(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Melakukan SEO dan Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2001-2011)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Nama : Martdian Ratna Sari NIM : 092114020
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP RETURN SAHAM DENGAN KECERDASAN INVESTOR SEBAGAI VARIABEL
PEMODERASI
(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Melakukan SEO dan Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2001-2011)
S K R I P S I
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh :
Nama : Martdian Ratna Sari NIM : 092114020
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah
setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui
kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu
jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.( 1 Kor 10: 13)
“Tuhan pasti sudah menyediakan yang Terbaik untukku, semua tergantung dari caraku memilih.”
“Prestasi bukanlah suatu kebetulan, dan impian tidak akan pernah
menjadi kenyataan tanpa kerja keras”
Ku Persembahkan skripsi ini kepada :
Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertaiku
dan kepada,
kedua orang tuaku, Gregorius Sarwiyanto dan Nani Puspa Sari,
kakak-kakak, ka Tami dan Ka Wico,
Adikku Audia, Ray, Ensi, Ririn, Agung, dan Ambar,
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus
Kristus atas segala berkat dan penyertaan yang luar biasa, sehingga penulis
bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Manajemen
Laba Terhadap Return Saham dengan Kecerdasan Investor sebagai Variabel
Pemoderasi (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Melakukan
SEO dan Terdaftar di BEI Pada Tahun 2001-2011)”. Penulisan skripsi ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Ekonomi pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas
Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Romo Dr. Ir. Wiryono Priyotamtama, S.J. selaku Rektor Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Dr. H. Herry Maridjo, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Drs. Y. P. Supardiyono, Akt., M.Si., QIA. selaku Ketua Program Studi
Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Dr. Fr. Ninik Yudianti, M.Acc., QIA. selaku Dosen Pembimbing yang
telah banyak memberikan waktu, bimbingan, masukan, dan saran dalam
viii
5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta yang telah membagikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya
dalam proses perkuliahan.
6. Staf sekretariat Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
7. Staf Pojok Bursa Efek Indonesia Universtas Sanata Dharma Yogyakarta,
Universitas Gadjah Mada, Universitas Atmajaya Yogyakarta, yang
membantu dalam proses pencarian data.
8. Kedua orang tuaku yang tersayang, Papa dan Mama yang selalu
memberikan doa, nasehat, semangat, dorongan, kasih sayang yang tak
terhingga dan perhatian yang luar biasa, dan segala sesuatu kebutuhan
selama aku kuliah.
9. Kakak-kakakku, ka Tami, ka Wico, dan adik-adikku Ensi, Ray, Alfan,
Ririn, Ambar, Agung yang selalu memberikan doa, motivasi, dukungan
dan perhatian yang tak terhingga kepadaku, serta kebersamaan yang boleh
kita lalui bersama.
10.Adik tersayang Cornelia Claudia Doa yang selalu memberi motivasi, doa
dan kasih yang luar biasa, yang selalu ada dalam semua proses yang aku
lalui. Tawa canda yang boleh aku rasakan tanpa rasa sepi sedikitpun.
Trimakasih buat kebersamaan yang selalu kita lewati hari demi hari.
11.Jeremias Jaflean, yang ikut repot menyelesaikan skripsi ini, trimakasih
ix
hal gila lain yang boleh kita lalui bersama. Hari-hari gila yang selalu
menebar tawa canda dan semoga cepat menyusul dengan segera.
12. Sahabat dan teman-temanku, teman-teman Akuntansi 2009, dan semua
orang yang pernah aku temui. Terima kasih atas dukungan, doa dan
kebersamaan yang boleh kita lalui bersama.
13.Teman-teman bimbingan dan kelas MPT Bu Ninik. Terima kasih atas
dukungan, semangat dan kebersamaannya.
14.Semua pihak yang membantu, mendukung, dan berpartisipasi dalam
penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan dapat menjadi salah satu referensi bagi peneliti selanjutnya.
Yogyakarta, Maret 2013
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
D. Pertumbuhan Perusahaan ... 21
E. Manajemen Laba, Return Saham, dan Kecerdasan Investor ... 22
F. Perumusan Hipotesis ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
A. Variabel Penelitian dan Definsi Operasional ... 27
1. Variabel Penelitian ... 27
2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 27
a. Variabel Independen ... 27
xi
B. Keterbatasan Penelitian ... 51
C. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 : Prosedur Pemilihan Sampel Penelitian ... 38
Tabel 4.2 : Hasil Statistik Deskriptif ... 39
Tabel 4.3 : Hasil Uji Normalitas ... 41
Tabel 4.4 : Hasil Uji Glejser ... 42
Tabel 4.5 : Hasil Pengujian Autokorelasi ... 43
Tabel 4.6 : Discetionary Accruals Sebelum SEO ... 44
Tabel 4.7 : Hasil Regresi Manajemen Laba, Pertumbuhan Perusahaan, dan Return Saham (Tanpa Pemoderasi )... 45
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv ABSTRAK
PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP RETURN SAHAM DENGAN KECERDASAN INVESTOR SEBAGAI VARIABEL
PEMODERASI
(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Melakukan SEO dan Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2001-2011)
Martdian Ratna Sari NIM : 092114020 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
Tujuan penelitian ini adalah menguji apakah manajer melakukan manajemen laba sebelum SEO dan untuk mengetahui apakah manajemen laba mempengaruhi return saham ketika mempertimbangkan kecerdasan investor. Kepemilikan institusional digunakan sebagai proksi dari kecerdasan investor. Masih adanya asimetri informasi antara manajer perusahaan dengan investor, menuntut agar para investor lebih teliti dan cermat dalam menganalisis informasi yang diterimanya. Investor yang cerdas akan memberikan reaksi negatif terhadap informasi perusahaan yang tidak valid dan tidak dapat dipercaya.
Jenis penelitian ini adalah studi empiris. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan SEO dengan mekanisme right issue dan terdaftar di BEI pada tahun 2001-2011 sebanyak 30 perusahaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Pendekatan Instrumental Variabel (Kang dan Sivaramakrishnan, 1995) digunakan untuk mendeteksi manajemen laba yang dilakukan.
Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa perusahaan melakukan manajemen laba satu tahun sebelum SEO dengan menaikkan laba. Selain itu penelitian ini juga membuktikan bahwa manajemen laba berpengaruh negatif terhadap return saham ketika investor cerdas. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dikembangkan oleh Balsam et al, 2002 dan Joni dan Jogiyanto (2009), serta didukung oleh teori efisiensi pasar secara keputusan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap return saham. Hal ini menunjukkan bahwa investor tidak berfokus pada pertumbuhan perusahaan.
xv ABSTRACT
THE EFFECT OF EARNINGS MANAGEMENT ON STOCK RETURN WITH INVESTOR SOPHISTICATION AS MODERATING VARIABLE
(Empirical Study In The Manufacturing Companies Doing Seasoned Equity Offerings and Listed on the Indonesia Stock Exchange In The Year 2001-2011)
Martdian Ratna Sari earnings affect stock returns when considering the investor’s sophistication. Institutional ownership is used as a proxy of investor sophistication. The information asymmetry between company managers and investors, demand that the investors could more careful and meticulous in analyzing the information that they received. Sophisticated investors will react negatively to company’s information that is not valid and can not be trusted.
