusahaan i pada tahun t-1;

REVi,t= pendapatan perusahaan ke i pada tahun ke t;

OCALi,t-1 = aktiva lancar – piutang dagang – kas – utang lancar perusahaan i pada tahun t-1;

EXPi,t-1= penjualan bersih – laba operasi – biaya depresiasi perusahaan i pada tahun t (Thomas dan Zhang, 2000);

Pendekatan ini menyatakan bahwa manajemen laba terjadi apabila nilai akrual

diskresioner (DA) > 0. Untuk pengujia DA > 0 dilakukan dengan menggunakan

pendekatan statistik parametrik, yaitu one sample t-test.

b. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini menggunakan cumulative abnormal

return (CAR) yang dihitung dengan pendekatan Market Adjusted Model. Formula

CAR sebagai berikut :

ARDPt = RETHt - RETPBNt Keterangan :

ARDPt = Abnormal Return disesuaikan pasar RETHt = Return saham harian emiten hari ke t RETPBNt = Return pasar harian ke t

c. Variabel Moderasi

Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah kecerdasan investor. Penelitian

ini menggunakan kepemilikan institusi sebagai proksi dari kecerdasan investor

dan cutoff 40% atau lebih kepemilikan institusi menunjukkan investor cerdas.

Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham perusahaan oleh

pihak institusi keuangan, seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun dan

asset manajemen. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk

mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif

Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh investor institusional dapat

mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup

kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen. Adapun

indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan institusi adalah persentase

jumlah saham yang dimiliki oleh pihak institusi dari seluruh jumlah modal saham

yang beredar, karena investor institusi dianggap siap untuk berinvestasi pada

sejumlah besar perusahaan. Selain itu investor institusi memiliki resiko yang

cukup besar sehingga ketika mempertimbangkan suatu investasi haruslah penuh

ketelitian dan kecermatan dalam menganalisis informasi yang diterimanya,

sehingga ketika terjadi suatu kerugian investor sudah siap dengan segala resiko

yang akan diterimanya. Oleh karena itu kepemilikan institusi cocok dijadikan

sebagai proksi dari kecerdasan investor.

d. Variabel Kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat

konstan.Variabel kontrol digunakan agar pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel

kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pertumbuhan

perusahaan.

Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi memiliki lebih banyak

kesempatan untuk berinvestasi, maka perusahaan tersebut pasti memerlukan

modal dana yang lebih besar, sehingga pengumuman SEO akan diterjemahkan

perusahaan yang bagus di masa depan. Tingkat pertumbuhan perusahaan diukur

dari tingkat kenaikan aktiva setiap tahunnya dengan menghitungnya sebagai

berikut :

Tingkat Pertumbuhan = –

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek (satuan atau individu) yang

karakteristiknya hendak diduga, yang mana satuan-satuan individu ini disebut

dengan unit analisis. Populasi yang dipilih dalam penelitian adalah seluruh

perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Penelitian ini menggunakan data

perusahaan yang melakukan SEO pada tahun 2001 hingga tahun 2010. Penelitian

ini hendak meneliti periode laporan keuangan sebelum SEO (t-1). Karena peneliti

ingin mengetahui apakah pada saat SEO manajer terbukti melakukan manajemen

laba, dan penelitian ini ingin menguji apakah kecerdasan investor memperkuat

atau memperlemah pengaruh manajemen laba terhadap return saham.

Pemilihan sampel pada penelitian ini adalah data perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia yang melakukan SEO mulai tahun 2001 hingga tahun 2011.

Adapun teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling,

yaitu pengambilan sampel dengan memilih anggota sampel berdasarkan

1. Sampel merupakan perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI

sejak tahun 2001 hingga tahun 2011 dan melakukan SEO selama periode

tahun 2001 hingga 2011.

2. Perusahaan sampel harus menerbitkan laporan keuangan secara

terus-menerus baik sebelum maupun sesudah SEO.

3. Perusahaan sampel harus menyediakan informasi kepemilikan institusi.

4. Perusahaan sampel merupakan perusahaan dengan kepemilikan institusi

40% atau lebih.

C. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan

satu tahun sebelum SEO (t-1), untuk mengetahui selisihnya dengan laporan

keuangan pada saat SEO sebagaimana yang digunakan dalam rumus serta dengan

perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional ≥ 40%. Kemudian data lain yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah data harga saham harian dan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk menghitung return perusahaan

secara individu serta return pasar selama tujuh hari setelah perusahaan

mengumumkan right issue. Adapun data tersebut diperoleh dari perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market Directory (ICMD)

dan IDX Statistics.

D. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

perusahaan serta data harga saham harian dan indeks harga saham yang

dipublikasikan oleh BEI. Pengumpulan data ini bertujuan untuk memperoleh data

perusahaan mengenai kemungkinan terjadinya manajemen laba dan pengaruhnya

terhadap return saham dengan melihat kecerdasan investor yang diukur melalui

besarnya kepemilikan institusional perusahaan.