This research is an empirical study. The sample in this study are company that did SEO with the mechanism of a rights issue and they are listed on the Stock Exchange in the year 2001-2011 there are 30 companies. The data analysis technique used is multiple linear regression. Instrumental Variable approach was used to detect earnings management.
This study provides an evidence that company earnings management is applied a year before the SEO to increase the profits. In addition, this study also proved that the earnings management give a effect to stock return when investors has been sophisticated. These results were consistent with previous studies developed by Balsam et al, 2002 and Joni and Jogiyanto (2009), and supported by the theory of market efficiency in the decision. This study also proved that the growth of the company give negative effect to stock returns. This negative effect suggest that investors are not focusing on the company's growth.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar modal merupakan salah satu alternatif yang bisa dipilih oleh perusahaan
untuk menambah modal bagi pembiayaan perusahaan. Sukwadi (2006) dalam
Prabandari (2012) berpendapat bahwa dalam perkembangannya, pasar modal
sebagai wahana sektor keuangan di luar perbankan diharapkan dapat menjadi
sarana untuk memperoleh dana secara cepat dan mudah dari investor maupun
kreditur. Perusahaan yang telah memasuki pasar modal atau disebut perusahaan go
public ternyata masih membutuhkan sumber dana untuk membiayai kegiatan
operasi perusahaannya. Ketika jumlah dana yang dibutuhkan cukup besar dana
tersebut dapat diperoleh dari luar perusahaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan
perusahaan untuk memperoleh tambahan dana tersebut adalah melalui mekanisme
seasoned equity offerings (SEO) (Sunarjanto, 2007). SEO merupakan penawaran
saham tambahan yang dilakukan perusahaan yang listed di pasar modal, di luar
saham yang terlebih dahulu beredar di masyarakat melalui Initial Public Offerings
(IPO) (Megginson, 1997).
Penawaran saham tambahan ini ditujukan untuk memperoleh dana tambahan
dari investor, baik untuk kepentingan ekspansi, restrukturisasi, dan lainnya
salah satu cara penjualan SEO ini dapat dilakukan dengan right issue. Dengan
right issue perusahaan menjual hak (right) kepada pemegang saham lama untuk
membeli saham tersebut yang sebanding dengan kepemilikan saham pada tingkat
harga (exercise price) yang sudah ditentukan (lebih rendah dari harga pasar) pada
periode tertentu. Pemilihan mekanisme penjualan tergantung pada kondisi dan
strategi perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi cenderung
menggunakan right issue untuk memperoleh tambahan dana. Right issue juga
dapat dikombinasikan dengan derivative efek lainnya, seperti warrant dan
convertible stock.
Menurut Wild (2004), ada beberapa motivasi perusahaan dalam melakukan
SEO: (1) memperoleh sumber dana untuk keperluan investasi dengan harapan
profitabilitas perusahaan akan meningkat, (2) memperbaiki struktur modal
perusahaan, (3) meningkatkan likuiditas perusahaan, (4) sarana meningkatkan
nilai perusahaan, (5) mempertahankan porsi kepemilikan pemegang saham lama,
(6) meningkatkan likuiditas saham dengan penambahan jumlah saham beredar
sehingga dapat meningkatkan volume dan frekuensi perdagangan serta return
saham.
Dengan adanya penawaran saham tambahan kepada investor, diharapkan
perusahaan akan mendapatkan tambahan dana dengan cepat. Namun secara
teoritis, pengumuman perusahaan yang melakukan right issue menyebabkan
harga saham bereaksi negatif, hal tersebut diakibatkan karena adanya systematic
untuk menginvestasikan dananya. Terkadang, agar kinerja perusahaan terlihat
bagus, pihak manajemen berusaha untuk mengatur laba perusahaan, yaitu dengan
menaikkan laba perusahaan. Dalam Statement of Financial Accounting Concept
(SFAC) No.1 menyebutkan bahwa informasi laba merupakan faktor penting
dalam menaksir kinerja atau pertanggungjawaban manajemen dan informasi laba
tersebut membantu pemilik atau pihak lain untuk melakukan penaksiran atas
earning power perusahaan di masa yang akan datang (Financial Accounting
Standard Board, 1987). Pada praktiknya dari semua elemen laporan keuangan
yang menjadi pusat perhatian investor hanya pada informasi laba tanpa
memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba
tersebut (Beattie, et al., 1994). Kecenderungan investor dan pihak ekstern lainnya
yang lebih berfokus pada informasi laba memicu manajemen melakukan
disfunctional behavior berupa manajemen laba (earning management) atau
manipulasi laba (earning manipulation) untuk menghasilkan laba yang dianggap
normal bagi suatu perusahaan (Bartov, 1993).
Manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses menyusun
pelaporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba
akuntansi. Manajemen laba dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelonggaran
penggunaan metode dan prosedur akuntansi, membuat kebijakan-kebijakan
(discretionary) yang dapat mempercepat atau menunda biaya-biaya dan
pendapatan agar laba perusahaan lebih kecil atau lebih besar sesuai dengan yang
Sejumlah penelitian mengenai analisis manajemen laba seperti dalam
penelitian Jones (1991), Chotourou (2001), Rao dan Dandale (2005), Rajgopal et
al. (2007), manajemen laba sering memfokuskan pada penggunaan discretionary
accruals oleh manajer dalam mengatur laba. Teoh et al. (1998b) dalam Jogiyanto
(2009) menemukan bahwa manajemen melakukan penyesuaian akrual dalam
rangka menaikkan laba menjelang SEO. Rangan (1998) juga menemukan hasil
yang sama.
Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa manajer melakukan
manajemen laba menjelang SEO sehingga kinerja saham setelah SEO adalah
rendah. Hasil dari penelitian Teoh et al. (1998b) menyatakan bahwa kinerja
saham rendah setelah SEO untuk perusahaan yang melakukan SEO. Manajer
biasanya berperilaku oportunis dengan melakukan manajemen laba untuk
menaikkan harga saham yang ditawarkannya sehingga ada peningkatan laba
menjelang penawaran dan memuncak pada saat penawaran untuk kemudian
menurun setelah penawaran. Rangan (1998) juga membuktikan bahwa kinerja
saham perusahaan setelah SEO rendah. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan
yang melakukan manajemen laba menjelang SEO akan memiliki return saham
lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan manajemen laba.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa koefisien regresi hubungan antara
discretionary accruals dan return saham adalah negatif, sehingga Rangan
menyimpulkan bahwa rendahnya kinerja saham mampu dijelaskan oleh
Penelitian Joni dan Jogiyanto (2009) berhasil menemukan hubungan
manajemen laba sebelum IPO dan return saham dengan kecerdasan investor
sebagai variabel pemoderasi. Koefisien hubungan manajemen laba dengan return
saham yang mempertimbangkan faktor kecerdasan investor bernilai negatif. Hal
ini menunjukkan bahwa manajemen laba yang tinggi menyebabkan return saham
rendah ketika mempertimbangkan faktor kecerdasan investor. Dalam penawaran
saham perdana, investor cenderung menggunakan laporan keuangan sebagai
satu-satunya sumber informasi, sedangkan dalam SEO ada lebih banyak informasi
yang dapat dimanfaatkan investor sebelum membuat keputusan investasinya.
Apabila investor mampu mendeteksi manajemen laba di sekitar IPO hanya
dengan menggunakan informasi dalam laporan prospektus, maka peneliti
menduga dalam SEO ini investor akan lebih banyak mendapatkan informasi masa
lalu perusahaan, informasi saat kini, maupun informasi yang bersifat sebagai
pendapat yang beredar di pasar yang dapat mempengaruhi analisisnya, sehingga
manajemen laba yang dilakukan manajer dengan cepat dapat terdeteksi.
Kepemilikan institusional dinilai dapat mengurangi praktik manajemen laba
karena manajemen menganggap institusi sebagai sophisticated investor serta
dapat memonitor manajemen yang dampaknya akan mengurangi motivasi
manajer untuk melakukan manajemen laba (Siregar dan Utama, 2005). Selain itu
Investor institusional merupakan investor yang canggih atau investor yang cerdas
(sophisticated) yang lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang dalam
(Siregar dan Siddharta, 2006). Konsisten dengan Bartov et al.(2000), Rajgopal
(1999), dan Walther (1997) dalam Jogiyanto (2009) yang menyatakan bahwa
kecerdasan investor (investor sophistication) merupakan faktor penentu hubungan
antara laba dan return. Selain itu Balsam et al.(2002) menyatakan bahwa para
investor yang cerdas mampu mendeteksi manajemen laba lebih cepat daripada
para investor yang tidak cerdas (unsophisticated investors).
Penelitian ini mengacu pada penelitian Joni dan Jogiyanto (2009), yang
meneliti hubungan manajemen laba sebelum IPO dan return saham dengan
kecerdasan investor sebagai variabel pemoderasi dengan sampel perusahaan yang
IPO pada tahun 1990-2002. Variabel dependen yang diuji yaitu manajemen laba
yang memiliki hubungan dengan return saham ketika mempertimbangkan
kecerdasan investor sebagai pemoderasi. SEO dengan mekanisme right issue atau
menjual hak kepada pemegang saham lama untuk membeli saham tambahan
dengan harga tertentu biasa dilakukan oleh perusahaan yang kepemilikannya
terkonsentrasi dengan tujuan untuk melindungi kepentingan pemegang saham
lama agar dapat mempertahankan proporsi kepemilikannya. Penulis tertarik untuk
meneliti pengaruh manajemen laba sebelum SEO dengan mekanisme right issue
terhadap return saham dengan rentan waktu dari tahun 2001-2011. Ketika
perusahaan sudah menjadi perusahaan publik, maka setiap keputusan dan
kegiatan perusahaan akan diawasi, dikontrol, dan dipertanggungjawabkan kepada
publik. Harapannya, hak publik untuk memperoleh informasi yang relevan,
saham perdana maka investor mempunyai akses dan sumber untuk memperoleh
informasi yang lebih memadai dalam SEO. Selain menggunakan informasi
laporan keuangan maka investor dapat menggunakan berbagai akses dan sumber
informasi lain untuk menilai apakah perusahaan layak sebagai tempat
menginvestasikan dananya.
Meskipun di pasar tersedia informasi yang memadai manajer tetap merupakan
pihak yang lebih superior dibandingkan pihak lain. Hal inilah yang mendorong
dan memotivasi manajer untuk berperilaku oportunis dengan melakukan
manajemen laba. Upaya ini sebenarnya wajar dilakukan manajer perusahaan yang
melakukan SEO sebab secara teoritis terbukti adanya hubungan positif antara
kinerja perusahaan dengan harga saham perusahaan. Semakin tinggi kinerja
perusahaan maka semakin tinggi pula harga sahamnya dan sebaliknya.
Tujuan lain menginformasikan hal-hal yang positif mengenai perusahaan
yaitu agar investor secara positif merespon saham yang ditawarkan. Hal ini
sejalan dengan konsep windows of opportunity yang menjelaskan bahwa manajer
yang oportunis memanfaatkan asimetri informasi antara manajer dan pasar.
Konsep ini juga menjelaskan bahwa kebanyakan perusahaan akan melakukan
penawaran saham tambahan pada saat sahamnya overvalued. Dengan kata lain,
manajer berperilaku oportunis ketika mengetahui investor overoptimist terhadap
nilai penawaran saham tambahan tersebut. Hal ini lah yang mendorong peneliti
melakukan penelitian untuk mengetahui apakah hasil penelitian yang dilakukan di
Penelitian ini juga ingin membuktikan apakah dengan investor yang cerdas
investor akan mendapatkan informasi yang lebih akurat dan relevan ketika SEO,
sehingga para investor dapat mendeteksi manajemen laba lebih cepat dan
memperhitungkan return saham yang akan diterimanya. Mengingat bahwa ketika
SEO, investor dapat memonitoring manajer melalui rapat umum pemegang saham
dan informasi mengenai perusahaan jauh lebih banyak serta tersedia dibandingkan
saat IPO.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan dan penelitian sebelumnya yang telah
disebutkan di atas maka penelitian ini diberi judul “Pengaruh Manajemen Laba
Terhadap Return Saham dengan Kecerdasan Investor Sebagai Variabel Pemoderasi” (Studi Empiris Pada Perusahaan yang Melakukan SEO dan
Terdaftar di BEI periode 2001-2011) B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah perusahaan yang terdaftar di BEI melakukan manajemen laba
sebelum SEO?
2. Apakah manajemen laba sebelum SEO berpengaruh negatif terhadap return
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menguji apakah perusahaan melakukan manajemen laba di luar
penawaran saham perdana dan pengaruhnya terhadap return saham.
b. Untuk menguji apakah SEO tetap memotivasi perusahaan untuk
melakukan manajemen laba, dan bagaimana pengaruhnya terhadap return
saham dengan mempertimbangkan kecerdasan investor sebagai variabel
pemoderasi.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Bagi penulis, sebagai bahan masukan bagi pengembangan pengetahuan
khususnya dalam bidang pasar modal serta dapat menambah pengetahuan
mengenai kondisi pasar modal Indonesia.
b. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
bagi perkembangan studi dengan memberikan bukti empiris mengenai
signaling theory di pasar modal Indonesia terkait dengan reaksi pasar atas
pengumuman informasi laba yang mengandung earning management.
c. Bagi investor dan calon investor yang melakukan investasi di pasar
modal, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk
membuat keputusan investasi, terutama yang terkait dengan pengaruh
d. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk kajian penelitian selanjutnya, khususnya penelitian
11 BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Manajemen Laba
Manajemen laba diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan dengan
sengaja, dalam batasan Generally Accepted Accounting Principles, untuk
mengarah pada suatu tingkat yang diinginkan atas laba yang dilaporkan (Assih,
1998 dalam Muid, 2005). Konsisten dengan pernyataan Sulistyanto (2003),
manajemen laba tidak bisa dikategorikan sebagai kecurangan sejauh apa yang
dilakukannya masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi. Manajer memiliki
beberapa motivasi dalam melakukan manajemen laba, menurut Scott (1997)
dalam Wedari (2004) motivasi dilakukannya manajemen laba tersebut adalah
kontrak bonus, stock price effect, faktor politik, faktor pajak, pergantian chief
executive officer (CEO), dan penawaran saham perdana.