E. Teknik Analisis Data 1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data

yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan

minimum. Dalam penelitian ini analisis statistik deskriptif digunakan untuk

mengetahui gambaran mengenai manajemen laba, pertumbuhan perusahaan,

kepemilikan institusi serta return saham pada perusahaan yang telah terdaftar

di BEI dan melakukan SEO.

2. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005)

dalam Ahmad (2011). Menurut Ghozali, 2005 dalam uji normalitas ini metode

yang handal adalah dengan melihat normal probability plot yang

membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal daripada dengan

3. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui, menguji serta

memastikan kelayakan model regresi yang digunakan dalam penelitian ini,

dimana data tersebut digunakan secara normal, bebas dari autokorelasi,

multikolinieritas, serta heteroskedastisitas.

a. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan penyimpangan (variance) dari residual

satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah

yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Deteksi heteroskedasitas dapat

dilakukan dengan uji Glejser.

Adapun dasar dari menganalisis untuk mendeteksi ada atau

tidaknya heteroskedastisitas adalah :

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola

tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian

menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi

heteroskedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan

dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi

Apabila variabel independen signifikan secara statistik dalam

mempengaruhi variabel dependen, maka terdapat indikasi terjadi

heteroskedastisitas.

b. Uji Multikolineeritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara

variabel independen. Jika variabel independen saling berkolerasi,

maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Hartmann dan Moers

(1999) dalam Jogiyanto (2004) memberikan argumen bahwa

multikolinearitas dalam model regresi yang menguji efek moderasi

tidak terjadi karena koefisien dari interaksi (DA*INST) tidak sensitif

terhadap perubahan dari titik awal skala (misalnya ditransformasikan

untuk ditengahkan berdasarkan nilai rata-ratanya) dari DA dan INST,

sehingga multikolinearitas tidak menjadi masalah ketika menerapkan

model regresi moderasian. Berdasarkan argumen ini peneliti tidak

melakukan pengujian multikolinearitas.

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t

dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika

Autokorelasi terjadi apabila penyimpangan pada periode t-1

(sebelumnya) atau terjadi korelasi diantara kelompok observasi yang

diurutkan menurut waktu (pada data time series). Untuk menguji

autokorelasi penelitian ini digunakan uji Durbin – Watson (DW test). Uji Durbin–Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept

(konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara

variabel independen.

4. Uji Hipotesis

a. Melakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi berganda

Uji regresi berganda adalah analisis peramalan nilai pengaruh dua

variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat. Analisis regresi

berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh

manajemen laba terhadap return saham. Adapun bentuk model yang akan

diuji dalam penelitian ini, yaitu:

Keterangan :

INST : kepemilikan institusi perusahaan i adalah 40% atau lebih

b. Menetukan rumusan hipotesis

H01: β1 = 0, Perusahaan tidak melakukan manajemen laba sebelum SEO. Ha1: β1 ≠ 0, Perusahaan melakukan manajemen laba sebelum SEO.

H02: β3 ≥ 0, Manajemen laba tidak berpengaruh negatif terhadap return

saham, ketika investor cerdas.

Ha2: β3 < 0, Manajemen laba berpengaruh negatif terhadap return saham, ketika investor cerdas.

c. Uji t

Uji t adalah pengujian secara statistik untuk mengetahui apakah

manajemen laba secara individual mempunyai pengaruh terhadap return

saham. Jika tingkat probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 maka dapat

dikatakan manajemen laba berpengaruh terhadap return saham.

Adapun prosedur pengujiannya adalah setelah melakukan perhitungan

terhadap t hitung, kemudian membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.

Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

1. Apabila t hitung > t tabel dan tingkat signifikansi ( α ) < 0,05, maka Ho

yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh manajemen laba secara

parsial terhadap return saham ditolak. Ini berarti secara parsial

manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap return saham.

2. Apabila t hitung < t tabel dan tingkat signifikansi ( α ) > 0,05 , maka Ho

diterima, yang berarti secara parsial manajemen laba tidak berpengaruh

38 BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sampel

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan

tahunan perusahaan yang melakukan SEO dan terdaftar di BEI pada tahun

2001-2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive

sampling dengan didasarkan pada 4 kriteria. Atas dasar kriteria-kriteria tersebut,

jumlah sampel yang digunakan sebanyak 30 perusahaan, hal ini dikarenakan

keterbatasan perusahaan manufaktur yang melakukan SEO dengan kepemilikan

institusi > 40%. Tabel 4.1 menyajikan prosedur pemilihan sampel penelitian

sebagai berikut :

Tabel 4.1

Prosedur Pemilihan Sampel Penelitian

Keterangan Jumlah Perusahaan

Perusahaan yang melakukan SEO selama periode

tahun 2001 hingga tahun 2011 37

Perusahaan yang tidak termasuk sampel yaitu : Tidak memiliki laporan keuangan satu tahun

sebelum SEO ( 0 )

Laporan keuangan tidak lengkap ( 0 )

Investor dengan kepemilikan < 40% ( 4 )

Data terlalu ekstrim (data outlier) ( 3 )

B. Analisis Data

Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30

sampel perusahaan. Data yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari variabel

Dokumen terkait