Manajemen laba sering dilakukan dengan memanfaatkan discretionary
accrual. Discretionary accrual adalah suatu cara untuk mengurangi atau
menambah pelaporan laba yang sulit dideteksi melalui manipulasi kebijakan
akuntansi yang berkaitan dengan akrual, misalnya dengan menaikkan biaya
amortisasi atau depresiasi, mencatat kewajiban yang besar terhadap potongan
harga, dan mencatat persediaan yang sudah usang. Discretionary accrual sering
sebelumnya sesuai dengan konteksnya masing-masing, tetapi manajer mungkin
mempunyai motivasi lain untuk mencatat discretionary accrual yaitu untuk
maksud pemberian sinyal mengenai kinerja manajemen kini, serta yang akan
datang (Widodo, 2005). Dengan discretionary accrual manajer menyembunyikan,
menunda, atau mengubah informasi yang dapat membuat investor mempunyai
persepsi negatif terhadap perusahaan.
Manajemen laba tidak hanya dilakukan perusahaan saat menjelang IPO,
bahkan ketika perusahaan tersebut sudah go public manajemen laba masih sering
dilakukan. Friedlan (1994) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan di
Amerika Serikat menaikkan laba akuntansi periode satu tahun setelah IPO.
Syaiful (2002) juga menemukan bukti yang sama untuk BEJ, yakni manajemen
laba dilakukan peiode dua tahun setelah IPO.
Dalam perkembangan usahanya setiap perusahaan pasti membutuhkan
tambahan dana guna membiayai kegiatan investasi dan operasionalnya. Untuk
mendapatkan tambahan dana tersebut perusahaan dapat melakukan seasoned
equity offering (SEO), yakni penawaran sekuritas tambahan (seasoned securities)
yang dilakukan emiten sebagai perusahaan go public kepada masyarakat melalui
pasar modal. Penawaran saham ini dapat dilakukan melalui mekanisme right
issue atau menjual hak (right) kepada pemegang saham lama untuk membeli
SEO dimaksudkan sebagai alternatif memperoleh sumber dana dan
memperbaiki struktur modal perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan
terkonsentrasi cenderung menggunakan mekanisme right issue untuk memperoleh
tambahan dana tersebut. Dengan dikeluarkannya SEO kepada pemegang saham,
maka pemodal akan mengeluarkan uang untuk membeli saham dari SEO. Uang
yang didapatkan dari investor melalui SEO akan digunakan oleh perusahaan
untuk memperkuat struktur pendanaan atau untuk kebutuhan investasi. Melalui
SEO, perusahaan memperoleh dana dengan cepat dan mudah tanpa memerlukan
jaminan serta tanpa terbebani dengan adanya kewajiban pengembalian yang
disertai bunga (Brealey, et al., 2001).
Sukwadi (2006) menyatakan bahwa aksi perusahaan melalui mekanisme right
issue bisa ditanggapi investor sebagai suatu sinyal positif ataupun negatif.
Perusahaan dengan pertumbuhan kinerja yang tinggi memiliki lebih banyak
kesempatan untuk berinvestasi, maka perusahaan tersebut pasti memerlukan
modal dana yang lebih besar, sehingga pengumuman SEO akan diterjemahkan
investor sebagai sinyal positif karena berhubungan dengan prospek earning
perusahaan yang bagus di masa depan. Sebaliknya investor mungkin akan
menanggapi suatu pengumuman SEO sebagai sinyal negatif bila terdapat indikasi
bahwa investor memandang kinerja perusahaan suram sehingga perusahaan perlu
Ketika SEO ini dilakukan segala informasi yang dibutuhkan investor
diharapkan dapat lebih akurat dan terpenuhi dibandingkan ketika penawaran
saham perdana, karena ketika IPO investor cenderung menggunakan laporan
keuangan prospektus sebagai satu-satunya sumber informasi perusahaan,
sedangkan ketika SEO ada lebih banyak informasi yang dapat dimanfaatkan
investor untuk membuat keputusan investasinya. Selain menggunakan informasi
laporan keuangan investor dapat menggunakan berbagai akses dan sumber
informasi lain untuk menilai apakah perusahaan layak digunakan sebagai tempat
menginvestasikan dananya.
Meskipun di pasar sudah cukup tersedia informasi yang memadai mengenai
perusahaan, ternyata asimetri informasi antara manajer perusahaan dengan
investor tetap ada, karena hubungan antara manajer (agent) dengan investor
(principal) adalah hubungan kontrak. Hubungan antara agent dan principal dapat
mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi karena agent memiliki
informasi lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan principal. Hal inilah
yang mendorong dan memotivasi manajer untuk berperilaku oportunis melakukan
manajemen laba dengan mengubah, menyembunyikan, atau menunda
angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan. Bahkan semakin besar
asimetri informasi, semakin besar pula dorongan manajer bersikap curang dalam
melaporkan kinerja dengan tujuan menyesatkan investor dalam menilai saham
Secara teoritis manajemen laba dianggap wajar dilakukan manajer perusahaan
yang melakukan SEO, karena terbukti adanya hubungan positif antara kinerja
perusahaan dengan harga saham perusahaan yang bersangkutan. Semakin tinggi
kinerja perusahaan semakin tinggi pula harga sahamnya, sebaliknya semakin
rendah kinerjanya semakin rendah pula harga saham perusahaan tersebut. Maka
tidak mengherankan apabila perusahaan melakukan rekayasa manajerial dengan
pola penaikkan laba selama beberapa periode sebelum SEO. Manajemen laba ini
juga dilakukan pada saat penawaran sehingga kinerja perusahaan terlihat bagus
dibandingkan kinerja sesungguhnya. Bahkan perusahaan juga mengatur agar
kinerjanya seolah-olah mengalami peningkatan selama beberapa periode. Hal ini
dilakukan manajer agar informasi yang diterima investor adalah
informasi-informasi yang positif, dan memberi sinyal bahwa perusahaan mempunyai
kesempatan bertumbuh yang tinggi sehingga investor akan merespon secara
positif terhadap saham yang ditawarkan.
Shivakumar (2000) menunjukkan bahwa manajemen telah melakukan
overstate terhadap earnings sebelum melakukan pengumuman SEO. Shivakumar
memperkenalkan hipotesis yang berlawanan dengan managerial opportunism
hypothesis yaitu managerial response hypothesis. Shivakumar berasumsi bahwa
investor sebenarnya sudah menduga adanya manajemen laba dan secara rasional
berusaha melepaskan pengaruhnya pada saat pengumuman SEO. Oleh karena itu,
mengantisipasi kemungkinan reaksi investor yang negatif pada saat pengumuman
SEO. Rangan (1998) dan Teoh et al. (1998) menemukan adanya manajemen laba
di sekitar pengumuman SEO. Temuan tersebut menyimpulkan bahwa investor
baru menyadari bahwa perusahaan telah melakukan manajemen laba setelah
terjadi penurunan laba pada kuartal-kuartal setelah SEO. Hal ini berarti bahwa
pengumuman SEO tidak memberikan sinyal negatif bagi investor bahwa
manajemen telah melakukan manajemen laba.
B. Return Saham
Return (kembalian) adalah tingkat keuntungan atau pendapatan yang
dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi surat berharga dalam bentuk saham
yang dilakukannya (Ang, 1997, dalam Wahyuni, 2008). Pada umumnya investor
atau pemodal dalam menanamkan modalnya pada perusahaan, pasti
mengharapkan keuntungan berupa pengembalian yang hendak didapat dari hasil
investasinya. Menurut Jogiyanto (2000) return merupakan hasil yang diperoleh
dari harga saham sekarang dikurangi harga saham sebelumnya dibagi dengan
harga saham sebelumnya.
Return saham merupakan hasil dari investasi yang berupa return terealisasi
(realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return terealisasi
merupakan return yang telah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis yang
dipergunakan sebagai salah satu pengukur kinerja manajemen perusahaan. Return
mendatang. Kemudian return ekspektasi merupakan return yang diharapkan oleh
investor atas suatu investasi yang akan diperoleh dimasa yang akan datang (Ang,
1997; dalam Wahyuni, 2008).
Terkadang penerbitan saham baru melalui SEO ditanggapi negatif oleh pasar
karena pihak investor melihat bahwa manajer memiliki informasi yang superior
tentang prospek perusahaan mereka atau terjadi asimetri informasi yang besar
antara manajer dan investor, sehingga menghasilkan reaksi pasar yang negatif.
Sebenarnya reaksi pasar terhadap SEO tidak selalu negatif jika perusahaan dapat
menghasilkan proyek dengan NPV yang positif dan peningkatan kinerja
perusahaan pasca SEO. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001), harga
pelaksanaan emisi right selalu ditetapkan lebih rendah dari harga pasar, hal ini
dapat menarik minat pemegang saham untuk membeli saham. Permintaan saham
akan naik diikuti dengan peningkatan harga saham. Meningkatnya volume dan
frekuensi perdagangan saham berarti saham yang diperdagangkan di pasar
sekunder semakin likuid.
Saham dengan tingkat likuiditas tinggi akan memberikan return yang tinggi
pula dibandingkan saham dengan likuiditas rendah. Return saham yang tinggi dan
adanya peningkatan kinerja perusahaan dapat menarik investor untuk memiliki
saham perusahaan tersebut. SEO dapat meningkatkan likuiditas saham
selanjutnya dan meningkatkan return saham. Penelitian Safitri dan Tandelilin
perusahaan yang melakukan right issue di pasar modal. Return saham yang
meningkat pada hari keempat sampai hari pertama sebelum pengumuman right
issue, menurun sampai hari ketiga setelah right issue, dan kemudian kembali
meningkat lagi.
Kurniawan (2006) meneliti tentang dampak pengumuman right issue terhadap
return saham dan likuiditas saham di BEJ periode tahun 2002–2004. Variabel
penelitian adalah return saham, abnormal return, dan trading volume activity
(TVA). Teknik pengujian hipotesis adalah paired sample t-test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada return saham,
abnormal return, dan TVA. Right issue tidak berpengaruh terhadap return saham,
abnormal return, dan likuiditas saham sebelum dan sesudah right issue. Marfuah
dan Kusuma (2003) meneliti tentang kemahiran investor dan pola return saham
setelah pengumuman laba. Penelitian tersebut menggunakan 119 sampel
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Penelitian itu
menguji secara empiris pengaruh proporsi saham yang dimiliki oleh investor
institusional sebagai proksi bagi kemahiran investor terhadap hubungan
unexpected earning dan abnormal return setelah pengumuman laba. Kesimpulan
dari penelitian tersebut konsisten dengan penelitian Bartov et al. (2000) dalam
Joni dan Jogiyanto yang mengatakan bahwa variabel kepemilikan institusional
merupakan variabel yang mempunyai daya penjelas lebih tinggi dibandingkan
mengindikasikan bahwa derajat penetapan harga tak efisien seperti yang
dimanifestasikan dalam abnormal return setelah pengumuman laba berhubungan
negatif dengan proporsi saham yang dimiliki oleh investor institusional.
Widiastuty (2004) juga meneliti hubungan manajemen laba terhadap return
saham dengan menggunakan leverage dan unexpected earnings sebagai variabel
kontrol. Sampel penelitian terdiri atas 72 perusahaan pada perioda 1999-2001.
Hasilnya menunjukkan bahwa manajemen laba berhubungan positif terhadap
return saham. Managerial opportunism hypothesis memprediksi adanya
penurunan abnormal return saham pada jangka panjang setelah SEO namun tidak
memprediksi adanya abnormal return saham yang negatif pada saat pengumuman
SEO karena investor tidak menyadari adanya sinyal manajemen laba pada saat
pengumuman SEO. Rangan (1998) membuktikan bahwa kinerja saham
perusahaan setelah melakukan SEO rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa
kinerja saham perusahaan yang melakukan manajemen laba menjelang SEO akan
memiliki return saham lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak
melakukan manajemen laba. Rangan (1998) mencoba memprediksi return saham
dengan komponen akrual diskresioner untuk mendapatkan koefisien negatif yang
menunjukkan kinerja saham yang rendah tersebut mampu dijelaskan dengan
manajemen laba. Hasilnya menunjukkan bahwa koefisien regresi hubungan antara
akrual diskresioner dan return saham adalah negatif, sehingga dapat disimpulkan
Untuk itu, sama seperti penelitian terdahulu, penelitian ini juga akan meneliti
pengaruh manajemen laba terhadap return saham dengan hasil yang diharapkan
dapat lebih konsisten dengan data dan periode yang lebih baru dari penelitian
sebelumnya.
C. Kecerdasan Investor
Dalam signaling theory dijelaskan bahwa seorang investor yang rasional akan
melakukan analisa terlebih dahulu sebelum membuat keputusan untuk
berinvestasi, investor membutuhkan informasi yang akan dijadikan sinyal untuk
menilai prospek masa depan perusahaan. Dalam hal ini, informasi yang tersedia
bisa meliputi semua informasi masa lalu, informasi saat kini, maupun informasi
yang bersifat sebagai pendapat atau opini yang beredar dipasar yang
mempengaruhi perubahan harga (Riany, 2008). Jogiyanto (2005) menyatakan
bahwa investor yang cerdas mampu menganalisis informasi lebih lanjut untuk
menentukan apakah informasi memberikan sinyal yang sahih dan dapat
dipercaya, sedangkan investor yang tidak cerdas akan menerima informasi tanpa
menganalisis lebih lanjut. Pernyataan tersebut didukung oleh teori efisiensi pasar
secara keputusan, yang menjelaskan bahwa pasar yang efisien tidak hanya
mempertimbangkan ketersediaan informasi tetapi juga mempertimbangkan
kecanggihan pelaku pasar dalam mengolah informasi untuk pengambilan
keputusan. Pelaku pasar yang canggih tidak akan mudah dibodohi (fooled) oleh
benar informasi yang diterimanya merupakan sinyal yang valid dan dapat
dipercaya. Jika ternyata sinyal yang diterima merupakan sinyal yang tidak valid
dan karena investor tidak canggih, reaksi mereka yang positif terhadap informasi
yang diterimanya merupakan reaksi yang tidak benar sehingga pasar belum
efisien secara keputusan, karena investor mengambil keputusan yang salah.
Sebaliknya, investor yang canggih akan dapat mengetahui bahwa sinyal dari
informasi yang diterimanya adalah sinyal yang tidak benar, sehingga mereka akan
bereaksi negatif terhadap informasi tersebut.
Bartov et al. (2000a) menguji hubungan antara kecerdasan investor dengan
pola return saham yang diobservasi setelah pengumuman laba kuartalan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan investor berhubungan secara
negatif dengan pola return abnormal yang diobservasi setelah pengumuman laba
kuartalan. Hasil ini menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan
investor, maka semakin rendah return abnormal setelah pengumuman laba
kuartalan. Ia mendefinisikan investor yang cerdas sebagai investor yang mampu
mengumpulkan dan memproses informasi publik, sedangkan investor yang tidak
cerdas adalah investor yang hanya menggunakan informasi keuangan pers dan
intuisi serta tidak melakukan analisis laporan keuangan dengan baik.
D. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan perusahaan diproksikan dengan pertumbuhan aktiva yang
dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang.
Laju pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan
mempertahankan keuntungan dalam mendanai kesempatan-kesempatan investasi
pada masa yang akan datang. Pertumbuhan perusahaan akan menimbulkan
konsekuensi pada peningkatan investasi dan akhirnya membutuhkan penyediaan
dana. Pendekatan pertumbuhan perusahaan merupakan suatu komponen untuk
menilai prospek perusahaan dan dalam manajemen keuangan diukur berdasarkan
perubahan aktiva perusahaan. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang
tinggi diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan investasi yang tersedia dan
dari investasi tersebut diharapkan dapat memberikan return yang tinggi juga.
E. Manajemen Laba, Return Saham, dan Kecerdasan Investor
Penelitian Joni dan Jogiyanto (2009) yang meneliti mengenai hubungan
manajemen laba sebelum IPO dan return saham dengan menggunakan kecerdasan
investor sebagai variabel pemoderasi membuktikan bahwa koefisien hubungan
manajemen laba dengan return saham yang mempertimbangkan faktor
kecerdasan investor bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen laba
yang tinggi menyebabkan nilai harga saham rendah ketika mempertimbangkan
faktor kecerdasan investor.
Bartov et al. (2000a), Rajgopal (1999), dan Walther (1997) menyatakan
bahwa kecerdasan investor (investor sophistication) merupakan faktor penentu
(investor cerdas dan tidak cerdas) terhadap manajemen laba disekitar pelaporan
keuangan kuartalan (10-Q), hasilnya menunjukkan bahwa para investor yang
cerdas mampu mendeteksi manajemen laba lebih cepat daripada investor yang
tidak cerdas.
Pada umumnya penelitian-penelitian menggunakan kepemilikan institusi
sebagai proksi kecerdasan investor (Hand 1990; Utama dan Cready 1997; Walther
1997; El-Gazzar 1998; dan Bartov et al. 2000a). Marfuah dan Kusuma (2003)
berpendapat bahwa semakin besar proporsi saham yang dimiliki oleh investor
institusional, maka semakin kecil kesalahan penetapan harga pada saham tersebut.
Alasan utama yang membuat kepemilikan institusi cocok dijadikan proksi
kecerdasan investor karena institusi memiliki informasi privat yang lebih banyak
dan memiliki tim analis yang canggih untuk menganalisis informasi daripada
investor individu (Mayer 1988; Shiller dan Pound 1989). Alasan lain adalah
karena investor institusi siap melakukan investasi pada sejumlah besar
perusahaan.
F. Perumusan Hipotesis
Adanya asimetri informasi antara manajer perusahaan dengan investor
mendorong dan memotivasi manajer melakukan manajemen laba. Tujuan
dilakukannya manajemen laba agar informasi-informasi yang diterima investor
investor untuk membeli saham tambahan yang dilakukan melalui right issue. Dari
beberapa penelitian dan teori yang sudah dijelaskan sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa perusahaan cenderung meningkatkan kinerja pada saat
sebelum SEO dengan cara mengatur laba dalam bentuk peningkatan laba (income
increasing), yang pada akhirnya menyebabkan penurunan laba jangka panjang
pada periode setelah SEO.
Pada penelitian ini akan diuji kembali mengenai manajemen laba yang
dilakukan oleh perusahaan sebelum SEO dengan data dan periode yang lebih
baru. Berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan
hipotesis alternatif pertama yang dinyatakan sebagai berikut :
H1 : Perusahaan yang terdaftar di BEI melakukan manajemen laba sebelum SEO.
Jogiyanto (2009) menyatakan bahwa dengan kepemilikan institusional sebesar
40% investor dianggap mahir dan dapat mendeteksi adanya manajemen laba
dalam setiap laporan keuangan perusahaan. Investor institusional umumnya
memiliki informasi privat yang lebih banyak dan memiliki tim analis yang lebih
canggih untuk menganalisis informasi daripada investor individu.
Penelitian ini akan menguji pengaruh manajemen laba sebelum SEO terhadap
return saham dengan menggunakan kecerdasan investor sebagai variabel
pemoderasi. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Joni dan Jogiyanto (2009),
sebagai suatu peristiwa yang dilakukan perusahaan setelah perusahaan tersebut go
public. Sedangkan penelitian Joni dan Jogiyanto (2009) meneliti mengenai
hubungan manajemen laba sebelum IPO dan return saham dengan menggunakan
kecerdasan investor sebagai variabel pemoderasi yang hasil koefisien hubungan
manajemen laba dengan return saham yang mempertimbangkan faktor
kecerdasan investor bernilai negatif. Selain itu, dalam penelitian ini peneliti ingin
mengetahui apakah kecerdasan investor memperkuat pengaruh manajemen laba
terhadap return saham, mengingat pada saat SEO ini informasi yang tersedia
lebih banyak serta mempertimbangkan kecanggihan pelaku pasar dalam
menganalisis informasi yang diterimanya. Investor yang tidak cerdas akan
langsung menerima informasi tanpa menganalisis informasi tersebut lebih lanjut,
sehingga ia akan bereaksi positif terhadap saham yang ditawarkan dan keputusan
yang diambilnya menjadi salah dalam berinvestasi. Sedangkan investor yang
cerdas mampu menganalisis informasi lebih lanjut sehingga ketika informasi yang
diterimanya merupakan informasi yang salah dan mengandung manajemen laba,
ia akan bereaksi negatif terhadap saham yang ditawarkan dan keputusannya benar
dalam berinvestasi. Berdasarkan teori efisiensi pasar dan penelitian Joni dan
Jogiyanto (2009) sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis alternatif kedua
H2 : Terdapat pengaruh negatif manajemen laba terhadap return saham, ketika investor cerdas.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Variabel Dependen Variabel Pemoderasi
Kecerdasan Investor
Return Saham Variabel Independen
Manajemen Laba Sebelum SEO
Pertumbuhan Perusahaan
27 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, digunakan satu variabel bebas, variabel terikat, variabel
kontrol dan variabel moderasi. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
manajemen laba, variabel terikatnya adalah return saham, variabel kontrolnya
adalah pertumbuhan aktiva, sedangkan variabel moderasi penelitian ini adalah
kecerdasan investor.
2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel a. Variabel Independen
Dalam penelitian ini manajemen laba merupakan variabel independen.
Manajemen laba adalah intervensi atau campur tangan manajemen dalam proses
penyusunan laporan keuangan dengan tujuan memaksimalkan keuntungan pribadi
(Schipper, 1989). Dalam penelitian ini manajeman laba diukur dengan
menggunakan pendekatan instrumental variabel (IV). Dipilihnya model Kang dan
Sivaramakrishnan karena model ini merupakan model yang relatif paling baik
dibandingkan model akrual lainnya seperti model random walk, mean-reverting,
mengurangi masalah omitted variables dengan menambahkan regressors selain
penjualan, yaitu komponen biaya seperti kos penjualan dan biaya-biaya lainnya,
serta mengurangi masalah simultanitas dan kesalahan dalam variabel karena
model ini menggunakan instrumental variabel (Thomas dan Zang, 2000).
Formula pendekatan instrumental variabel adalah sebagai berikut:
ACCBi,t/Ai,t-1= Φ0 + Φ1(δ1REVt /Ai,t-1) + Φ2(δ2EXPi,t /Ai,t-1) + Φ3(δ3GPPEi,t /Ai,t-1) +
νi,t(4)
dengan:
δ1 = ARTi,t-1/REVi,t-1;δ2 = OCALi,t-1/EXPi,t-1;δ3 = DEPi,t-1/GPPEi,t-1.
Keterangan :
ACCBit = saldo akrual = CAi,t– CASHi,t –CLi,t – DEPi,t;
Ait = aktiva total tahun t;
CAi,t = aktiva lancar perusahaan i pada tahun t;
CASHi,t= kas perusahaan i pada tahun t;
CLi,t= utang lancar perusahaan i pada tahun t;
DEPi,t-1 = biaya depresiasi dan amortisasi perusahaan i pada tahun t-1;
ARTi,t-1 = piutang dagang perusahaan i pada tahun t-1;
REVi,t= pendapatan perusahaan ke i pada tahun ke t;
OCALi,t-1 = aktiva lancar – piutang dagang – kas – utang lancar perusahaan i pada
tahun t-1;
EXPi,t-1= penjualan bersih – laba operasi – biaya depresiasi perusahaan i pada tahun t
(Thomas dan Zhang, 2000);
Pendekatan ini menyatakan bahwa manajemen laba terjadi apabila nilai akrual
diskresioner (DA) > 0. Untuk pengujia DA > 0 dilakukan dengan menggunakan
pendekatan statistik parametrik, yaitu one sample t-test.
b. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini menggunakan cumulative abnormal
return (CAR) yang dihitung dengan pendekatan Market Adjusted Model. Formula
CAR sebagai berikut :
ARDPt = RETHt - RETPBNt
Keterangan :
ARDPt = Abnormal Return disesuaikan pasar
RETHt = Return saham harian emiten hari ke t
RETPBNt = Return pasar harian ke t
c. Variabel Moderasi
Variabel moderasi dalam penelitian ini adalah kecerdasan investor. Penelitian
ini menggunakan kepemilikan institusi sebagai proksi dari kecerdasan investor
dan cutoff 40% atau lebih kepemilikan institusi menunjukkan investor cerdas.
Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham perusahaan oleh
pihak institusi keuangan, seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun dan
asset manajemen. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk
mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif
Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh investor institusional dapat
mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup
kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen. Adapun
indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan institusi adalah persentase
jumlah saham yang dimiliki oleh pihak institusi dari seluruh jumlah modal saham
yang beredar, karena investor institusi dianggap siap untuk berinvestasi pada
sejumlah besar perusahaan. Selain itu investor institusi memiliki resiko yang
cukup besar sehingga ketika mempertimbangkan suatu investasi haruslah penuh
ketelitian dan kecermatan dalam menganalisis informasi yang diterimanya,
sehingga ketika terjadi suatu kerugian investor sudah siap dengan segala resiko
yang akan diterimanya. Oleh karena itu kepemilikan institusi cocok dijadikan
sebagai proksi dari kecerdasan investor.
d. Variabel Kontrol
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat
konstan.Variabel kontrol digunakan agar pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel
kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pertumbuhan
perusahaan.
Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi memiliki lebih banyak
kesempatan untuk berinvestasi, maka perusahaan tersebut pasti memerlukan
modal dana yang lebih besar, sehingga pengumuman SEO akan diterjemahkan
perusahaan yang bagus di masa depan. Tingkat pertumbuhan perusahaan diukur
dari tingkat kenaikan aktiva setiap tahunnya dengan menghitungnya sebagai
berikut :
Tingkat Pertumbuhan = –
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek (satuan atau individu) yang
karakteristiknya hendak diduga, yang mana satuan-satuan individu ini disebut
dengan unit analisis. Populasi yang dipilih dalam penelitian adalah seluruh
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Penelitian ini menggunakan data
perusahaan yang melakukan SEO pada tahun 2001 hingga tahun 2010. Penelitian
ini hendak meneliti periode laporan keuangan sebelum SEO (t-1). Karena peneliti
ingin mengetahui apakah pada saat SEO manajer terbukti melakukan manajemen
laba, dan penelitian ini ingin menguji apakah kecerdasan investor memperkuat
atau memperlemah pengaruh manajemen laba terhadap return saham.
Pemilihan sampel pada penelitian ini adalah data perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia yang melakukan SEO mulai tahun 2001 hingga tahun 2011.
Adapun teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling,
yaitu pengambilan sampel dengan memilih anggota sampel berdasarkan
1. Sampel merupakan perusahaan manufaktur yang telah terdaftar di BEI
sejak tahun 2001 hingga tahun 2011 dan melakukan SEO selama periode
tahun 2001 hingga 2011.
2. Perusahaan sampel harus menerbitkan laporan keuangan secara
terus-menerus baik sebelum maupun sesudah SEO.
3. Perusahaan sampel harus menyediakan informasi kepemilikan institusi.
4. Perusahaan sampel merupakan perusahaan dengan kepemilikan institusi
40% atau lebih.
C. Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan
satu tahun sebelum SEO (t-1), untuk mengetahui selisihnya dengan laporan
keuangan pada saat SEO sebagaimana yang digunakan dalam rumus serta dengan
perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional ≥ 40%. Kemudian data lain
yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah data harga saham harian dan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk menghitung return perusahaan
secara individu serta return pasar selama tujuh hari setelah perusahaan
mengumumkan right issue. Adapun data tersebut diperoleh dari perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market Directory (ICMD)
dan IDX Statistics.
D. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
perusahaan serta data harga saham harian dan indeks harga saham yang
dipublikasikan oleh BEI. Pengumpulan data ini bertujuan untuk memperoleh data
perusahaan mengenai kemungkinan terjadinya manajemen laba dan pengaruhnya
terhadap return saham dengan melihat kecerdasan investor yang diukur melalui
besarnya kepemilikan institusional perusahaan.
E. Teknik Analisis Data 1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, dan
minimum. Dalam penelitian ini analisis statistik deskriptif digunakan untuk
mengetahui gambaran mengenai manajemen laba, pertumbuhan perusahaan,
kepemilikan institusi serta return saham pada perusahaan yang telah terdaftar
di BEI dan melakukan SEO.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005)
dalam Ahmad (2011). Menurut Ghozali, 2005 dalam uji normalitas ini metode
yang handal adalah dengan melihat normal probability plot yang
membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal daripada dengan
3. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui, menguji serta
memastikan kelayakan model regresi yang digunakan dalam penelitian ini,
dimana data tersebut digunakan secara normal, bebas dari autokorelasi,
multikolinieritas, serta heteroskedastisitas.
a. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan penyimpangan (variance) dari residual
satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah
yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Deteksi heteroskedasitas dapat
dilakukan dengan uji Glejser.
Adapun dasar dari menganalisis untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas adalah :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian
menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan
dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi
Apabila variabel independen signifikan secara statistik dalam
mempengaruhi variabel dependen, maka terdapat indikasi terjadi
heteroskedastisitas.
b. Uji Multikolineeritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara
variabel independen. Jika variabel independen saling berkolerasi,
maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Hartmann dan Moers
(1999) dalam Jogiyanto (2004) memberikan argumen bahwa
multikolinearitas dalam model regresi yang menguji efek moderasi
tidak terjadi karena koefisien dari interaksi (DA*INST) tidak sensitif
terhadap perubahan dari titik awal skala (misalnya ditransformasikan
untuk ditengahkan berdasarkan nilai rata-ratanya) dari DA dan INST,
sehingga multikolinearitas tidak menjadi masalah ketika menerapkan
model regresi moderasian. Berdasarkan argumen ini peneliti tidak
melakukan pengujian multikolinearitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
Autokorelasi terjadi apabila penyimpangan pada periode t-1
(sebelumnya) atau terjadi korelasi diantara kelompok observasi yang
diurutkan menurut waktu (pada data time series). Untuk menguji
autokorelasi penelitian ini digunakan uji Durbin – Watson (DW test).
Uji Durbin–Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu
(first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept
(konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara
variabel independen.
4. Uji Hipotesis
a. Melakukan pengujian hipotesis dengan analisis regresi berganda
Uji regresi berganda adalah analisis peramalan nilai pengaruh dua
variabel bebas atau lebih terhadap satu variabel terikat. Analisis regresi
berganda dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh
manajemen laba terhadap return saham. Adapun bentuk model yang akan
diuji dalam penelitian ini, yaitu:
Keterangan :
INST : kepemilikan institusi perusahaan i adalah 40% atau lebih
b. Menetukan rumusan hipotesis
H01: β1 = 0, Perusahaan tidak melakukan manajemen laba sebelum SEO.
H02: β3 ≥ 0, Manajemen laba tidak berpengaruh negatif terhadap return
saham, ketika investor cerdas.
Ha2: β3 < 0, Manajemen laba berpengaruh negatif terhadap return saham,
ketika investor cerdas.
c. Uji t
Uji t adalah pengujian secara statistik untuk mengetahui apakah
manajemen laba secara individual mempunyai pengaruh terhadap return
saham. Jika tingkat probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 maka dapat
dikatakan manajemen laba berpengaruh terhadap return saham.
Adapun prosedur pengujiannya adalah setelah melakukan perhitungan
terhadap t hitung, kemudian membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.
Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
1. Apabila t hitung > t tabel dan tingkat signifikansi ( α ) < 0,05, maka Ho
yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh manajemen laba secara
parsial terhadap return saham ditolak. Ini berarti secara parsial
manajemen laba berpengaruh signifikan terhadap return saham.
2. Apabila t hitung < t tabel dan tingkat signifikansi ( α ) > 0,05 , maka Ho
diterima, yang berarti secara parsial manajemen laba tidak berpengaruh
38 BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Sampel
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan
tahunan perusahaan yang melakukan SEO dan terdaftar di BEI pada tahun
2001-2011. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling dengan didasarkan pada 4 kriteria. Atas dasar kriteria-kriteria tersebut,
jumlah sampel yang digunakan sebanyak 30 perusahaan, hal ini dikarenakan
keterbatasan perusahaan manufaktur yang melakukan SEO dengan kepemilikan
institusi > 40%. Tabel 4.1 menyajikan prosedur pemilihan sampel penelitian
sebagai berikut :
Tabel 4.1
Prosedur Pemilihan Sampel Penelitian
Keterangan Jumlah Perusahaan
Perusahaan yang melakukan SEO selama periode
tahun 2001 hingga tahun 2011 37
Perusahaan yang tidak termasuk sampel yaitu : Tidak memiliki laporan keuangan satu tahun
sebelum SEO ( 0 )
Laporan keuangan tidak lengkap ( 0 )
Investor dengan kepemilikan < 40% ( 4 )
Data terlalu ekstrim (data outlier) ( 3 )
B. Analisis Data
Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 30
sampel perusahaan. Data yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari variabel
independen manajemen laba, variabel dependen return saham, variabel kontrol
pertumbuhan perusahaan, dan variabel pemoderasi kecerdasan investor.
Berikut akan dijelaskan analisis statistik deskriptif yaitu menjelaskan
deskripsi data dari seluruh variabel yang akan dimasukkan dalam model
penelitian.
a. Statistik Deskriptif
Tabel 4.2 menyajikan statistik deskriptif untuk variabel-variabel dalam
model penelitian ini. Data sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 30 perusahaan dengan kepemilikan institusi ≥ 40%.
Variabel-variabel yang disajikan adalah discretionary accrual (DA), cumulative
abnormal return (CAR), kepemilikan institusi (INST), pertumbuhan
perusahaan (Growth). Adapun hasil analisisnya sebagai berikut:
Tabel 4.2
Hasil Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif Min Maks Mean Deviasi
Standar Discretionary Accruals 0,0624 0,2110 0,105028 0,0428779
Pertumbuhan Perusahaan -0,7000 234,60 9,0707 42,76878
Kepemilikan Institusi 0,4005 0,9552 0,653060 0,1459654
Discretionary accruals (DA) merupakan besarnya manajemen laba
yang dilakukan oleh suatu perusahaan dimana manajemen dalam
penyusunan laporan keuangan dapat menaikkan atau menurunkan laba
perusahaan. Berdasarkan hasil pengujian statistik deskriptif dapat
diketahui bahwa dari 30 perusahaan sampel yang SEO pada tahun
2001-2011 mempunyai discretionary accruals terendah sebesar 0,0624,
sementara nilai tertinggi sebesar 0,2110, dengan standar deviasi sebesar
0,105028. Adapun nilai rata-rata discretionary accruals-nya adalah
0,0428779. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan melakukan
manajemen laba dengan menaikkan laba 1 tahun sebelum SEO.
Pertumbuhan perusahaan (Growth) dihitung berdasarkan total aktiva
yang dimiliki setiap tahunnya. Hasil statistik deskriptif pertumbuhan
perusahaan menunjukkan nilai minimum sebesar -0,7000 dan nilai
maksimum sebesar 234,60 dengan rata-rata tingkat pertumbuhan sebesar
9,0707. Hal ini menunjukkan perusahaan yang melakukan SEO dalam
tingkat pertumbuhan yang tinggi.
Kepemilikan institusi perusahaan sampel yang diobservasi sangat
tinggi, ditunjukkan dengan nilai rata-rata sebesar 65,3%. Kepemilikan
institusi terendah sebesar 40%, sedangkan nilai tertinggi sebesar 95%
dengan nilai standar deviasi sebesar 14,6%. Tingkat kepemilikan institusi